4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pengujian model
Uji beda nilai tengah (uji-t) dilakukan untuk mengetahui beda nilai tengah antara nilai duga dari model hubungan yang dibuat dengan nilai in situ klorofil-a dan transparansi perairan (Tabel 13).
Tabel 13. Hasil uji-t pengembangan model penduga
Keterangan Hasil
Uji-t antara nilai in situ
konsentrasi klorofil-a dengan nilai duga
Musim Kemarau
t-hitung = 0.0192
t-tabel = 1.9680
t-hitung berada dalam kisaran t-tabel
Musim Hujan
t-hitung = 3.4612
t-tabel = 2.0017
t-hitung di luar kisaran
t-tabel
Uji-t antara nilai in situ
transparansi perairan dengan nilai duga
Musim Kemarau
t-hitung = 0.2272
t-tabel = 1.9725
t-hitung berada dalam kisaran t-tabel
Musim Hujan
t-hitung = 0.0260
t-tabel = 1.989
t-hitung berada dalam kisaran t-tabel
Hasil uji-t antara nilai in situ konsentrasi klorofil-a dengan nilai duga pada musim kemarau memiliki nilai t-hitung 0.0192 masuk dalam selang kritis (-1.9680 < (t-hitung = 0.0192) < 1.9680) sehingga model pendugaan konsentrasi klorofil-a untuk musim kemarau yang dibuat dapat diandalkan. Selang kritis ini merupakan
wilayah terima. Jika t-hitung masuk dalam wilayah terima, maka model dapat diandalkan karena nilai tengah pengukuran in situ tidak beda nyata dengan nilai duga ( 1 = 2). Jika t-hitung di luar selang kritis ini, maka t-hitung berada dalam
wilayah penolakan sehingga model tidak dapat diandalkan karena in situ berbeda nyata dengan duga ( 1 2). Namun, nilai t-hitung untuk musim hujan berada di
luar selang kritis ((t-hitung = 3.4612) > 2.0017). Hal ini berarti nilai tengah antara klorofil-a in situ dengan model dugaan berbeda nyata ( 1 2) sehingga model
pendugaan konsentrasi klorofil-a pada musim hujan yang dikembangkan tidak terlalu baik dalam menduga konsentrasi klorofil-a. Hal ini bisa saja terjadi karena pengaruh cuaca pada musim hujan yang menghambat pengambilan sampel air laut. Selain itu, Teluk Jakarta merupakan perairan tipe II yang sifat optik air lautnya didominasi oleh sedimen suspensi, bahan organik terlarut (yellow
substances), dan partikel yang berasal dari tanah, sungai, dan gletser (Lo, 1996). Pada musim hujan, terjadi pencampuran antara material-materialyang terkandung dalam air laut sehingga menghambat proses pencitraan yang dilakukan satelit, dalam hal ini menyebabkan sensor satelit kurang mampu membedakan pantulan yang berasal dari fitoplankton atau dari material terlarut lainnya.
Untuk uji-t model penduga transparansi perairan musim kemarau, nilai t- hitung 0.2272 masuk dalam selang kritis (-1.9725 < (t-hitung = 0.2272) < 1.9725). Sama halnya dengan musim kemarau, nilai t-hitung untuk transparansi pada
musim hujan adalah -0.0260 dan masuk dalam selang kritis (-1.989 < (t-hitung = 0.0260) < 1.989). Jika t-hitung masuk dalam selang t-tabel maka model dapat diandalkan. Hal ini berarti kedua model transparansi perairan dapat diterima dan
nilai tengah nilai in situ transparansi perairan tidak berbeda nyata dengan nilai duganya ( 1 = 2).
4.2.2 Uji-F
Hasil uji-F disajikan dalam Tabel 14. Pada uji-F, jika F-hitung > F-tabel maka hasil pengujian adalah tolak H0.
Tabel 14. Hasil uji-F dari nilai transparansi perairan dengan klorofil-a
Keterangan Hasil
Uji-F antara nilai duga transparansi perairan dengan nilai duga klorofil-a dari model Musim Kemarau F-hitung = 323.4816 F-tabel = 3.8712 F-hitung > F-tabel Musim Hujan F-hitung = 10.4334 F-tabel = 4.0040 F-hitung > F-tabel
Uji-F antara nilai in situ
transparansi perairan dengan nilai in situ klorofil-a
Musim Kemarau F-hitung = 30.3917 F-tabel = 3.8712 F-hitung > F-tabel Musim Hujan F-hitung = 5.6553 F-tabel = 4.0040 F-hitung > F-tabel
Semua hasil uji-F menghasilkan nilai F-hitung > F-tabel. Uji-F antara nilai transparansi perairan dari model dugaan dan konsentrasi klorofil-a dari model dugaan diperoleh hasil F-hitung = 323.4816 dan F-tabel = 3.8712 untuk musim kemarau dan F-hitung = 10.4334 dan F-tabel = 4.0040 untuk musim hujan. Hal ini berarti hasil pengujian baik untuk musim kemarau dan musim hujan adalah tolak H0 dan terima H1 sehingga terdapat hubungan antara transparansi perairan
dan konsentrasi klorofil-a dari model dugaan yang dibuat. Jika mengacu pada pustaka Drapper dan Smith (1981), korelasi antara klorofil-a dan transparansi perairan yang diekstrak dari model termasuk tinggi, karena nilai F-hitung-nya
empat sampai lima kali lebih besar dari F-tabel pada selang kepercayaan 95% pada kedua musim.
Sebagai pembanding, dilakukan pula uji-F antara nilai in situ transparansi perairan dan konsentrasi klorofil-a dan diperoleh hasil F-hitung = 30.3917 dan
F-tabel = 3.8712 untuk musim kemarau dan F-hitung = 5.6553 dan F-tabel = 4.0040 untuk musim hujan. Hal ini mempunyai arti yang sama dengan uji-F antara nilai-nilai duga yang diekstrak dari model, sehingga memperkuat bukti bahwa terdapat hubungan antara nilai klorofil-a dengan transparansi perairan.
Berdasarkan Drapper dan Smith (1981), korelasi antara transparansi perairan dan klorofil-a yang diekstrak dari model pada musim kemarau berbeda dengan musim hujan. Pada musim kemarau, nilai F-hitung empat sampai lima kali lebih besar dari pada F-tabel sehingga korelasi antara nilai in situ klorofil-a dan transparansi sangat baik. Akan tetapi, pada musim hujan, nilai F-hitung tidak lebih besar dari pada empat sampai lima kali F-tabel sehingga korelasi antara nilai-nilai in situ pada musim hujan ini tidak seerat pada musim kemarau. Hal ini disebabkan kondisi cuaca pada musim hujan yang tidak efektif untuk pengambilan data sehingga bias yang terjadi cukup besar.
Hubungan antara klorofil dan transparansi adalah hubungan saling mempengaruhi. Meningkatnya konsentrasi klorofil suatu perairan akan
menyebabkan berkurangnya kemampuan penetrasi cahaya matahari ke perairan dan transparansi perairan pun berkurang. Hal ini sangat cocok diterapkan dalam perairan tipe I (case I water) di mana menurut Susilo dan Gaol (2008), komponen utama yang mempengaruhi sifat optik atau biooptik air laut tipe ini adalah
tipe perairan ini karena sifat optik air lautnya lebih didominasi oleh sedimen suspensi, bahan organik terlarut (yellow substances), dan partikel yang berasal dari tanah, aktivitas-aktivitas manusia di daratan, dan run off sungai merupakan perairan tipe II (case II water). Jadi, hubungan antara transparansi dengan klorofil-a tidak boleh dinyatakan hanya dengan grafik regresi linear sederhana tanpa memperdulikan keberadaan yellow substances di perairan Teluk Jakarta.