• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Pengujian Normalitas

Uji normalitas atau distribusi normal dilakukan untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Uji ini dilakukan melalui kolmogorov-smirnov.

2) Uji Multikolineritas

Uji multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan linear antar variabel independen dalam satu model. Hubungan linear antar variabel independen inilah yang disebut multikolineritas. 3) Uji Autokorelasi

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya. Jika terjadi autokorelasi maka dikatakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi ini menggunakan uji Durbin Watson (DW).

4) Uji Heterokedastisitas

Uji ini digunakan untuk menguji apakah suatu model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan e pengamatan

lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas, tetapi jika varians residualnya berbeda disebut heterokedastisitas. Model yang baik adalah tidak terdapat heterokedastisitas.

5) Koefisien Determinasi

Pengujian determinasi (R2) akan menunjukkan besarnya persentase sumbangan Modal Kerja, Perputaran modal kerja, dan DER terhadap ROE, dimana 0<R2<1. Hal ini berarti bahwa nilai R2 semakin mendekati 1 merupakan indicator yang menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

c. Pengujian Hipotesis

Uji Hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan. Ada dua jenis koefisien regresi yang dapat dilakukan, yaitu uji-F dan uji-t.

1) Uji-F (Uji Signifikansi Simultan)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua varabel bebas secara simultan dapat diterima menjadi model penelitian terhadap variabel terikat.

Bentuk pengujiannya adalah:

Ho : b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara simultan variabel Rasio Lancar, perputaran modal kerja, dan DER tidak memenuhi model penelitian.

Ha : Tidak semua bi (b1,b2,b3) sama dengan nol, maka dianggap variabel independen telah memenuhi model penelitian terjadap variabel dependen. Kriteria pengambilan keputusan:

H0 diterima jika Fhitung≤ Ftabelpada α = 5%

Ha diterima jika Fhitung > Ftabel pada α = 5%

2) Uji-t (Uji Parsial)

Digunakan untuk menguji koefisien regresi secara individual. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara parsial masing-masing variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel terikat. Setelah didapat nilai thitung maka selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel. Bentuk pengujiannya sebagai berikut: H0 : b1 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh signifikan dari variabel Raso Lancar, terhadap ROE secara parsial.

Ha : b1≠ 0, artinya terdapat pengaruh signifikan dari variabel Rasio Lancar

secara parsial terhadap variabel ROE

H0 : b2 = 0,artinya tidak terdapat pengaruh signifikan dari variabel Perputaran Modal Kerja secara parsial terhadap variabel ROE

Ha : b2 ≠ 0,artinya terdapat pengaruh signifikan dari variabel Perputaran

Modal Kerja secara parsial terhadap variabel ROE

H0 : b3 = 0, artinya tidak terdapat pengartuh signifikan dari variabel DER secara persial terhadap ROE

Ha : b3 ≠ 0,artinya terdapat pengaruh signifikan dari variabel DER secara

parsial terhadap variabel ROE

Pada penelitian ini thitung akan dibandingkan dengan ttabel pada tingkat

signifikansi (α) = 5%

H0 diterima jika - ttabel≤ thitung ≤ ttabelpada α = 5%

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1Penelitian Terdahulu

Astuti (2005) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Modal Kerja dan Perputaran Modal Kerja terhadap Return on Equity (ROE) pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdapat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun 2000-2003”. Tujuan penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi modal kerja dan tingkat perputaran modal kerja, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh total modal kerja dan tingkat perputaran modal kerja terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan makanan dan minuman yang terdapat di Bursa Efek Jakarta, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh modal kerja dan tingkat perputaran modal kerja terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Jakarta. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dan metode analisa statistik dengan menggunakan uji F, uji t, koefisien determinasi, dan evaluasi ekonometrika. Hasil penelitian ini menyatakan:

1. Ada pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan makanan dan minuman yang terdapat di Bursa Efek Jakarta.

2. Pengaruh modal kerja terhadap ROE pada perusahaan makanan dan minuman sebesar 79,1%.

3. Tidak ada pengaruh perputaran modal kerja terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan makanan dan minuman yang terdapat di BEJhal

ini ditunjukkan dengan diperoleh hasil Fhitung = 0,319 sedang Ftabel = 1,725 atau Fhitung < Ftabel.

4. Pengaruh modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap Return on Equity (ROE) pada perusahaan makanan dan minuman yang terdapat di BEJ sebesar 62,7% sedangkan sisanya 37,3% dipengaruhi faktor lain. Siagian (2006) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Struktur Modal terhadap Profitabilitas pada Intraco Penta tbk Medan”. Tujuan penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh struktur modal (hutang jangka panjang dan modal sendiri) terhadap profitabilitas/rentabilitas perusahaan pada PT Intraco Penta, tbk Medan, dan untuk mengetahui sejauh mana variabel hutang jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas/rentabilitas perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode analisis statistic. Hasil penelitian ini menyatakan:

1. Jumlah hutang jangka panjang (long term debt) lebih besar daripada modal sendiri menyebabkan debt to equity ratio lebih besar dari 50%. Kondisi debt to equity ratio tersebut menyebabkan modal yang dijamin (hutang jangka panjang) lebih besar dari modal yang menjadi jaminannya (modal sendiri).

2. Variabel DER (debt to equity ratio) memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Rentabilitas Ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada kolom sig/significance 0,673 atau probabilias jauh di atas 0,05 (koefisien regresi tidak signifikan). Variabel DER (debt to equity ratio) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Rentabilitas Modal sendiri. Hal ini dapat dilihat

pada kolom sig/significance 0,151 atau probabilitas di atas 0,05 (koefisien regresi tidak signifikan).

Sentosa (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Current Rati, Total Asset Turnover, dan Debt to Equity Ratio terhadap Return on Equity (ROE) studi pada perusahaan makanan dan minuman yang Go Public di BEJ periode 2005-2007”. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dan metode analisa statistik dengan menggunakan uji F, uji t, koefisien determinasi. Hasil penelitian ini menyatakan:

1. Variabel CR secara parsial tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel ROE.

2. Variabel DER secara persial tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel ROE.

2.2 Rasio Likuiditas

Menurut Sutrisno (2000:259), Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Kewajiban yang segera harus dipenuhi adalah hutang jangka pendek, oleh karena itu rasio ini bisa digunakan untuk mengukur tingkat keamanan kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera ditagih. Ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukur, yaitu:

a. Rasio Lancar (Current Ratio), adalah rasio yang membandingkan antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek

(hutang lancar). Aktiva lancar disini meliputi kas, piutang dagang, efek, persediaan, dan aktiva lancar lainnya. Rumus Current Ratio:

b. Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid Test Ratio), merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah dikurangi persediaan dengan hutang lancar. Rumus Quick Ratio:

c. Cash Ratio adalah rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Rumus Cash Ratio:

Menurut Sundjaja (2003: 135), likuiditas persediaan yang rendah dapat diakibatkan oleh 2 faktor, yaitu:

a. Terlalu banyak macam persediaan yang tidak dapat dijual dengan mudah karena merupakan barang setengah jadi, barang usang atau barang untuk kegunaan tertentu.

b. Jika barang tersebut dijual dengan kredit maka akan menjadi piutang terlebih dahulu sebelum menjadi uang kas.rasio cepat = 1 atau lebih besar dari 1 lebih direkomendasikan, tetapi sama seperti rasio lancar nilai yang diterima tergantung pada industrinya. Rasio cepat merupakan alat ukur likuiditas yang lebih baik jika persediaan tidak mudah diuangkan. Jika

persediaan likuid maka rasio lancar merupakan ukuran likuiditas yang lebih disukai.

Untuk ketiga alat ukur likuiditas yaitu modal kerja bersih, rasio lancar, dan rasio cepat semakin tinggi nilainya maka likuiditas perusahaan semakin baik. Perlu diperhatikan kelebihan likuiditas akan mengurangi risiko ketidakmampuan memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo, hal mana akan mengurangi laba.

2.3 Modal kerja

1. Pengertian modal kerja

Dalam operasional kegiatan keseharian perusahaan, modal memiliki peran utama sehingga kelangsungan hidup perusahaan terjamin. Setiap perusahaan perlu menyediakan modal kerja untuk membelanjai operasi perusahaan dari hari ke hari seperti misalnya untuk memberi uang muka pada pembelian bahan baku atau barang dagangann, membayar upah buruh dan gaji karyawan, dan biaya-biaya lainnya. Sejumlah dana yang telah dikeluarkan untuk membelanjai operasi perusahaan tersebut diharapkan akan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam jangka waktu pendek melalui hasil penjualan barang dagangan atau hasil produksinya.

Menurut Djarwanto (2001:85), terdapat dua defenisi modal kerja yang lazim dipergunakan, yakni:

a. Modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek. Kelebihan ini disebut modal kerja bersih (net working capital).

Defenisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan kemungkinan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang jangka pendek dan menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan usaha di masa mendatang.

b. Modal kerja adalah jumlah dari aktiva lancar. Jumlah ini merupakan modal kerja bruto (gross working capital). Defenisi ini bersifat kuantitatif karena menunjukkan jumlah dana yang digunakan untuk maksud-maksud operasi jangka pendek.

Di samping dua defenisi modal kerja tersebut, masih terdapat pengertian modal kerja menurut konsep fungsionil. Menurut konsep fungsionil, modal kerja adalah jumlah dana yang digunakan selama periode akuntansi yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan jangka pendek (current income) yang sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan tersebut.

Menurut Brigham dan Houston (2006:131), modal kerja adalah investasi sebuah perusahaan pada aktiva-aktiva jangka pendek (kas, sekuritas, persediaan, an piutang). Sedangkan menurut Kweon (2004:190), modal kerja bersih merupakan selisih antara asset lancar dan kewajiban lancar , menyediakan gambaran yang sangat berguna dalam menentukan kebijaksanaan pembiayaan jangka pendek. Jika modal kerja bersih rendah, keuntungan perusahaan cenderung meningkat, tetapi peningkatan keuntungan ini disaat yang sama juga meningkatkan resiko likuiditas perusahaan. Akibatnya kebijakan pembiayaaan jangka pendek perusahaan berpengaruh pada modal kerja bersih.

2. Peranan Modal Kerja

Modal kerja pada hakikatnya merupakan jumlah yang terus-menerus harus ada dalam menopang usaha perusahaan yang menjembatani antara saat pengeluaran untuk memperoleh bahan atau jasa, dengan waktu penerimaan penjualan. Menurut Djarwanto (2001:87), manfaat dari tersedianya modal kerja yang cukup, antara lain:

a. Memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan.

b. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar.

c. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat waktu.

d. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya seperti adanya kebakaran, pencurian, dan sebagainya.

e. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya.

f. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang menguntungkan kepada para pelanggan.

g. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa, dan supplies yang dibutuhkan.

h. Memungkinkan perusahaan utuk mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi.

3. Sumber Modal Kerja

Modal kerja menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi dua golongan, yakni: a. Bagian modal kerja yang relatif permanen, yaitu jumlah modal kerja

minimal yang harus tetap ada dalam perusahaan untuk dapat melaksanakan operasinya atau sejumlah modal kerja yang secara teru-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha.

Modal kerja permanen ini dapat dibedakan dalam:

1) Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.

2) Modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal

b. Bagian modal kerja yang bersifat variabel, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah tergantung pada perubahan keadaan. Modal kerja variabel ini dapat dibedakan dalam:

1) Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim.

2) Modal kerja siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi kongjungtur.

3) Modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat atau mendadak yang tidak dapat diketahui atau diramalkan terlebih dahulu.

4. Faktor yang Menentukan Jumlah Modal Kerja

Meskipun metode penghitungan modal kerja atau pengertian modal kerja yang digunakan, namun ada hal-hal yang tetap sama, yaitu, bahwa kebutuhan modal kerja atau komposisi modal kerja akan dipengaruhi:

a. Besar kecilnya kegiatan usaha atau perusahaan (produksi dan penjualan), dimana semakin besar kegiatan perusahaan semakin besar modal kerja yang diperlukan, apabila hal lainnya tetap.

b. Kebijaksanaan tentang penjualan (kredit atau tunai). Persediaaan (dengan EOQ = Economic Order Quantity dan safety stock), dan saldo ke kas minimal, pembelian bahan (tunai atau kredit).

c. Faktor lain:

1) Faktor-faktor ekonomi.

2) Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan uang ketat atau kredit ketat.

3) Tingkat bunga yang berlaku. 4) Peredaran uang.

5) Tersedianya barang-barang di pasar.

2.4 Perputaran Modal Kerja

Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turnover period) dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat dimana kas kembali lagi menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnover rate-nya). Lama periode perputaran modal kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal kerja tersebut. (Riyanto, 2001:62)

Menurut Djarwanto (2001:140), perputaran modal kerja menunjukkan jumlah rupiah penjualan netto yang diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja. Dari hubungan antara penjualan netto dengan modal kerja tersebut dapat diketahui juga apakah perusahaan bekerja dengan modal kerja yang tinggi atau bekerja dengan modal kerja yang rendah.

Menurut Ahmad (2002:7-12), dalam menentukan perputaran modal kerja, metode yang digunakan adalah:

a. Metode Keterikatan atau Daur Dana

Metode ini digunakan jika usaha baru dimulai, dengan demikian pengalaman dari pengelola atau tentunya sangat dominan dipengaruhi keadaan internal perusahaan yang mengikuti perkembangan kegiatan sehari-hari dalam jangka waktu lama.

Menurut metode daur dana ini, perputaran modal kerja dapat diketahui dengan menghitung periode atau jangka waktu dana tertanam, sejak kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai kembali lagi menjadi kas.

b. Metode Perputaran (turnover)

Metode ini menggunakan analisis laporan keuangan perusahaan. Secara umum atau total modal kerja dihitung dengan rumus:

2.5 Struktur Modal

Menurut Sawir (2005:10), struktur modal adalah pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus, modal dan akumulasi laba ditahan. Struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.

Menurut Warsono (2003:238), tujuan manajemen struktur modal adalah membentuk kombinasi sumber pembelanjaan yang dapat memaksimumkan harga saham. Teori struktur modal mempelajari pengaruh pengungkit keuangan terhadap biaya modal dan nilai saham perusahan.

Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan tradeoff antara risiko dan tingkat pengembalian. Penambahan hutang memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung menurunkan harga saham,

tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan sehubungan dengan struktur modal. Pertama adalah risiko bisnis perusahaan, atau tingkat risiko yang terkandung pada aktiva perusahaan apabila ia tidak menggunakan hutang. Semakin besar risiko bisnis perusahaan, semakin rendah rasio hutangnya yang optimal.

Faktor yang kedua adalah posisi pajak perusahaan. Alasan utama untuk menggunakan hutang adalah karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan biaya hutang yang sesungguhnya. Akan tetapi, jika sebagian besar dari pendapatan perusahaan telah terhindar dari pajak karena penyusutan yang dipercepat atau kompensasi kerugian, maka tarif pajaknya akan rendah (apabila pajak bersifat progresif), dan keuntungan akibat penggunaan hutang juga akan mengecil.

Faktor ketiga adalah fleksibilitas keuangan, atau kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang masuk akal dalam keadaan yang kurang menguntungkan. Para manajer dana perusahaan mengatahui bahwa penyediaan modal yang mantap diperlukan untuk mendukung operasi secara stabil, yang merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan jangka panjang. Mereka juga mengetahui bahwa dalam keadaan uang ketat, atau apabila perusahaan menghadapi kesulitan operasi, para penyedia dana lebih suka menanamkan uangnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang bagus.

Kemungkinan tersedianya dana di masa mendatang dan konsekuensi akibat kurangnya dana sangat berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkan.

Sesuai pengertian struktur modal, struktur modal dapat dinyatakan dalam dua indikator, yaitu rasio hutang (debt ratio) dan rasio hutang ekuitas (debt to equity ratio). Secara sistematis, rasio hutang (debt ratio) dapat diformulakan sebagai berikut (Warsono,2003):

Semakin tinggi rasio hutang suatu perusahaan mengindikasikan bahwa dengan struktur modal tersebut, risiko keuangan yang ditanggung para pemegang saham biasa semakin tinggi.

Indikator struktur modal kedua adalah rasio hutang ekuitas (debt to equity ratio). Rasio hutang-ekuitas adalah perbandingan antara total hutang dengan ekuitas saham biasa (stock equity). Secara sistematis, rasio ekuitas hutang (debt to equity ratio) dapat diformulakan sebagai berikut (Warsono,2003):

Adanya penambahan pinjaman (hutang) dapat menghasilkan risiko yang lebih besar, demikian pula potensi hasil (laba) yang diperoleh juga menjadi lebih besar, karena semakin besar pengaruh keuangan maka potensi risiko dan hasil juga lebih besar. (Sundjaja, 2003: 140)

2.6 Profitabilitas

Profitabilitas dimaksudkan adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Riyanto (2001:331) mengemukakan bahwa rasio profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan (profit margin on sales, return on total asset, return on net worth, dan lain sebagainya). Salah satu rasio profitabilitas tersebut adalah Return on Equity atau disebut juga dengan tingkat pengembalian modal sendiri (Riyanto, 2001:44).

Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva, dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume panjualan, jumlah aktiva, dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan dapat dicapai bila perusahaan berada dalam keadaan menguntungkan/profitabel. Tanda adanya keuntungan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar.

Pengukuran tingkat profitabilitas merujuk pada rentabilitas perusahaan yang menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal untuk menghasilkan laba. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Riyanto, 2001:35). Umumnya rentabilitas dirumuskan sebagai:

Dimana:

L : jumlah laba yang diperoleh selama periode tertentu M : Modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut

Pada penelitian ini akan diukur tingkat laba dengan penilaian rentabilitas ekonomi. Rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan hutang (hutang jangka panjang) yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase. Pengertian rentabilitas yang sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal di dalam suatu perusahaan, maka rentabilitas ekonomi sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba.

Rentabilitas ekonomi dapat dihitung dengan rumus (Riyanto, 2001:36) :

Faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi/earning power, yaitu:

1. Profit Margin, yaitu perbandingan antara net operating income dengan net sales dalam persentase (Riyanto,2001:37).

2. Turnover of Operating Asset, yaitu kecepatan berputarnya operating asset dalam suatu periode tertentu (Riyanto, 2001:37)

Hasil akhir dari kedua rasio ini menentukan tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi. Makin tinggi tingkat profit margin atau operating assets turnover masing-masing atau kedua-duanya akan mengakibatkan naiknya rentabilitas ekonomi/earning power.

Tingkat profitabilitas juga diukur dari besarnya rentabilitas modal sendiri. Rentabilitas modal sendiri juga dinamakan rentbilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan (laba). Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih (laba setelah bunga dan pajak) sedangkan modal yang diperhitungkan adalah modal sendiri yang bekerja di dalam perusahaan. Rentabilitas modal sendiri dihitung dengan rumus (Riyanto, 2001:44):

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Sejarah Bursa Efek Indonesia

Pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir pada tahun 1912 di Batavia sejak jaman kolonial Belanda. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari

Dokumen terkait