• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian dengan Perlakuan Cekaman Kekeringan di Pot Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan

PENDUGAAN DINI TOLERANSI PADI HIBRIDA TERHADAP KEKERINGAN

B. Pengujian dengan Perlakuan Cekaman Kekeringan di Pot Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan

Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi cekaman kekeringan dan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, panjang daun bendera, panjang akar dan nisbah bobot akar tajuk. Interaksi cekaman kekeringan dan genotipe hanya berpengaruh nyata pada peubah bobot kering tajuk dan bobot kering akar (Lampiran 4). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan respon antar genotipe akibat cekaman kekeringan pada peubah bobot kering tajuk dan bobot kering akar (Tabel 14), sedangkan pada peubah pertumbuhan yang lain, respon antar genotipe akibat cekaman kekeringan relatif sama karena pemberian cekaman yang relatif singkat pada saat pertumbuhan vegetatif yang sudah stabil.

Bobot kering akar terrendah akibat perlakuan cekaman kekeringan diperoleh pada IR64 yang tidak berbeda nyata dengan genotipe BI485A/BP3, BI485A/BP12, BI485A/BP15, BI665A/BP6, Maro dan Hipa 8. Meskipun demikian akibat perlakuan cekaman kekeringan bobot kering akar genotipe BI485A/BP12 meningkat sebesar 38.4 persen. Bobot kering akar tertinggi terdapat pada varietas cek Limboto dengan peningkatan sebesar 27.9 persen, yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan genotipe BI599A/BP15 dengan peningkatan 13.2 persen dan BI599A/BP5 dengan peningkatan 21.5 persen. Genotipe tersebut tidak berbeda nyata dengan genotipe BI485A/BP10, BI485A/BP5 dan BI485A/BP3 serta varietas Maro dan Hipa 8, yang masing- masing bobot kering akarnya relatif menurun akibat perlakuan cekaman kekeringan (Tabel 14).

Bobot kering akar yang meningkat pada beberapa genotipe diduga karena tanaman lebih mengembangkan masa akar dengan membentuk rambut-rambut akar dari pada pemanjangan akar sebagai upaya untuk memperluas daya jangkau akar untuk mendapatkan air. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya bobot kering akar tetapi membatasi pertumbuhan panjang akar. Adanya hambatan mekanis untuk penetrasi dan perkembangan akar karena volume tanah dalam pot yang terbatas menyebabkan pengaruh cekaman kekeringan terhadap panjang akar tidak berbeda nyata antar genotipe. Breseghello et al. (2008) menyatakan cekaman kekeringan menyebabkan perubahan arsitektur akar (tingginya kerapatan dan

kedalaman akar) yang sama untuk semua kultivar, namun terdapat korelasi negatif kedalaman akar yang ditanam pada pot dengan hasil.

Tabel 14 Pengaruh cekaman kekeringan di pot dan genotipe terhadap bobot kering akar dan bobot kering tajuk

Genotipe

Bobot kering akar (g) Bobot kering tajuk (g)

Kontrol Cekaman kekeringan Penurunan relatif (%) Kontrol Cekaman kekeringan Penurunan relatif (%) BI485A/BP3 13.14 a 7.79defgh 40.7 100.93 a 92.14 ab 8.7

BI485A/BP5 10.28 abcd 9.58 bcdef 6.8 78.10 bcde 79.42 bcde (1.7)

BI485A/BP10 9.67 bcde 8.88 bcdefg 8.1 64.26 ef 72.69 cdef (13.1)

BI485A/BP12 4.45 i 6.16 efghi (38.4) 41.21 g 57.25 fg (38.9)

BI485A/BP15 11.47 abc 6.05 ghi 47.2 79.19 bcde 63.87 ef 19.3

BI599A/BP5 7.72 defghi 9.38 bcdefg (21.5) 72.60 cdef 84.69 abcd (16.7)

BI599A/BP15 8.46 cdefg 9.57 bcdef (13.2) 70.91 cdef 82.25 bcde (16.0)

BI665A/BP6 8.42 cdefgh 6.32 efghi 24.9 68.78 def 71.52 cdef (4.0)

Maro 8.87 bcdefg 7.22 defghi 18.6 81.87 bcde 58.33 fg 28.8

Hipa 8 12.18 ab 7.74defghi 36.5 82.57 bcde 75.33 bcdef 8.8

IR64 8.08 cdefgh 5.05 hi 37.6 64.02 ef 57.98 fg 9.4

Limboto 8.25 cdefgh 10.54 abcd (27.9) 75.75 bcdef 88.71 abc (17.1)

Rata-rata 9.25x 7.86 y 15.1 73.35 73.68 (0.5)

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05; angka dalam kurung= peningkatan.

Bobot kering tajuk beberapa genotipe meningkat akibat perlakuan cekaman kekeringan tetapi tidak berbeda nyata dibanding kontrol. Bobot kering tajuk terrendah diperoleh pada varietas IR64 yang tidak berbeda nyata dengan genotipe BI485A/BP10, BI485A/BP12, BI485A/BP15, BI665A/BP6, varietas Maro dan Hipa 8. Bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada genotipe BI599A/BP3 yang tidak berbeda nyata dengan varietas cek Limboto, genotipe BI485A/BP5, BI599A/BP5, BI485A/BP15 dan varietas Hipa 8. Peningkatan bobot kering tajuk berkaitan dengan adanya upaya pemulihan (recovery) tanaman karena adanya pengairan kembali. Bentuk pemulihan tanaman yaitu munculnya tunas pada buku batang utama dan anakan baru. Kemampuan pemulihan berhubungan dengan kemampuan kultivar membentuk anakan setelah kekeringan (Lilley dan Fukai 1994). Hal ini terjadi pada semua genotipe yang diuji termasuk varietas cek baik Limboto maupun IR64 meskipun pada proporsi yang berbeda-beda, kecuali pada genotipe BI665A/BP3 dan Hipa 8 yang tidak membentuk anakan/tunas baru. Adanya daya pemulihan tanaman dengan munculnya tunas/anakan baru

menyebabkan bobot kering tajuk meningkat sehingga nisbah bobot akar tajuk pada saat panen tidak berbeda nyata antar genotipe.

Kadar Air Relatif Daun

Cekaman kekeringan menurunkan kadar air relatif daun (KARD) baik genotipe hibrida maupun varietas cek. Genotipe BI485A/BP12, BI485A/BP3, BI599A/BP15, BI485A/BP10 dan Limboto dapat mempertahankan KARD tetap tinggi yaitu berturut-turut masing-masing sebesar 61.9, 52.8, 46.1, 45.5 dan 50.4 persen (Gambar 6). Praba et al. (2009) menyatakan bahwa cekaman air mengurangi kadar air relatif daun, pemanjangan daun dan stabilitas membran.

95.0 91.8 94.2 95.0 90.2 94.7 94.4 95.2 92.7 93.6 94.5 95.7 39.7 45.5 61.9 30.7 43.6 46.1 31.4 36.3 34.2 27.6 50.4 52.8 0 20 40 60 80 100 BI485A /BP3 BI485A /BP5 BI485A /BP10 BI485A /BP12 BI485A /BP15 BI599A /BP5 BI599A /BP15 BI665A /BP6 Maro Hipa 8 IR64 Lim boto K ada r a ir r el at if ( % ).

Pengairan normal Cekaman kekeringan

Gambar 6 Pengaruh cekaman kekeringan di pot terhadap kadar air relatif daun Hamim et al. (2008) menyatakan kekeringan menyebabkan penurunan kadar air relatif hingga lebih dari 43%, sedangkan kadar air relatif tanaman kontrol mendekati 80%. Praba et al. (2009) menyatakan mekanisme toleransi yang membedakan kultivar toleran dan peka pada gandum dan padi adalah pengaturan konduktansi stomata dan pemeliharaan status air daun.

Klorofil

Perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan penurunan kandungan klorofil pada semua genotipe yang diuji (Gambar 7). Liu et al. (2006) melaporkan bahwa cekaman kekeringan dapat menurunkan kandungan klorofil daun barley baik

genotipe peka kekeringan maupun toleran kekeringan. Kandungan klorofil genotipe toleran Tamor dan Arta menurun masing-masing sebesar 10.7 dan 1.6 persen dan genotipe peka Marocco9-75 dan W12291 menurun masing-masing sebesar 31.3 dan 30.1 persen. Colom dan Vazzana (2003) dan Subrahmanyam et al. (2006 41 42 43 44 45 46 47 48 49 BI485A /BP3 BI485A /BP5 BI485A /BP10 BI485A /BP12 BI485A /BP15 BI599A /BP5 BI599A /BP15 BI665A /BP6 Maro Hipa 8 IR64 Lim boto K lor of il (S kor S P A D 502) .

Pengairan normal Cekaman kekeringan

) menyatakan bahwa cekaman kekeringan yang berat dapat mengakibatkan kerusakan langsung pada perangkat-perangkat fotosintesis seperti fotosistem I dan II (PSI dan PSII). Hasil penelitian Pieters dan Souki (2005) menunjukkan bahwa cekaman kekeringan menyebabkan aktivitas PS II dan kandungan klorofil pada daun bendera tanaman padi berkurang, tetapi sebaliknya kandungan xantofil daun meningkat yang dapat menyerap kelebihan cahaya akibat penyinaran yang tinggi pada kondisi kekeringan.

Gambar 7 Pengaruh cekaman kekeringan di pot terhadap kandungan klorofil skor SPAD 502

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Komponen Hasil dan Hasil

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi cekaman kekeringan dan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang malai, bobot 100 butir dan persentase gabah hampa. Interaksi hanya berpengaruh nyata pada peubah jumlah gabah isi per malai, bobot gabah per rumpun dan indeks panen (Lampiran 4). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan respon antar genotipe akibat cekaman kekeringan pada peubah jumlah gabah isi per malai, bobot gabah per rumpun dan indeks panen (Tabel 15 dan 17).

Pada perlakuan cekaman kekeringan, jumlah gabah isi tertinggi diperoleh pada genotipe BI485A/BP12 yaitu sebanyak 94.9 butir dengan penurunan relatif hanya 47.6 persen yang tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya dan varietas

cek Limboto, kecuali berbeda nyata dengan genotipe BI485A/BP3 dan IR64 yaitu masing-masing menghasilkan jumlah gabah 2.1 butir dengan penurunan relatif 97.2 persen dan 35.7 butir dengan penurunan relatif 73.2 persen. Jumlah gabah isi yang rendah karena meningkatnya gabah hampa dengan rata-rata peningkatan dapat mencapai 72.1 persen (Tabel 16).

Liu et al. (2006) menyatakan bahwa cekaman air dapat menggagalkan polen untuk menyerbuk sampai 67 persen dari total gabah per malai. Saat terjadi penyerbukan, polen mencapai mikrofil pada ovul lebih lama 1 – 8 hari. Polen tidak dapat keluar pada permukaan bunga karena bunga gagal membuka akibat cekaman kekeringan. Hal ini berimplikasi pada penurunan hasil (bobot gabah per rumpun) yang sangat drastis dengan rata-rata penurunan relatif dapat mencapai 78.0 persen (Tabel 17), karena cekaman kekeringan terjadi pada fase kritis (fase reproduktif) yaitu tepat pada saat antesis atau awal pengisian biji. Praba et al. (2009) menyatakan bahwa padi sangat peka terhadap cekaman kekeringan yang terjadi tak lama setelah heading. Kekeringan dalam waktu singkat yang bertepatan dengan fase pembungaan menyebabkan penurunan produksi gabah dan indeks panen secara drastis dibanding kontrol (Hijmans dan Serraj 2008)

Genotipe

.

Tabel 15 Pengaruh cekaman kekeringan di pot dan genotipe terhadap jumlah gabah isi per malai

Jumlah gabah isi (butir) Kontrol Cekaman kekeringan Penurunan relatif (%) BI485A/BP3 74.5 ef 2.1 g 97.2 BI485A/BP5 178.7 bc 58.4 ef 67.3 BI485A/BP10 166.2 bc 63.5 ef 61.8 BI485A/BP12 181.0 bc 94.9 de 47.6 BI485A/BP15 220.3 b 71.3 ef 67.6 BI599A/BP5 139.3 cd 53.9 efg 61.3 BI599A/BP15 208.5 b 66.7 ef 68.0 BI665A/BP6 167.9 bc 50.5 efg 69.9 Maro 165.7 bc 40.3 efg 75.7 Hipa 8 199.1 b 67.6 ef 66.1 IR64 133.5 cd 35.7 fg 73.2 Limboto 295.1 a 63.3 ef 78.5 Rata-rata 177.5 x 55.7 y 68.6

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05.

Pada stadia bunga mekar (anthesis), sel-sel polen selama meiosis lebih peka terhadap cekaman air, dan defisit air selama fase tersebut secara signifikan mengurangi pembentukan biji sebagai akibat sterilitas serbuk sari (Saini dan Aspinall 1982).

Genotipe

Cekaman kekeringan pada fase reproduktif menghambat eksersi malai dan pecahnya anter (Praba et al. 2009), karena menurunnya pemanjangan pangkal malai, yang menyebabkan sterilitas gabah yang ada di dalam pelepah daun, sehingga hasil gabah menurun (Ji et al. 2005). Cekaman kekeringan yang diberikan pada saat pembungaan akan menyebabkan penurunan gabah isi hingga 80 persen (Liu et al. 2006). Jumlah gabah isi yang rendah akibat perlakuan cekaman kekeringan, berimplikasi pada persentase gabah hampa yang tinggi yaitu berkisar antara 55.9 - 98.7 persen, sedangkan bobot seratus butir tidak berbeda nyata antar genotipe. Penurunan bobot seratus butir relatif kecil yaitu hanya sebesar 11.0 persen ( Tabel 16).

Tabel 16 Pengaruh cekaman kekeringan di pot terhadap persentase gabah hampa dan bobot 100 butir

Persentase gabah hampa per malai (%)

Bobot seratus butir (g) Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan Penurunan relatif (%) BI485A/BP3 63.5 98.7 2.21 2.16 2.3 BI485A/BP5 24.8 68.2 2.48 2.19 11.7 BI485A/BP10 22.8 62.9 2.36 2.06 12.7 BI485A/BP12 15.3 55.9 2.45 2.32 5.3 BI485A/BP15 13.4 67.7 2.53 2.20 13.0 BI599A/BP5 20.1 73.9 2.46 2.18 11.4 BI599A/BP15 19.2 69.4 2.51 2.32 7.6 BI665A/BP6 30.9 73.9 2.51 2.21 11.9 Maro 26.7 80.5 2.32 1.91 17.7 Hipa 8 34.1 68.9 2.35 2.06 12.3 IR64 8.5 74.8 2.36 2.05 13.1 Limboto 17.5 70.1 2.86 2.47 13.6 Rata-rata 24.7 y 72.1 x 2.45 x 2.18 y 11.0

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada masing-masing peubah berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05.

Genotipe BI485A/BP3 baik pada cekaman kekeringan maupun kontrol

cenderung menghasilkan gabah hampa yang tinggi. Genotipe ini mempunyai kemampuan membentuk anakan yang banyak tetapi tidak diikuti dengan pengisian

biji yang baik sehingga menghasilkan gabah isi dan bobot gabah per rumpun sangat rendah (Tabel 17). Feng et al. (2007) menyatakan bahwa jumlah anakan yang banyak menyebabkan kehampaan gabah dan berkurangnya bobot malai.

Bobot gabah per rumpun akibat perlakuan cekaman kekeringan tertinggi diperoleh pada genotipe BI599A/BP15 yaitu sebesar 26.55 g yang tidak berbeda nyata dengan BI485A/BP5, BI485A/BP10, BI485A/BP12, BI485A/BP15, Limboto, Hipa 8 dan Maro. Genotipe BI485A/BP3 memiliki bobot gabah per rumpun paling rendah yaitu 0.53 g yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IR64 (Tabel 17). Bobot gabah genotipe BI485A/BP5, BI485A/BP10, BI485A/BP12, BI485A/BP15 dan BI559A/BP15 akibat cekaman kekeringan menurun berturut-turut sebesar 70.9, 67.6, 64.8, 75.9 dan 70.1 persen yang relatif sama dengan Limboto (76.8 persen) tetapi relatif lebih rendah dibanding IR64 yaitu sebesar 85.4 persen. Hal ini berimplikasi pada nilai indeks panen yang tinggi pada genotipe BI485A/BP12 yaitu sebesar 0.47 kemudian diikuti genotipe BI485A/BP5, BI485A/BP10, BI485A/BP15 dan BI599A/BP15, berturut-turut sebesar 0.32, 0.32, 0.30 dan 0.29 (Tabel 15). Villa et al. (2011) melaporkan bahwa indeks panen hibrida yang tinggi, disebabkan realokasi cadangan karbohidrat yang sangat efektif pada padi hibrida dibandingkan dengan inbrida, baik pada kondisi tanpa cekaman kekeringan maupun cekaman kekeringan.

Peng et al. (1999) menyatakan bahwa tingginya produksi hibrida dibanding dengan inbrida terutama karena meningkatnya produksi biomasa. Kumar et al. (2006) dan Kamoshita et al. (2004) menyatakan bahwa pembagian asimilat dari batang dan daun ke biji meningkat selama cekaman kekeringan dengan cara mempercepat penuaan pada daun, periode pengisian biji lebih pendek, tetapi remobilisasi meningkat. Yang et al. (2001) menyatakan bahwa selama pra antesis, 75-92 persen 14C tersimpan pada batang, ketika terjadi cekaman kekeringan 50-80 persen 14

Genotipe yang memiliki bobot gabah per rumpun dan indeks panen yang tinggi berimplikasi pada nilai indeks toleransi kekeringan (IT) yang tinggi dan indeks kepekaan kekeringan (ISK) yang rendah. IT tertinggi dan ISK terrendah diperoleh pada genotipe BI485A/BP12 yaitu masing-masing sebesar 35.0 persen C lebih tinggi direlokasikan ke biji dibandingkan dengan jumlah yang diremobilisasi pada kondisi tanpa cekaman kekeringan.

dan 0.83, diikuti BI599A/BP15 yaitu masing-masing sebesar 30.2 persen dan 0.89. Genotipe lain yang menunjukkan indek toleransi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Limboto adalah BI485A/BP5, BI485A/BP10 dan BI485A/BP15 (Tabel 17). Genotipe BI485A/BP12, BI485A/BP15 dan BI599A/BP15 merupakan hibrida F1 dari tetua toleran cekaman kekeringan. Genotipe BI485A/BP12

juga merupakan genotipe yang berumur genjah, karena itu genotipe ini

memberikan hasil lebih tinggi dibanding genotipe lainnya pada kondisi kekeringan. Sikuku et al. (2010) melaporkan bahwa varietas NERICA 2 toleran kekeringan dengan bobot gabah per malai dan rasio gabah isi lebih tinggi dan merupakan varietas genjah dibanding NERICA 4 dan 11. Pencapaian hasil yang relatif baik dari beberapa genotipe tersebut, karena kemampuannya dalam mengatur proses fisiologis antara lain mengurangi kehilangan air.

Tabel 17 Pengaruh cekaman kekeringan di pot dan genotipe terhadap bobot gabah per rumpun, indeks panen, indeks toleransi dan indeks kepekaan terhadap kekeringan

Genotipe

Bobot gabah per

rumpun (g) Penurun- an relatif (%) Indeks panen IT (%) ISK Kontrol Cekaman kekeringan Kontrol Cekaman kekeringan BI485A/BP3 36.98 f 0.53 i 99.3 0.33 fg 0.01 h 1.7 1.26 BI485A/BP5 100.83 a 26.36 fg 70.9 1.14 bcd 0.32 fg 26.3 0.94 BI485A/BP10 90.57 abc 24.33 fgh 67.6 1.23 b 0.30 fg 26.9 0.94 BI485A/BP12 75.17 de 26.50 fg 64.8 1.64 a 0.47 f 35.0 0.83 BI485A/BP15 100.41 a 24.19 fgh 75.9 1.11 bcd 0.32 fg 24.3 0.97 BI599A/BP5 93.58 ab 20.11gh 78.5 1.17 bc 0.22 g 21.5 1.06 BI599A/BP15 88.67 abc 26.55 fg 70.1 1.12 bcd 0.29 fg 30.2 0.89 BI665A/BP6 92.98 ab 14.63gh 84.3 1.21 b 0.23 g 15.7 1.08 Maro 86.28 bcd 13.05gh 84.9 0.99 cd 0.20 gh 14.9 1.09 Hipa 8 90.50 abc 16.89gh 81.3 0.96 de 0.20 gh 18.1 1.05 IR64 78.50 cde 11.46hi 85.4 1.09 bcd 0.18 gh 14.4 1.10 Limboto 67.04 e 15.53 gh 76.8 0.80 e 0.16 gh 23.6 0.98 Rata-rata 83.46 x 18.34 y 78.0 1.07 x 0.24 y

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α=0.05; IT=indeks toleransi kekeringan; ISK=indeks kepekaan terhadap kekeringan.

Simpulan

1. Seleksi dengan PEG 6000 konsentrasi 25% pada fase perkecambahan cukup efektif digunakan untuk menduga toleransi genotipe padi hibrida terhadap cekaman kekeringan.

2. Dari metode seleksi dini pada fase perkecambahan, peubah panjang akar, bobot kering akar dan bobot kering kecambah merupakan peubah untuk pendugaan genotipe padi hibrida toleran kekeringan.

3. Dari metode seleksi dini pada fase bibit, peubah bobot kering akar, bobot kering tajuk dan skor tingkat kekeringan daun merupakan peubah untuk pendugaan genotipe padi hibrida toleran kekeringan.

4. Genotipe BI485A/BP15, BI559A/BP15 dan varietas Hipa 8 toleran kekeringan berdasarkan metode seleksi dini pada fase perkecambahan.

5. Genotipe BI485A/BP10, BI485A/BP12, BI485A/BP15, BI559A/BP15 dan varietas Maro toleran kekeringan berdasarkan metode seleksi dini pada fase bibit.

6. Genotipe BI485A/BP15 dan BI559A/BP15 adalah toleran kekeringan berdasarkan metode seleksi dini baik pada fase perkecambahan, fase bibit dan metode pot.

RESPON AGRONOMI, MORFOLOGI DAN FISIOLOGI