• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.3 Pengujian Prasyaratan Statistik

Guna menjaga kehandalan dari sebuah instrumen atau alat ukur maka peneliti

melakukan uji reliabilitas, dimana instrumen yang dilakukan uji reliabilitas adalah

instrumen yang dinyatakan valid, sedangkan instrumen yang dinyatakan tidak valid

maka tidak bisa dilakukan uji reliabilitas. Dalam pengukuran reliabilitas

menggunakan alpha cronbach dengan bantuan SPSS 16. Adapun hasil dari uji

reliabilitas yang telah dilakukan dalam penelitian adalah nilai alpha cronbach sebesar

(Sugiyono,2008:126) maka hal ini dapat diartikan bahwa 0,926 > 0,30 sehingga

instrumen yang diuji bisa reliabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 4.2 Uji Reliabilitas Data

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

,926 32

Sumber: Peneliti, Output SPSS 16,0, 2015 4.3.2 Uji Normalitas

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang data hasil penelitian ini maka

peneliti mencoba untuk mengetahui nilai mean, median, modus, dan nilai normalitas

data guna menjaga ketepatan metode statistik yang digunakan, karena apabila data

yang dihasilkan untuk normal maka statistik yang digunakan adalah statistik non

parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal maka statistik yang

digunakan adalah statistik parametric. Pengolahan data dalam penelitian ini

Tabel 4.3 Uji Normalitas Data

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Statistic Statist ic Statistic Statisti c Std. Error Statistic Std. Error VAR0000 1 52 75,00 209,00 109,5 192 18,84039 2,977 ,330 14,793 ,650 Valid N (listwise) 52

Sumber: Peneliti, Output SPSS 16,0, 2015

Dari hasil uji normalitas diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata pada

penelitian ini yaitu sebesar 109,5192. Kemudian nilai terendah sebesar 75 dan nilai

tertinggi adalah sebesar 209. Dalam uji normalitas ini terdapat skewness sebesar

2.977 dan kurtosis sebesar 14,793. Untuk mengetahui penyebaran data tersebut

normal atau tidaknya dilakukan perhitungan skewness dibagi dengan standar erornya

yaitu (2,977/0,330 = 9.02 ) dan kurtosis juga dilakukan perhitungan nilai standar

erornya yaitu (14,793/650 = 0,022) dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa data

dalam penelitian ini normal dan menggunakan statistik parametric.

4.4 Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian mengenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam

Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten peneliti

“Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten paling rendah 65% dari nilai ideal 100%”.

Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikan dari

hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap pengujian

hipotesis ini peneliti mengunakan rumus t-test satu sampel. Adapun perhitungan

pengujian hipotesis tersebut yaitu sebagai berikut:

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh

adalah 4 x 32 x 52 = 6656 (4 = nilai tertinggi dari item pernyataan yang ada menurut

skala likert, 32 = jumlah item pernyataan yang ada, dan 52 = jumlah responden yang

ada). Sehingga mean atau rata-rata pada skor ideal instrument adalah 6656 : 52 = 128.

Sehingga untuk kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan

Sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten, nilai yang di hipotesiskan tertinggi

mencapai 65% dari yang diharapkan, ini berarti bahwa 65% = 0,65 x 128 =83,2.

Hipotesis statistiknya dapat ditulis dengan rumus:

H0 = µ < 65% < 0,65 x 6656 : 52= 83,2

Ha = µ > 65% > 0,65 x 6656 : 52 = 83,2

Diketahui:

Χ = 4554 : 52 = 87,5 µ0 = 83,2

S = n-1 = 52-1 = 51 = = 28,72 Ditanya: t? Jawab: t = X – 0 S = 87,5 – 83,2 28,72 = 4,3 3,98 = 1.0

Nilai thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat

kebebasan (dk) = (n-1) = (52 - 1) = 51 dan taraf kesalahan α = 5% untuk uji satu pihak (one tail test) uji pihak kanan, didapat nilai ttabel yaitu 1,675. Karena nilai thitung

lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel (1,0 < 1,675) dan jatuh pada daerah

Dari perbandingan jumlah data yang terkumpul dengan skor ideal, ditemukan

bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial

lanjut usia terlantar di Provinsi Banten adalah:

X 100% = 68%

Jadi, telah diketahui bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam

Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten adalah

sebesar 68%.

Gambar 4.2

Kurva Penolakan dan Penerimaan Hipotesisi

4.5 Interprestasi Hasil Penelitian

Penelitian dengan berjudul Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam

Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten bahwa

hal yang paling penting dan utama adalah rumusan masalah tersebut adalah

Daerah Penerimaan H0

Daearah Penerimaan H0

“Bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten”

Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, kita dapat melihat

dari pembahasan yang memaparkan pengujian hipotesis dengan menggunakan rumus

t-test satu sampel dengan menguji pihak kanan bahwa nilai t-hitung lebih kecil (<)

dari nilai t-tabel, dalam hal ini dapat diberikan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak.

Karena menghasilkan 68% dari angka yang dihipotesiskan yaitu 65%.

Sehingga dari data pengujian hipotesis tersebut dapat dijelaskan bahwa “Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten mencapai angka 68%” dari angka minimal yang dihipotesiskan 65%, hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kualitas Kinerja Balai

Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar

di Provinsi Banten sudah baik, hal itu dapat dilihat pada kategori berikut:

Kategori Instrumen:

0 1664 3328 4992 6656

Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik 4554

Nilai 4554 termasuk dalam kategori kurang baik dan baik, tetapi lebih

Tabel 4.4

Kategori hasil penelitian

Nilai Kategori 4X52X32 = 6656 Sangat Baik 3X52X32 = 4992 Baik 2X52X32 = 3328 Kurang Baik 1X52X32 = 1664 Tidak Baik (Sumber : Peneliti 2015) 4.6 Pembahasan

Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial

Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten menunjukan hasil perhitungan yang variatif.

Dilihat dari teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan beberapa

indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik

menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) yaitu, Efisiensi, Efektifitas,

Keadilan, dan Daya tanggap. Adapun presentase indikator skor hasil penelitian dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5

Indikator Skor Hasil Penelitian

No Nilai Keterangan

1 0%-24,99% Tidak Baik

2 25%-49,99% Kurang Baik

3 50%-74,99% Baik

4 75%-100% Sangat Baik

1. Indikator Efisiensi

Merupakan hal yang berkenaan kinerja Balai Perlindungan Sosial tentang

pegawai, standart oprasional prosedur (SOP), Tupoksi, mengurangi jumlah lanjut

usia terlantar, donatur, alat-alat yang disediakan, fasilitas umum, pelayanan yang

selalu cepat dan tepat waktu . Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator

penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator efisiensi didapatkan

hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator efisiensi adalah 4 x 52 x 7 =

1456 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada

responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang

dijadikan responden, 7 = jumlah pernyataan yang valid pada indikator efisiensi).

Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh

responden yaitu sebesar 921 : 1456 = 0,63 x 100% = 63%. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan perlindungan sosial

lanjut usia terlantar di Provinsi Banten baik dilihat dari indikator efisiensi.

2. Indikator Efektifitas

Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial

tentang pelayanan, bantuan, pelatihan, pembinaan, prosedur penerimaan dan aturan

dalam penerimaan. Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini

memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator efektifitas didapatkan hasil tersebut

diperoleh dari skor ideal dari indikator efektifitas adalah 4 x 52 x 10 = 2080 (4 = nilai

berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 10 =

jumlah pernyataan yang valid pada indikator efektifitas). Setelah menemukan skor

ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1416:

2080 = 0,68 x 100% = 68%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kinerja Balai

Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosila lanjut usia terlantar di

Provinsi Banten baik apabila dilihat dari indikator efektifitas.

3. Indikator Keadilan

Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial

tentang pembinaan, fasilitas umum dan fasilitas kesehatan yang diberikan sama rata

kepada lanjut usia sama dirasakan. Dari hasil pengolahan data yang dalam indicator

keadilan penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator keadilan

didapatkan hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator keadilan adalah 4 x

52 x 8 = 1664 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada

responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 = jumlah sampel yang

dijadikan responden, 8 = jumlah pernyataan yang valid pada indikator keadilan).

Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan rill yang diisi oleh

responden yaitu sebesar 1147 : 1664 = 0,69 x 100% = 69%. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan

perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten baik apabila dilihat dari

4. Indikator Daya Tanggap

Merupakan hal yang berkenaan dengan kinerja Balai Perlindungan Sosial

tentang pelayanan, tanggung jawab pegawai terhadap lansia, daya tanggap terhadap

keluhan lansia dilakukan dengan cepat atau tidak, menanggapi usulan-usulan dan

keluhan dari lanjut usia yang ada di dalam panti . Dari hasil pengolahan data yang

dalam indikator penelitian ini memuat 10 instrumen pernyataan untuk indikator daya

tanggap didapatkan hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator daya

tanggap adalah 4 x 52 x 7 = 1456 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan

yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala likert, 52 =

jumlah sampel yang dijadikan responden, 7 = jumlah pernyataan yang valid pada

indikator daya tanggap ). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan

rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1005 : 1456 = 0,69 x 100% = 69%. Hal ini

dapat disimpulkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan

Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten baik apabila dilihat dari

indikator daya tanggap.

Berdasarkan pengamatan penelitian melalui presentase jawaban kuesioner dari

responden dan melalui wawancara, peneliti dapat mengetahui bahwa dalam kinerja

birokrasi publik terdapat indikator-indikator yang dapat dijadikan tolak ukur. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan indikator kinerja birokrasi publik menurut

Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) yang terdiri dari: efisiensi, efektifitas,

mengetahui bahwa penyebab kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan

Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. yaitu dengan nilai skor

terendah pada indikator efisiensi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5

berikut:

Tabel 4.6

Skor Masing-masing Jawaban Dari Indikator Kinerja Indikator Nilai Kategori

Efisiensi 63 Baik

Efektifitas 68 Baik

Keadilan 69 Baik

Daya Tanggap 69 Baik

Sumber: Pengolahan Data, Peneliti 2015

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator yang memiliki skor terendah

yaitu dari indikator efisiensi, dimana indikator efisiensi menghasilkan kinerja yang

cukup baik. Oleh karena itu, kesadaran para pegawai atau pimpinannya akan

pengaruh positif terhadap produktivitas kerja yang lebih tinggi untuk menghasilkan

kinerja organisasi yang lebih baik lagi.

Keberhasilan suatu organisasi atau instansi ditentukan oleh kinerja organisasi

itu sendiri. Pengukuran terhadap kinerja organisasi tersebut berarti dapat memberikan

kesempatan bagi semua instansi untuk mengetahui tingkat kinerja instansi tersebut,

serta memberi kesempatan untuk memperbaiki kinerja dari suatu organisasi.

Sehingga terciptalah kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan

Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten yang menginginkan

menggunakan indikator kinerja birokrasi publik menurut Kumorotomo (dalam

Pasolong 2010:180) yaitu: Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya Tanggap.

Kemudian kemampuan atau keahlian para pegawai dalam menangani para lanjut usia

juga mempengaruhi dalam bekerja sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik,

sehingga hal ini juga mengacu kepada pencapaian hasil kerja secara efisiensi.

Demikian hasil penelitian ini, terbukti dalam pengujian hipotesis yang

dinyatakan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam pelayanan dan

Perlindungan Sosial Lanjut usia terlantar di Provinsi Banten dapat diterima. Dalam

penelitian yang dilakukan sekarang kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam

pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten sebesar

145

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, adapun peneliti sudah

melakukan penelitian yang berjudul Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam

Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten dapat

ditarik kesimpulan yaitu bahwa kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam

Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar yang ada di Provinsi

Banten sudah mencapai sebesar 68%, artinya bahwa kinerja Balai Perlindungan

Sosial Provinsi Banten dapat dikatakan baik.

Berdasarkan perbandingan antara skor yang terkumpul dengan skor yang

ditetapkan bahwa Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan

Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten sebesar 68% dan

telah diperkuat dengan teori Kinerja birokrasi publik menurut Kumorotomo dalam

Pasolong, (2010:180) yaitu sebagai berikut:

1. indikator efisinsi sebesar 63%, ini menunjukan bahwa kinerja Balai

Perlindungan Sosial tentang pegawai, standart oprasional prosedur

(SOP), Tupoksi, mengurangi jumlah lanjut usia terlantar, donatur,

alat-alat yang disediakan, fasilitas umum, pelayanan yang selalu cepat dan

2. indikator efektifitas sebesar 68% ini menunjukan bahwa kinerja Balai

Perlindungan Sosial tentang pelayanan, bantuan, pelatihan, pembinaan,

prosedur penerimaan dan aturan dalam penerimaan lanjut usia sudah

baik.

3. Indikator keadilan sebesar 69% ini menunjukan bahwa kinerja Balai

Perlindungan Sosial tentang pembinaan, fasilitas umum dan fasilitas

kesehatan yang diberikan kepada lanjut usia sudah baik.

4. indikator daya tanggap sebesar 69% ini menunjukan bahwa kinerja Balai

Perlindungan Sosial tentang pelayanan, tanggung jawab pegawai

terhadap lansia, daya tanggap terhadap keluhan lansia dilakukan dengan

cepat, menanggapi usulan-usulan dan keluhan dari lanjut usia yang ada

di dalam panti sudah baik.

Jadi jika dilihat dari teori tersebut, Kinerja Balai Perlindungan Sosial

dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi

Banten sudah baik dikarena sudah mencapai hasil sebesar 68% dari angka

minimal 65%.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian yang berjudul ‘Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten’. Dari hasil penelitian terdapat indikator yang rendah, yaitu indikator efisiensi sebesar 63%, maka peneliti dapat memberikan saran

1. Dilakukan perekrutan pegawai di Balai Perlindungan Sosial karena jumlah

pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial tidak sesuai dengan jumlah

lanjut usia yang ada di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

2. Untuk pemerintah agar lebih memperhatikan lanjut usia yang ada di Balai

Perlindungan Sosial, seperti penyediaan fasilitas berupa tempat tinggal

yang lebih luas lagi sehingga para lanjut usia yang ada di Provinsi Banten

dapat ditampung.

3. Diberikan fasilitas khusus bagi lanjut usia yang tidak dapat melihat dengan

jelas, seperti disetiap rumah satu kerumah lainya dipasang pegangan besi

agar para lanjut usia bisa leluasa untuk berjalan.

4. Disediakannya klinik dan dokter tetap di dalam Balai Perlindungan Sosial

Provinsi Banten sehingga jika ada lanjut usia yang sakit cepat ditangani

Dessler, Gary. 2009. Manajemen SDM buku I. Jakarta: Indeks.

Maryam, S. Dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Pasolong, Harbani. 2013. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta. PUSTAKA PELAJAR.

Ruky, Ahmad. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sudarmanto, 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM (Teori, Dimensi Pengukuran dan Implementasi dan Organisasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

---. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

---. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama.

Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Wirawan. 2009. Evalusia Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Usia

Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004.

Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia.

Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendataan Dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi Dan Sumber Kesejahteraan Sosial.

Keputusan Mentri Penyalahgunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Brosur Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

Sumber Lainnya :

Ami Prihandara. 2012. Kinerja Dinas Sosial dalam Pembinaan Anak Jalanan di Kota Serang. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Rian Lamandani. 2014. Implementasi Program Jaminan Sosial Lanjut Usia (PJSLU) di Kabupaten Serang. Tidak dipublikasikan. Serang : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Buku Pemutakhiran Data Dinas Sosial Provinsi BantenTahun 2013-2014 http://balinsos-banten.com/diakses November 2014

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/diakses November 2014 http://repository.unhas.ac.id

http://banten.bps.go.id/diakses 12 Febuari 2015

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat :

a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota perlu disusun Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Bidang Sosial;

b. bahwa semakin meningkatnya usia harapan hidup dan

jumlah lanjut usia dengan kompleksitas

permasalahannya sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif;

c. bahwa pelayanan sosial lanjut usia baik dalam panti maupun luar panti perlu ditingkatkan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia;

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3796);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

2

3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang

Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang

Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 nomor 137, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang

Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang

Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar

Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4584); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

3

11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294);

13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;

15. Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;

16. Keputusan Menteri Sosial Nomor 111/HUK/2009 tentang Indikator Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial;

17. Keputusan Menteri Sosial Nomor 80/HUK/2010 tentang Panduan Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;

18. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial Republik Indonesia;

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

4

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh)

tahun ke atas.

2. Lanjut Usia Telantar adalah seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.

3. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa.

4. Pelayanan Sosial Lanjut Usia adalah upaya yang ditujukan untuk

membantu lanjut usia dalam memulihkan dan mengembangkan fungsi sosialnya.

5. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti adalah pelayanan sosial yang dilaksanakan melalui institusi/Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dengan menggunakan sistem pengasramaan.

6. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti adalah pelayanan sosial yang dilaksanakan dengan berbasiskan keluarga atau masyarakat dan tidak

Dokumen terkait