PROVINSI BANTEN TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
CIKITA RAHMAWATI 6661112199
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Nim : 6661112199
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 27 Oktober 1993
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan skripsi yang berjudul “KINERJA BALAI PERLINDUNGAN
SOSIAL DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT
USIA TERLANTAR DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015”. Adalah hasil
karya saya sendiri, dan sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.
Serang, Oktober 2015
larang dan bertindak atas apa yang Allah amanatkan).
(Abu Na’im)
Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu
Anda dapat mengubah dunia.
(Nelson Mandela)
Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I : Arenawati, S. Sos, M. Si. Pembimbing II: Listyaningsih, S. Sos, M. Si.
Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Dalam penelitian ini ada beberapa permasalahan yaitu: masih banyaknya jumlah lansia terlantar di Provinsi Banten, minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai, kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan, belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Ditinjau dari indikator Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya Tanggap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif. Data didapatakan dengan cara penyebaran kuesioner, teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah sampel jenuh. Hasil penelitian ini adalah kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten sudah baik. Hal itu dapat dilihat dari nilai hasil pencapaian skor 68%. Jadi kesimpulannya adalah bahwa dari keempat indikator yang dapat dijadikan tolak ukur ada satu indikator yang memiliki skor rendah yaitu indikator efisiensi sebesar 63%. Saran yang diajukan peneliti yaitu: dilakukannya perekrutan pegawai sesuai dengan kebutuhan, disediakan fasilitas khusus dan fasilitas yang lebih luas untuk para lanjut usia yang ada di balai, lanjut usia disabilitas lebih diperhatikan dan tersedianya dokter tetap di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
Social and Politic. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I : Arenawati, S. Sos, M. Si. Advisor II : Listyaningsih, S. Sos. M. Si.
Performance of Social Protection Public house of parliament in Attendance and Social Protection on Derelict Old Fellow at Province Banten. In this research there is some problems: many old fellow derelict at Province Banten, less socialization and information about house of parliament, less service house of parliament worker concerning healthy of occupant, there is no have explicit rule about occupant receive. The purpose of this research is to find out performance of social protection public house of parliament in attendance, and social protection on derelict old fellow at Provinci Banten. The indicator observations there is from: efficiency, effectiveness, justness, and shrewdness. This research use a method quantitative descriptive. The result of data obtained with distributing questioner. The sampling technical used for sampling is simple jenuh. The result of research is performance of social protection public house of parliament in attendance and protection social on derelict of old fellow at Province Banten already good. That result we can see from out put value accomplishment score 68%. The conclusion is from 4 (four) indicator in using criterion, only one indicator having low score that is efficiency indicator in amount 63%. The suggestion submitted researchers is: do the recruitment according to the needs,the availability of special facilities and more extensive facilities for the elderly in house of parliament , elderly disability more attention and availability of doctors remain inhouse of parliament Social Protection Banten Province.
i
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkah dan
inayah-Nya, Alhamdulillah skripsi ini dapat diselesaikan yang berjudul “Kinerja
Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Lanjut Usia
Terlantar di Provinsi Banten”. Beranjak dari ketidak sempurnaan dan keterbatasan
kemampuan yang peneliti miliki, peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan
Skripsi ini memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti
ingin menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd sebagai Rektor Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos, M.Si sebagai Wakil Dekan I.
4. Bapak Imam Mukhroman, S. Sos, M. Si Sebagai Wakil Dekan II
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si Sebagai Wakil Dekan III.
6. Ibu Listyaningsih,S. Sos, M.Si, sebagai Ketua Prodi Administrasi Negara
dan juga sebagai Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya
7. Bapak Riswanda, S.Sos, MPA sebagai Sekretaris Prodi Administrasi
Negara.
8. Ibu Arenawati, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I yang dengan sabar
memberikan arahan dan pengetahuan dalam menyelesaikan tugas akhir
skripsi ini.
9. Ibu Titi Stiawati, S.Sos, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang
telah banyak membantu dari awal sampai akhir kuliah dan juga sebagai
Penguji Seminar Proposal yang telah banyak memberikan saran dan
masukan kepada peneliti.
10.Seluruh Dosen dan staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah
memberikan ilmu selama belajar di Kampus Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
11.Bapak/ibu pegawai Dinas Sosial Provinsi Banten dan Balai Perlindungan
Sosial Provinsi Banten yang telah memberikan serta membantu peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini dengan memberikan data-data yang
dibutuhkan yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.
12.Bapak dan mamahku tercinta terima kasih atas dukungan dan do’anya,
adik-adikku, suamiku Tercinta dan anakku terima kasih atas dukungan dan
do’anya yang senantiasa memberikan semangat kepada peneliti untuk
segera menyelesaikan skripsi ini.
13.Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011 Jurusan Ilmu Administrasi
Negara Indri DP, Reni Indri, Ida Komala, Hasanahtun, Jelita Amalia,
Lita, Kantina, Nia, Danang, Jaka, Nendy, Tomy, Novega, Oky, Ervin,
Ardi, Randi, Ubay, dan lainnya yang sudah bersama-sama dalam
menyelesaikan tugas-tugas kuliah selama perkuliahan serta motivasi yang
diberikan kepada peneliti.
14.Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Tidak lupa juga peneliti memohon maaf atas semua kekurangan dan
kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat
dan turut serta memperkaya dalam bidang Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, serta dapat dijadikan
sebagai landasan bagi peneliti-peneliti berikutnya. Hasil penelitian ini masih jauh
dari kesempurnaan, dan masih terdapat banyak kesalahan berupa ejaan, tanda
baca, dan urutan yang tidak sistematis, serta gagasan yang belum tepat sehingga
penulis masih membutuhkan saran dan kritik para cendekia yang membangun
agar dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Dengan demikian penulis berserah diri kepada Allah SWT, semoga apa yang telah
dilakukan ini mendapat ridho-Nya. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Serang, Oktober 2015
iv LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR DIAGRAM……….. ix
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 10
1.3Batasan dan Rumusan Masalah ... 10
1.4Tujuan Penelitian ... 10
1.5Manfaat Penelitian ... 11
1.6Sistematika Penulisan ... 12
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori ... 19
2.1.1 Definisi Kinerja …... 20
2.1.2 Pengertian Kinerja Organisasi ………... 21
v
2.1.7 Definisi Lansia ……….. 31
2.1.7.1 Batasan Umur Lansia ... 36
2.1.7.2 Klasifikasi Lansia ... 37
2.1.7.3 Karakteristik Lansia ……….. 37
2.1.7.4 Tipe Lansia ... 38
2.1.8 PMKS ... 39
2.2 Penelitian Terdahulu ... 44
2.3 Kerangka Berfikir ... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Dan Metodologi Penelitian ... 49
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ... 49
3.3 Lokasi Penelitian ... 50
3.4 Variabel Penelitian ... 50
3.4.1 Definisi Konsep ... 50
3.4.2 Definisi Operasional ... 51
3.5 Instrumen Penelitian ... 51
3.5.1 Jenis dan Data Sumber ... 52
3.5.1.1 Jenis Data ... 52
vi
3.6.2 Sampel ... 55
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 56
3.7.1 Uji Validitas ... 57
3.7.2 Uji Reliabilitas ... 58
3.7.3 Uji Normalitas ... 58
3.7.4 Uji t-Test ... 59
3.7.5 Uji Pihak Kanan ... 60
3.8 Jadwal Penelitian ... 61
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 63
4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Banten ... 63
4.1.2 Gambaran Umum Balai Perlindungan Sosial ... 64
4.1.3 Visi dan Misi Balai Perlindungan Sosial ... 68
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi ………... 69
4.1.5 Struktur Organisasi Balai Perlindungan Sosial ... 72
4.2 Deskripsi Data ... 73
4.2.1 Uji Validitas Instrumen ... 73
4.2.2 Identitas Responden …... 75
4.3 Pengujian Prasyaratan Statistik... 132
vii
4.6Pembahasan ... 139
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 145
5.2 Saran ... 146
viii
–
Tabel 1.2 Tenaga Kerja di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten ...5
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...51
Tabel 3.2 Skoring Item Insrumen...52
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian...62
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Insrumen ...73
Tabel 4.2 Uji Reliabilitas Data ...133
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data ...134
Tabel 4.4 Indikator Skor Hasil Penelitian ...139
ix
Diagram 4.3 Ketersedian Pegawai di Balai Perlindungan Sosial Sudah
Mencukupi ... 78
Diagram 4.4 Bapak/ibu mengetahui adanya standar oprasional prosedur (SOP) di
Balai Perlindungan Sosial ... 80
Diagram 4.5 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan
pelayanan sesuai dengan Tupoksi ... 81
Diagram 4.6 Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi jumlah Lanjut Usia
Terlantar yang ada di Provinsi Banten ... 82
Diagram 4.7 Bapak/ibu mengetahui adanya donatur untuk membantu kebutuhan di
Balai Perlindungan Sosial ... 84
Diagram 4.8 Alat-alat yang di sediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu dan tepat guna (Toilet duduk, alat-alat
kesehatan standar, tongkat dan kursi roda) ... 85
Diagram 4.9 Biaya pemeliharaan Fasilitas umum di Balai Perlindungan Sosial
dilakukan secara rutin (Fasilitas umum berfungsi baik) ... 87
Diagram 4.10 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai
Tupoksinya ... 88
Diagram 4.11 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan kepada
Bapak/ibu selalu tepat waktu ... 89
Diagram 4.12 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dilakukan
dengan cepat ... 90
x
kebutuhan Bapak/ibu ... 93
Diagram 4.15 Adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah tinggal di Balai
Perlindungan Sosial ... 94
Diagram 4.16 Bantuan yang diberikan dapat memperbaiki kehidupan
Bapak/ibu ... 96
Diagram 4.17 Pelatihan yang diberikan sesuai dengan keinginan Bapak/ibu ... 97
Diagram 4.18 Pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai Perlindungan
Sosial kepada Bapak/ibu memberikan dapak yang baik ... 98
Diagram 4.19 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan
kebutuhan Bapak/ibu ... 100
Diagram 4.20 Prosedur penerimaan Bapak/ibu yang tersedia mudah diberikan oleh
Balai Perlindungan Sosial ... 101
Diagram 4.21 Aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahmi oleh Bapak/ibu ... 102
Diagram 4.22 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan
tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan perlindungan
kepada Bapak/ibu ... 104
Diagram 4.23 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata
kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial ... 105
Diagram 4.24 Fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai
dengan kebutuhan bapak/ibu ... 106
Diagram 4.25 Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas kesehatan yang sama
xi
materil atau non materil sudah mencukupi kebutuhan Bapak/ibu ... 110
Diagram 4.28 Rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk
Bapak/ibu sudah layak ... 112
Diagram 4.29 Rumah huni bagi Bapak/ibu yang disediakan oleh Balai Perlindungan
Sosial sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada ... 113
Diagrma 4.30 Bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk Bapak/ibu melalui
Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lanjut usia ... 115
Diagram 4.31 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan
kepada Bapak/ibu tidak dibeda-bedakan ... 116
Diagram 4.32 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat
empat sempurna setiap hari sudah cukup baik ... 118
Diagram 4.33 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan
keluhan dari Bapak/ibu ... 119
Diagram 4.34 Kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan
dengan cepat kepada Bapak/ibu ... 121
Diagram 4.35 Tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada
Bapak/ibu sangat baik ... 122
Diagram 4.36 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan yang
diperlukan Bapak/ibu ... 123
Diagram 4.37 Daya tanggap yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap
keluhan Bapak/ibu dilakukan dengan cepat ... 125
xii
Diagram 4.40 Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan
fasilitas yang ada guna menunjang kebutuhan kepada Bapak/ibu ... 129
Diagram 4.41 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut
usia yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik ... 130
Diagram 4.42 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan kepada
xiii
Gambar 4.1 Struktur Organisai Balai Perlindungan Sosial ... 72
1 1.1 Latar Belakang
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang,
keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau
gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat
menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak
dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai
dan wajar.Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,
keterlantaran, kecacatan, ketunasosialan, keterbelakangan atau keterasingan dan
kondisi atau perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung
atau menguntungkan. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dapat
dibagi menjadi tujuh kriteria kelompok yaitu : 1) Anak/Keterlantaran, 2)
Kemiskinan, 3) Kedisabilitasan, 4) Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku,
5) Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi , 6) Keterpencilan,
dan 7) Korban Bencana
Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 28 huruf H menyebutkan bahwa
setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Sedangkan dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia juga
menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan dan
menikmati taraf hidup yang wajar. Mewujudkan dan memelihara taraf
kesejahteraan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memperpanjang usia
harapan hidup, penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia agar dapat
menikamati taraf hidup yang wajar.
Lanjut usia merupakan salah satu dari delapan kelompok penyandang masalah
kesejahteraan sosial, dimana lanjut usia merupakan seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas dan dilihat secara fungsional, mereka cenderung
mengalami penurunan baik dari segi fisik maupun mental. Berbagai permasalahan
lanjut usia sangat beragam, salah satunya adalah keterlantaran. Menurunnya
kemampuan secara fisik dan mental serta tidak terpenuhinya kebutuhan, yang
kondisinya diperparah dengan tidak mempunyai sanak saudara mengakibatkan
mengalami berbagai permasalahan lainnya seperti keadaan fisik yang lemah
(sering sakit-sakitan) dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
sehingga harus bergantung pada orang lain, yang pada akhirnya mengalami
kerentanan secara ekonomi (Undang-Undang No. 13 Tahun 1998).
Pada umumnya, setiap orang memiliki kebutuhan di tiap-tiap fase
kehidupannya, termasuk juga dalam rentang kehidupan lanjut usia. Masalah lanjut
usia terlantar biasanya disebabkan kerena ketidak berdayaan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan pada rentang kehidupan lanjut usia seperti
kebutuhan primer (kebutuhan biologis, kebutuhan ekonomi, kebutuhan kesehatan,
kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial) dan kebutuhan sekunder (kebutuhan
dalam melakukan aktifitas, kebutuhan yang bersifat keagamaan, kebutuhan dalam
bersifat politis). Dengan terpenuhinya kebutuhan baik lahir maupun batin serta
kebutuhan sosial adalah dambaan setiap orang termasuk lanjut usia terlantar
karena mereka ingin hidup secara layak.
Pada saat ini terdapat tiga kategori orang lanjut usia. Pertama, orang lanjut
usia (jompo) tidak terlantar; dalam kategori ini mempunyai fungsi sosial yang
baik, terutama kemampuan berinteraksi sosial, maupun faktor ekonomi (mampu
mencukupi kebutuhan hidupnya dengan layak secara mandiri) sehingga mencapai
tataran hidup yang sejahtera. Beberapa dari kelompok ini, sering dijumpai masih
produktif. Kedua, orang lanjut usia terlantar ; kelompok ini terdiri dari para lanjut
usia yang kurang beruntung. Penyebabnya, karena faktor ekonomi sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara layak. Selain itu, lanjut usia
kelompok ini memiliki keterbatasan dalam mengakses fasilitas umum, dan rendah
dalam berinteraksi sosial. Ketiga, orang lanjut usia yang diterlantarkan; lanjut usia
kelompok ini bertolak belakang dengan kondisi yang sebenarnya. Secara umum,
keadaan ekonomi keluarga lanjut usia cukup mapan atau berkecukupan, namun
karena alasan kesibukkan bekerja, asumsi yang keliru terhadap peran dan
tanggung jawab anak dalam mengasuh/merawat orang tua, atau karena adanya
konflik keluarga sehingga keberadaan orang tua cenderung diabaikan.
Berdasarkan Keputusan Mentri Sosial RI No. 06/Huk/1979 tentang
kesejahteraan lanjut usia, maka didirikan Panti Tresna Wreda di Banten, tepatnya
pada tanggal 28 Februari 1979. Panti tersebut dinamakan Sasana Tresna Wreda
(STW).Karena lokasinya di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang,
1994 berganti nama kembali menjadi Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok
Jaya Serang, pergantian nama tersebut dikuatkan dalam Surat Keputusan Mentri
Sosial RI No. 14 tahun 1994 tanggal 23 April 1994. Delapan tahun kemudian,
seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah dan dimekarkannya Banten
menjadi Provinsi tersendiri, maka status Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW)
Cipocok Jaya Serang juga berganti nama kembali menjadi Balai Perlindungan
Sosial. Jumlah lanjut usia yang dititipkan dipanti sekitar 60 orang di antaranya 24
lansia laki-laki dan 36 lansia perempuan, dalam jumlah keseluruhan lanjut usia
yang ada di Provinsi Banten kurang lebih sekitar 26.873 orang .
Tabel 1.1
Data Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten Tahun 2013 – 2014
No Kabupaten/kota
Lajut Usia Terlantar 2013 Lanjut Usia Telantar 2014
L P Jumlah L P Jumlah
1 Kab. Pandeglang 935 968 1.903 2.006 2.767 4.773
2 Kab. Lebak 5.971 5.628 11.599 4.779 5.643 10.422
3 Kab. Tanggerang 1.502 2.156 3.658 2.671 3.242 5.913
4 Kab. Serang 1.454 4.007 5.461 2.843 3.153 5.996
5 Kota Tanggerang - - 1.816 877 1.647 2.524
6 Kota Cilegon 149 537 686 351 314 665
7 Kota Serang 427 1.106 1.533 427 1.533 1.533
8 Kota Tangsel 90 127 217 841 1.109 1950
Jumlah 26.873 33.796
Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah lanjut usia terlantar di
Provinsi Banten pada tahun 2013 berjumlah 26.873 jumlah ini lebih meningkat
pada tahun 2014 yang berjumlah 33.796 akan tetapi jumlah lanjut usia terlantar
tidak sebanding dengan tempat yang disediakan untuk menampung para lanjut
usia terlantar di Provinsi Banten. Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
memiliki luas 11.970 m2, dengan jumlah wisma 8 unit, ruang kamar tidur 38 unit
dengan masing-masing kamar menampung 2 orang lanjut usia.
Tabel 1.2
Tenaga Kerja di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten.
NO JABATAN JUMLAH
1 Kepala Balai 1 Orang
2 Kepala Seksi 3 Orang
3 Peksos 2 Orang
4 Tenaga Perawat 6 Orang
5 Supir Oprasional 1 Orang
6 OB 3 Orang
7 Tukang Kebun 2 Orang
8 Tukang Cuci 2 Orang
9 Tukang Masak 3 Orang
10 Tenaga Admin 1 Orang
11 Satpam 3 0rang
Jumlah 31 Orang
Sumber : Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja balai
balai berjumlah 1 orang, kepala seksi berjumlah 3 orang, pekerja sosial berjumlah
2 orang, tenaga perawat berjumlah 6 orang, supir operasional berjumlah 1 orang,
OB berjumlah 3 orang, tukang kebun berjumlah 2 orang, tukang cuci berjumlah 2
orang, tukang masak berjumlah 3 orang, tenaga admin berjumlah 1 orang dan
satpam berjumlah 3 orang, sedangkan jumlah lanjut usia yang ada dipanti
berjumlah 60 orang. Dilihat dari jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada di
balai perlindungan sosial Provinsi Banten yang berjumlah 31 orang tidak
sebanding dengan jumlah lanjut usia yang berjumlah 60 orang.
Keberadaan pelayanan Lanjut usia atau Panti jompo mendukung upaya
mengidentifikasi, artinya, bahwa panti jompo menjadi pilihan terakhir masyarakat
dalam menyantuni anggota keluarganya, atau lanjut usia yang memerlukan
penanganan secara kelembagaan. Ketika struktur sosial, ekonomi, keluarga dan
masyarakat tidak berfungsi dengan semestinya, maka panti jompo merupakan
tempat yang dianggap tepat. Mereka yang menerima pelayanan sosial dalam panti
adalah para lanjut usia yang termasuk kategori tidak mampu atau tidak
mempunyai sanak saudara, dari kategori tersebut biasa dikenal dengan istilah
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Salah satu fungsi Panti
Sosial atau Panti Jompo, yaitu; untuk menghilangkan pandangan masyarakat yang
terkadang menganggap bahwa orang jompo adalah orang yang sudah “tidak
berguna lagi”. Melalui adanya panti ini, para lanjut usia memiliki banyak teman
dengan usia yang sebaya. Para lanjut usia dapat saling bercengkerama, bertukar
cerita pada masa mudanya yang penuh kejayaan, maupun obsesinya yang belum
Menurut Bapak, Tajul arifin merupakan salah satu pegawai Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Pelayanan Peningkatan Interaksi Antar
Lansia adalah pelayanan untuk memberikan kesempatan dan meningkatkan
hubungan sosial antar lansia melalui Karang Werda atau Karang Lansia,
kelompok atau paguyuban lansia.Tujuan pelayanan ini bertujuan agar lansia dapat
memanfaatkan waktu luang secara efektif dan membantu mengatasi
masalah-masalah yang kemungkinan dialami lansia. Sementara itu dibalai perlindungan
sosial Provinsi Banten untuk meningkatkan hubungan sosial lanjut usia di adakan
kegiatan seperti pembutan kerajianan tangan, pengajian, dan senam bersama.
Tujuan Pelayanan ini bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi
kesehatan dan gizi lansia. Sementara didalam balai perlindungan sosial Provinsi
Banten memiliki pelayanan seperti poliklinik namun, tidak ada pekerja medis
sepeti dokter yang menangani ketika ada lanjut usia yang sakit. Tetapi pihak balai
perlindungan sosial bekerjasama dengan puskesmas terdekat. Maka dari itu
penulis ingin mengangkat tema penelitian yang berjudul; Kinerja Balai
Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia
Terlantar di Provinsi Banten.
Dengan berbagai hambatan dalam pemenuhan kebutuhan bagi lanjut usia,
maka diperlukan suatu pelayanan sosial bagi lanjut usia, khususnya lanjut usia
terlantar. Pelayanan sosial bagi lanjut usia dibedakan menjadi dua bentuk yakni
pelayanan sosial di dalam panti (pemenuhan kebutuhan hidup, pemeliharaan
kesehatan, pelaksanaan kegiatan dalam pengisian waktu luang) dan pelayanan
keluarga maupun masyarakat, memberikan bantuan usaha ekonomi produktif bagi
lanjut usia yang secara fisik masih mampu melaksanakan). Dengan adanya
pelayanan sosial bagi lanjut usia diharapkan permasalahan yang dihadapi dapat
ditangani. Berdasarkan temuan lapangan yang peneliti temukan ada beberapa
masalah diantaranya adalah:
Pertama, masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
Lanjut usia yang ada di Provinsi Banten pada tahun 2014 mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2013 jumlah lanjut usia di Provinsi
Banten berjumlah 26.873 sedangkan ditahun 2014 berjumlah 33.796. dapat dilihat
bahwa pihak Dinas Sosial Provinsi Banten belum secara maksimal meminimalisir
pada lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten. Hal ini tidak sesuai dengan
tujuan balai dan dinas sosial yang memiliki misi-misi dan tujuan dari organisasi
tersebut yaitu meminimalisir permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di
masyarakat salah satunya permasalahan lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Tajul Arifin salah satu pegawai
Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Banten.
Kedua, minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberdaan Balai
Perlindungan Sosial untuk para lanjut usia terlantar yang didapatkan dari Dinas
Sosial, dimana kurangnya sosialisasi untuk menyampaikan informasi tentang
adanya Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Bantenyang terletak di daerah
Serang tepatnya di Kecamatan Cipocok Jaya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
lanjut usia terlantar yang meningkat pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun
Tanggerang yang menyatakan bahwa dia tidak mengetahui keberdaan balai
maupun prosedur, dan syarat-syarat untuk mendaftarkan diri ke Balai
Perlindungan Sosial.
Ketiga, kurangnya tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita
lanjut usia, di balai perlindungan sosial terdapat 60 lanjut usia yang
masing-masing lanjut usia memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda dintaranya
memiliki masalah kesehatan seperti pikun, katarak, kurangnya pendengaran (tuli),
dan asma. Berdasarkan pernyataan dari salah satu lanjut usia yang berada di balai
menyatakan bahwa ketika para lanjut usia mengeluhkan kesehatan yang dirasa
tidak nyaman kepada pegawai maupun perawat tidak langsung menanggapi,
ketika sudah parah baru di tangani.
Keempat, belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar
di balai perlindungan sosial di Provinsi Banten, dikarenakan aturan dalam
penerimaan lanjut usia terlanntar berbelit-belit sehingga lanjut usia yang ingin
mendaftar terlebih dahulu membawa surat rekomendasi dari Dinas Sosial terkait
sesuai dengan wilayah tempat tinggal lanjut usia. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Ibu Tuty Herawaty salah satu pegawai Balai Perlindungan Sosial di
1.2 Identifikasi Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
2. Minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai untuk
para lanjut usia terlanatar yang didapatkan Dinas Sosial Provinsi
Banten.
3. Kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita
lanjut usia.
4. Belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar di
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
1.3 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Mengingat masalah yng diteliti merupakan masalah yng kompleks, maka
peneliti akan membatasi ruang lingkup, kajian dengan memfokuskan penelitian
pada Kineja Balai Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten.
Pada penelitian ini peneliti akan mengkaji permasalahan dengan rumusan
masalah mengenai “Bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam
Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten?”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten .
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan Khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk memperoleh gambaran sejauhmana kinerja balai
perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia
terlantar di Provinsi Banten.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,
antara lain:
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Menemukan dan menambah pengetahuan baru mengenai
kinerja balai perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial
lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.
2. Untuk mengembangkan teori-teori yang telah diperoleh selama
3. Memberi pengetahuan baru menganai upaya pemerintah dalam
meningkatkan pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di
Provinsi Banten.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
pemahaman bagi semua pihak yang berperan sebagai pemangku
kepentingan atau lembaga terkait dalam mengatasi masalah yang terjadi
dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi
Banten.
2. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah
satu bahan untuk penelitian berikutnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah
dipahami maka tugas metode penelitian administrasi ini disusun berdasarkan
ketentuan yang biasa digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana
penulis belajar, dengan ketentuan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan
yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling
Materi dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian dari yang sudah ada
sebelumnya, hasil pengamatan dan wawancara terkait.
1.2 Identifikasi Masalah
Menjelaskan identifikasi penelitian terhadap permasalahan yang muncul
dari uraian pada latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dapat
diajukan dalam bentuk pernyataan.
1.3 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, dalam penelitian ini peneliti membatasi
masalah yang akan dibahas yaitu menenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial
dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi
Banten. Perumusan masalah bertujuan untuk memilih dan menetapkan masalah
yang paling urgen yang berkaitan dengan judul penelitian.Perumusan masalah
mendefinisikan permasalahan yang telah diterapkan dalam bentuk definisi konsep
dan oprasional, kalimat yang digunakan adalah kalimat pertanyaan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan.Isi
dan tujuan penelitian sejalan dengan isi dari tujuan penelitian.
1.5 Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian.
Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah
dipahami maka tugas Metode Penelitian Administrasi ini disusun berdasarkan
ketentuan yang biasa digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana
penulis belajar.
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
Mengkaji terhadap sejumlah teori yang relevan dengan permasalahan yang
variable penelitian, kemudiannya menyusunnya secara teratur dan rapi yang
digunakan untuk merumuskan hipotesis. Dengan mengkaji berbagai teori, maka
akan dimiliki konsep penelitian yang jelas, dapat menyusun pertanyaan yang rinci
untuk penelitian.
2.2 Penelitian Terdahulu
Adalah gambaran dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, yang
mempunyai kaitan dan persaan variabel dengan variabel yang peneli lakuakn.
2.2 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari deskripsi teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca dapat
dilengkapi sebuah bagan yang menunjukkan alur pikiran peneliti serta kaitan antar
2.3 Hipotesis Penelitian
Merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti, dan
akan diuji kebenarannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Bagian ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian.
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian
Membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan
dilakukan.
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan.
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep
Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang akan
diteliti.
3.4.2 Definisi Operasional
Penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam rincian yang
terukur.
3.5 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data
yang digunakan, proses penyusunan daya dan teknik penentuan kualitas
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian dijelaskan populasi dan sampel yang dapat digunakan
sebagai sumber data.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data menjelaskan mengenai
cara menganalisis data yang dilakukan dalam penelitian
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian diadakan mulai dari
pelaksanaan penelitian sampai penelitian tersebut berakhir.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang telah ditentukan,
serta yang berhubungan dengan objek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun
data kuantitatif.
Melakukan pengujian terhadap persyaratan statistik dengan menggunakan
uji statistik.
4.4 Pengujian Hipotesis
Melakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan teknik
analisi statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi dan atau regresi
baik sederhana maupun ganda.Masing-masing hipotesis di uji dalam subjudul
sendiri.Hasil akhir dari analisi statistik itu adalah teruji tidaknya hipotesis nol
penelitian.Hasil perhitungan akhir dari statistik dilaporkan dalam batang tubuh,
sedangkan perhitungan selengkapnya di tempatkan dalam lampiran.
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian
Melakukan penafsiran terhadap hasil akhir pengujian hipotesis.
4.6 Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data terhadap
hipotesis yang diterima barangkali tidak ada persoalan, tetapi terhadap hipotesis
yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi penyebabnya.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
juga mudah dipahami.Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan serta
5.2 Saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang
diteliti baik secara teoritis maupun praktis.Saran praktis lebih operasional
sedangkan aspek teoritis lebih mengarah pada pengembangan konsep atau teori.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan Skripsi.
LAMPIRAN
19
HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang
berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan
antara variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan
fenomena. (Neumen dalam Sugiyono, 2009;80)
Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang
teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian
yang relevan dengan variabel yang diteliti. Berapa jumlah kelompok teori yang
perlu dikemukakan, akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis
tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila dalam suatu penelitian
terhadap tiga variabel independendan satu dependen, maka kelompok teori yang
perlu dideskripsikan ada empat kelompok teori, yaitu kelompok teori yang
berkenaan dengan variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu,
semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak teori yang
dikemukakan.
Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap
variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan
prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas
dan terarah.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberpa istilah yang berkaitan
dengan masalah penelitian dengan mengklasifikasikan ke dalam teori yaitu.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
2.1.1 Definisi Kinerja
Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja
pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja
perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah
totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja
organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi
tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang
digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam
upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.
Ada berbagai pendapat tentang kinerja, seperti dikemukakan oleh Gibson
(1990:40), mengatakan bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan dan
motivasinya untuk melaksankan pekerjaan. Dikatakan bahwa pelaksanaan
pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan dan motivasi. Keban
(1995:1), kinerja adalah merupakan tingkat pencapaian tujuan. Timpe (1998:9),
kinerja adalah prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku
manajemen. Hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang
paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi akan senantiasa
terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Mangkunegara
(2002:67), mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oelh seseorang dalam melaksanakan fungsinya
sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Prawirosentono
(1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai
atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggungjawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral dan
etika. Sinambela dkk. (2006:136), mendefinisikan kinerja pegawai sebagai
kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Hal
senada dikemukakan oleh Stephen Robbins (1989:439), bahwa kinerja adalah
hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.1.2 Pengertian Kinerja Organisasi
Sebuah organisasi dapat berjalan karena ada orang-orang yang
menjalankannya, karena itu manusia merupakan elemen utama yang dibutuhkan
sebuah organisasi untuk dapat menjalankan visi misinya. Begitu juga sebaliknya
orang-orang membutuhkan organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuannya.
Untuk mencapai tujuan yang maksimal diperlukan orang-orang yang mampu
bekerja dengan baik. Seorang pegawai dapat dikatakan baik apabila kinerjanya
dapat sesuai dengan target dan tanggung jawab yang diembannya. Kinerja
yang terus maju. Kualitas kinerja sumber daya manusia merupakan salah satu
faktor penting untuk mencapai tujuan organisasi, oleh karena itu diperlukan
sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan dan keahlian tinggi sehingga
dapat mendukung peningkatan kinerja organisasi.
Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) dalam
Sudarmanto (2009:5) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu:
1. Kinerja Organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisai, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi.
2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses.
3. Kinerja individu/pekerjaan; merupakan pencapaian atau efektivitas oada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.
Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. Kinerja organisasi
merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi.
Kinerja pada level organisasi terkait dengan tujuan organisasi, rancangan
organisasi dan manajemen organisasi (Sudarmanto, 2009:7). Bastian
menggambarkan kinerja organisasi tentang tingkat pencapaian pelaksanaan tugas
dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
Sementara menurut Gibson, dkk (2003: 355) kinerja adalah:
“job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi”.
Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja
yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga
macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita
juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan
kinerja pegawai.
Penetapan indikator kinerja menurut LAN RI (1999) dalam Pasolong
(2013:178), yaitu merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja
melalui sistem pengumpulan dan pengelolahan data atau informasi untuk
menentukan kinerja kegiatan, program, dan atau kebijakan. Penetapan indikator
kinerja harus didasarkan pada masukan (input), keluaran (output), hasil
(outcome), manfaat (benefit), dampak (impact). Dengan demikian indikator
kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi: (1) tahapan perencanaan, (2) tahap
pelaksanaan, (3) tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan indikator
kinerja, yaitu: (1) spesifik dan jelas, (2) dapat terukur secara objektif baik yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif, (3) dapat menunjukan pencapaian keluaran,
hasil, manfaat dan dampak, (4) harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap
perubahan, (5) efektif yaitu dapat dikumpulkan, diolah, dianalisis datanya secara
“Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Suatu organisasi di bentuk karena mempunyai dasar dan tujuan yang ingin dicapai, sebagaimana yang dikemukakan oleh James D Mooney: Organisasi adalah bentuk perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama.akan tetapi perlu kita fahami bahwa yang menjadi dasar organisasi,bukan “siapa” akan tetapi “apanya” yang berarti bahwa yang dipentingkan bukan siapa orang yang akan memegang organisasi,tetapi “apakah” tugas dari organisasi.(Money,1996:23)
Kinerja organisasi merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat
dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu organisasi, serta merupakan hasil
yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Kinerja bisa juga dikatakan sebagai
sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh seluruh
komponen organisasi terhadap sumber-sumber tertentu yang digunakan (input).
Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu organisasi. Bagi suatu organisasi,
kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen
organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi
tercapainya tujuan organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat
dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang
didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya (Surjadi,2009:7).
Menurut Baban Sobandi Kinerja organisasi merupakan sesuatu yang telah dicapai
oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input,
output, outcome, benefit, maupun impact. (Sobandi, 2006:176).
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang
ditetapkan. Indicator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan
diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja
baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun setelah kegiatan selesai dan
berfungsi. Indicator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi
hari organisasi atau unit kerja yang bersangkutan menunjukan kemampuan dalam
rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (sedarmayanti,
2010:198).
Menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) menggunakan beberapa
indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik,
antara lain :
1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. 2. Efektivitas yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan
publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. 3. Keadilan yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang
diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan.
4. Daya Tanggap yaitu organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak. Karena itu organisasi secara keseluruhan harus dapat di pertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.
2.1.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja.
Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi.
Menurut Wirawan (2009:6) kinerja merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor,
1. Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai
yang merupakan faktor bawaan dari lahir meliputi bakat, sifat pribadi,
serta keadaan fisik kejiwaan dan faktor yang diperoleh ketika ia
berkembang meliputi pengetahuan, keterampilan, etos kerja,
pengalaman kerja, dan motivasi kerja.
2. Faktor lingkungan internal organisasi, manajemen organisasi harus
menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga
dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan.
3. Faktor lingkungan eksternal organisasi, merupakan keadaan, kejadian,
atau situasi yang terjadi dilingkungan eksternal organisasi yang
mempengaruhi kinerja karyawan.
Sedangkan menurut Mahmudi (2005:7) faktor yang berpengaruh langsung
terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi yaitu sebagai berikut :
1. Teknologi yang meliputi, perlatan dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.
2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.
3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan.
4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.
5. Kepimpinan sebagai usaha untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan oragnisasi.
6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek organisasi, imbalan, promosi, dan lainnya.
Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain
dikemukakan oleh Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2012:100), yaitu
1. Personal factors, ditunjukan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu.
2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.
3. Team factors, ditunjukan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. System factors, ditunjukan oleh adanya system kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi.
5. Contextual/situational factors, ditunjukan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Selain itu Hersey, Blanchard, dan Johnson dalam Wibowo (2012:101)
merumuskan adanya tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja dan
dirumuskan dengan akronim ACHIVE :
A = Ability (knowledge dan skill)
C = Clarity (understanding atau role perception) H = Help (organizational support)
I = Incentive (motivation atau willingness) V = Validity (valid dan legal personnel practices) E = Environment (environmental fit)
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam kinerja dan pendorong pencapaian kerja organisasi publik yaitu bersumber
dari individu masing-masing, seperti apa gaya kepemimpinan di organisasi publik
tersebut, adanya kerja sama tim yang saling mendukung, system kerja dan fasilitas
yang memadai. Apa bila semua faktor-faktor tersebut dimiliki oleh suatu
organisasi publik, maka bukan tidak mungkin organisasi tersebut akan mencapai
keberhasilan kerja sesuai yang telah di targetkan bersama.
Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan
1. Aspek kuantitatif yaitu :
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,
b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja 2. Aspek kualitatif yaitu :
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, b. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan
d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan / keberatan konsumen / masyarakat).
2.1.4. Deskripsi Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya Negara untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang,
jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara untuk
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara dan kesejahteraannya, sehingga
efektivitas suatu system pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya
penyelenggara pelayanan publik.Pengertian umum pelayanan publik menurut
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun 2003
dalam (Ratminto dan Atik 2012:5) adalah:
“Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik atau pelayanan umum
dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa publik yang pada prinsipnya
Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan menurut Bab 1
Pasal 1 Ayat 1 UU No. 25/2009,yang dimaksud dengan pelayanan publik yaitu:
“kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa Hakikat
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang
merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
2.1.5. Asas Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut
(keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004):
a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan Hak
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memnuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Sedangkan menurut pasal 4 UU No. 25/2009, penyelenggaraan pelayanan
publik berasaskan:
a. Kepentingan umum; b. Kepastian hukum; c. Kesamaan hak;
d. Keseimbangan hak dan kewajiban; e. Keprofesionalan;
f. Partisipatif;
g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h. Keterbukaan
i. Akuntabilitas;
j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k. Ketepatan waktu; dan
l. Kecepatan,kemudahan,dan keterjangkauan.
2.1.6. Prinsip Pelayanan Publik
Penyelengaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan
prinsip pelayanan publik. Di dalam keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003
disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip
sebagai berikut:
a. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:
a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik
b) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan dan
penyelesaiankeluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
h. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin , sopan dan santun, ramah, seta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, sampah, tempat ibadah dan lain-lain.
2.1.7 Definisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan.
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)
dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas
minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap
dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak
memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang
menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4
yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly)
adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat
tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Usia lanjut menurut Keliat
(1999) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998
tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lansia
adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang
masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk
mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal
dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah
seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses
penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia
digolongkan menjadi 4, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek
biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban