• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KINERJA BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT USIA TERLANTAR DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI BANTEN TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Manajemen Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh

CIKITA RAHMAWATI 6661112199

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)

Nim : 6661112199

Tempat Tanggal Lahir : Serang, 27 Oktober 1993

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan skripsi yang berjudul “KINERJA BALAI PERLINDUNGAN

SOSIAL DALAM PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL LANJUT

USIA TERLANTAR DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2015”. Adalah hasil

karya saya sendiri, dan sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat, maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.

Serang, Oktober 2015

(3)
(4)
(5)

larang dan bertindak atas apa yang Allah amanatkan).

(Abu Na’im)

Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu

Anda dapat mengubah dunia.

(Nelson Mandela)

(6)

Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I : Arenawati, S. Sos, M. Si. Pembimbing II: Listyaningsih, S. Sos, M. Si.

Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Dalam penelitian ini ada beberapa permasalahan yaitu: masih banyaknya jumlah lansia terlantar di Provinsi Banten, minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai, kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan, belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten. Ditinjau dari indikator Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya Tanggap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif. Data didapatakan dengan cara penyebaran kuesioner, teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah sampel jenuh. Hasil penelitian ini adalah kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial lanjut usia terlantar di Provinsi Banten sudah baik. Hal itu dapat dilihat dari nilai hasil pencapaian skor 68%. Jadi kesimpulannya adalah bahwa dari keempat indikator yang dapat dijadikan tolak ukur ada satu indikator yang memiliki skor rendah yaitu indikator efisiensi sebesar 63%. Saran yang diajukan peneliti yaitu: dilakukannya perekrutan pegawai sesuai dengan kebutuhan, disediakan fasilitas khusus dan fasilitas yang lebih luas untuk para lanjut usia yang ada di balai, lanjut usia disabilitas lebih diperhatikan dan tersedianya dokter tetap di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

(7)

Social and Politic. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I : Arenawati, S. Sos, M. Si. Advisor II : Listyaningsih, S. Sos. M. Si.

Performance of Social Protection Public house of parliament in Attendance and Social Protection on Derelict Old Fellow at Province Banten. In this research there is some problems: many old fellow derelict at Province Banten, less socialization and information about house of parliament, less service house of parliament worker concerning healthy of occupant, there is no have explicit rule about occupant receive. The purpose of this research is to find out performance of social protection public house of parliament in attendance, and social protection on derelict old fellow at Provinci Banten. The indicator observations there is from: efficiency, effectiveness, justness, and shrewdness. This research use a method quantitative descriptive. The result of data obtained with distributing questioner. The sampling technical used for sampling is simple jenuh. The result of research is performance of social protection public house of parliament in attendance and protection social on derelict of old fellow at Province Banten already good. That result we can see from out put value accomplishment score 68%. The conclusion is from 4 (four) indicator in using criterion, only one indicator having low score that is efficiency indicator in amount 63%. The suggestion submitted researchers is: do the recruitment according to the needs,the availability of special facilities and more extensive facilities for the elderly in house of parliament , elderly disability more attention and availability of doctors remain inhouse of parliament Social Protection Banten Province.

(8)

i

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkah dan

inayah-Nya, Alhamdulillah skripsi ini dapat diselesaikan yang berjudul “Kinerja

Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan Perlindungan Lanjut Usia

Terlantar di Provinsi Banten”. Beranjak dari ketidak sempurnaan dan keterbatasan

kemampuan yang peneliti miliki, peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan

Skripsi ini memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti

ingin menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd sebagai Rektor Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik.

3. Ibu Rahmawati, S.Sos, M.Si sebagai Wakil Dekan I.

4. Bapak Imam Mukhroman, S. Sos, M. Si Sebagai Wakil Dekan II

5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si Sebagai Wakil Dekan III.

6. Ibu Listyaningsih,S. Sos, M.Si, sebagai Ketua Prodi Administrasi Negara

dan juga sebagai Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya

(9)

7. Bapak Riswanda, S.Sos, MPA sebagai Sekretaris Prodi Administrasi

Negara.

8. Ibu Arenawati, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I yang dengan sabar

memberikan arahan dan pengetahuan dalam menyelesaikan tugas akhir

skripsi ini.

9. Ibu Titi Stiawati, S.Sos, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang

telah banyak membantu dari awal sampai akhir kuliah dan juga sebagai

Penguji Seminar Proposal yang telah banyak memberikan saran dan

masukan kepada peneliti.

10.Seluruh Dosen dan staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah

memberikan ilmu selama belajar di Kampus Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

11.Bapak/ibu pegawai Dinas Sosial Provinsi Banten dan Balai Perlindungan

Sosial Provinsi Banten yang telah memberikan serta membantu peneliti

dalam menyelesaikan skripsi ini dengan memberikan data-data yang

dibutuhkan yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.

12.Bapak dan mamahku tercinta terima kasih atas dukungan dan do’anya,

adik-adikku, suamiku Tercinta dan anakku terima kasih atas dukungan dan

do’anya yang senantiasa memberikan semangat kepada peneliti untuk

segera menyelesaikan skripsi ini.

13.Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011 Jurusan Ilmu Administrasi

Negara Indri DP, Reni Indri, Ida Komala, Hasanahtun, Jelita Amalia,

(10)

Lita, Kantina, Nia, Danang, Jaka, Nendy, Tomy, Novega, Oky, Ervin,

Ardi, Randi, Ubay, dan lainnya yang sudah bersama-sama dalam

menyelesaikan tugas-tugas kuliah selama perkuliahan serta motivasi yang

diberikan kepada peneliti.

14.Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Tidak lupa juga peneliti memohon maaf atas semua kekurangan dan

kesalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat

dan turut serta memperkaya dalam bidang Administrasi Negara, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, serta dapat dijadikan

sebagai landasan bagi peneliti-peneliti berikutnya. Hasil penelitian ini masih jauh

dari kesempurnaan, dan masih terdapat banyak kesalahan berupa ejaan, tanda

baca, dan urutan yang tidak sistematis, serta gagasan yang belum tepat sehingga

penulis masih membutuhkan saran dan kritik para cendekia yang membangun

agar dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Dengan demikian penulis berserah diri kepada Allah SWT, semoga apa yang telah

dilakukan ini mendapat ridho-Nya. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Serang, Oktober 2015

(11)

iv LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR DIAGRAM……….. ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 10

1.3Batasan dan Rumusan Masalah ... 10

1.4Tujuan Penelitian ... 10

1.5Manfaat Penelitian ... 11

1.6Sistematika Penulisan ... 12

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori ... 19

2.1.1 Definisi Kinerja …... 20

2.1.2 Pengertian Kinerja Organisasi ………... 21

(12)

v

2.1.7 Definisi Lansia ……….. 31

2.1.7.1 Batasan Umur Lansia ... 36

2.1.7.2 Klasifikasi Lansia ... 37

2.1.7.3 Karakteristik Lansia ……….. 37

2.1.7.4 Tipe Lansia ... 38

2.1.8 PMKS ... 39

2.2 Penelitian Terdahulu ... 44

2.3 Kerangka Berfikir ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Dan Metodologi Penelitian ... 49

3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ... 49

3.3 Lokasi Penelitian ... 50

3.4 Variabel Penelitian ... 50

3.4.1 Definisi Konsep ... 50

3.4.2 Definisi Operasional ... 51

3.5 Instrumen Penelitian ... 51

3.5.1 Jenis dan Data Sumber ... 52

3.5.1.1 Jenis Data ... 52

(13)

vi

3.6.2 Sampel ... 55

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 56

3.7.1 Uji Validitas ... 57

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 58

3.7.3 Uji Normalitas ... 58

3.7.4 Uji t-Test ... 59

3.7.5 Uji Pihak Kanan ... 60

3.8 Jadwal Penelitian ... 61

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 63

4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Banten ... 63

4.1.2 Gambaran Umum Balai Perlindungan Sosial ... 64

4.1.3 Visi dan Misi Balai Perlindungan Sosial ... 68

4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi ………... 69

4.1.5 Struktur Organisasi Balai Perlindungan Sosial ... 72

4.2 Deskripsi Data ... 73

4.2.1 Uji Validitas Instrumen ... 73

4.2.2 Identitas Responden …... 75

4.3 Pengujian Prasyaratan Statistik... 132

(14)

vii

4.6Pembahasan ... 139

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 145

5.2 Saran ... 146

(15)

viii

Tabel 1.2 Tenaga Kerja di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten ...5

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...51

Tabel 3.2 Skoring Item Insrumen...52

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian...62

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Insrumen ...73

Tabel 4.2 Uji Reliabilitas Data ...133

Tabel 4.3 Uji Normalitas Data ...134

Tabel 4.4 Indikator Skor Hasil Penelitian ...139

(16)

ix

Diagram 4.3 Ketersedian Pegawai di Balai Perlindungan Sosial Sudah

Mencukupi ... 78

Diagram 4.4 Bapak/ibu mengetahui adanya standar oprasional prosedur (SOP) di

Balai Perlindungan Sosial ... 80

Diagram 4.5 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial dalam melakukan

pelayanan sesuai dengan Tupoksi ... 81

Diagram 4.6 Balai Perlindungan Sosial dapat mengurangi jumlah Lanjut Usia

Terlantar yang ada di Provinsi Banten ... 82

Diagram 4.7 Bapak/ibu mengetahui adanya donatur untuk membantu kebutuhan di

Balai Perlindungan Sosial ... 84

Diagram 4.8 Alat-alat yang di sediakan di Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan

kebutuhan Bapak/ibu dan tepat guna (Toilet duduk, alat-alat

kesehatan standar, tongkat dan kursi roda) ... 85

Diagram 4.9 Biaya pemeliharaan Fasilitas umum di Balai Perlindungan Sosial

dilakukan secara rutin (Fasilitas umum berfungsi baik) ... 87

Diagram 4.10 Pegawai yang ada di Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai

Tupoksinya ... 88

Diagram 4.11 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan kepada

Bapak/ibu selalu tepat waktu ... 89

Diagram 4.12 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial dilakukan

dengan cepat ... 90

(17)

x

kebutuhan Bapak/ibu ... 93

Diagram 4.15 Adanya perubahan fisik yang dirasakan setelah tinggal di Balai

Perlindungan Sosial ... 94

Diagram 4.16 Bantuan yang diberikan dapat memperbaiki kehidupan

Bapak/ibu ... 96

Diagram 4.17 Pelatihan yang diberikan sesuai dengan keinginan Bapak/ibu ... 97

Diagram 4.18 Pelatihan membuat kerajinan yang diberikan oleh Balai Perlindungan

Sosial kepada Bapak/ibu memberikan dapak yang baik ... 98

Diagram 4.19 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan

kebutuhan Bapak/ibu ... 100

Diagram 4.20 Prosedur penerimaan Bapak/ibu yang tersedia mudah diberikan oleh

Balai Perlindungan Sosial ... 101

Diagram 4.21 Aturan penerimaan lanjut usia mudah dipahmi oleh Bapak/ibu ... 102

Diagram 4.22 Pelayanan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sesuai dengan

tujuan Balai Perlindungan Sosial untuk memberikan perlindungan

kepada Bapak/ibu ... 104

Diagram 4.23 Pembinaan yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial merata

kepada seluruh lansia yang ada di Balai Perlindungan Sosial ... 105

Diagram 4.24 Fasilitas yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial sudah sesuai

dengan kebutuhan bapak/ibu ... 106

Diagram 4.25 Balai Perlindungan Sosial memberikan fasilitas kesehatan yang sama

(18)

xi

materil atau non materil sudah mencukupi kebutuhan Bapak/ibu ... 110

Diagram 4.28 Rumah huni yang disediakan oleh Balai Perlindungan Sosial untuk

Bapak/ibu sudah layak ... 112

Diagram 4.29 Rumah huni bagi Bapak/ibu yang disediakan oleh Balai Perlindungan

Sosial sesuai dengan kapasitas lanjut usia yang ada ... 113

Diagrma 4.30 Bantuan materil yang diberikan oleh donatur untuk Bapak/ibu melalui

Balai Perlindungan Sosial merata kepada seluruh lanjut usia ... 115

Diagram 4.31 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan bantuan dan pelayanan

kepada Bapak/ibu tidak dibeda-bedakan ... 116

Diagram 4.32 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan makanan lima sehat

empat sempurna setiap hari sudah cukup baik ... 118

Diagram 4.33 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam menanggapi usulan-usulan dan

keluhan dari Bapak/ibu ... 119

Diagram 4.34 Kemampuan Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan pelayanan

dengan cepat kepada Bapak/ibu ... 121

Diagram 4.35 Tanggung jawab yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial kepada

Bapak/ibu sangat baik ... 122

Diagram 4.36 Balai Perlindungan Sosial cepat dalam memberikan bantuan yang

diperlukan Bapak/ibu ... 123

Diagram 4.37 Daya tanggap yang diberikan oleh Balai Perlindungan Sosial terhadap

keluhan Bapak/ibu dilakukan dengan cepat ... 125

(19)

xii

Diagram 4.40 Balai Perlindungan Sosial selalu melakukan pengawasan pemeliharaan

fasilitas yang ada guna menunjang kebutuhan kepada Bapak/ibu ... 129

Diagram 4.41 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan perawatan kepada lanjut

usia yang sudah bedtrest dilakukan dengan baik ... 130

Diagram 4.42 Balai Perlindungan Sosial dalam memberikan kebutuhan kepada

(20)

xiii

Gambar 4.1 Struktur Organisai Balai Perlindungan Sosial ... 72

(21)

1 1.1 Latar Belakang

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang,

keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau

gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat

menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak

dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai

dan wajar.Hambatan, kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,

keterlantaran, kecacatan, ketunasosialan, keterbelakangan atau keterasingan dan

kondisi atau perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung

atau menguntungkan. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dapat

dibagi menjadi tujuh kriteria kelompok yaitu : 1) Anak/Keterlantaran, 2)

Kemiskinan, 3) Kedisabilitasan, 4) Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku,

5) Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi , 6) Keterpencilan,

dan 7) Korban Bencana

Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 28 huruf H menyebutkan bahwa

setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan

dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Sedangkan dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia juga

menegaskan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan dan

(22)

menikmati taraf hidup yang wajar. Mewujudkan dan memelihara taraf

kesejahteraan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memperpanjang usia

harapan hidup, penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia agar dapat

menikamati taraf hidup yang wajar.

Lanjut usia merupakan salah satu dari delapan kelompok penyandang masalah

kesejahteraan sosial, dimana lanjut usia merupakan seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun ke atas dan dilihat secara fungsional, mereka cenderung

mengalami penurunan baik dari segi fisik maupun mental. Berbagai permasalahan

lanjut usia sangat beragam, salah satunya adalah keterlantaran. Menurunnya

kemampuan secara fisik dan mental serta tidak terpenuhinya kebutuhan, yang

kondisinya diperparah dengan tidak mempunyai sanak saudara mengakibatkan

mengalami berbagai permasalahan lainnya seperti keadaan fisik yang lemah

(sering sakit-sakitan) dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

sehingga harus bergantung pada orang lain, yang pada akhirnya mengalami

kerentanan secara ekonomi (Undang-Undang No. 13 Tahun 1998).

Pada umumnya, setiap orang memiliki kebutuhan di tiap-tiap fase

kehidupannya, termasuk juga dalam rentang kehidupan lanjut usia. Masalah lanjut

usia terlantar biasanya disebabkan kerena ketidak berdayaan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Kebutuhan pada rentang kehidupan lanjut usia seperti

kebutuhan primer (kebutuhan biologis, kebutuhan ekonomi, kebutuhan kesehatan,

kebutuhan psikologis dan kebutuhan sosial) dan kebutuhan sekunder (kebutuhan

dalam melakukan aktifitas, kebutuhan yang bersifat keagamaan, kebutuhan dalam

(23)

bersifat politis). Dengan terpenuhinya kebutuhan baik lahir maupun batin serta

kebutuhan sosial adalah dambaan setiap orang termasuk lanjut usia terlantar

karena mereka ingin hidup secara layak.

Pada saat ini terdapat tiga kategori orang lanjut usia. Pertama, orang lanjut

usia (jompo) tidak terlantar; dalam kategori ini mempunyai fungsi sosial yang

baik, terutama kemampuan berinteraksi sosial, maupun faktor ekonomi (mampu

mencukupi kebutuhan hidupnya dengan layak secara mandiri) sehingga mencapai

tataran hidup yang sejahtera. Beberapa dari kelompok ini, sering dijumpai masih

produktif. Kedua, orang lanjut usia terlantar ; kelompok ini terdiri dari para lanjut

usia yang kurang beruntung. Penyebabnya, karena faktor ekonomi sehingga tidak

mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara layak. Selain itu, lanjut usia

kelompok ini memiliki keterbatasan dalam mengakses fasilitas umum, dan rendah

dalam berinteraksi sosial. Ketiga, orang lanjut usia yang diterlantarkan; lanjut usia

kelompok ini bertolak belakang dengan kondisi yang sebenarnya. Secara umum,

keadaan ekonomi keluarga lanjut usia cukup mapan atau berkecukupan, namun

karena alasan kesibukkan bekerja, asumsi yang keliru terhadap peran dan

tanggung jawab anak dalam mengasuh/merawat orang tua, atau karena adanya

konflik keluarga sehingga keberadaan orang tua cenderung diabaikan.

Berdasarkan Keputusan Mentri Sosial RI No. 06/Huk/1979 tentang

kesejahteraan lanjut usia, maka didirikan Panti Tresna Wreda di Banten, tepatnya

pada tanggal 28 Februari 1979. Panti tersebut dinamakan Sasana Tresna Wreda

(STW).Karena lokasinya di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang,

(24)

1994 berganti nama kembali menjadi Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Cipocok

Jaya Serang, pergantian nama tersebut dikuatkan dalam Surat Keputusan Mentri

Sosial RI No. 14 tahun 1994 tanggal 23 April 1994. Delapan tahun kemudian,

seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah dan dimekarkannya Banten

menjadi Provinsi tersendiri, maka status Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW)

Cipocok Jaya Serang juga berganti nama kembali menjadi Balai Perlindungan

Sosial. Jumlah lanjut usia yang dititipkan dipanti sekitar 60 orang di antaranya 24

lansia laki-laki dan 36 lansia perempuan, dalam jumlah keseluruhan lanjut usia

yang ada di Provinsi Banten kurang lebih sekitar 26.873 orang .

Tabel 1.1

Data Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten Tahun 2013 – 2014

No Kabupaten/kota

Lajut Usia Terlantar 2013 Lanjut Usia Telantar 2014

L P Jumlah L P Jumlah

1 Kab. Pandeglang 935 968 1.903 2.006 2.767 4.773

2 Kab. Lebak 5.971 5.628 11.599 4.779 5.643 10.422

3 Kab. Tanggerang 1.502 2.156 3.658 2.671 3.242 5.913

4 Kab. Serang 1.454 4.007 5.461 2.843 3.153 5.996

5 Kota Tanggerang - - 1.816 877 1.647 2.524

6 Kota Cilegon 149 537 686 351 314 665

7 Kota Serang 427 1.106 1.533 427 1.533 1.533

8 Kota Tangsel 90 127 217 841 1.109 1950

Jumlah 26.873 33.796

(25)

Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah lanjut usia terlantar di

Provinsi Banten pada tahun 2013 berjumlah 26.873 jumlah ini lebih meningkat

pada tahun 2014 yang berjumlah 33.796 akan tetapi jumlah lanjut usia terlantar

tidak sebanding dengan tempat yang disediakan untuk menampung para lanjut

usia terlantar di Provinsi Banten. Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten

memiliki luas 11.970 m2, dengan jumlah wisma 8 unit, ruang kamar tidur 38 unit

dengan masing-masing kamar menampung 2 orang lanjut usia.

Tabel 1.2

Tenaga Kerja di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten.

NO JABATAN JUMLAH

1 Kepala Balai 1 Orang

2 Kepala Seksi 3 Orang

3 Peksos 2 Orang

4 Tenaga Perawat 6 Orang

5 Supir Oprasional 1 Orang

6 OB 3 Orang

7 Tukang Kebun 2 Orang

8 Tukang Cuci 2 Orang

9 Tukang Masak 3 Orang

10 Tenaga Admin 1 Orang

11 Satpam 3 0rang

Jumlah 31 Orang

Sumber : Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten

Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja balai

(26)

balai berjumlah 1 orang, kepala seksi berjumlah 3 orang, pekerja sosial berjumlah

2 orang, tenaga perawat berjumlah 6 orang, supir operasional berjumlah 1 orang,

OB berjumlah 3 orang, tukang kebun berjumlah 2 orang, tukang cuci berjumlah 2

orang, tukang masak berjumlah 3 orang, tenaga admin berjumlah 1 orang dan

satpam berjumlah 3 orang, sedangkan jumlah lanjut usia yang ada dipanti

berjumlah 60 orang. Dilihat dari jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada di

balai perlindungan sosial Provinsi Banten yang berjumlah 31 orang tidak

sebanding dengan jumlah lanjut usia yang berjumlah 60 orang.

Keberadaan pelayanan Lanjut usia atau Panti jompo mendukung upaya

mengidentifikasi, artinya, bahwa panti jompo menjadi pilihan terakhir masyarakat

dalam menyantuni anggota keluarganya, atau lanjut usia yang memerlukan

penanganan secara kelembagaan. Ketika struktur sosial, ekonomi, keluarga dan

masyarakat tidak berfungsi dengan semestinya, maka panti jompo merupakan

tempat yang dianggap tepat. Mereka yang menerima pelayanan sosial dalam panti

adalah para lanjut usia yang termasuk kategori tidak mampu atau tidak

mempunyai sanak saudara, dari kategori tersebut biasa dikenal dengan istilah

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Salah satu fungsi Panti

Sosial atau Panti Jompo, yaitu; untuk menghilangkan pandangan masyarakat yang

terkadang menganggap bahwa orang jompo adalah orang yang sudah “tidak

berguna lagi”. Melalui adanya panti ini, para lanjut usia memiliki banyak teman

dengan usia yang sebaya. Para lanjut usia dapat saling bercengkerama, bertukar

cerita pada masa mudanya yang penuh kejayaan, maupun obsesinya yang belum

(27)

Menurut Bapak, Tajul arifin merupakan salah satu pegawai Balai

Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Pelayanan Peningkatan Interaksi Antar

Lansia adalah pelayanan untuk memberikan kesempatan dan meningkatkan

hubungan sosial antar lansia melalui Karang Werda atau Karang Lansia,

kelompok atau paguyuban lansia.Tujuan pelayanan ini bertujuan agar lansia dapat

memanfaatkan waktu luang secara efektif dan membantu mengatasi

masalah-masalah yang kemungkinan dialami lansia. Sementara itu dibalai perlindungan

sosial Provinsi Banten untuk meningkatkan hubungan sosial lanjut usia di adakan

kegiatan seperti pembutan kerajianan tangan, pengajian, dan senam bersama.

Tujuan Pelayanan ini bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kondisi

kesehatan dan gizi lansia. Sementara didalam balai perlindungan sosial Provinsi

Banten memiliki pelayanan seperti poliklinik namun, tidak ada pekerja medis

sepeti dokter yang menangani ketika ada lanjut usia yang sakit. Tetapi pihak balai

perlindungan sosial bekerjasama dengan puskesmas terdekat. Maka dari itu

penulis ingin mengangkat tema penelitian yang berjudul; Kinerja Balai

Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia

Terlantar di Provinsi Banten.

Dengan berbagai hambatan dalam pemenuhan kebutuhan bagi lanjut usia,

maka diperlukan suatu pelayanan sosial bagi lanjut usia, khususnya lanjut usia

terlantar. Pelayanan sosial bagi lanjut usia dibedakan menjadi dua bentuk yakni

pelayanan sosial di dalam panti (pemenuhan kebutuhan hidup, pemeliharaan

kesehatan, pelaksanaan kegiatan dalam pengisian waktu luang) dan pelayanan

(28)

keluarga maupun masyarakat, memberikan bantuan usaha ekonomi produktif bagi

lanjut usia yang secara fisik masih mampu melaksanakan). Dengan adanya

pelayanan sosial bagi lanjut usia diharapkan permasalahan yang dihadapi dapat

ditangani. Berdasarkan temuan lapangan yang peneliti temukan ada beberapa

masalah diantaranya adalah:

Pertama, masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.

Lanjut usia yang ada di Provinsi Banten pada tahun 2014 mengalami peningkatan

dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2013 jumlah lanjut usia di Provinsi

Banten berjumlah 26.873 sedangkan ditahun 2014 berjumlah 33.796. dapat dilihat

bahwa pihak Dinas Sosial Provinsi Banten belum secara maksimal meminimalisir

pada lanjut usia terlantar yang ada di Provinsi Banten. Hal ini tidak sesuai dengan

tujuan balai dan dinas sosial yang memiliki misi-misi dan tujuan dari organisasi

tersebut yaitu meminimalisir permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di

masyarakat salah satunya permasalahan lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Tajul Arifin salah satu pegawai

Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Banten.

Kedua, minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberdaan Balai

Perlindungan Sosial untuk para lanjut usia terlantar yang didapatkan dari Dinas

Sosial, dimana kurangnya sosialisasi untuk menyampaikan informasi tentang

adanya Balai Perlindungan Sosial di Provinsi Bantenyang terletak di daerah

Serang tepatnya di Kecamatan Cipocok Jaya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah

lanjut usia terlantar yang meningkat pada tahun 2014 dibandingkan dengan tahun

(29)

Tanggerang yang menyatakan bahwa dia tidak mengetahui keberdaan balai

maupun prosedur, dan syarat-syarat untuk mendaftarkan diri ke Balai

Perlindungan Sosial.

Ketiga, kurangnya tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita

lanjut usia, di balai perlindungan sosial terdapat 60 lanjut usia yang

masing-masing lanjut usia memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda dintaranya

memiliki masalah kesehatan seperti pikun, katarak, kurangnya pendengaran (tuli),

dan asma. Berdasarkan pernyataan dari salah satu lanjut usia yang berada di balai

menyatakan bahwa ketika para lanjut usia mengeluhkan kesehatan yang dirasa

tidak nyaman kepada pegawai maupun perawat tidak langsung menanggapi,

ketika sudah parah baru di tangani.

Keempat, belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar

di balai perlindungan sosial di Provinsi Banten, dikarenakan aturan dalam

penerimaan lanjut usia terlanntar berbelit-belit sehingga lanjut usia yang ingin

mendaftar terlebih dahulu membawa surat rekomendasi dari Dinas Sosial terkait

sesuai dengan wilayah tempat tinggal lanjut usia. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Ibu Tuty Herawaty salah satu pegawai Balai Perlindungan Sosial di

(30)

1.2 Identifikasi Masalah

Dilihat dari latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalah ini

adalah sebagai berikut:

1. Masih banyaknya jumlah lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.

2. Minimnya sosialisasi dan informasi tentang keberadaan balai untuk

para lanjut usia terlanatar yang didapatkan Dinas Sosial Provinsi

Banten.

3. Kurang tanggapnya pegawai balai terhadap kesehatan yang diderita

lanjut usia.

4. Belum optimalnya aturan pelayanan penerimaan lanjut usia terlantar di

Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.

1.3 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

Mengingat masalah yng diteliti merupakan masalah yng kompleks, maka

peneliti akan membatasi ruang lingkup, kajian dengan memfokuskan penelitian

pada Kineja Balai Perlindungan Sosial Dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial

Lanjut Usia Terlantar Di Provinsi Banten.

Pada penelitian ini peneliti akan mengkaji permasalahan dengan rumusan

masalah mengenai “Bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam

Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten?”

1.4 Tujuan Penelitian

(31)

1.4.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

bagaimana Kinerja Balai Perlindungan Sosial dalam Pelayanan dan

Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi Banten .

1.4.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan Khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalah untuk memperoleh gambaran sejauhmana kinerja balai

perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia

terlantar di Provinsi Banten.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,

antara lain:

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Menemukan dan menambah pengetahuan baru mengenai

kinerja balai perlindungan sosial dalam pelayanan dan perlindungan sosial

lanjut usia terlantar di Provinsi Banten.

2. Untuk mengembangkan teori-teori yang telah diperoleh selama

(32)

3. Memberi pengetahuan baru menganai upaya pemerintah dalam

meningkatkan pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di

Provinsi Banten.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

pemahaman bagi semua pihak yang berperan sebagai pemangku

kepentingan atau lembaga terkait dalam mengatasi masalah yang terjadi

dalam pelayanan dan perlindungan sosial lanjut usia terlantar di Provinsi

Banten.

2. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah

satu bahan untuk penelitian berikutnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah

dipahami maka tugas metode penelitian administrasi ini disusun berdasarkan

ketentuan yang biasa digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana

penulis belajar, dengan ketentuan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan

yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling

(33)

Materi dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian dari yang sudah ada

sebelumnya, hasil pengamatan dan wawancara terkait.

1.2 Identifikasi Masalah

Menjelaskan identifikasi penelitian terhadap permasalahan yang muncul

dari uraian pada latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dapat

diajukan dalam bentuk pernyataan.

1.3 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, dalam penelitian ini peneliti membatasi

masalah yang akan dibahas yaitu menenai Kinerja Balai Perlindungan Sosial

dalam Pelayanan dan Perlindungan Sosial Lanjut Usia Terlantar di Provinsi

Banten. Perumusan masalah bertujuan untuk memilih dan menetapkan masalah

yang paling urgen yang berkaitan dengan judul penelitian.Perumusan masalah

mendefinisikan permasalahan yang telah diterapkan dalam bentuk definisi konsep

dan oprasional, kalimat yang digunakan adalah kalimat pertanyaan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai

dengan dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan.Isi

dan tujuan penelitian sejalan dengan isi dari tujuan penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian.

(34)

Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah

dipahami maka tugas Metode Penelitian Administrasi ini disusun berdasarkan

ketentuan yang biasa digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana

penulis belajar.

BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teori

Mengkaji terhadap sejumlah teori yang relevan dengan permasalahan yang

variable penelitian, kemudiannya menyusunnya secara teratur dan rapi yang

digunakan untuk merumuskan hipotesis. Dengan mengkaji berbagai teori, maka

akan dimiliki konsep penelitian yang jelas, dapat menyusun pertanyaan yang rinci

untuk penelitian.

2.2 Penelitian Terdahulu

Adalah gambaran dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, yang

mempunyai kaitan dan persaan variabel dengan variabel yang peneli lakuakn.

2.2 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan

dari deskripsi teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca dapat

dilengkapi sebuah bagan yang menunjukkan alur pikiran peneliti serta kaitan antar

(35)

2.3 Hipotesis Penelitian

Merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti, dan

akan diuji kebenarannya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Bagian ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian.

3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian

Membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan

dilakukan.

3.3 Lokasi Penelitian

Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan.

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep

Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang akan

diteliti.

3.4.2 Definisi Operasional

Penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam rincian yang

terukur.

3.5 Instrumen Penelitian

Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data

yang digunakan, proses penyusunan daya dan teknik penentuan kualitas

(36)

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian dijelaskan populasi dan sampel yang dapat digunakan

sebagai sumber data.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data menjelaskan mengenai

cara menganalisis data yang dilakukan dalam penelitian

3.8 Jadwal Penelitian

Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian diadakan mulai dari

pelaksanaan penelitian sampai penelitian tersebut berakhir.

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian

secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang telah ditentukan,

serta yang berhubungan dengan objek penelitian.

4.2 Deskripsi Data

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan

mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun

data kuantitatif.

(37)

Melakukan pengujian terhadap persyaratan statistik dengan menggunakan

uji statistik.

4.4 Pengujian Hipotesis

Melakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan teknik

analisi statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi dan atau regresi

baik sederhana maupun ganda.Masing-masing hipotesis di uji dalam subjudul

sendiri.Hasil akhir dari analisi statistik itu adalah teruji tidaknya hipotesis nol

penelitian.Hasil perhitungan akhir dari statistik dilaporkan dalam batang tubuh,

sedangkan perhitungan selengkapnya di tempatkan dalam lampiran.

4.5 Interpretasi Hasil Penelitian

Melakukan penafsiran terhadap hasil akhir pengujian hipotesis.

4.6 Pembahasan

Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data terhadap

hipotesis yang diterima barangkali tidak ada persoalan, tetapi terhadap hipotesis

yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi penyebabnya.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan

juga mudah dipahami.Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan serta

(38)

5.2 Saran

Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang

diteliti baik secara teoritis maupun praktis.Saran praktis lebih operasional

sedangkan aspek teoritis lebih mengarah pada pengembangan konsep atau teori.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan Skripsi.

LAMPIRAN

(39)

19

HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teori

Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang

berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik melalui spesifikasi hubungan

antara variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan

fenomena. (Neumen dalam Sugiyono, 2009;80)

Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang

teori (bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian

yang relevan dengan variabel yang diteliti. Berapa jumlah kelompok teori yang

perlu dikemukakan, akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis

tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila dalam suatu penelitian

terhadap tiga variabel independendan satu dependen, maka kelompok teori yang

perlu dideskripsikan ada empat kelompok teori, yaitu kelompok teori yang

berkenaan dengan variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu,

semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak teori yang

dikemukakan.

Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap

variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan

(40)

prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas

dan terarah.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberpa istilah yang berkaitan

dengan masalah penelitian dengan mengklasifikasikan ke dalam teori yaitu.

Adapun penjelasannya sebagai berikut :

2.1.1 Definisi Kinerja

Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja

pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja

perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah

totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja

organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi

tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang

digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam

upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.

Ada berbagai pendapat tentang kinerja, seperti dikemukakan oleh Gibson

(1990:40), mengatakan bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan dan

motivasinya untuk melaksankan pekerjaan. Dikatakan bahwa pelaksanaan

pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan dan motivasi. Keban

(1995:1), kinerja adalah merupakan tingkat pencapaian tujuan. Timpe (1998:9),

kinerja adalah prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku

manajemen. Hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang

(41)

paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi akan senantiasa

terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Mangkunegara

(2002:67), mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oelh seseorang dalam melaksanakan fungsinya

sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Prawirosentono

(1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai

atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan

tanggungjawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral dan

etika. Sinambela dkk. (2006:136), mendefinisikan kinerja pegawai sebagai

kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Hal

senada dikemukakan oleh Stephen Robbins (1989:439), bahwa kinerja adalah

hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dibandingkan

kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.1.2 Pengertian Kinerja Organisasi

Sebuah organisasi dapat berjalan karena ada orang-orang yang

menjalankannya, karena itu manusia merupakan elemen utama yang dibutuhkan

sebuah organisasi untuk dapat menjalankan visi misinya. Begitu juga sebaliknya

orang-orang membutuhkan organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuannya.

Untuk mencapai tujuan yang maksimal diperlukan orang-orang yang mampu

bekerja dengan baik. Seorang pegawai dapat dikatakan baik apabila kinerjanya

dapat sesuai dengan target dan tanggung jawab yang diembannya. Kinerja

(42)

yang terus maju. Kualitas kinerja sumber daya manusia merupakan salah satu

faktor penting untuk mencapai tujuan organisasi, oleh karena itu diperlukan

sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan dan keahlian tinggi sehingga

dapat mendukung peningkatan kinerja organisasi.

Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) dalam

Sudarmanto (2009:5) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu:

1. Kinerja Organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisai, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi.

2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses.

3. Kinerja individu/pekerjaan; merupakan pencapaian atau efektivitas oada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.

Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. Kinerja organisasi

merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi.

Kinerja pada level organisasi terkait dengan tujuan organisasi, rancangan

organisasi dan manajemen organisasi (Sudarmanto, 2009:7). Bastian

menggambarkan kinerja organisasi tentang tingkat pencapaian pelaksanaan tugas

dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi

(43)

Sementara menurut Gibson, dkk (2003: 355) kinerja adalah:

job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi”.

Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja

yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal tiga

macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka kita

juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan

kinerja pegawai.

Penetapan indikator kinerja menurut LAN RI (1999) dalam Pasolong

(2013:178), yaitu merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja

melalui sistem pengumpulan dan pengelolahan data atau informasi untuk

menentukan kinerja kegiatan, program, dan atau kebijakan. Penetapan indikator

kinerja harus didasarkan pada masukan (input), keluaran (output), hasil

(outcome), manfaat (benefit), dampak (impact). Dengan demikian indikator

kinerja dapat digunakan untuk mengevaluasi: (1) tahapan perencanaan, (2) tahap

pelaksanaan, (3) tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan indikator

kinerja, yaitu: (1) spesifik dan jelas, (2) dapat terukur secara objektif baik yang

bersifat kualitatif maupun kuantitatif, (3) dapat menunjukan pencapaian keluaran,

hasil, manfaat dan dampak, (4) harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap

perubahan, (5) efektif yaitu dapat dikumpulkan, diolah, dianalisis datanya secara

(44)

“Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Suatu organisasi di bentuk karena mempunyai dasar dan tujuan yang ingin dicapai, sebagaimana yang dikemukakan oleh James D Mooney: Organisasi adalah bentuk perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama.akan tetapi perlu kita fahami bahwa yang menjadi dasar organisasi,bukan “siapa” akan tetapi “apanya” yang berarti bahwa yang dipentingkan bukan siapa orang yang akan memegang organisasi,tetapi “apakah” tugas dari organisasi.(Money,1996:23)

Kinerja organisasi merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat

dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu organisasi, serta merupakan hasil

yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Kinerja bisa juga dikatakan sebagai

sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh seluruh

komponen organisasi terhadap sumber-sumber tertentu yang digunakan (input).

Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang

dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu organisasi. Bagi suatu organisasi,

kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen

organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.

Kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi

tercapainya tujuan organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat

dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang

didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya (Surjadi,2009:7).

Menurut Baban Sobandi Kinerja organisasi merupakan sesuatu yang telah dicapai

oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input,

output, outcome, benefit, maupun impact. (Sobandi, 2006:176).

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang

(45)

ditetapkan. Indicator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan

diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja

baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun setelah kegiatan selesai dan

berfungsi. Indicator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi

hari organisasi atau unit kerja yang bersangkutan menunjukan kemampuan dalam

rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (sedarmayanti,

2010:198).

Menurut Kumorotomo (dalam Pasolong 2010:180) menggunakan beberapa

indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik,

antara lain :

1. Efisiensi, yaitu menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. 2. Efektivitas yaitu apakah tujuan yang didirikan organisasi pelayanan

publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. 3. Keadilan yaitu mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan.

4. Daya Tanggap yaitu organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintah akan kebutuhan masyarakat yang mendesak. Karena itu organisasi secara keseluruhan harus dapat di pertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

2.1.3. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja.

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik

yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi.

Menurut Wirawan (2009:6) kinerja merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor,

(46)

1. Faktor internal pegawai, yaitu faktor-faktor dari dalam diri pegawai

yang merupakan faktor bawaan dari lahir meliputi bakat, sifat pribadi,

serta keadaan fisik kejiwaan dan faktor yang diperoleh ketika ia

berkembang meliputi pengetahuan, keterampilan, etos kerja,

pengalaman kerja, dan motivasi kerja.

2. Faktor lingkungan internal organisasi, manajemen organisasi harus

menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga

dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan.

3. Faktor lingkungan eksternal organisasi, merupakan keadaan, kejadian,

atau situasi yang terjadi dilingkungan eksternal organisasi yang

mempengaruhi kinerja karyawan.

Sedangkan menurut Mahmudi (2005:7) faktor yang berpengaruh langsung

terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi yaitu sebagai berikut :

1. Teknologi yang meliputi, perlatan dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.

2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.

3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan.

4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.

5. Kepimpinan sebagai usaha untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan oragnisasi.

6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek organisasi, imbalan, promosi, dan lainnya.

Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain

dikemukakan oleh Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2012:100), yaitu

(47)

1. Personal factors, ditunjukan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu.

2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3. Team factors, ditunjukan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.

4. System factors, ditunjukan oleh adanya system kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi.

5. Contextual/situational factors, ditunjukan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Selain itu Hersey, Blanchard, dan Johnson dalam Wibowo (2012:101)

merumuskan adanya tujuh faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja dan

dirumuskan dengan akronim ACHIVE :

A = Ability (knowledge dan skill)

C = Clarity (understanding atau role perception) H = Help (organizational support)

I = Incentive (motivation atau willingness) V = Validity (valid dan legal personnel practices) E = Environment (environmental fit)

Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

dalam kinerja dan pendorong pencapaian kerja organisasi publik yaitu bersumber

dari individu masing-masing, seperti apa gaya kepemimpinan di organisasi publik

tersebut, adanya kerja sama tim yang saling mendukung, system kerja dan fasilitas

yang memadai. Apa bila semua faktor-faktor tersebut dimiliki oleh suatu

organisasi publik, maka bukan tidak mungkin organisasi tersebut akan mencapai

keberhasilan kerja sesuai yang telah di targetkan bersama.

Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan

(48)

1. Aspek kuantitatif yaitu :

a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan,

b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan

d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja 2. Aspek kualitatif yaitu :

a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, b. Tingkat kemampuan dalam bekerja,

c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan

d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan / keberatan konsumen / masyarakat).

2.1.4. Deskripsi Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya Negara untuk

memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang,

jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan

publik.Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada Negara untuk

memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara dan kesejahteraannya, sehingga

efektivitas suatu system pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya

penyelenggara pelayanan publik.Pengertian umum pelayanan publik menurut

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63 Tahun 2003

dalam (Ratminto dan Atik 2012:5) adalah:

“Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik atau pelayanan umum

dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa publik yang pada prinsipnya

(49)

Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik

Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam

rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan menurut Bab 1

Pasal 1 Ayat 1 UU No. 25/2009,yang dimaksud dengan pelayanan publik yaitu:

“kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”

Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa Hakikat

pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang

merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

2.1.5. Asas Pelayanan Publik

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa,

penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut

(keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004):

a. Transparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

d. Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan Hak

(50)

f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memnuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Sedangkan menurut pasal 4 UU No. 25/2009, penyelenggaraan pelayanan

publik berasaskan:

a. Kepentingan umum; b. Kepastian hukum; c. Kesamaan hak;

d. Keseimbangan hak dan kewajiban; e. Keprofesionalan;

f. Partisipatif;

g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h. Keterbukaan

i. Akuntabilitas;

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k. Ketepatan waktu; dan

l. Kecepatan,kemudahan,dan keterjangkauan.

2.1.6. Prinsip Pelayanan Publik

Penyelengaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan

prinsip pelayanan publik. Di dalam keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003

disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip

sebagai berikut:

a. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

b. Kejelasan

Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:

a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik

b) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan dan

penyelesaiankeluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik

(51)

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

d. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. e. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

h. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin , sopan dan santun, ramah, seta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

j. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, sampah, tempat ibadah dan lain-lain.

2.1.7 Definisi Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13

Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang

telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia

(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun

merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan

(52)

adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan

keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan.

Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)

dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas

minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap

dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak

memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang

menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4

yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly)

adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat

tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Usia lanjut menurut Keliat

(1999) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998

tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah

mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32).

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lansia

adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang

masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk

mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi

(53)

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal

dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai

mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai

kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,

seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu

usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu

telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba

menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).

Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah

seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri

untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain

(Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan

lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun

(Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu

kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses

penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia

digolongkan menjadi 4, yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun

2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun

(54)

Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke

atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses

menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat

bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi

(Constantinides, 1994).

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam

mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek

biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).

Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami

proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya

tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur

dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari

pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua

tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan

bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Tabel 3.1 Definisi Oprasional Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis respons spektrum, penggunaan base isolation dapat mereduksi gaya geser dasar pada gedung, tetapi menyebabkan gedung menjadi lebih fleksibel pada arah

Setelah ditelusuri lebih dalam dengan melihat perspektif gaya Kepemimpinan menurut jenis lembaga, disimpulkan bahwa gaya Kepemimpinan yang mengarah ke perspektif organik

Ilustrasi dari adanya informasi yang tidak benar di kalangan remaja terdiri dari pengetahuan tentang fungsi hubungan seksual (mitos yang berkembang adalah hubungan seksual

Hasil presentase data shortest 10% 1/RT pada Tabel 2 menunjukan bahwa kondisi setelah praktikum mengalami peningkatan kewaspadaan sebesar 32,45% dibandingkan dengan kondisi

Responden cenderung memilih metode pembayaran transfer melalui bank untuk berbelanja online , dan jenis barang/jasa yang paling sering dipesan oleh pelaku belanja

Berdasarkan uraian hasil penelitian yang dilakukan terhadap guru di wilayah Korwilcam Dindik Somagede pada tangagal 30 Juni sampai dengan tanggal 2 Juli 2020, maka dapat

Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk

Usaha yang didanai dan dikembangkan dalam program PEMP diprioritaskan pada jenis usaha yang dapat memanfaatkan sumber daya dikurangi dengan total biaya. Dari tabel