• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN HUKUM MENGENAI WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI JUAL-BELI MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) MENURUT KUHPERDATA. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN HUKUM MENGENAI WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI JUAL-BELI MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) MENURUT KUHPERDATA. Oleh :"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MENURUT KUHPERDATA

Oleh :

NICHO MARETA RAHARJO NIM: 11101013

ABSTRAKSI

Kegiatan bisnis perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce yaitu suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun.

Hasil penelitian di papar bahwa wanprestasi yang terjadi dalam transaksi e-commerce pada umumnya dilakukan oleh pelaku usaha. Terjadinya wanprestasi tersebut, pelaku usaha wajib melakukan ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen. Apabila pelaku usaha tidak bertanggungjawab terhadap perbuatan wanprestasi nya tersebut, maka konsumen dapat menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan tersebut, yakni KUHPerdata, UUPK dan UU ITE. Selain itu, konsumen dapat menempuh jalur pidana dengan melakukan pelaporan terhadap pihak yang berwajib dengan tuduhan tindak pidana penipuan. Hambatan dalam pelaksanaan penyelesaian wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet (E-commerce) menurut KUHPerdata, antara lain 1) Pilihan hukum (choise of law) dalam rangka penyelesaian sengketa yang timbul. walaupun pada perjanjian biasanya telah dicantumkan mengenai pilihan hukum ini. 2) Proses pembuktian adanya suatu wanprestasi agak sulit untuk dilakukan, karena masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi jual beli melalui internet ini tidak berhadapan secara langsung, baik masih dalam ruang lingkup satu negara bahkan tidak menutup kemungkinan masing-masing pihak berada pada negara yang berbeda. 3) Minimnya pengetahuan dan keahlian pihak-pihak yang berwenang menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam dunia maya, khususnya transaksi jual beli secara elektronik. 4) Sulitnya pelaksaan putusan dari suatu proses penyelesaian sengketa atas wanprestasi dalam transaksi jual beli secara elektronik ini, karena walaupun sengketa yang ada dapat diselesaikan baik secara litigasi maupun secara non litigasi, namun pelaksanaan putusannya terkadang membutuhkan daya paksa dari pihak berwenang.

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan bisnis perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce yaitu suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun. Dengan demikian semua transaksi jual beli melalui internet ini dilakukan tanpa ada tatap muka antara para pihaknya, mereka mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain, sehingga perjanjian jual beli yang terjadi diantara para pihak pun dilakukan secara elektronik pula baik melalui e-mail atau cara lainnya, oleh karena itu tidak ada berkas perjanjian seperti pada transaksi jual beli konvensional.

Kondisi seperti itu tentu saja dapat menimbulkan berbagai akibat hukum dengan segala konsekuensinya, antara lain apabila muncul suatu wanprestasi dari salah satu pihak dalam sebuah transaksi jual beli secara elektronik ini, akan menyulitkan pihak yang dirugikan untuk menuntut segala kerugian yang timbul dan disebabkan wanprestasi itu, karena memang dari awal hubungan hukum antara kedua pihak termaksud tidak secara langsung berhadapan, mungkin saja pihak yang telah melakukan wanprestasi tadi berada di sebuah negara yang sangat jauh sehingga untuk melakukan tuntutan terhadapanya pun sangat sulit dilakukan tidak seperti tuntutan yang dapat dilakukan dalam hubungan hukum konvensional/biasa.

(3)

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat ke dalam suatu penelitian dengan judul : KAJIAN HUKUM MENGENAI WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI JUAL-BELI MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) MENURUT KUHPERDATA

B. Pembahasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan disamping itu juga untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian. Oleh sebab itu maka penulis membatasi dalam penelitian ini tentang kajian hukum mengenai wanprestasi dalam transaksi jual-beli Melalui Internet (E-commerce) menurut KUHPerdata.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimana penyelesaian gugatan wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet (E-commerce) menurut KUHPerdata?

2. Apa hambatan dalam pelaksanaan penyelesaian wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet (E-commerce) menurut KUHPerdata?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji dan menganalisis penyelesaian gugatan wanprestasi wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet (E-commerce) menurut KUHPerdata.

(4)

2. Mengkaji dan menjelaskan hambatan-hambatan pelaksanaan penyelesaian wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet ( E-commerce) menurut KUHPerdata.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu bagi penulis dalam memahami mengenai tinjauan wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet (e-commerce) menurut KUHPerdata.

LANDASAN TEORI A. Perjanjian

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Perjanjian merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu “overeenkomst”. Di dalam Kamus Hukum overeenkomst diterjemahkan sebagai persetujuan atau permufakatan,1 sedang Soedikno Mertokusumo menerjemahkan overeenkomst sebagai perjanjian.2

1Yan Pramadya Puspa, 2008, Kamus Hukum Edisi Lengkap, Semarang : Aneka Ilmu, hlm. 427. 2 Soedikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Libert, hlm. 100.

(5)

B. Transasksi Jual-Beli Melalui Internet (E-commerce)

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang ke perdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Transaksi jual beli secara elektronik atau E-commerce memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut :

a. Terjadinya transaksi antara dua belah pihak; b. Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi;

c. Internet merupakan medium utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.3

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khusunya Pasal 38 ayat (2) dikatakan bahwa Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

3Ibid., hlm. 17.

(6)

METODE PENELITIAN

Dalam hal ini metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

A. Jenis Penelitian

Rencana penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian normatif, yaitu “Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menelitibahan pustaka atau data sekunder belaka”.4

Penelitianini menggunakan yuridis normative, mencakup hal-hal, sebagaiberikut:

1. Penelitian terhadap asas-asas hukum. 2. Penelitian terhadap sistematik hukum.

3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal. 4. Perbandingan hukum.

5. Sejarah hukum

Terkait dengan klasifikasi tersebut di atas dalam relevansinyadengan rencana penelitian ini merupakan yuridis normatif,yakni menyangkut penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal suatuperaturan perundang-undangan yang tergolong bahan hukum primer,dengan meneliti beberapa peraturan perundang-undangan.

B. Sifat Penelitian

Penelitian ini dapat digolongkan ke dalam sifat penelitian deskriptif, yaitu suatu jenis penelitian yang dirumuskan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh data semaksimal mungkin dan

4

Soerjono Sukanto. 2006. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press). Hal 13-14

(7)

seteliti mungkin tentang masalah-masalah yang terjadi mengenai wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet (E-commerce) menurut KUHPerdata.

C. Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan sumber data sekunder (kepustakaan), ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder, untuk memperoleh dasar teori dalam memecahkan masalah yang timbul dengan bahan-bahan sebagai berikut:

1. Bahan Hukum Primer (yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat) yang terdiri dari :

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata c. Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)

d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

e. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman

f. Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

2. Bahan Hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer, yaitu literature yang ada hubungannya wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet (E-commere) menurut KUHPerdata. 3. Bahan Hukum Tersier

(8)

b. Kamus Hukum Indonesia D. Teknik Pengumpulan Data

1. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data teoritis yang berhubungan dengan teori-teori yang ada kaitannya dengan variabel yang diteliti melalui sumber bacaan yang menunjung terhadap penelitian ini, yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. 2. Studi Lapangan

Studi Lapangan yaitu teknik pengumpulan data dan informasi yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian, yang dilakukan dengan cara observasi non partisipan, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung mengenai transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet.

E. Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif. Analisa kualitatif adalah merupakan cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Selanjutnya data-data yang diperoleh tersebut, kemudian diteliti, dipelajari dan disusun dalam pengaturan yang logis dan sistematis kemudian dipaparkan tanpa menggunakan data-data statistik.5

5 Soerjono Soekanto, 1986, Op.Cit, hal. 32

(9)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Gugatan Wanprestasi Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui Internet (E-Commerce) Menurut KUHPerdata

Sebagai contoh kasus wanprestasi dalam transasksi jual beli melalui internet :

Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya membekuk sindikat pelaku penipuan melalui fasilitas internet. Petugas menangkap sindikat penipuan melalui internet, yakni AW, umur 26 tahun dan dua orang wanita berinisial YF, umur 25 tahun dan LL, umur 30 tahun, pada beberapa pekan lalu. “para pelaku penipuan tersebut menampilkan barang yang hendak dijual melalui internet untuk melakukan modusnya”, kata Diretkur Reskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yan Fitri. Para pelaku penipuan itu menampilkan gambar barangyang akan dijual dengan harga murah agar masyarakat tertarik untuk membeli baranganya. Kemudian sindikat mencantumkan nomor rekeningnya agar calon pembeli menstransfer uang untuk membeli barang. Akhirnya korban mengirimkan uang ke rekening tersangka, namun barang yang dibeli pemesan tidak sampai ke tujuan. Petugas menyelidiki pengungkapan kasus penipuan itu dengan menelusuri sistusnya dan mampu membekuk AW dan YF di sebuah rumah sekitar Gunung Sahari, Jakarta Pusat dan LL ditangkap di Pasar Baru, Jakarta Pusat.

(10)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kun Maryoso, SH.MH selaku hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, terkait dengan penyelesaian perbuatan melawan hukum, beliau menjelaskan bahwa :

“Perbuatan melawan hukum pada prinsipnya dari KUHPerdata apabila ada pihak yang dirugikan maka pihak yang mereka dirugikan bila mengajukan gugatan wanprestasi”.

Wanprestasi terjadi karena adanya perjanjian yang mengikat secara hukum sesuai dengan syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata. Suatu persetujuan yang sah dan mengikat bagi para pihak, barulah dapat dilihat apakah telah terjadi perbuatan wanprestasi. Pertama harus mengacu kepada tujuan dari kontrak itu sendiri. Pasal 1234 mengatakan : perikatan ditujukan untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Sehingga suatu perbuatan dikatakan wanprestasi jika :

1. Tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan

2. Melaksanakan tapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan

3. Melaksanakannya tetapi melewati jangka waktu yang diperjanjikan (terlambat)

4. Melaksanakan yang tidak boleh dilakukan

Penyelesaian sengekta atas wanprestasi yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik dapat pula dilakukan secara non litigasi, antara lain: 1. Proses adaptasi atas kesepakatan antara para pihak sebagaimana

dituangkan dalam perjanjian jual beli yang dilakukan melalui media internet tersebut. Maksud adaptasi ini adalah para pihak dapat secara

(11)

sepakat dan bersama-sama merubah isi perjanjian yang telah dibuat, sehningga perbuatan salah satu pihak yang semua dianggap sebagai wanprestasi.

2. Negoisasi yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa, baik para pihak secara langsung maupun melalui perwakilan masing-masing pihak.

3. Mediasi merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa di luar pengadilan, dengan perantara pihak ketiga/mediator yang berfungsi sebagai fasilitator, tanpa turut campur terhadap putusan yang diambil oleh kedua pihak.

4. Konsiliasi, juga merupakan cara penyelesaian sengekta di luar pengadilan, namun mirip pengadilan sebenarnya, dimana ada pihak-pihak yang dianggap sebagai hakim semu.

5. Arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa secara non litigasi, dengan bantuan arbiter yang ditunjuk oleh para pihak sesuai bantuan arbitger yang ditunjuk oleh para pihak sesuai bidangnya. Di Indonesia telah ada lembaga khusus arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Putusan arbitrase memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim di pengadilan, dan atas putusan arbitrase ini tidak dapat dilakukan upaya hukum baik banding maupun kasasi.

(12)

B. Hambatan Dalam Pelaksanaan Penyelesaian Wanprestasi Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui Internet (E-commerce) menurut KUHPerdata

Pada transaksi jual beli secara elektronik terdapat beberapa kendala yang sering muncul anatar lain :

1. Pilihan hukum (choise of law) dalam rangka penyelesaian sengketa yang timbul, walaupun pada perjanjian biasanya telah dicantumkan mengenai pilihan hukum ini, tapi pada kenyataannya masalah baru justru muncul dalam hal penentuan mengenai hukum mana yang akan digunakan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Meskipun komunikasi antara para pihak yang terkait dalam proses jual beli secara elektronik ini dapat dilakukan melalui media internet, namun tidak seefektif dan seefisien komunikasi yang dilakukan secara langsung bertatap muka. dalam transaksi jual beli secara elektronik.

2. Proses pembuktian adanya suatu wanprestasi agak sulit untuk dilakukan, karena masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi jual beli melalui internet ini tidak berhadapan secara langsung, baik masih dalam ruang lingkup satu negara bahkan tidak menutup kemungkinan masing-masing pihak berada pada negara yang berbeda, sementara untuk dapat dinyatakan sebagai wanprestasi harus memenuhi unsur-unsur sebagaimana telah diatur dalam pasal 1236-1243 KUHPerd dalam hal terjadi wanprestasi dan wanprestasi khusus yang masing-masing memiliki konsekuensi dan durasi pengajuan gugatan yang berbeda. Sedangkan gugatan ganti kerugian diatur

(13)

dalam pasal 1243-1252 KUHPerd. Pada kenyataannya penyelesaian sengketa dalam transaksi jual beli secara elektronik dapat dilakukan melalui media internet, tetapi tetap harus mengikuti ketentuan dalam penyelesaian sengketa yang berlaku, dan hal ini menjadi kendala pula sehingga pada akhirnya proses pembuktian adanya perbuatan melawan hukum tersebut sulit untuk dibuktikan.

3. Minimnya pengetahuan dan keahlian pihak-pihak yang berwenang menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam dunia maya, khususnya transaksi jual beli secara elektronik.

4. Sulitnya pelaksaan putusan dari suatu proses penyelesaian sengketa atas perbuatan melawan hukum dalam transaksi jual beli secara elektronik ini, karena walaupun sengketa yang ada dapat diselesaikan baik secara litigasi maupun secara non litigasi, namun pelaksanaan putusannya terkadang membutuhkan daya paksa dari pihak berwenang, dalam hal ini lembaga peradilan yang mengadili kasus tersebut, sementara para pihak yang bersengketa mungkin berada dalam wilayah yang berbeda, dengan demikian secara teknis akan menimbulkan kesulitan, karena daya paksa yang dimaksud harus diberikan secara langsung tanpa melalui internet. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penyelesaian gugatan wanprestasi dalam transaksi jual-beli melalui internet (E-commerce) menurut KUHPerdata.

(14)

Wanprestasi yang terjadi dalam transaksi e-commerce pada umumnya dilakukan oleh pelaku usaha. Dalam hal terjadinya wanprestasi tersebut, pelaku usaha wajib melakukan ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen. Apabila pelaku usaha tidak bertanggungjawab terhadap perbuatan wanprestasi nya tersebut, maka konsumen dapat menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan tersebut, yakni KUHPerdata, UUPK dan UU ITE. Selain itu, konsumen dapat menempuh jalur pidana dengan melakukan pelaporan terhadap pihak yang berwajib dengan tuduhan tindak pidana penipuan. 2. Hambatan dalam pelaksanaan penyelesaian wanprestasi dalam transaksi

jual-beli melalui internet (E-commerce) menurut KUHPerdata

a. Pilihan hukum (choise of law) dalam rangka penyelesaian sengketa yang timbul, walaupun pada perjanjian biasanya telah dicantumkan mengenai pilihan hukum ini.

b. Minimnya pengetahuan dan keahlian pihak-pihak yang berwenang menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam dunia maya, khususnya transaksi jual beli secara elektronik.

c. Sulitnya pelaksaan putusan dari suatu proses penyelesaian sengketa atas wanprestasi dalam transaksi jual beli secara elektronik ini, karena walaupun sengketa yang ada dapat diselesaikan baik secara litigasi maupun secara non litigasi, namun pelaksanaan putusannya terkadang membutuhkan daya paksa dari pihak berwenang.

(15)

B. Saran

1. Wanprestasi yang timbul dalam transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet dapat diselesaikan baik secara litigasi ataupun secara non litigasi, sesuai kesepakatan para pihak, sehingga tidak ada kekosongan hukum yang dapat berakibat menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.

2. Upaya hukum penyelesaian sengketa tentang transaksi elektronik lebih memilih melalui lembaga arbitrase, untuk itu agar hukum Indonesia yang dipilih dan lembaga arbitrase Indonesia yang ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa, hendaknya dalam memutus perkara keadilan perlu mendapat perhatian.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Eva Novianty, 2011, Analisa Ekonomi, FH UI,

Haris Faulidi Asnawi, 2004, Transaksi Bisnis E-commerce Perspektif Islam, Yogyakarta: Magistra Insania Pres

MA. Moegni Djojodirjo, 1982, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita

Panggih P Dwi Atmojo, 2002, Internet Untuk Bisnis I, Yogyakarta: Dirkomnet Training

R. Subekti dan R. Tjitrisudibio, 1992, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita,.

Rachmat Setiawan, 1982, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Bandung:Alumni

Riduan Syahrani, 2000, Seluk Beluk Dan Asas Asas Hukum Perdata, Cet.VI, Bandung: Alumni,.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penalitian Hukum. Jakarta : UI Press. _______________. 2006. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas ndonesia (UI-Press).

Prodjodikor,oWirjono, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Sumur Bandung, 1991.

Situmorang, Victor M. dan Cormentyna Sitanggang, Gross Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta1993.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980. Subekti,Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2004.

Syahrani, Riduan, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung:Alumni, 1992.

(17)

Syahrani, Riduan, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1989.

Vollmar, Inleiding tot de studie van het Nederlands Burgerlijk Recht, Terjemahan Adiwimarta, Gajahmada, Yogyakarta, 1962.

Winarno Surakhmad. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung ; Tarsito Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 48 tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman

Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

INTERNET:

www.progresifjaya.com/NewsPage.php?, diakses pada tanggal 30 September

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai wanprestasi dalam jual beli secara elektronik ( e-commerce ) serta untuk mengetahui perlindungan hukum

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan E-commerce adalah jual-beli yang dilakukan lewat internet sedangkan jual-beli menurut islam adalah jual beli yang dilakukan secara

Dalam melakukan transaksi jual beli secara online (e-commerce), ada beberapa aspek hukum yang harus diperhatikan antara lain ; Perjanjian jual beli, Penawaran dan

Penyelesaian sengketa akibat adanya wanprestasi dalam perjanjian jual beli, dapat dilakukan melalui musyawarah dari para pihak untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban

Penyelesaian sengketa dalam jual beli berbasis internet jika terjadi wanprestasi Beberapa bentuk kecurangan atau bentuk-bentuk daripada wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha

Penyelesaian sengketa dalam jual beli berbasis internet jika terjadi wanprestasi Beberapa bentuk kecurangan atau bentuk-bentuk daripada wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha

60 PERLINDUNGAN HUKUM DALAM TRANSAKSI JUAL BELI HASIL BUMI APABILA TERJADI WANPRESTASI STUDI KASUS DESA GUNUNG SARI, KABUPATEN BULELENG Ni Kadek Dian Yunita Adi Wardani1, Komang

KEABSAHAN TRANSAKSI JUAL BELi MELALUI INTERNET E_COMMERCE DILIHAT DARI BUKU Ill KUHPerdata DAN UNDANG-UNDANG N0.11 TAHUN 2008 TENT ANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Studl K•�u•