National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)
982UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN PARA PIHAK APABILA TERJADI WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI
PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (E- COMMERCE) DI INDONESIA
Gusni Wati1), Fahmi1) , dan Yetti1)
1)
Magister Ilmu Hukum Pascasarjana, Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru Email: [email protected]
Abstract: This research is a type of normative legal research, which discusses the legal remedies of the parties in the Electronic Sales and Purchase Agreement (e-commerce) in Indonesia in the event of a default.
Of the most cases, there are defaults that are carried out by business actors, for example being late in sending goods, incorrectly sending the ordered products, the goods purchased do not match the information displayed or it could be business actors who deliberately intend not to fulfill their obligations. Legal remedies taken by the parties in the event of a default in the sale and purchase agreement transactions via the internet (e-commerce) in Indonesia, namely through litigation and non- litigation. Settlement outside the court is to prioritize the settlement process using the ADR (Arbitration Dispute Resolution) system, mediation, consolidation and negotiation.
Keywords: Sale and Purchase, Default and Agreement
Abstrak: Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yang membahas tentang Upaya Hukum para pihak dalam Perjanjian Jual Beli Secara Elektronik (e-commerce) di Indonesia apabila terjadi wanprestasi.
Dari kebanyakan kasus yang ada wanprestasi dilakukan oleh pelaku usaha misalnya telat mengirimkan barang, salah dalam mengirim produk barang yang dipesan, barang yang dibeli tidak sesuai dengan keterangan informasi yang ditampilkan atau bisa juga pelaku usaha yang dengan sengaja berniat tidak memenuhi kewajibannya. Upaya Hukum yang dilakukan para pihak apabila terjadi wanprestasi dalam transaksi perjanjian jual beli melalui internet (e-commerce) di Indonesia yaitu melalui cara litigasi dan non litigasi. Penyelesaian diluar pengadilan yaitu lebih mengedepankan proses penyelesaian dengan mengunakan sistem ADR (Arbitrase Dispute Resolution), mediasi, konsolidasi dan juga negoisasi.
Kata Kunci: Jual Beli, Wanprestasi dan Perjanjian
Pendahuluan
Perkembangannya akibat globalisasi perdagangan dunia dan kemajuan teknologi, memunculkan sistem jual beli melalui internet (e-commerce). E-commerce bukan hanya perdagangan yang dilakukan melalui media internet saja sebagaimana yang dipahami banyak orang selama ini, melainkan pula meliputi setiap aktifitas perdagangan yang
National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)
983 dilakukan melalui atau menggunakan media elektronik lainnya. E-commerce pada prakteknya banyak diartikan dengan perdagangan yang dilakukan dengan menggunakan internet.Dengan pesatnya perkembangan zaman, kebutuhan manusia pun semakin meningkat di segala bidang termasuk dalam kebutuhan belanja yang cepat dan mudah bagi sebagian orang yang cukup sibuk sehingga tidak memungkinkan untuk berbelanja di tempat umum (secara langsung/konvensional). Pada saat ini kegiatan berbelanja mengambil peran yang penting dalam hidup manusia khusunya berbelanja online, karena dengan berbelanja online dianggap memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas dan juga membantu mengatur pengeluaran. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah situs jual beli online, baik dalam penjualan barang elektronik, pakaian, dan juga kebutuhan sehari-hari
Keunikan pengaturan tentang e-commerce yaitu pelaku usaha dan konsumen tidak berhubungan secara langsung dan tidak membuat kesepakatan secara langsung. Aspek ini merupakan kelemahan terutama apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dan mengabaikan hak-hak konsumen sebagaimana sudah diatur dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999.
E-commerce merupakan salah satu bentuk transaksi perdagangan yang paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Melalui transaksi perdagangan ini konsep pasar tradisional (dimana penjual dan pembeli secara fisik bertemu) berubah menjadi konsep telemarketing (perdagangan jarak jauh melalui internet) e-commerce pun telah mengubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang diinginkannya. Hubungan dagang tersebut harus dilandasi dengan perjanjian.
Sehingga hak dan kewajiban para pihak dapat diatur secara tertulis untuk menghindari resiko dikemudian hari.
Pada suatu kontrak atau perjanjian harus terpenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Pada suatu kontrak atau perjanjian, sering terjadi permasalahan wanprestasi dalam kontrak antara para pihak. Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan atau lalai melaksanakan prestasi (kewajiban) yang menjadi objek perjanjian antara mereka dalam kontrak.
Pada pelaksanaannya jual beli melalui internet seringkali terjadi masalah yang terkadang diakibatkan oleh kesalahan pembeli maupun penjual. Biasanya persoalan atau permasalahan yang sering dijumpai dalam perjanjian jual beli melalui internet adalah sangat rentan terjadinya wanprestasi.
Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan mencari pemecahan masalah tersebut dengan mengadakan penelitian yang berjudul: upaya hukum yang dilakukan para pihak apabila terjadi wanprestasi dalam transaksi perjanjian jual beli melalui internet (e-commerce) di Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yang membahas tentang Upaya Hukum para pihak dalam Perjanjian Jual Beli Secara Elektronik (e-commerce) di Indonesia apabila terjadi wanprestasi. Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan Undang-Undang/yuridis yang digunakan untuk mengkaji dan menganalisa Undang-Undang atau peraturan yang terkait dengan Wanprestasi.
National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)
984 Hasil dan PembahasanPermasalahan yang sering timbul dalam jual beli secara e-commerce di masyarakat selalu mengalami kerugian, hal ini di sebabkan dari hasil jual beli online ini tidak sesuai dengan harapan atau tidak sempurna yang menyebabkan konsumen tidak memiliki rasa puas atas barang yang di pesan. Seperti contoh transaksi jual e- commerce dimana iklan suatu barang atau jasa yang tidak sesuai dengan wujud asli atau realitanya sampai kepada barang atau jasa tidak diterima konsumen, dan lain sebagainya. Disini pelaku usaha telah melanggar perjanjian yang telah disepakati sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Hal inilah yang memulai protes konsumen yang pada akhirnya pihak pembeli atau konsumen yang akhirnya meminta pertanggung jawaban kepada pelaku usaha. Pertanggung jawaban itu sering kali berupa permintaan ganti rugi dengan pengambilan sejumlah uang yang sudah dibayarkan konsumen kepada pelaku usaha.
Di dalam setiap pekerjaan selalu ada 2 (dua) macam subyek hukum, yang masing- masing subyek hukum mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik dalam pelaksanaan perjanjian yang dibuatnya. Apabila salah satu subyek tidak melaksanakan apa yang semestinya dilakukan sesuai dengan dalam perjanjian maka perbuatan tersebut dikatakan wanprestasi. Wanprestasi memiliki empat macam, yaitu : (a) tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, (b) melaksanakan apa yang di janjikan tetapi terlambat, (c) melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, (d) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dari kebanyakan kasus yang ada wanprestasi dilakukan oleh pelaku usaha misalnya telat mengirimkan barang, salah dalam mengirim produk barang yang dipesan, barang yang dibeli tidak sesuai dengan keterangan informasi yang ditampilkan atau bisa juga pelaku usaha yang dengan sengaja berniat tidak memenuhi kewajibannya. Upaya konsumen untuk menuntut ganti rugi dapat dilakukan melalui cara :
a. Litigasi
Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK diatur mengenai penyelesaian sengketa konsumen melalui peradilan. Pasal 45 berbunyi: Pasal 45 (1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. (2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
b. Non Litigasi
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa selain jalur peradilan lazim disebut dengan alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution) disingkat (ADR). Pasal 1 butir 10 UndangUndang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa:
“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.
Simpulan
Upaya Hukum yang dilakukan para pihak apabila terjadi wanprestasi dalam transaksi perjanjian jual beli melalui internet (e-commerce) di Indonesia yaitu melalui cara litigasi dan non litigasi. Penyelesaian diluar pengadilan yaitu lebih mengkedepankan proses penyelesaian dengan mengunakan sistem ADR (Arbitrase Dispute Resolution), mediasi, konsolidasi dan juga negoisasi. Mekanisme melalui pengadilan yaitu proses
National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022)
985 pengajuan gugatan melalui lembaga pengadilan umum, dari tingkat Pengadilan Negeri sampai kasasi ke Mahkamah Agung.Daftar Pustaka