• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Pengujian Hardware

4.2.2. Pengujian Rangkaian Driver Solenoid 1 dan 2

PORTA=0xff; //port yang digunakan = port A

//nilai 0xff = mula-mula nilai port A.7– A.0 logika 1 DDRA=0xff; //fungsi port sebagai fungsi output

while(1) //pengulangan {

PORTA=0x0f; //output port A.0 – A.3 pada logika 1 (LED terhubung A.0 – A.3 padam )

//ouput port A.4 – A.7 pada logika 0 (LED terhubung A.4– A.7 menyala)

}; }

  Program di atas juga diuji pada port B, port C, dan port D minimum sistem yaitu dengan cara mengganti listing program pada output port B, port C, dan port D. Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa minimum sistem ATMega8535 telah berhasil dan sesuai dengan yang dirancangkan.

Gambar 4.6. Hasil Pengujian Minimum Sistem dengan Modul LED

4.2.2. Pengujian Rangkaian Driver Solenoid 1 dan 2

Driver solenoid 1 dan 2 hasil perancangan ditunjukan pada gambar 4.7.

Gambar 4.7. Rangkaian Driver Solenoid 1 dan 2

Pengujian rangakaian driver solenoid 1 dan 2 dilakukan dengan cara memberikan input tegangan pada kaki basis transistor atau input driver solenoid sebesar 5 V (sesuai

perancangan) dan memberi catu daya Vcc untuk solenoid sebesar 12 V. Data hasil pengujian rangkaian driver solenoid 1 dan 2 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Pengujian Rangkaian DriverSolenoid 1 dan 2

Keterangan Perancangan Pengukuran 1 Pengukuran 2

Tegangan output driver solenoid (V) 12 12 9,5

Arus IC atau arus solenoid (A) 0,6 0 0,46

Data pengujian dirver solenoid 1 dan dirver solenoid 2 memiliki nilai yang sama, karena pada perancangan, solenoid yang digunakan adalah solenoid dengan tipe yang sama. Data pengukuran 1 merupakan pengukuran tegangan output driver solenoid sebelum driver solenoid dihubungkan dengan solenoid, sedangkan data pengukuran 2 merupakan pengukuran tegangan outputdriver solenoid dan arus pada solenoid setelah driver solenoid dihubungkan dengan solenoid. Berdasarkan tabel 4.1, nilai tegangan outputdriversolenoid mengalami drop tegangan sebesar 2,5 V setelah driver solenoid dihubungkan dengan solenoid. Penurunan tegangan pada transistor disebabkan ketidakmampuan transistor sebagai saklar dengan beban RC yang kecil yaitu beban hambatan dalam solenoid sebesar 20 Ω. Beban RC yang kecil menyebabkan arus IC pada transistor menjadi besar. Transistor BD 139 memiliki IC maksimal 1,5 A (datasheet), tetapi pada kenyataan nilai tersebut tidak mampu terpenuhi oleh transistor BD 139, sehingga menyebabkan drop tegangan.

Dari hasil pengujian, ketika driver solenoid diberi tegangan masukan 5 V, output driver solenoid yang telah dihubungkan solenoid menghasilkan tegangan 9,5 V dan arus sebesar 0,46 A. Tegangan dan arus tersebut sudah mampu menggerakan solenoid, maka dapat disimpulkan bahwa perancangan driver solenoid 1 dan 2 telah berhasil dan dapat berfungsi sesuai dengan yang dirancangkan.

Pada pengujian driver solenoid untuk menggerakkan solenoid 1, solenoid terasa panas (suhu 78°C pengukuruan menggunakan termometerdigital), karena solenoid berada pada kondisi aktif yang lama sebagai penguci kotak perekam. Panas diakibatkan karena daya yang diserap solenoid 1. Untuk menghindari kerusakan solenoid 1 akibat panas, maka daya yang masuk solenoid 1 perlu dikurangi. Pengurangan daya dapat dilakukan dengan mengurangi arus atau tegangan yang masuk ke solenoid 1. Untuk mengurangi daya masuk solenoid dapat dilakukan dengan 2 cara, yang pertama mengubah nilai RB pada

driver solenoid dengan nilai yang lebih besar dan yang kedua menambah hambatan RC. Penambahan nilai RB yang lebihbesar akan mengurangi arus IC yaitu arus yang masuk solenoid (persamaan 2.3 dan 2.5). Nilai RB pada perancangan awal adalah 2000 Ω. Penambahan nilai hambatan RC juga akan mengurangi arus IC (persamaan 2.7). Penambahan nilai RC dilakukan dengan cara menseri solenoid dengan resistor. Nilai RC pada perancangan awal adalah 20 Ω (hambatan dalam solenoid). Penulis mencoba membadingkan perbedaan dari keduanya. Data tabel 4.2 dan 4.3 merupakan data hasil pengukuran perubahan RB dan penambahan RC pada hardware.

Tabel 4.2. Pengaruh Perubahan Nilai RB terhadap Panas Solenoid

Nilai RB Tegangan Solenoid Arus Solenoid Daya Solenoid Suhu

Solenoid Status Solenoid

3000 Ω 8,45 V 390 mA 3,30 W 68°C Aktif

4500 Ω 7,26 V 295 mA 2,14 W 62°C Aktif

7200 Ω 4,62 V 228 mA 1,05 W 43°C Aktif

7700 Ω 4,25 V 202 mA 0,86 W 42°C

Tidak Aktif (Arus dan tegangantidak

mencukupi) Tabel 4.3. Pengaruh Penambahan Nilai RC terhadap Panas Solenoid

Penambahan Nilai RC Tegangan Solenoid Arus Solenoid Daya Solenoid Suhu

Solenoid Status Solenoid

10 Ω 7,60 V 343 mA 2,61 W 60°C Aktif

22 Ω 5,60 V 265 mA 1,48 W 45°C Aktif

33 Ω 4,38 V 221 mA 0,97 W 35°C Aktif

39 Ω 3,95 V 192 mA 0,76 W 35°C

Tidak Aktif (Arus dan tegangantidak

mencukupi) Berdasarkan data tabel 4.2 dan 4.3, untuk menurunkan panas pada solenoid, kedua-duanya dapat digunakan yaitu perubahan nilai RB atau penambahan nilai RC. Akan tetapi pada pengujian, penulis juga mengamati kerja transistor. Penambahan nilai RB tidak berpengaruh besar terdahap kerja transistor, sedangkan perubahan nilai RC mempengaruhi kerja transistor (diamati dari panas yang dihasilkan transistor sebagai saklar). Panas

transistor diatas 100°C pada pengujian setiap perubahan nilai hambatan RB, sedangkan pada pengujian penambahan nilai RC, semakin besar nilai RC panas pada transistor semakin menurun. Hal ini dikarenakan jika transistor BD 139 memiliki batasan arus IC, semakin besar RC maka arus IC yang melewati transistor semakin kecil (persamaan 2.7). Dari hasil percobaan tersebut, maka untuk menurunkan panas pada solenoid dan panas pada transistor, penulis menambahkan RC pada driver solenoid 1sebesar 33 Ω yang dipasang secara seri dengan solenoid 1, sedangkan RB yang digunakan sama dengan perancangan yaitu 2 kΩ. Berikut gambar rangkaian penambahan RC pada driver solenoid 1.

Gambar 4.8. Penambahan RC pada Driver Solenoid 1

Penambahan RC sebesar 33 Ω menghasilkan penurunan panas pada solenoid 1 menjadi 35°C dan panas pada transistor menjadi 36°C. Penambahan nilai RC 33 Ω merupakan hambatan resistor maksimal yang ada dipasaran dengan kondisi solenoid masih bisa bekerja (sesuai tabel 4.3). Daya RC pada driver solenoid 1 dirumuskan dengan W= I2R = 2212 mA x 33 Ω = 1,61 Watt, I adalah arus yang mengalir pada RC (hasil pengukuran). Pada pengujian driver solenoid 1, penggunaan resistor dengan daya yang mendekati daya RC menghasilkan panas yang tinggi (diatas 50°C). Untuk itu penulis mencoba menggunakan daya resistor yang lebih besar dengan nilai daya resistor yang ada dipasaran. Data tabel 4.4 merupakan hasil pengujian daya resistor yang digunakan terhadap panas yang dihasilkan resistor.

Tabel 4.4.Penggunaan Daya Resistor terhahap Panas Resistor

Daya Resistor Panas pada Resistor

5 Watt 68°C

10 Watt 61°C

15 Watt 55°C

20 Watt 45°C

Berdasarkan tabel 4.4, daya resistor yang digunakan untuk penambahan nilai RC pada rangkaian diver solenoid 1 adalah 20 Watt. Hal ini dikarenakan dengan penggunaan daya resistor 20 Watt, panas yang dihasilkan resistor lebih rendah yaitu 45°C. Panas yang lebih rendah pada resistor akan membuat umur resistor bertahan lebih lama. Daya resistor 20 Watt adalah daya maksimal resistor yang ada dipasaran.

Dokumen terkait