• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Sifat Antidiare dan Antioksidatif dari Yogurt Sinbiotik Formula

III. METODE PENELITIAN

3.2 METODE

3.2.2 Pengujian Sifat Antidiare dan Antioksidatif dari Yogurt Sinbiotik Formula

Analisis untuk mengetahui sifat antidiare dari yogurt sinbiotik terbaik (yogurt sinbiotik F3), adalah pengamatan terhadap penampakan feses, kadar air feses, dan kenaikan berat badan tikus percobaan. Sementara itu, untuk mengetahui sifat antioksidatif dari yogurt sinbiotik terbaik, dilakukan analisis profil enzim superoksida dismutase (SOD) pada hati dan ginjal tikus percobaan dengan teknik pewarnaan imunohistokimia.

3.2.2.1

Ransum

Komposisi ransum disusun berdasarkan standar AOAC yaitu mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, serat, dan air. Komposisi (sumber dan jumlah) ransum untuk tikus percobaan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi ransum standar

Keterangan: komposisi ransum dihitung berdasarkan Muchtadi et al. (1992); *komposisi atau data proksimat kasein (Alacid Acid Casein) untuk pembuatan ransum tikus percobaan berdasarkan sertifikat analisis terdiri atas

97.4% protein (basis kering) atau 86.0% protein (basis basah), 1.8% abu, 11.6% air, 1.1% lemak, dan < 0.1% laktosa.

Komponen Sumber Jumlah

(% b/b)

Komposisi (g) dalam 100 g

ransum

Protein *Kasein 10 11.87

Lemak Minyak jagung 8 7.87

Mineral Campuran mineral 5 4.79

Vitamin Campuran vitamin 1 1

Serat Carboxymethylcellulose (CMC) 1 1

Air Air 5 3.62

3.2.2.2

Perlakuan terhadap Hewan Percobaan Perlakuan terhadap Hewan Percobaan

Tikus percobaan (70 ekor) dibagi menjadi enam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 15 ekor tikus sebagai ulangan, kecuali kelompok baseline dan kelompok yogurt standar, yang masing- masing terdiri dari lima ekor tikus (Tabel 3). Sebelum perlakuan, dilakukan adaptasi tikus terhadap lingkungan selama tiga hari dengan pemberian ransum standar terhadap semua tikus.

Tikus percobaan (70 ekor) dibagi menjadi enam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 15 ekor tikus sebagai ulangan, kecuali kelompok baseline dan kelompok yogurt standar, yang masing- masing terdiri dari lima ekor tikus (Tabel 3). Sebelum perlakuan, dilakukan adaptasi tikus terhadap lingkungan selama tiga hari dengan pemberian ransum standar terhadap semua tikus.

Kelompok baseline merupakan kondisi awal tikus percobaan sebelum diberikan perlakuan (pemberian sampel yogurt dan/atau injeksi EPEC). Oleh karena itu, kelompok baseline ini terdiri atas lima ekor tikus dan dibedah setelah masa adaptasi.

Kelompok baseline merupakan kondisi awal tikus percobaan sebelum diberikan perlakuan (pemberian sampel yogurt dan/atau injeksi EPEC). Oleh karena itu, kelompok baseline ini terdiri atas lima ekor tikus dan dibedah setelah masa adaptasi.

Setelah perlakuan, dilakukan proses terminasi seperti yang terdapat pada Gambar 4. Setelah perlakuan, dilakukan proses terminasi seperti yang terdapat pada Gambar 4.

Keterangan: Keterangan: T0

T0 = = terminasi awal (5 ekor tikus) → kelompok baseline (** = 5 ekor tikus tersebut mewakili kelima kelompok perlakuan).

terminasi awal (5 ekor tikus) → kelompok baseline (** = 5 ekor tikus tersebut mewakili kelima kelompok perlakuan).

T1

T1 = = terminasi hari ke-8 (5 ekor tikus setiap kelompok) → kelompok kontrol negatif, yogurt sinbiotik, yogurt sinbiotik + EPEC, dan kontrol positif.

terminasi hari ke-8 (5 ekor tikus setiap kelompok) → kelompok kontrol negatif, yogurt sinbiotik, yogurt sinbiotik + EPEC, dan kontrol positif.

T2

T2 = = terminasi hari ke-15 (5 ekor tikus setiap kelompok) → kelompok kontrol negatif, yogurt sinbiotik, yogurt sinbiotik + EPEC, dan kontrol positif.

terminasi hari ke-15 (5 ekor tikus setiap kelompok) → kelompok kontrol negatif, yogurt sinbiotik, yogurt sinbiotik + EPEC, dan kontrol positif.

T3

T3 = = terminasi hari ke-22 (5 ekor tikus setiap kelompok) → kelompok kontrol negatif, yogurt sinbiotik, yogurt sinbiotik + EPEC, kontrol positif, dan yogurt standar.

terminasi hari ke-22 (5 ekor tikus setiap kelompok) → kelompok kontrol negatif, yogurt sinbiotik, yogurt sinbiotik + EPEC, kontrol positif, dan yogurt standar.

*

* = = kelompok yogurt standar hanya mengalami satu kali terminasi, yaitu pada hari ke-22 (T3). kelompok yogurt standar hanya mengalami satu kali terminasi, yaitu pada hari ke-22 (T3).

Awal

T0

Kelompok yogurt sinbiotik+EPEC dan kontrol positif: cekok EPEC

T1

**Semua kelompok: ransum standar

T2 T3

(H1) (H8) (H15) (H22)

Kelompok kontrol negatif dan kontrol positif: ransum standar

Kelompok yogurt sinbiotik dan yogurt sinbiotik+EPEC: cekok yogurt sinbiotik

*Kelompok yogurt standar: cekok yogurt standar

Gambar 4. Bagan perlakuan dan terminasi kelompok tikus percobaan Gambar 4. Bagan perlakuan dan terminasi kelompok tikus percobaan

Tabel 3. Kelompok tikus percobaan berdasarkan perlakuan yang diberikan

Keterangan:

No. Kelompok Tikus Perlakuan

1. Kontrol negatif: 15 ekor

Tikus normal yang hanya diberi ransum standar dan akuades

2. Yogurt sinbiotik: 15 ekor

Tikus yang diberi ransum standar dan yogurt sinbiotik 3. Yogurt sinbiotik + EPEC:

15 ekor

Tikus yang diberi ransum standar dan yogurt sinbiotik, tetapi diselingi dengan intervensi EPEC

4. Kontrol positif: 15 ekor

Tikus yang diberi ransum standar dan intervensi EPEC 5. Yogurt standar:

5 ekor

Tikus yang diberi ransum standar, diiringi pemberian yogurt standar

- Yogurt sinbiotik adalah yogurt formula terbaik (formula 3) dari hasil penelitian tahap 1.

- Yogurt standar adalah yogurt yang mengandung L. bulgaricus dan S. thermophilus serta prebiotik FOS seperti yogurt formula 1 pada penelitian tahap 1.

- Yogurt diberikan secara oral sebanyak 1 ml/hari (dengan populasi BAL sebanyak 109 cfu/ml) menggunakan sonde mulai hari ke-1 (mulai perlakuan) sampai hari ke-21 (akhir perlakuan).

- Intervensi EPEC (penyebab diare) dilakukan dengan populasi 107 cfu/ml sebanyak 1 ml/hari selama 7 hari (hari ke-8 sampai hari ke-14) secara oral menggunakan sonde.

- Kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan oral yogurt dan/atau intervensi EPEC, diberikan air minum secara oral menggunakan sonde agar kondisi stresnya sama (perlakuan secara oral menggunakan sonde [pencekokan] menyebabkan stres).

- Bobot badan tikus ditimbang setiap tiga hari sekali.

- Setiap hari ransum diberikan kepada masing-masing tikus sebanyak 20 g (ad libitum) dan sisa ransumnya ditimbang setiap hari.

3.2.2.3

Pengamatan Feses Tikus Percobaan

Feses tikus percobaan diambil langsung dari anus tikus dan ditampung dalam plastik klep. Pengambilan feses dilakukan dari setiap tikus pada hari ke-20 dan 21, kemudian disatukan berdasarkan kelompoknya. Kemudian, feses tersebut diambil sebagian untuk diamati penampakannya dan sebagian lagi untuk dianalisis kadar airnya.

a.

Penampakan Feses

Feses dari masing-masing kelompok tikus percobaan yang telah diambil diamati bentuknya, warnanya, dan tingkat kelembekannya.

b.

Kadar Air Feses (Wrolstad et al. 2005)

Sampel feses ditimbang berat awalnya. Lalu sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam atau hingga beratnya konstan. Kemudian sampel tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali sebagai sampel feses kering sehingga kadar airnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Kadar air feses (g/100 g basis basah) = ௐିሺௐଵିௐଶሻ

ௐ ൈ ͳͲͲ

Keterangan: W = bobot sampel sebelum dikeringkan (g), W1 = bobot sampel + cawan kering (g), W2 = bobot cawan kosong (g)

3.2.2.4

Pengamatan Anus Tikus Percobaan

Pengamatan terhadap anus tikus percobaan dilakukan pada hari ke-20 dengan mengamati tingkat kemerahan anus tikus secara visual.

3.2.2.5

Pengukuran Kenaikan Berat Badan Tikus Percobaan

Berat badan masing-masing tikus ditimbang setiap tiga hari sekali. Setelah itu, dilakukan penghitungan kenaikan berat badannya.

3.2.2.6

Analisis Kandungan Enzim Superoksida Dismutase (SOD) pada

Jaringan Hati dan Ginjal secara Imunohistokimia (Kiernan 1990,

Wresdiyati et al. 2002)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui efek yogurt sinbiotik terhadap kandungan SOD (antioksidan intraseluler) pada jaringan hati dan ginjal tikus yang dipapar oleh bakteri penyebab diare (EPEC) pada terminasi hari ke-8, 15, dan 22.

Analisis SOD ini diawali dengan proses pembuatan sediaan (Lampiran 3). Pertama-tama, dilakukan pengambilan sampel jaringan hati/ginjal tikus. Lalu, hati/ginjal tikus tersebut dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9%. Kemudian, jaringan tersebut difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam untuk mencegah terjadinya autolisis. Jaringan hati/ginjal lalu dipotong (di-trimming) dengan ukuran kurang lebih 0.5 cm3 dan didehidrasi.

Proses dehidrasi (penarikan molekul air dari dalam jaringan) dilakukan dengan merendam jaringan ke dalam alkohol bertingkat sebelum dilakukan embedding dalam parafin. Pada tahap dehidrasi, alkohol yang digunakan secara berturut-turut adalah alkohol 70, 80, 90, dan 95%, masing- masing perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah itu, tahap dehidrasi ini dilanjutkan dengan menggunakan alkohol absolut I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam.

Tahap berikutnya adalah tahap penjernihan (clearing). Pada tahap ini, sampel yang telah didehidrasi dimasukkan ke dalam xylol I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam. Selanjutnya, dilakukan tahap infiltering (infiltrasi) dengan memasukkan sampel ke dalam parafin I, II, dan III, masing-masing selama 1 jam, yang dilakukan di dalam inkubator dengan suhu 60°C. Setelah itu, dilakukan tahap embedding (pencetakan) yaitu penanaman jaringan dalam parafin yang kemudian dibuat menjadi blok-blok jaringan.

Setelah itu, blok parafin yang berisi jaringan hati/ginjal disayat menggunakan mikrotom putar (rotary microtome) dengan ketebalan 4 µm. Kemudian, sayatan tersebut diletakkan pada gelas objek untuk kemudian diwarnai dengan teknik pewarnaan imunohistokimia. Untuk pewarnaan imunohistokimia, gelas objek yang akan digunakan dilapisi (dilem) dengan neophren in toluene

(neophren : toluene = 0.2 ml : 1.8 ml).

Proses pewarnaan imunohistokimia terhadap Cu, Zn-SOD diawali dengan inkubasi di dalam oven 60ºC selama 5 menit, deparafinasi dengan xylol III-I selama masing-masing 5 menit, rehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol absolut III-I, 95, 90, 80, dan 70%) selama masing-masing 3 menit dan air kran selama 5 menit, serta pencucian dengan aquabidest (stopping point).

Tahap berikutnya adalah penghilangan peroksidase endogen. Pada tahap ini, preparat jaringan tersebut diinkubasikan (dicelupkan) dalam larutan yang mengandung campuran metanol (30 ml) dan H2O2 (0.3 ml) selama 15 menit dalam keadaan gelap. Kemudian, dilakukan pencucian

dengan aquabidest dan PBS (Phosphate Buffered Saline), masing-masing sebanyak dua kali (selama 10 menit).

Setelah itu, setiap preparat ditetesi dengan normal serum untuk memblok antigen nonspesifik dan diinkubasi pada suhu 40°C selama 60 menit. Lalu, preparat dicuci dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit.

Tahap berikutnya adalah masing-masing preparat ditetesi dengan antibodi primer/monoklonal Cu, Zn-SOD, lalu diinkubasi dalam refrigerator (4ºC) selama dua malam (44 jam). Selanjutnya, dilakukan pencucian dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 10 menit. Setelah itu, preparat tersebut ditetesi dengan antibodi sekunder Dako Envision Peroxidase System pada kondisi gelap, kemudian diinkubasi pada suhu 40°C selama 60 menit. Lalu, preparat dicuci kembali dengan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit.

Setelah itu, untuk visualisasi, preparat ditetesi pada kondisi gelap dengan larutan kromogen

diamino benzidine (DAB) yang telah ditambahkan dengan H2O2 selama 30 menit. Lalu, sediaan tersebut dicuci dengan aquabidest (stopping point). Kemudian, dilakukan pengecekan di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah jaringan sudah terwarnai dengan cukup oleh larutan kromogen.

Preparat tersebut kemudian diwarnai (di-counterstain) dengan hematoksilin agar terlihat warna yang kontras antara sel (inti sel) yang mengadung SOD dan yang tidak. Lalu preparat tersebut dicelupkan ke dalam aquabidest untuk memperkuat warna biru yang dibentuk oleh hematoksilin.

Setelah itu, proses ini diakhiri dengan tahap dehidrasi, clearing, dan mounting (dengan entellan). Kemudian, preparat imunohistokimia siap untuk diamati di bawah mikroskop dan difoto. Diagram alir prosedur pewarnaan Cu, Zn-SOD secara imunohistokimia terdapat pada Lampiran 4.

Pengamatan terhadap sel-sel penghasil Cu, Zn-SOD dilakukan secara kualitatif terhadap reaksi positif pada jaringan hati/ginjal dengan membandingkan intensitas warna coklat yang terbentuk dan distribusinya pada seluruh bagian preparat jaringan yang diamati. Semakin tua warna coklat pada jaringan hati/ginjal, semakin tinggi kandungan enzim Cu, Zn-SOD pada jaringan tersebut. Namun, pengamatan kualitatif ini dapat dibuat menjadi kuantitatif dengan menghitung jumlah inti sel dengan berbagai intensitas warna coklat pada beberapa bagian (bidang pandang) preparat. Penghitungan jumlah inti sel hati dan tubuli renalis ginjal masing-masing dilakukan pada tiga bidang pandang dari setiap sampel jaringan hati/ginjal.

Perbedaan intensitas warna yang terbentuk akibat reaksi yang terjadi terbagi menjadi reaksi positif dan negatif. Warna coklat menunjukkan reaksi positif terhadap enzim Cu, Zn-SOD atau berarti sel tersebut mengandung enzim Cu, Zn-SOD. Perbedaan kandungan enzim Cu, Zn-SOD pada inti sel hati dan tubuli renalis ginjal dikelompokkan atas:

a. Positif kuat (+++) yang ditunjukkan dengan warna coklat tua. b. Positif sedang (++) yang ditunjukkan dengan warna coklat sedang.

c. Positif lemah (+) yang ditunjukkan dengan warna coklat yang bercampur dengan biru. d. Negatif (-) yang ditunjukkan dengan warna biru.

Tanda positif menunjukkan keberadaan enzim Cu, Zn-SOD. Semakin banyak tanda positifnya (+) berarti semakin tinggi kandungan Cu, Zn-SOD-nya. Kemudian hasil pengamatan kandungan enzim Cu, Zn-SOD dari hati dan ginjal secara kuantitatif pada masing-masing hari terminasi (hari ke-8, 15, dan 22) dianalisis secara statistika dengan analisis sidik ragam (Anova) dan uji lanjut Duncan.

Dokumen terkait