• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN SIFAT ANTIDIARE DAN ANTIOKSIDATIF DAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 PENGUJIAN SIFAT ANTIDIARE DAN ANTIOKSIDATIF DAR

YOGURT SINBIOTIK FORMULA TERBAIK (IN VIVO)

Sifat antidiare dari yogurt sinbiotik formula 3 ditunjukkan oleh penampakan feses dan anus, kadar air feses, dan rata-rata kenaikan berat badan tikus percobaan. Sementara itu, sifat antioksidatif dari yogurt sinbiotik formula 3 ditunjukkan oleh kandungan enzim superoksida dismutase (SOD) pada hati dan ginjal tikus percobaan.

4.2.1

Penampakan Feses dan Anus Tikus Percobaan

Berdasarkan hasil pengamatan, tikus percobaan mulai mengalami diare pada hari ke-6 setelah infeksi EPEC pertama. Penampakan feses dari masing-masing kelompok tikus pada hari ke-21 dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil pengamatan penampakan feses tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 5.

Kontrol negatif Yogurt sinbiotik Yogurt sinbiotik+EPEC

Kontrol positif Yogurt Standar Gambar 5. Penampakan feses tikus percobaan

Menurut Hartanti (2010), kriteria diare tikus percobaan dibagi menjadi lima golongan, yaitu: a. Feses normal : feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, dan keras.

b. Tanda diare skor 1 : feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, dan agak lembek. c. Tanda diare skor 2 : feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, dan lembek.

d. Tanda diare skor 3 : feses tidak berbentuk bulat maupun lonjong, berwarna agak kecoklatan, sangat lembek, hingga muncul lendir.

e. Tanda diare skor 4 : feses cair, tidak berbentuk, berwarna coklat, hingga muncul lendir. Kondisi feses yang dinyatakan diare adalah feses dengan tanda diare skor 3 dan 4, sedangkan feses dengan tanda diare skor 1 dan 2 masih dinyatakan feses normal (Hartanti 2010).

Berdasarkan penampakan feses tersebut, walaupun mengalami perlakuan infeksi EPEC, penampakan feses dari tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC tergolong feses normal. Selain itu, feses dari tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC juga menunjukkan tanda diare dengan skor yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan feses dari

tikus kelompok kontrol positif. Hal ini memperlihatkan bahwa yogurt sinbiotik memiliki sifat antidiare.

Tabel 5. Hasil pengamatan penampakan feses tikus percobaan

Kelompok

Perlakuan Penampakan Feses Kriteria Diare Kategori Feses

Kontrol negatif -Berbentuk lonjong -Berwarna hitam -Keras

Feses normal Feses normal

Yogurt sinbiotik -Berbentuk lonjong -Berwarna hitam -Keras

Feses normal Feses normal

Yogurt

sinbiotik+EPEC

-Berbentuk lonjong -Berwarna hitam -Lembek

Tanda diare skor 2 Feses normal

Kontrol positif -Tidak berbentuk bulat maupun lonjong -Berwarna agak

kecoklatan -Lembek

Tanda diare skor 3 Feses diare

Yogurt standar -Berbentuk lonjong -Berwarna hitam -Agak lembek

Tanda diare skor 1 Feses normal

Di samping itu, yogurt sinbiotik memiliki sifat antidiare yang lebih baik dibandingkan dengan yogurt standar. Hal ini terlihat dari penampakan feses dari tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik, yang menunjukkan feses normal, dibandingkan dengan penampakan feses dari tikus kelompok yang diberi yogurt standar, yang menunjukkan feses dengan tanda diare skor 1 (walaupun tanpa pemberian EPEC).

Penampakan feses tikus percobaan ini juga didukung oleh penampakan anusnya. Tikus yang mengalami diare menunjukkan anus yang kemerahan. Gambar 6 menunjukkan penampakan anus dari masing-masing kelompok tikus percobaan.

Tikus kelompok kontrol negatif, kelompok yang diberi yogurt sinbiotik, dan kelompok yang diberi yogurt standar memperlihatkan anus yang tidak kemerahan atau dapat dikatakan bahwa area kemerahan pada anusnya relatif tidak luas. Sementara itu, tikus yang mengalami infeksi EPEC, seperti tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC serta kontrol positif memperlihatkan anus yang berwarna kemerahan atau dapat dikatakan bahwa area kemerahan pada anusnya relatif lebih luas. Namun warna merah pada anus dari tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC tidak semerah anus dari tikus kelompok kontrol positif, karena yogurt sinbiotik diduga dapat memperingan kejadian diare. Oleh karena itu, berdasarkan penampakan feses dan anus dari tikus percobaan, yogurt sinbiotik berpotensi memiliki sifat antidiare.

Kontrol negatif Yogurt sinbiotik

Yogurt sinbiotik +EPEC Kontrol positif

Yogurt standar

Gambar 6. Penampakan anus tikus percobaan

4.2.2

Kadar Air Feses

Untuk menunjang data penampakan feses kelompok tikus percobaan, dilakukan pula analisis kadar air feses pada hari ke-20 dan 21. Gambar 7 menunjukkan kadar air feses dari masing-masing kelompok tikus percobaan.

Data ulangan dan hasil uji statistika (Anova dan Duncan) kadar air feses dari masing-masing kelompok tikus percobaan dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, dan 13. Berdasarkan hasil penelitian, kadar air dan penampakan feses menunjukkan korelasi positif. Tikus kelompok kontrol negatif, kelompok yang diberi yogurt sinbiotik, dan kelompok yogurt standar memperlihatkan kadar air feses yang tidak berbeda nyata (p > 0.05) yaitu 55.94, 56.01, dan 63.62%. Hal ini menunjukkan bahwa yogurt sinbiotik dan yogurt standar mampu mempertahankan kondisi feses agar tetap normal (sehat).

Menurut Lee dan Salminen (2009), mikroflora dari orang yang sehat itu aktif secara metabolik dan berperan sebagai mekanisme pertahanan untuk tubuh. Yogurt standar mengandung

S. thermophilus tidak tahan terhadap kondisi asam dan garam empedu yang tinggi sehingga hanya 15% yang dapat melalui lambung dan hanya 1% yang dapat mencapai usus besar. Walaupun demikian, kedua bakteri tersebut masih dapat menunjukkan efek kesehatannya melalui produk-produk metabolitnya selama fermentasi.

50,00 52,00 54,00 56,00 58,00 60,00 62,00 64,00 66,00 68,00

Kontrol Negatif Yogurt Sinbiotik Yogurt Sinbiotik  + EPEC

Kontrol Positif Yogurt Standar

Kadar   Air   Feses   (%) Kelompok Tikus Keterangan:

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (p > 0.05) (Lampiran 12)

Gambar 7. Kadar air feses tikus pada hari ke-20 dan 21

Sementara itu, yogurt sinbiotik, selain mengandung L. bulgaricus dan S. thermophilus, yogurt sinbiotik juga mengandung probiotik L. fermentum 2B4. Menurut Zubillaga et al. (2001), probiotik dapat menjaga keseimbangan mikroflora kolon melalui resistensi kolonisasi. Resistensi kolonisasi ini merupakan suatu cara yang dilakukan oleh probiotik untuk menghambat kolonisasi oleh bakteri lain, seperti berkompetisi dalam nutrisi atau sisi penempelan, menurunkan pH, dan menghasilkan komponen antimikroba (McCracken dan Gaskins 1999). Dengan demikian, dalam keadaan tubuh normal (sehat), baik yogurt sinbiotik maupun yogurt standar mampu menjaga kesehatan tubuh.

Tikus kelompok kontrol positif memiliki kadar air feses yang lebih tinggi (66.87%) secara nyata (p < 0.05) dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol negatif (55.94%) dan kelompok yang diberi yogurt sinbiotik (56.01%) serta menunjukkan penampakan feses diare. Hal ini berarti bahwa infeksi EPEC dapat menyebabkan terjadinya diare. Bakteri enterik patogen penyebab diare bekerja dengan cara melekat dan berpenetrasi ke dalam membran mukus intestinal agar dapat mencapai dan menyerang enterosit (sel epitel usus halus) serta menyebabkan infeksi klinis (Rinkinen et al. 2003). Menurut Janda dan Abbott (2006), EPEC menempel dengan pola localized adherence (LA) di mana EPEC dalam bentuk mikrokoloni menempel dengan kuat pada lokasi-lokasi tertentu dari permukaan sel epitelial dan menyebabkan kerusakan pada mikrovili usus. Kerusakan sel-sel mukosa vili tersebut menyebabkan penurunan kapasitas absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus yang lebih kecil (Muscari 2001). Oleh karena itu, EPEC dapat menyebabkan diare.

Mekanisme perlindungan yang mungkin dari probiotik terhadap patogen antara lain melalui kompetisi penempelan pada sisi ikatan dan nutrien, modulasi imunitas, atau sekresi senyawa

56.01a 55.94a

63.62a,b 64.85b

antimikroba (Collado et al. 2007). Namun, berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa kadar air feses tikus kelompok kontrol positif ini ternyata menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p > 0.05) dengan kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC. Hal ini kemungkinan karena diare yang dialami oleh tikus tersebut adalah diare ringan.

Menurut Muscari (2001), berdasarkan tingkat keparahannya, diare dikelompokkan menjadi diare ringan, diare sedang, dan diare berat. Diare ringan ditandai dengan karakteristik sedikit pengeluaran feses yang encer, tanpa gejala lain. Diare sedang dicirikan dengan karakteristik pengeluaran feses cair atau encer beberapa kali dan terjadi penurunan berat badan. Sementara itu, diare berat ditandai dengan karakteristik pengeluaran feses yang banyak dan terlihat gejala dehidrasi sedang sampai berat. Karena tikus kelompok kontrol positif menunjukkan sedikit pengeluaran feses yang encer, tikus kelompok ini tergolong mengalami diare ringan. Dengan demikian, kadar airnya tikus kelompok kontrol positif tidak berbeda nyata dengan tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC.

4.2.3

Kenaikan Berat Badan Tikus Percobaan

Hasil pengukuran kenaikan berat badan tikus percobaan dan hasil uji statistika (Anova dan Duncan) kenaikan berat badan dari masing-masing kelompok tikus percobaan dapat dilihat pada Lampiran 14, 15, dan 16. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kenaikan berat badan tikus percobaan berkisar antara 6.04 hingga 7.83 gram. Kenaikan berat badan tertinggi terdapat pada tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik (7.83 g), namun nilainya tidak berbeda nyata (p > 0.05) dengan semua perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa infeksi EPEC yang diberikan tidak sampai menyebabkan penurunan berat badan pada tikus percobaan.

Tidak terjadinya penurunan berat badan tersebut sesuai dengan penelitian Hartanti (2010) yang menyatakan bahwa tikus percobaan masih mengalami peningkatan berat badan selama pengujian diare akibat EPEC. Hal tersebut mungkin terjadi karena diare yang dialami tikus memang tidak sampai menyebabkan tikus kekurangan cairan terlalu banyak, tetapi hanya menyebabkan feses lembek, berukuran lebih besar, dan berwarna lebih pucat (Hartanti 2010).

4.2.4

Kandungan Enzim Superoksida Dismutase (SOD) pada Jaringan Hati

Berdasarkan pewarnaan imunohistokimia teradap enzim SOD pada jaringan hati, diperoleh fotomikrograf dan hasil perhitungan inti sel hati. Contoh hasil dari pewarnaan imunohistokimia dari jaringan hati tikus dapat dilihat pada Gambar 8.

Pengamatan kualitatif terhadap jaringan hati pada terminasi hari ke-8 (Lampiran 17) menunjukkan bahwa semua kelompok tikus memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang relatif sama. Kemudian pada terminasi hari ke-15, pengamatan kualitatif (Lampiran 18) menunjukkan bahwa tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan kontrol positif memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, sementara tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Lalu pada terminasi hari ke-22, pengamatan kualitatif (Lampiran 19) menunjukkan bahwa tikus kelompok kontrol negatif dan kelompok yang diberi yogurt sinbiotik memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya, sedangkan tikus kelompok kontrol positif memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang paling rendah. Selain itu, pengamatan kualitatif pada terminasi hari ke-22 juga memperlihatkan

bahwa tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang diberi yogurt standar.

Keterangan:

e.+++ = positif kuat (warna coklat tua) f. ++ = positif sedang (warna coklat sedang)

g.+ = positif lemah (warna coklat yang bercampur dengan biru) h.- = negatif (warna biru)

Gambar 8. Fotomikrograf jaringan hati tikus

Untuk memperjelas pengamatan kualitatif di atas, dilakukan pengamatan kuantitatif terhadap inti sel hati. Hasil perhitungan inti sel hati tikus pada terminasi hari ke-8, 15, dan 21 disajikan pada Tabel 6, sedangkan hasil uji Anova dan diagram batang persentase jumlah inti sel hati tikus yang mengandung SOD dan yang tidak mengandung SOD pada Lampiran 20-32.

Terminasi hari ke-8 menunjukkan bahwa secara statistika, tikus kelompok kontrol negatif, kelompok yang diberi yogurt sinbiotik, kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC, serta kelompok kontrol positif memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang relatif sama. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel hati yang bereaksi positif sedang dan lemah dari keempat kelompok tikus tersebut tidak berbeda nyata (p > 0.05). Tikus kelompok yogurt sinbiotik serta tikus kelompok yogurt sinbiotik + EPEC, yang mendapatkan perlakuan yogurt saja pada hari ke-1 sampai hari ke-7, menunjukkan kandungan Cu, Zn-SOD yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tikus kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini berarti bahwa yogurt sinbiotik mampu mempertahankan kondisi tubuh tetap normal (sehat).

Terminasi hari ke-15 menunjukkan bahwa tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang paling tinggi dibandingkan dengan tikus kelompok lainnya. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel hati yang bereaksi positif sedang paling tinggi secara sangat nyata (p < 0.01) pada tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dengan demikian, yogurt sinbiotik dapat meningkatkan kandungan Cu, Zn-SOD dalam jaringan hati.

Tabel 6. Rata-rata jumlah inti sel hati pada berbagai tingkat kandungan Cu, Zn-SOD pada jaringan hati tikus pada terminasi hari ke-8, 15, dan 22 per bidang pandang dengan perbesaran 200×

Terminasi Hari ke-8 Jumlah Inti Sel Hati Tikus

+++ ++ + -

Baseline 36.00 ± 6.24a,b 39.33 ± 3.06a 20.00 ± 2.64a 25.00 ± 3.60c

Kontrol negatif 48.67 ± 2.08d 43.00 ± 5.00a,b 22.33 ± 3.21a 21.33 ± 2.08b,c Yogurt sinbiotik 46.33 ± 2.89c,d 48.67 ± 4.04b 18.67 ± 2.52a 24.67 ± 3.06b,c Yogurt sinbiotik + EPEC 40.67 ± 3.51b,c 41.00 ± 4.58a 27.00 ± 1.00a 14.00 ± 3.60a Kontrol positif 32.67 ± 2.08a 37.67 ± 3.06a 28.33 ± 6.81a 18.00 ± 3.60a,b

Terminasi Hari ke-15

Kontrol negatif 43.33 ± 5.13a 36.67 ± 1.53a 22.67 ± 1.53b 33.00 ± 5.29b Yogurt sinbiotik 63.00 ± 3.60b 46.33 ± 3.51b 15.00 ± 1.73a 13.33 ± 5.13a Yogurt sinbiotik + EPEC 32.67 ± 1.53a 35.33 ± 1.15a 14.00 ± 2.00a 48.33 ± 2.52c Kontrol positif 59.67 ± 7.23b 36.67 ± 1.53a 12.33 ± 3.78a 23.33 ± 6.81a,b

Terminasi Hari ke-22

Kontrol negatif 43.00 ± 4.36a,b 45.67 ± 5.86b 34.67 ± 2.52c 17.67 ± 2.08a Yogurt sinbiotik 66.00 ± 5.20c 43.00 ± 1.00b 15.33 ± 5.13a,b 18.67 ± 5.69a Yogurt sinbiotik + EPEC 43.67 ± 1.53a,b 36.00 ± 2.00b 18.67 ± 1.53b 21.33 ± 5.03a Kontrol positif 36.67 ± 1.53a 26.33 ± 8.14a 11.33 ± 3.78a 41.00 ± 2.00c Yogurt standar 48.00 ± 5.29b 37.33 ± 1.53b 12.67 ± 3.06a,b 33.67 ± 3.06b

Keterangan:

Uji statistika (Anova dan Duncan) dilakukan dalam setiap kolom tabel dan waktu terminasi yang sama

Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (p > 0.05) (Lampiran 20-31)

Menurut Songisepp et al. (2004), L. fermentum ME-3 memiliki potensi antioksidatif yang tinggi. L. fermentum ME-3 sebagai probiotik dengan aktivitas antimikroba dan antioksidatif bermanfaat untuk memperbaiki status stres oksidatif organisme yang mengonsumsinya dan mengurangi risiko infeksi (Mikelsaar dan Zilmer 2009). Oleh karena itu, yogurt sinbiotik, yang mengandung L. fermentum 2B4, mampu meningkatkan kandungan enzim Cu, Zn-SOD pada jaringan hati tikus.

Selain itu, terminasi hari ke-15 juga menunjukkan bahwa tikus kelompok kontrol positif, yang mendapatkan perlakuan intervensi EPEC, memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang tinggi pula. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel hati yang bereaksi positif kuat pada tikus kelompok kontrol positif (59.67) yang tidak berbeda nyata (p > 0.05) dengan tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik (63.00).

Kandungan Cu, Zn-SOD dari tikus kelompok kontrol positif tinggi karena EPEC yang baru diinfeksi selama seminggu dapat memicu produksi enzim Cu, Zn-SOD. Hasil seperti ini mungkin terjadi seperti yang dikatakan oleh Halliwell dan Gutteridge (1999) bahwa paparan organisme oleh stres oksidatif yang ringan dapat menyebabkan peningkatan sintesis sistem pertahanan antioksidan dengan cepat. Respon seperti ini membantu melindungi sel terhadap stres oksidatif dan terhadap serangan radikal yang lebih besar pada waktu berikutnya sehingga sel menjadi resisten terhadap keberadaan radikal bebas yang lebih tinggi. Mekanisme adaptasi ini umumnya melibatkan perubahan

dalam ekspresi gen yang menyebabkan peningkatan pertahanan antioksidan (Halliwell dan Gutteridge 1999).

Peningkatan enzim antioksidan (Cu, Zn-SOD) seperti itu mungkin terjadi seperti yang disebutkan oleh Li et al. (2010) bahwa setelah diinjeksi dengan patogen, acute virus necrobiotic virus

(AVNV), kandungan acid phosphatase (ACP), SOD, dan katalase dalam hemocytes dari kerang

Chlamys farreri secara nyata lebih tinggi dari kontrol, tetapi kemudian turun hingga level normal. Li

et al. (2010) menyebutkan pula bahwa aktivitas SOD juga mengalami peningkatan secara nyata dalam

hemocytes setelah kerang Chlamys farreri diinfeksi oleh E. coli.

Tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC pada terminasi hari ke-15 menunjukkan kandungan Cu, Zn-SOD yang lebih rendah dibandingkan dengan tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel hati yang bereaksi positif kuat dan sedang pada tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC lebih rendah secara sangat nyata (p < 0.01) dibandingkan dengan tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik. Hal ini ditunjukkan pula oleh jumlah inti sel hati yang bereaksi negatif pada tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC yang lebih tinggi secara sangat nyata (p < 0.01) dibandingkan dengan tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik.

Tikus kelompok yogurt sinbiotik + EPEC, selain mendapat perlakuan yogurt sinbiotik, juga mendapat intervensi EPEC. Bakteri yang menginfeksi tubuh dapat sampai pada saluran pencernaan manusia. Sementara itu, hati menerima suplai darah dari beberapa sumber yang berbeda, seperti dari lambung, usus halus, usus besar, pankreas, dan limpa. Darah tersebut mengandung zat-zat gizi dan mungkin juga mengandung bakteri usus, racun, serta obat yang dicerna (Corwin 2007). Oleh karena itu, infeksi bakteri dapat mempengaruhi kondisi hati.

Diketahui bahwa mekanisme pertahanan inang terhadap infeksi bakteri adalah melalui aktivasi sel-sel fagosit, seperti makrofag dan sel-sel PMN (polimorfonuklear), di mana molekul toksik yang dapat melawan bakteri tersebut adalah ROS (reactive oxygen species). Reactive oxygen species

(ROS), seperti radikal superoksida berperan dalam mekanisme pertahanan seluler, termasuk dalam aksi bakterisidal dari makrofag dan polimorfonuklear. Walaupun demikian, ROS tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada berbagai penyakit inflamatori. Namun, kerusakan oksidatif tersebut dapat dicegah dengan antioksidan dan beberapa enzim, seperti SOD. Hal ini menunjukkan bahwa molekul-molekul ROS yang dikeluarkan oleh sel-sel fagosit pada tubuh yang terinfeksi bertanggung jawab terhadap patogenesis (Umezawa et al. 1995).

Radikal superoksida adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh sel-sel fagosit untuk membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh inang. Dengan demikian, infeksi EPEC dapat menyebabkan peningkatan radikal superoksida sehingga enzim Cu, Zn-SOD yang perlu dikeluarkan untuk menetralkan radikal tersebut lebih banyak. Oleh karena itu, kandungan Cu, Zn-SOD pada tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC relatif lebih rendah.

Seperti terminasi hari ke-15, terminasi hari ke-22 juga menunjukkan bahwa tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel hati yang bereaksi positif kuat dengan jumlah yang paling tinggi secara sangat nyata (p < 0.01). Hasil ini menunjukkan bahwa yogurt sinbiotik masih dapat memberikan manfaat positifnya selama tiga minggu konsumsi.

Terminasi hari ke-22 juga menunjukkan bahwa tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang relatif sama dengan tikus kelompok kontrol negatif. Hal ini terlihat dari jumlah inti sel hati yang bereaksi positif kuat dan sedang pada tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik dan intervensi EPEC tidak berbeda nyata (p > 0.05)

dengan tikus kelompok kontrol negatif. Hal ini ditunjukkan pula oleh jumlah inti sel hati yang bereaksi negatif yang tidak berbeda nyata pula pada kedua kelompok tersebut.

Tikus kelompok kontrol positif menunjukkan kandungan Cu, Zn-SOD yang paling rendah pada terminasi hari ke-22. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah inti sel hati yang bereaksi positif sedang yang paling rendah dan jumlah inti sel hati yang bereaksi negatif paling tinggi secara nyata (p < 0.05) dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Hartanti (2010) menyatakan bahwa probiotik mampu menstimulasi sistem imun dengan meningkatkan fungsi fagositosis dari monosit. Menurut Baratawidjaja (2006), monosit tidak hanya menyerang mikroba, tetapi juga memproduksi sitokin (IL-6 dan TNF-α) dan mengerahkan pertahanan sebagai respon terhadap infeksi. IL-6 (interleukin-6) dan TNF-α (tumor necrosis factor-α) dapat memodulasi produksi tembaga (Cu) dan seng (Zn). Tersedianya Cu dan Zn tersebut berperan untuk pembentukan atau pengaktivan enzim Cu, Zn-SOD karena Cu, Zn-SOD membutuhkan Cu dan Zn untuk melakukan aktivitas biologisnya (Li et al. 2010). Dengan demikian Cu, Zn-SOD yang terbentuk akan semakin banyak. Mekanisme inilah yang kemungkinan dilakukan oleh probiotik untuk dapat meningkatkan kandungan enzim Cu, Zn-SOD. Dengan demikian, pemberian yogurt sinbiotik memberikan manfaat yang lebih baik terhadap infeksi EPEC dibandingkan tanpa pemberian yogurt sinbiotik. Selain itu, yogurt sinbiotik juga dapat memulihkan kondisi tubuh akibat infeksi bakteri.

Berdasarkan terminasi hari ke-22 pula, ditemukan bahwa yogurt sinbiotik memiliki efek yang lebih baik pada jaringan hati dibandingkan dengan yogurt standar. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah inti sel hati yang bereaksi positif kuat pada tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik lebih tinggi secara sangat nyata (p < 0.01) dibandingkan dengan kelompok yang diberi yogurt standar. Hal ini terlihat pula dari jumlah inti sel hati yang bereaksi negatif pada tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik lebih rendah secara sangat nyata (p < 0.01) dibandingkan dengan kelompok yang diberi yogurt standar.

Yogurt sinbiotik menunjukkan manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan yogurt standar karena yogurt sinbiotik mengandung probiotik. Beberapa komponen antioksidatif, yang berhubungan dengan sistem pertahanan antioksidan manusia, berasal dari bahan makanan dan/atau dari mikroflora saluran pencernaan (Mikelsaar dan Zilmer 2009). Menurut Langen dan Madsen (2010), probiotik memiliki manfaat ganda, yaitu memodulasi mikroflora usus serta menurunkan stres oksidatif dan inflamasi pada hepatosit. Modulasi mikroflora usus dapat menyebabkan penurunan kandungan amonia dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi dengan mengurangi permeabilitas usus dan sekresi urease oleh bakteri, meningkatkan ekskresi amonia, dan memperbaiki status nutrisi (penyerapan) dari sel-sel epitelial saluran pencernaan. Penurunan stres oksidatif dan inflamasi menyebabkan meningkatnya fungsi dan kapasitas hati untuk menetralkan dan menurunkan penyerapan toksin dan amonia.

Berdasarkan hasil terminasi hari ke-8, hari ke-15, dan hari ke-22, tikus kelompok yang diberi yogurt sinbiotik menunjukkan peningkatan jumlah inti sel hati yang bereaksi positif kuat. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian yogurt sinbiotik dapat meningkatkan kandungan enzim Cu, Zn- SOD, sesuai dengan pernyataan Zubillaga et al. (2001) yang menyebutkan bahwa pangan fungsional yang mengandung probiotik dapat meningkatkan ekspresi superoksida dismutase.

Selain itu, ditemukan pula bahwa tikus kelompok kontrol positif memiliki kandungan Cu, Zn-SOD yang tetap tinggi pada terminasi hari ke-15 setelah mengalami intervensi EPEC, namun kemudian mengalami penurunan pada terminasi hari ke-22. Hasil demikian mungkin terjadi karena EPEC yang diinfeksi hanya memicu produksi enzim Cu, Zn-SOD pada awalnya (seperti ditunjukkan ketika terminasi hari ke-15), tetapi tidak dapat mempertahankan kandungan Cu, Zn-SOD berikutnya.

Dokumen terkait