• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Pengujian Sifat Fisik Tanah

4.2.4. Pengujian sifat fisik semen

Adapun hasil uji sifat fisik semen ditunjukkan pada Tabel 4.8 berikut.

Dari data di atas, berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dimana diperoleh data berupa persentase semen lolos ayakan no. 200 sebesar 56,41% sedangkan nilai batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan indeks plastisitas (plasticity index) merupakan non plastis.

D10 =0,0022 D30 =0,011 D60 =0,08 Tabel 4.8 Data uji sifat fisik semen

No. Pengujian Hasil

1. Berat Spesifik (Specific Grafity) 3,15

2. Batas Cair (Liquid Limit) Non Plastis

3. Batas Plastis (Plastic Limit) Non Plastis 4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Non Plastis

5. Persen Lolos Saringan no. 200 56,41%

Gambar 4.8 Grafik analisa saringan semen

𝐢𝑒 = 𝐷60

𝐷10 = 0,08

0,002= 40 𝐢𝑐 = 𝐷302

𝐷60 π‘₯ 𝐷10 = (0,011)2

0,08 π‘₯ 0,0022= 0,69

4.2.5. Pengujian sifat fisik tanah dengan bahan stabilitator

Hasil pengujian batas-batas Atterberg tanah yang telah dicampur dengan bahan semen ditunjukkan pada Tabel 4.9. lalu dengan penambahan kapur pada Tabel 4.10 dan penambahan dengan gypsum pada Tabel 4.11. Grafik hubungan antara nilai batas cair (liquid limit) pada tiap penambahan bahan stabilitator ditunjukkan dibawah.

Tabel 4.9 Data hasil uji Atterberg limit penambahan semen Sampel Batas – Batas Atterberg

LL PL PI

Tabel 4.10 Data hasil uji Atterberg limit penambahan kapur Sampel Batas – Batas Atterberg

LL PL PI

Tabel 4.11 Data hasil uji Atterberg limit penambahan gypsum Sampel Batas – Batas Atterberg

LL PL PI

4.2.5.1. Batas cair (Liquid limit)

Gambar 4.9 tersebut menunjukkan bahwa batas cair akibar penambahan semen mengalami penurunan. Semakin besar persentase penambahan semen, maka semakin kecil batas cairnya. Pada tanah asli batas cair mencapai 52,43% sedangkan batas cair terendah pada penambahan 10% semen sebesar 48,99%.

Gambar 4.9 Grafik hubungan antara nilai batas cair dengan variasi campuran semen

Gambar 4.10 Grafik hubungan antara nilai batas cair dengan variasi campuran kapur

Gambar 4.10 tersebut menunjukkan bahwa batas cair akibar penambahan kapur mengalami penurunan. Semakin besar persentase penambahan kapur, maka semakin kucil batas cairnya. Pada tanah asli batas cair mencapai 52,43% sedangkan batas cair terendah pada penambahan 10% kapur sebesar 45,82%.

Gambar 4.11 tersebut menunjukkan bahwa batas cair akibar penambahan gypsum mengalami penurunan. Semakin besar persentase penambahan gypsum, maka semakin kecil batas cairnya. Pada tanah asli batas cair mencapai 52,43% sedangkan batas cair terendah pada penambahan 10% gypsim sebesar 47,70%.

Gambar 4.11 Grafik hubungan antara nilai batas cair dengan variasi campuran gypsum

Gambar 4.12 tersebut menunjukkan perbandingan besar penurunan batas cair akibar penambahan semen, kapur dan gypsum. Semakin besar persentase penambahan bahan stabilitator, maka semakin kecil batas cairnya.

4.2.5.2. Batas plastis (Plastic limit)

Gambar 4.12 Grafik perbandingan hubungan antara nilai batas cair dengan variasi campuran semen, kapur, dan gypsum

Gambar 4.13 Grafik hubungan antara nilai batas plastis dengan variasi campuran semen

Gambar 4.13 tersebut menunjukkan bahwa batas cair akibar penambahan semen mengalami kenaikan. Semakin besar persentase penambahan semen, maka semakin besar batas plastisnya. Pada tanah asli batas plastis mencapai 24,34% sedangkan batas plastis tertinggi pada penambahan 10% semen sebesar 28,98%.

Gambar 4.14 tersebut menunjukkan bahwa batas cair akibar penambahan kapur mengalami kenaikan. Semakin besar persentase penambahan kapur, maka semakin besar batas plastisnya. Pada tanah asli batas plastis mencapai 24,34% sedangkan batas plastis tertinggi pada penambahan 10% kapur sebesar 31,93%.

Gambar 4.14 Grafik hubungan antara nilai batas plastis dengan variasi campuran kapur

Gambar 4.15 tersebut menunjukkan bahwa batas cair akibar penambahan gypsum mengalami kenaikan. Semakin besar persentase penambahan gypsum, maka semakin besar batas plastisnya. Pada tanah asli batas plastis mencapai 24,34% sedangkan batas plastis tertinggi pada penambahan 10% gypsum sebesar 30,67%

Gambar 4.15 Grafik hubungan antara nilai batas plastis dengan variasi campuran gypsum

Gambar 4.16 Grafik perbandingan hubungan antara nilai batas plastis dengan variasi campuran semen, kapur, dan gypsum

Gambar 4.16 tersebut menunjukkan perbandingan besar kenaikan batas plastis akibat penambahan semen, kapur dan gypsum. Semakin besar persentase penambahan bahan stabilitator, maka semakin besar batas plastisnya.

4.2.5.3. Indeks Plastisitas (Plasticity Indeks)

Gambar 4.17. menunjukkan penurunan indeks plastisitas dari tanah asli yang awalnya dengan nilainya sebesar 28,09% kemudian turun sampai menjadi 20,01% pada penambahan 10% semen.

Gambar 4.17 Grafik hubungan antara nilai inkeds plastisitas dengan variasi campuran semen

Gambar 4.18 Grafik hubungan antara nilai indeks plastisitas dengan variasi campuran kapur

Gambar 4.18. menunjukkan penurunan indeks plastisitas dari tanah asli yang awalnya dengan nilainya sebesar 28,09% kemudian turun sampai menjadi 13,89% pada penambahan 10% kapur.

Gambar 4.19. menunjukkan penurunan indeks plastisitas dari tanah asli yang awalnya dengan nilainya sebesar 28,09% kemudian turun sampai menjadi 17,03% pada penambahan 10% gypsum.

Gambar 4.19 Grafik hubungan antara nilai indeks plastisitas dengan variasi campuran gypsum

Gambar 4.20 Grafik perbandingan hubungan antara nilai indeks plastisitas dengan variasi campuran semen, kapur, dan gypsum

Gambar 4.20 tersebut menunjukkan perbandingan besar penurunan nilai indeks plastisitas akibat penambahan semen, kapur dan gypsum. Semakin besar persentase penambahan bahan stabilitator, maka semakin kecil indeks plastisitasnya.

4.3. Pengujian Sifat Mekanis Tanah

4.3.1. Pengujian pemadatan tanah asli (Compaction)

Dalam pengujian ini diperoleh hubungan antara kadar air optimum dan berat isi kering maksimum. Peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji pemadatan Proctor Standard. Dimana alat dan bahan yang digunakan diantaranya:

ο‚· Mould cetakan  10,2 cm dan diamete dalam  10,16 cm.

ο‚· Berat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm.

ο‚· Sampel tanah lolos saringan no. 4.

Hasil uji pemadatan Proctor Standard ditampilkan pada tabel 4.12 dan kurva pemadatan ditampilkan pada Gambar 4.21.

Tabel 4.12 Data uji pemadatan tanah asli

No Hasil Pengujian Nilai

1. Kadar air optimum 20,48%

2. Berat isi kering maksimum 1,30 gr/cm3

Gambar 4.21 Kurva kepadatan tanah asli

4.3.2. Pengujian pemadatan tanah (Compaction) dengan bahan stabilitator Hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilitator berupa semen, kapur dan gypsum ditunjukkan pada Tabel 4.13, Tabel 4.14 dan Tabel 4.15, serta hubungan antara nilai berat isi kering dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.22, Gambar 4.23, Gambar 4.24 dan perbandinganya pada Gambar 4.25.

Hubungan kadar air optimum dengan varisasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.26, Gambar 4.27, Gambar 4.28 dan perbandingannya pada Gambar 4.29.

Tabel 4.13 Data hasil uji Compation penambahan semen Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%)

Tabel 4.14 Data hasil uji Compation penambahan kapur Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%)

4.3.3. Berat isi kering maksimum (d maks)

Dari pengujian pemadatan tanah yang telah dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai berat isi kering tanah sebesar 1,30 gr/cm3. Gambar 4.22 menunjukkan bahwa nilai berat isi kering maksimum mengalami peningkatan dan puncaknya pada penambahan 10

% semen sebesar 1,34 gr/cm3.

Tabel 4.15 Data hasil uji Compation penambahan gypsum Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%)

Tanah Asli 1,30 20,48

+ 2 % Gypsum 1,31 20,22

+ 4 % Gypsum 1,32 19,78

+ 6 % Gypsum 1,34 19,52

+ 8 % Gypsum 1,36 19,21

+ 10 % Gypsum 1,38 19,02

Gambar 4.22 Grafik hubungan antara nilai berat isi kering maksimum (d maks) dengan variasi campuran semen

Dari pengujian pemadatan tanah yang telah dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai berat isi kering tanah sebesar 1,30 gr/cm3. Gambar 4.23 menunjukkan bahwa nilai berat isi kering maksimum mengalami penurunan dan puncaknya pada penambahan 10

% kapur sebesar 1,25 gr/cm3.

Gambar 4.23 Grafik hubungan antara nilai berat isi kering maksimum (d maks) dengan variasi campuran kapur

Gambar 4.24 Grafik hubungan antara nilai berat isi kering maksimum (d maks) dengan variasi campuran gypsum

Dari pengujian pemadatan tanah yang telah dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai berat isi kering tanah sebesar 1,30 gr/cm3. Gambar 4.24 menunjukkan bahwa nilai berat isi kering maksimum mengalami peningkatan dan puncaknya pada penambahan 10

% gypsum sebesar 1,38 gr/cm3.

Gambar 4.25 tersebut menunjukkan perbandingan perubahan nilai berat isi kering maksimum (d maks) akibat penambahan semen, kapur dan gypsum. Semakin besar persentase penambahan bahan stabilitator, maka semakin besar perbedaan nilainya.

Penurunan berat isi kering (Ξ³d maks) pada kapur terjadi karena Berat spesifik tanah asli lebih besar nilainya dibandingkan dengan berat spesifik kapur. Lalupembesaran rongga antar partikel campuran tanah berdampak pada penurunan berat isi keringnya dibandingkan dengan kondisi tanah asli.

Gambar 4.25 Grafik perbandingan hubungan antara nilai berat isi kering maksimum (d maks) dengan variasi campuran semen, kapur dan gypsum

4.3.4. Kadar air optimum (wopt)

Hasil kadar air optimum dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa nilai kadar air optimum tanah asli yaitu 20,48%. Gambar 4.26 menunjukkan bahwa nilai kadar air optimum mengalami penurunan dan puncaknya pada penambahan 10 % semen sebesar 17,98%.

Gambar 4.26. Grafik hubungan antara nilai kadar air optimum (wopt) dengan variasi campuran semen

Gambar 4.27. Grafik hubungan antara nilai kadar air optimum (wopt) dengan variasi campuran kapur

Hasil kadar air optimum dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa nilai kadar air optimum tanah asli yaitu 20,48%. Gambar 4.27 menunjukkan bahwa nilai kadar air optimum mengalami kenaikan dan puncaknya pada penambahan 10 % kapur sebesar 21,68%.

Hasil kadar air optimum dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa nilai kadar air optimum tanah asli yaitu 20,48%. Gambar 4.28 menunjukkan bahwa nilai kadar air optimum mengalami penurunan dan puncaknya pada penambahan 10 % gypsum sebesar 19,02%.

Gambar 4.28 Grafik hubungan antara nilai kadar air optimum (wopt) dengan variasi campuran gypsum

Gambar 4.29 tersebut menunjukkan perbandingan perubahan nilai kadar air optimum (wopt) akibat penambahan semen, kapur dan gypsum. Semakin besar persentase penambahan bahan stabilitator, maka semakin besar perbedaan nilainya.

Pada Gambar 4.29 tersebut menunjukkan perbandingan perubahan nilai kadar air optimum (wopt) akibat penambahan semen, kapur dan gypsum. Pada semen dan gypsum nilai dari kadar air optimum (Wopt) mengalami penurunan sedangkan pada kapur nilai dari kadar air optimum (Wopt) mengalami kenaikan.

Kenaikan kadar air optimum (Wopt) pada kapur terjadi karena pembesaran rongga-rongga antara partikel yang menyebabkan bertambahnya pori-pori tanahyang dapat diisi air.

4.3.5. Pengujian CBR laboratorium (California Bearing Ratio)

Pengaruh pencampuran semen, kapur, dan gypsum pada tanah lempung terhadap kekuatan tanah lempung dapat dilihat dari hasil pengujian CBR dalam kondisi terendam (soaked) dan tidak terendam (unsoaked) dengan tiap variasi tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisasi semen, kapur dan gypsum dengan waktu pemeraman 14 hari.

Gambar 4.29. Grafik perbandingan hubungan antara nilai kadar air optimum (wopt) dengan variasi campuran semen, kapur dan gypsum

Pengujian ini dilakukan dalam kondisi terendam (soaked) dan tidak terendam (unsoaked) pada umumnya nilai CBR tidak terendam (unsoaked) lebih tinggi dari CBR terendam (soaked), namun kondisi terendam (soaked) merupakan kondisi yang sering terjadi di lapangan, sehingga di dalam perhitungan konstuksi bangunan harga soaked yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan karena kenyataan air selalu mempengaruhi konstruksi bangunan. CBR terendam (soaked ) dipergunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli dari lapangan dengan keadaan jenuh air dan mengalami pengembangan maksimum.

Ikatan antar butir merupakan kemampuan saling mengunci antar butiran, dan adanya rekatan yang merekatkan permukaan butiran tersebut, semakin kuat ikatan antar butir akan menghasilkan nilai CBR yang semakin tinggi dan begitu pula sebaliknya. Uji CBR yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk apakah penambahan persentase additive akan memberikan pengaruh terhadap nilai CBR.

Tabel 4.16 Data hasil uji CBR tidak terendam (unsoaked) penambahan semen Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%) CBR (%)

Tanah asli 1,30 20,48 7,01

+ 2 % Semen 1,31 20,21 8,53

+ 4 % Semen 1,31 19,69 8,92

+ 6 % Semen 1,32 18,87 9,31

+ 8 % Semen 1,33 18,41 9,74

+ 10 % Semen 1,34 17,98 10,15

Tabel 4.17 Data hasil uji CBR tidak terendam (unsoaked) penambahan kapur Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%) CBR (%)

Tanah asli 1,30 20,48 7,01

+ 2 % Kapur 1,31 20,21 8,04

+ 4 % Kapur 1,31 19,69 8,42

+ 6 % Kapur 1,32 18,87 8,8

+ 8 % Kapur 1,33 18,41 9,19

+ 10 % Kapur 1,34 17,98 9,78

Tabel 4.18 Data hasil uji CBR tidak terendam (unsoaked) penambahan gypsum Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%) CBR (%)

Tanah asli 1,30 20,48 7,01

+ 2 % Gypsum 1,31 20,21 7,88

+ 4 % Gypsum 1,31 19,69 8,13

+ 6 % Gypsum 1,32 18,87 8,41

+ 8 % Gypsum 1,33 18,41 8,73

+ 10 % Gypsum 1,34 17,98 9,05

Dari Gambar 4.30 dapat dilihat bahwa dari hasil pencampuran tanah lempung dengan semen dengan varian 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% diperoleh dilai CBR terbesar pada penambahan semen 10 % sebesar 10,15% dengan pemeraman 14 hari.

Dari Gambar 4.31 dapat dilihat bahwa dari hasil pencampuran tanah lempung dengan kapur dengan varian 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% diperoleh dilai CBR terbesar pada penambahan kapur 10 % sebesar 9,78% dengan pemeraman 14 hari.

Gambar 4.30. Grafik hubungan antara nilai CBR tidak terendam (unsoaked) dengan variasi campuran semen

Gambar 4.31. Grafik hubungan antara nilai CBR tidak terendam (unsoaked) dengan variasi campuran kapur

Dari Gambar 4.32 dapat dilihat bahwa dari hasil pencampuran tanah lempung dengan gypsum dengan varian 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% diperoleh dilai CBR terbesar pada penambahan gypsum 10 % sebesar 9,05% dengan pemeraman 14 hari.

Gambar 4.32. Grafik hubungan antara nilai CBR tidak terendam (unsoaked) dengan variasi campuran gypsum

Gambar 4.33. Grafik perbandingan hubungan antara nilai CBR (California Bearing Ratio) tak terendam (unsoaked) dengan variasi campuran semen, kapur

dan gypsum

Gambar 4.33 tersebut menunjukkan perbandingan perubahan nilai CBR (California Bearing Ratio) tak terendam (unsoaked) akibat penambahan semen, kapur dan gypsum. Semakin besar persentase penambahan bahan stabilitator, maka semakin besar perbedaan nilainya.

Tabel 4.19 Data hasil uji CBR terendam (soaked) penambahan semen Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%) CBR (%)

Tanah asli 1,30 20,48 7,01

+ 2 % Semen 1,31 20,21 5,23

+ 4 % Semen 1,31 19,69 5,52

Tabel 4.20 Data hasil uji CBR terendam (soaked) penambahan kapur Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%) CBR (%)

Tanah asli 1,30 20,48 7,01

+ 2 % Kapur 1,31 20,21 4,92

+ 4 % Kapur 1,31 19,69 5,26

Tabel 4.21 Data hasil uji CBR terendam (soaked) penambahan gypsum Sampel d maks (gr/cm3) Wopt (%) CBR (%)

Tanah asli 1,30 20,48 7,01

+ 2 % Gypsum 1,31 20,21 4,70

+ 4 % Gypsum 1,31 19,69 4,89

Dari Gambar 4.34 dapat dilihat bahwa dari hasil pencampuran tanah lempung dengan semen dengan varian 2% dan 4% diperoleh dilai CBR terendam (soaked) terbesar pada penambahan semen 4 % sebesar 5,52% dengan masa pemeraman 14 hari.

Dari Gambar 4.35 dapat dilihat bahwa dari hasil pencampuran tanah lempung dengan kapur dengan varian 2% dan 4% diperoleh dilai CBR terendam (soaked) terbesar pada penambahan kapur 4 % sebesar 5,26% dengan masa pemeraman 14 hari.

Gambar 4.34. Grafik hubungan antara nilai CBR terendam (soaked) dengan variasi campuran semen

Gambar 4.35. Grafik hubungan antara nilai CBR terendam (soaked) dengan variasi campuran kapur

Dari Gambar 4.36 dapat dilihat bahwa dari hasil pencampuran tanah lempung dengan gypsum dengan varian 2% dan 4% diperoleh dilai CBR terendam (soaked) terbesar pada penambahan gypsum 4 % sebesar 4,89% dengan masa pemeraman 14 hari.

Gambar 4.37 tersebut menunjukkan perbandingan perubahan nilai CBR (California Bearing Ratio) terendam (soaked) akibat penambahan semen, kapur dan gypsum.

Gambar 4.36. Grafik hubungan antara nilai CBR terendam (soaked) dengan variasi campuran gypsum

7,01

4,7 4,89

3 4 5 6 7 8

0 2 4

NILAI CBR (SOAKED)

% GYPSUM

0 2 4

Gambar 4.37. Grafik perbandingan hubungan antara nilai CBR (California Bearing Ratio) terendam (soaked) dengan variasi campuran semen, kapur dan gypsum

Pada penambahan semen yang memiliki nilai paling tinggi diakibatkan semen yang bercampur tanah akan mendapatkan proses pertukaran kation alkali (Na+ dan K+) dari tanah digantikan oleh kation semen sehingga butiran lepung bertambah besar (flokulasi) dan membentuk material pengikat yang terdiri dari kalsium silikat atau aluminat silikat yang akan mengikat partikel tanah dengan campuran air yang sesuai akan menjadi pozzolan / sementasi yang membuat tanah sangat kuat nilai dari kuat tekan bebasnya.

Pada penambahan gypsum yang memiliki nilai paling rendah akibat gypsum mengandung kalsium (Ca), kalsium oksida (CaO), hidrogen(H), sulfur (S), dan air akan bereaksi dengan butiran lempung yang memiliki butiran halus dan bermuatan negatif.

Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi semuanya akan melekat pada permukaan lempung tetapi tidak sekuat semen dan kapur diakibatkan semen memiliki berat jenis spesifik yang lebih besar dari gypsum dan memiliki kalsium silikat paling rendah dibandingkan semen dan kapur.

Gambar 4.38. Grafik perbandingan hubungan antara nilai CBR (California Bearing Ratio) terendam (soaked) dan tidak terendam (unsoaked) dengan variasi campuran

semen, kapur dan gypsum

Pada penambahan kapur dengan campuran tanah lempung bereaksi maka akan membentuk gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang dapat melapisi dan mengikat partikel lempung sehingga menutupi pori-pori tanahtetapi tidak sekuat semen diakibatkan semen memiliki kalsium silikat yang lebih tinggi dan memiliki berat spesifik yang lebih besar.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen, gypsum, dan kapur terhadap tanah lempung yang memiliki kadar campuran dengan masing-masingnya 2%, 4%, 6%, 8%, 10% dan masa pemeraman 14 hari, dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis tanah CL (Clay - Low Plasticity) yaitu lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang.

2. Berdasarkan klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) sample tanah tersebut termasuk ke dalam jenis tanah A-7-6.

3. Dari hasil uji water content didapat bahwa nilai kadar air tanah asli sebesar 34,43 %.

4. Dari hasil uji Specific Grafity didapat bahwa nilai berat spesifik tanah yaitu sebesar 2,65 , untuk semen nilai berat spesifiknya sebesar 3,1 , untuk gypsum nilai berat spesifiknya sebesar 2,32 , dan untuk kapur nilai berat jenisnya sebesar 2,59.

5. Dari uji Atterberg pada tanah asli diperoleh nilai Liquid Limit sebesar 52.43 % dan indeks plastisitas (IP) sebesar 28.09 %, lalu didapat juga untuk variasi tanah dengan semen terdapat nilai batas cair (LL) pada 10 % semen sebesar 48.99 % dan indeks plastisitas (IP) terendah pada penambahan semen 10 % sebesar

20.01 %, variasi tanah dengan gypsum terdapat nilai batas cair (LL) pada 10 % gypsum sebesar 47.7% dan indeks plastisitas (IP) terendah pada penambahan gypsum 10 % sebesar 17.03%, dan variasi tanah dengan kapur terdapat nilai batas cair (LL) pada 10 % kapur sebesar 45.82% dan indeks plastisitas (IP) terendah pada penambahan kapur 10 % sebesar 13.89%

6. Dari hasil uji Proctor Standard menghasilkan nilai kadar air optimum pada tanah asli sebesar 20,48% dan berat isi kering maksimum sebesar 1,30 gr/cm3 , sedangkan nilai berat isi kering yang paling maksimum dari masing masing variasi campuran pada penambahan 10% semen sebesar 1,34 gr/cm3 dengan kadar air optimumnya 17,98%, pada penambahan 10% kapur sebesar 1,25 gr/cm3 dengan kadar air optimumnya 21,68%, pada penambahan 10% gypsum sebesar 1,38 gr/cm3 dengan kadar air optimumnya 19,02%, dengan seluruhnya waktu pemeraman 14 hari.

7. Dari uji CBR laboratorium yang dilakukan pada tanah asli diperoleh nilai CBR 7,01% untuk pengujian CBR tidak terendam (unsoaked) nilai paling maksimum dari masing masing variasi campuran adalah pada penambahan semen 10%

sebesar 10,15%, pada penambahan kapur 10% sebesar 9,78%, pada penambahan gypsum 10% sebesar 9,05%. Pada pengujian CBR terendam (soaked) nilai paling maksimum dari masing masing variasi campuran adalah pada penambahan semen 4% sebesar 5,52%, pada penambahan kapur 4%

sebesar 5,26%, pada penambahan gypsum 4% sebesar 4,89%.

8. Penambahan masing masing variasi bahan stabilisator yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan kenaikan pada nilai CBR seiring dengan kenaikan jumlah persentase masing masing bahan stabilisator.

9. Dari segi kekuatan yang dihasilkan bahan tambah semen, kapur dan gypsum dalam pengujia ini cukup memberikan keuntungan yang signifikan untuk penerapan di lapangan.

10. Dapat disimpulkan dari percobaan yang dilakukan bahwa yang menunjukkan nilai CBR terbesar adalah pada penambahan 10% semen dengan nilai 10,15%, dan nilai terkecil didapat pada penambahan 2% gypsum dengan nilai 7,88%.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh bahan stabilisator semen, gypsum, dan kapur terhadap tanah lempung maka penulis memberikan saran bahwa:

1. Bahan stabilisator yang diujikan dapat dijadikan sebagai bahan stabilisasi karena menghasilkan nilai CBR yg terus meningkat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemeraman yang berbeda sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai antar variasi untuk setiap bahan pencampur.

.

Sampel Kadar air Berat Spesifik Atterberg Limit

Lolos saringan No. 200

Atterberg Limit Compaction CBR

LL (%) LL (%) PI (%) d maks

DAFTAR PUSTAKA

Andriani., dkk. 2012. Pengaruh Penggunaan Semen Sebagai Bahan Stabilisasi Pada Tanah Lempung Daerah Lambung Bukit Terhadap Nilai Cbr Tanah. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang.

Batubara, M. H. 2016. Kajian Kuat Tekan Bebas Pada Stabilitas Tanah Lempung Dengan Stabilizing Agents Serbuk Kaca dan Gypsum. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Das, B. M. 1991. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid I.

Erlangga, Jakarta

Das, B. M. 1991. Mekanika Tanah, Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis, Jilid II.

Erlangga, Jakarta

Dianty, W. O. 2017. Stabilisasi Tanah Lempung dengan Menggunakan Gypsum dan Abu Sekam Padi dengan Pengujian CBR dan Kuat Tekan Bebas. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hardiyatmo, H. C. 2002. Mekanika Tanah Jilid 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kurniawan V., dkk. 2011. Pengaruh Penambahan Serbuk Gypsum Dengan Lamanya Waktu Pengeraman (Curing) Terhadap Karakteristik Tanah Lempung Ekspansif di Bojonegoro. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang.

Lambe, T. W. And Whitman, R. V. 1969. Soil Mechanics. Wiley. J and Son, Inc, New York

Limbong, M. N. 2017. Stabilisasi Tanah Lempung Menggunakan Kapur (CaO) Ditinjau Dari Nilai CBR Dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test). Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Lubis, A. I. U. 2017. Kajian Efektifitas Penggunaan Gypsum dan Abu Gunung Vulkanik Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test). Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Minaoy, I. M. 2011. Stabilisasi Tanah Residual Depok Dengan Kapur Sebagai Lapisan Perkerasan. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Jakarta.

Nasywa, F. 2017. Stabilisasi Tanah Lempung Menggunakan Semen, Gypsum dan Kapur (CaO) Ditinjau Dari Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test). Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soedarmo, G. D. Dan Purnomo, S. J. E. 1997. Mekanika Tanah I, Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Sofyan, T. A. 2017. Pengaruh Penggunaan Kapur (Cao) dan Abu Vulkanik Sebagai Bahan Stabilisasi pada Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai Cbr dan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test). Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sormin, P.J. 2016. Pengujian CBR (California Bearing Ratio) pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen Portland Tipe I dan Abu Vulkanik. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Wardhana. F. N., dkk. 2002. Perbaikan Tanah Ekspansif Dengan Penambahan Serbuk Gypsum dan Abu Sekam Padi Untuk Mengurangi Kerusakan Struktur Perkerasan. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang.

Dokumen terkait