• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Pengujian Sistem

5.2 Saran

Agar sistem ini dapat lebih sempurna dan bermanfaat, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut ini:

1. Untuk mendapatkan nilai kapasitansi yang lebih tepat sehingga pengkompensasian lebih optimal sesuai nilai beban, sebaiknya kombinasi kapasitor lebih variatif (dirangkai seri dan paralel) sesuai beban yang ada. 2. Sistem ini dirancang untuk beban induksi saja karena umumnya umumnya

beban yang bersifat reaktif induktif yang banyak ditemukan di rumah tangga ataupun industri. Namun ada baiknya kepada peneliti berikutnya merancang alat pengkompensasi yang juga dilengkapi pengkompensasian untuk beban reaktif kapasitif.

3. Sebaiknya peneliti berikutnya juga merancang untuk daya 2 atau 3 fasa, karena kebutuhan listrik semakin hari semakin mengalami perkembangan.

4. Untuk mendapatkan hasil pengujian yang bebar-benar lebih objektif, beban juga harus ditambahi dengan jenis beban resistif murni seperti misalnya lampu pijar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya

Daya adalah sebuah kuantitas yang penting dalam rangkaian-rangkaian praktis.Daya merupakan ukuran disipasi energi dalam sebuah alat. Karena tegangan dan arus dapat berubah sesuai fungsi dari waktu, kita segera memperkirakan bahwa nilai sesaat dan nilai rata-rata dapat digunakan untuk menggambarkan disipasi. Berdasarkan defenisi, daya sesaat adalah perkalian antara tegangan dan arus sesaat.

( ) = ( ) × ( ) (2.1 )

Jadi, kita dapat menggunakan p(t) untuk mempelajari intensitas disipasi energi pada setiap saat waktu tertentu.

Daya disipasi dalam rangkaian ac (arus bolak-balik) resistif didefinisikan sebagai hasil dari tegangan dan arus, yaitu, W = V × I, dimana W dalam Watt, V

dalam Volt, dan I dalam Ampere. Sehingga W dapat juga dihitung dengan menggunakan persamaan = = / . Tentunya V dan I adalah konstan, tidak berubah dan memiliki nilai.

Konsumsi daya dalam arus ac lebih rumit karena tegangannya sinusoidal dan arusnya berubah secara kontiniu dalam amplitudo, dan dapat keluar atau masuk fase. Ada beberapa sirkuit ac yang sekaligus memiliki komponen resistif dan juga reaktif. Komponen resistif mendisipasi (membuang) energi pada rangkaian ac, sama halnya dengan rangkaian dc. Ada kalanya komponen reaktif tidak mendisipasi energi, tetapi melepaskannya ke sumber daya dalam satu selang siklus tegangan sebanyak energi yang diserap sebelumnya. Hasil yang terjaring adalah energi total yang terdisipasi

pada suatu rangkaian ac yang mengandung komponen resistif, dan sama sekali tidak mengandung komponen reaktif.

Karena adanya disipasi energi yang diakibatkan oleh sifat komponen tertentu dalam sirkuit ac, maka sistem listrik arus ac dikelompokkan dalam 3 jenis daya, khususnya untuk beban yang memiliki impedansi (Z), yaitu:

1. Daya Nyata P atau WT (True Power)

2. Daya Reaktif Q (Reactive Power)

3. Daya Tampak S atau WAatau Papp (Apparent Power)

Ketiga jenis daya yang telah dikelompokkan di atas perlu dijabarkan dengan lebih detail lagi agar hubungan dan perbedaannya lebih terlihat. Dalam sub bab daya kompleks berikut ini akan dijelaskan rincian serta analoginya pada gambar 2.1.

2.2 Daya Kompleks

Istilah daya aktif dan daya nyata seringkali dipertukarkan dalam penggunaannya dengan merumuskan daya rata-rata yang didisipasikan di dalam sebuah alat. Untuk kasus impedansi umum Z, kita memperkirakan bahwa daya aktif adalah tidak-nol sedangkan total produk dapat lebih besar dari disipasi daya rata-rata. Situasi ini tampaknya agak rumit.

Daya nyata, reaktif, dan daya tampak dapat diuraikan dalam notasi bilangan kompleks.

Daya tampak kompleks didefenisikan sebagai hasil kali tegangan dengan konjugasi kompleks arus,

= . = | |. | |∠ (2.2)

Dan ketiga pengelompokan daya ini dapat dianalogikan dengan menggambarkannya dalam bentuk segitiga daya, maka daya tampak S direpresentasikan oleh sisi miring sedangkan daya nyata dan daya reaktif direpresentasikan oleh sisi-sisi segitiga yang saling tegak lurus, seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

Q (VAR)

S, WA (VA)

P, WT (Watt)

ϕ

Gambar 2.1 Diagram Daya

Maka daya nyata atau daya aktif dan daya reaktif dapat diambil saja dari bagian real dan bagian imajiner dari S.

Daya nyata = ℜ! " = | |. | | cos (2.3)

Daya Reaktif + = ℑ! " = | |. | | sin (2.4)

2.2.1 Daya Nyata WT (True Power)

Daya yang diserap oleh suatu perangkat listrik yang memiliki komponen resistif dan reaktif didefenisikan sebagai daya aktif atau disebut juga daya nyata P. Daya nyata atau terkadang disebut juga daya aktif didefinisikan sebagai laju energi yang dibangkitkan atau dikonsumsi oleh suatu peralatan listrik, satuannya adalah Joule per detik atau sama dengan Watt.

Dalam sirkuit yang mengandung komponen reaktif, daya nyata P adalah bagian yang lebih kecil dibandingkan daya tampak S. Daya nyata didefenisikan sebagai hasil perkalian antara tegangan dan arus serta koefisien faktor dayanya.

= × cos (2.5)

Sedangkan dalam sirkuit yang mengandung resistif murni, daya nyata P sama dengan daya tampak S, karena koefisien faktor daya (cos φ) adalah 1, sehingga tidak ada daya yang terdisipasi.

2.2.2 Daya Reaktif Q (Reactive Power)

Selain daya aktif, dikenal juga daya reaktif Q (daya kuadratur) yaitu daya yang terdisipasi akibat sifat reaktansi komponen dalam sirkuit, memiliki satuan VAR (volt-amper reaktif). Daya reaktif dapat didefenisikan sebagai hasil perkalian antara tegangan dan arus serta nilai sin φ.

+ = × - .φ (2.6)

Daya reaktif tidak memiliki dampak positif dalam kerja suatu beban listrik. Dengan kata lain daya reaktif ini tidak berguna dalam konsumsi listrik. Daya ini adalah kuantitas daya baru yang muncul diakibatkan oleh komponen pasif (beban yang memiliki sifat induktif atau kapasitif) atau dapat dikatakan rugi-rugi daya yang tentunya tidak diinginkan. Daya ini tidak dapat dihilangkan sama sekali namun dapat diminimalisir dengan cara penyeimbangan antara sifat kapasitif dan induktif dalam sistem tenaga listrik ac tersebut.

2.2.3 Daya Tampak WT (Apparent Power)

Gabungan antara daya aktif dan reaktif adalah daya tampak S dengan satuan VA atau (volt-amper). Daya tampak (daya total) adalah daya yang masuk ke rangkaian ac atau dengan kata lain daya yang sebenarnya diterima dari pemasok sumber tegangan arus ac, adalah merupakan resultan daya antara daya aktif dan daya reaktif.

Daya tampak WA didefenisikan serbagai hasil perkalian dari tegangan dan arus dalam rangkaian ac tanpa memperhatikan selisih sudut fase arus dan tegangan.

= × (2.7)

Sama halnya seperti defenisi dari daya disipasi dalam rangkain dc. Oleh karena itu daya tampak sering dinyatakan dengan satuan volt-ampere (VA). Peralatan listrik rumah tangga ditetapkan satuannya sebagai volt-ampere dengan catatan bahwa daya ini bukanlah daya yang diserap, namun satuan yang disebut dengan daya daya aktif P. Kapasitor dan induktor tidak mendisipasikan daya apapun dalam arti rata-rata, atau tidak memiliki disipasi daya nyata.

2.3 Faktor Daya cos φφφφ (Power Factor)

Faktor daya PF yang merupakan rasio daya nyata terhadap daya tampak merupakan faktor indikator penting tentang bagaimana efektifnya sebuah beban melaksanakan fungsinya sehubungan dengan disipasi daya, yang didefenisikan sebagai:

/ =0

1 (2.8)

Maka faktor daya PF adalah perbandingan antara daya nyata P (Watt) dengan daya tampak S (VA). Dalam diagram daya, PF adalah cosinus sudut antara daya aktif dan daya tampak (Gambar 2.1).

Perlu dicatat bahwa notasi daya nyata P juga terkadang disimbolkan sebagai

WT dan daya tampak S juga disimbolkan dengan WA atau juga Papp tergantung keinginan atau kebiasaan masing-masing menggunakan notasi yang dirasa lebih lumrah di mata umum. Jadi tidak ada salahnya jika faktor daya dapat juga ditulis sebagai:

/ = 23

24 (2.9)

Untuk kasus tegangan-tegangan dan arus-arus sinusoidal, dari defenisi dan persamaan (2.6) dan (2.7) maka dapat ditulis menjadi:

/ =0

1 = 1 567 8

1 (2.10)

sehingga dapat ditulis menjadi:

/ = cos (2.11)

Dan

= × / = × × / (2.12)

Dari sana terlihat bahwa PF adalah cos φ, dimana φ adalah sudut fase antara sinyal tegangan dan sinyal arus di dalam sirkuit ac. Dalam diagram daya (Gambar 2.1), sudut

φ adalah sudut yang dibentuk antara sisi daya aktif P dan daya tampak S, sedangkan daya reaktif Q tegak lurus terhadap daya aktif P.

Maka oleh sebab itu nilai PF adalah antara 0 dan 1, apabila sirkuit tetap. Sekarang defenisi daya nyata telah dibuktikan dengan jelas dan telah ditulis secara matematis dalam persamaan (2.5).

Jika melihat persamaan (2.12) jelas bahwa ketika φ = 0, maka cos φ = 1 sehingga = = × . Keadaan ini terdapat dalam sirkuit resistif murni ketika sinyal tegangan dan arus satu fase. Sehingga kita dapat menghitung bahwa di dalam suatu sirkuit resistif murni, daya nyata dan daya tampak adalah sama. Sedangkan dalam sirkuit reaktif, nilai daya aktif selalu lebih kecil dari pada daya tampak, karena besar sudut fase munculnya arus dan tegangan berlarut antara lebih besar dari 0° sampai 90° (0° < φ ≤ 90°). Untuk nilai sudut demikian, cos φ (faktor daya) lebih kecil dari 1. Efisiensi daya yang lebih adalah ketika P sama atau mendekati S, yaitu ketika cos φ = 1 atau mendekati 1.

Daya reaktif yang tinggi akan meningkatkan sudut ini dan sebagai hasilnya PF

akan menjadi lebih rendah (PF < 1), karena memang pada prinsipya PF pasti selalu lebih kecil atau sama dengan satu.

Secara teoritis, jika seluruh beban daya yang dipasok oleh perusahaan listrik memiliki PF = 1, maka daya maksimum yang ditransfer setara dengan kapasitas sistem pendistribusian. Sehingga, dengan beban yang terinduksi dan jika faktor daya berkisar dari 0,2 hingga 0,5 maka kapasitas jaringan distribusi listrik menjadi tertekan. Jadi, daya reaktif Q (VAR) harus serendah mungkin untuk keluaran kW yang sama dalam rangka meminimalisir kebutuhan daya tampak S (VA).

Bisa juga dikatakan bahwa PF menggambarkan cosinus sudut fase antara arus dan tegangan atau cosinus sudut antara daya nyata P dan daya tampak S (Gambar 2.1). Faktor daya yang rendah merugikan karena mengakibatkan arus beban tinggi, oleh karena itu dalam perbaikan PF diperlukan keseimbangan antara sifat kapasitif dan induktif dalam rangkaian. Maka nilai PF tergantung dari sifat beban yang ada.

2.3.1 Beban Resistif Murni

Dalam sebuah sumber arus bolak-balik, bila beban yang diaplikasikan bersifat resistif murni, maka gelombang tegangan dan arus adalah sefasa seperti tampak pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Sinyal arus dan tegangan untuk beban bersifat resistif

Apabila beban yang dimiliki suatu peralatan listrik tidak seimbang antara sifat kapasitif dan induktifnya, maka titik persilangan nol (zero cross) antara arus dan tegangan seperti yang terlihat sebelumnya pada gambar. Contoh beban induktif murni yaitu: lampu pijar dan pemanas.

Namun apabila sifat kapasitif dan induktif tidak seimbang, sinyalnya tidak akan sefase lagi karena gelombang arus dan tegangannya sudah saling bergeser.

2.3.2 Beban Induktif

Gambar 2.3 Sinyal arus dan tegangan untuk beban bersifat induktif

Apabila sifat bebannya adalah induktif, maka persilangan nol (zero cross) gelombang arus muncul beberapa saat setelah persilangan nol sinyal tegangan muncul, atau dengan kata lain sinyal arus tertinggal dari sinyal tegangan sebesar φ, dan keadaan ini disebut lagging. Apabila digambarkan dalam diagram vektor:

V (Volt)

I (Am

pe

re)

P (W)

S (V

A) Q (VAR)

Gambar 2.4 Sifat beban induktif (arus tertiggal dari tegangan/ lagging)

Contoh beban yang bersifat induktif yaitu: motor induksi, transformator, lampu neon atau juga disebut TL (Tubular Lamp) yang memiliki ballast magnetik.

2.3.3 Beban Kapasitif

Gambar 2.5 Sinyal arus dan tegangan untuk beban kapasitif

Sedangkan untuk beban bersifat kapasitif, maka sebaliknya persilangan nol (zero cross) sinyal arus muncul beberapa saat sebelum sinyal tegangan muncul, atau dengan kata lain sinyal arus mendahului tegangan sebesar φ, keadaan ini disebut dengan

leading. Apabila digambar dalam diagram vektor:

ф V (Volt) I (Am pere ) ф P (W) S (VA ) Q (VAR)

Gambar 2.6 Sifat beban kapasitif (arus mendahului tegangan/ leading) Contoh beban yang bersifat kapasitif yaitu: kapasitor, mesin–mesin sinkron.

Kita dapat mendefenisikan φ adalah besarnya sudut sinyal arus yang mendahului tegangan dalam suatu sirkuit kapasitif atau besarnya sudut sinyal arus yang tertinggal di dalam sirkuit induktif, dan cos φ adalah faktor daya, dengan menggunakan persamaan:

/ = cosφ =9

: =;<

; (2.13)

Dalam persamaan ini R adalah tahanan total rangkaian dalam ohm, Z adalah impedansi rangkaian dalam ohm, 9 adalah tegangan yang melewati R, dan V adalah tegangan yang terpakai di dalam rangkaian.

Ada beberapa persamaan selain (2.9) untuk menghitung daya nyata, yaitu:

= = (;<)=

9 (2.14)

Dalam persamaan ini, I adalah arus rangkaian dalam ampere, R adalah tahanan total rangkaian dalam ohm, 9 adalah tegangan yang melalui R, dan W satuannya adalah dalam Watt.

Beban-beban induktif dan kapasitif memiliki faktor daya yang lebih kecil dari satu, sedangkan beban resistif memiliki faktor daya satu.

0 ≤ / < 1 untuk beban-beban reaktif

2.4 Kapasitor Bank

2.4.1 Struktur dan Defenisi Kapasitor

Struktur sebuah kapasitor terbuat dari 2 buah plat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara vakum, keramik, gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan negatif terkumpul pada ujung metal yang satu lagi. Muatan positif tidak dapat mengalir menuju ujung kutub negatif dan sebaliknya muatan negatif tidak bisa menuju ke ujung kutub positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-konduktif. Muatan elektrik ini tersimpan selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung kakinya. Di alam bebas, fenomena kapasitor ini terjadi pada saat terkumpulnya muatan-muatan positif dan negatif di awan.

Kapasitor merupakan komponen yang dapat menyimpan muatan listrik.Kapasitansi didefenisikan sebagai kemampuan dari suatu kapasitor untuk dapat menampung muatan elektron. Sebuah kapasitor akan memiliki kapasitansi sebesar 1 farad jika dengan tegangan 1 volt dapat memuat muatan elektron sebanyak 1 coulomb atau setara dengan 6,25 x 1018 elektron. Struktur sebuah kapasitor yang terbuat dari 2 buah pelat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik ditunjukkan pada Gambar 2.7. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya keramik, gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung pelat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki elektroda metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan negatif terkumpul pada ujung metal yang lain. Muatan positif tidak dapat mengalir menuju ujung kutub negatif dan sebaliknya muatan negatif tidak bisa menuju ke ujung kutub positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-konduktif. Muatan elektrik ini tersimpan selama tidak ada kondukif pada ujung-ujung kakinya.

Kapasitor bank adalah peralatan listrik yang mempunyai sifat kapasitif yang akan berfungsi sebagai penyeimbang sifat induktif. Kapasitas kapasitor diproduksi dalam berbagai kapasitas mulai dari ukuran 5 kVAR sampai 60 kVAR dengan interval tegangan kerja 230 V sampai 525 Volt tergantung nilai kapasitansi yang diperlukan. Kapasitor Bank terdiri dari beberapa kapasitor yang disambung secara paralel untuk mendapatkan kapasitas kapasitif tertentu. Besaran kapasitas kapasitor bank yang sering dipakai adalah kVAR (Kilovolt ampere reaktif) meskipun didalamnya tercantum besaran kapasitansi yaitu Farad. Kapasitor ini mempunyai sifat listrik yang kapasitif (leading). Sehingga mempunyai sifat mengurangi terhadap sifat induktif

(lagging). Sehingga dapat dikatakan dalam perbaikan faktor daya untuk arus ac dengan beban bersifat induktif, digunakan kapasitor daya atau kapasitor bank untuk arus ac.

2.4.2 Rangkaian Kapasitor

Untuk mendapatkan nilai kapasitor yang dibutuhkan, kapasitor tetap dapat disusun secara seri atau paralel.

Kapasitor yang terhubung secara seri akan mengakibatkan nilai kapasitansi total semakin kecil. Di bawah ini contoh kapasitor yang dirangkai secara seri.

Gambar 2.8 Rangkaian kapasitor secara seri. Pada rangkaian kapasitor yang dirangkai secara seri berlaku rumus :

B C3D34E= B CFG B C=G B CH (2.15) atau: IJKJLM = CF×C=×CH CF×C=NC=×CHNCH×CF (2.16)

Sedangkan kapasitor yang terhubung secara paralel akan mengakibatkan nilai kapasitansi pengganti semakin besar. Di bawah ini contoh kapasitor yang dirangkai secara paralel.

Gambar 2.9 Rangkaian kapasitor secara paralel. Pada rangkaian kapasitor yang dirangkai secara seri berlaku rumus:

IJKJLM = IBG I G IO (2.17)

2.4.3 Prinsip Perbaikan Faktor Daya (cos φφφφ)

Perhitungan nilai kapasitor digunakan untuk setiap beban yang terpasang pada sistem, sehingga dapat memperbaiki faktor daya PF dengan maksimal. Dalam menentukan kapasitansi kapasitor bank dilakukan terlebih dahulu perhitungan daya reaktif kompensator (Qc). Daya reaktif kompensator dibagi dengan banyaknya step VAR kompensator. Daya reaktif kompensator tiap step VAR kompensator digunakan untuk perhitungan kapasitansi kapasitor bank tiap step VAR kompensator. Dengan demikian akan didapatkan kapasitansi kapasitor untuk tiap step VAR kompensator yang digunakan.

Pada prinsipnya, dalam perbaikan PF agar nilai PF ≈ 1, sebuah kapasitor daya ac (kapasitor bank) harus mempunyai nilai daya reaktif kompensator Qc yang sama dengan nilai daya reaktif Q dari sistem yang akan diperbaiki faktor dayanya, atau dapat ditulis dengan:

Qc = Q (2.18)

Dari persamaan = ∙ (2.19) Maka: = 2 Q =;∙R Q = S= < Q Q =;= 9 (2.20)

Jadi daya reaktif kompensator dalam beban yang bersifat reaktansi,

+T =;=

UT (2.21)

Untuk menghitung daya reaktif kompensator yang dibutuhkan terhadap perubahan daya reaktif yang diinginkan, digunakan persamaan:

+T = +BV + (2.22)

Jika keadaan ini dipenuhi, kapasitor bank akan memperbaiki faktor daya menjadi bernilai maksimum (cos φ = 1). Besarnya nilai daya Qc kapasitor bank yang diperlukan untukmengubah faktor daya dari cos

φ

1 menjadi cos

φ

2 dapat ditentukan dengan:

+T = (tanφBV tanφ ) (2.23)

Dimana:

Qc= daya reaktif kapasitor (VAR) P = daya nyata (Watt)

φ1 = sudut fase sebelum perbaikan φ2 = sudut fase seteleah perbaikan

Sedangkan untuk menghitung besarnya nilai kapasitor yang dibutuhkan agar didapat nilai sudut φ2 yang diinginkan dapat ditentukan dengan:

Dari persamaan:

WT = B

XYC (2.24)

atau sama dengan,

WT = B

ωC (2.25)

Sehingga dari persamaan (2.21):

+T = B

ωC

+T

ωI=

Maka nilai kapasitor yang dibutuhkan sebagai daya reaktif kapasitif adalah:

I = Z[

;=ω (2.26)

Dari persamaan (2.20) maka untuk menentukan nilai kapasistansi kompensator dapat ditulis menjadi:

I = Z

;=ω (2.27)

Dimana: C = nilai kapasitansi kapasitor (Farad) Qc = daya reaktif kapasitor (VAR) V = Tegangan (Volt)

2.5 Mikrokontroler AVR ATMega8535

Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc processor) dari Atmel ini menggunakan arsitektur RISC (Reduced Instruction Set Computer) yang artinya prosesor tersebut memiliki set instruksi program yang lebih sedikit dibandingkan dengan MCS-51 yang menerapkan arsitektur CISC (Complex Instruction Set Computer).

Hampir semua instruksi prosesor RISC adalah instruksi dasar (belum tentu sederhana), sehingga instruksi-instruksi ini umumnya hanya memerlukan 1 siklus mesin untuk menjalankannya. Kecuali instruksi percabangan yang membutuhkan 2 siklus mesin. RISC biasanya dibuat dengan arsitektur Harvard, karena arsitektur ini yang memungkinkan untuk membuat eksekusi instruksi selesai dikerjakan dalam satu atau dua siklus mesin, sehingga akan semakin cepat dan handal. Proses downloading programnya relatif lebih mudah karena dapat dilakukan langsung pada sistemnya. Sekarang ini, AVR dapat dikelompokkan menjadi 6 kelas, yaitu keluarga ATiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, keluarga AT90CAN, keluarga AT90PWM dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya, sedangkan dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka hampir sama. Sebagai pengendali utama dalam pembuatan robot ini, digunakan salah satu produk ATMEL dari keluarga ATMega yaitu ATMega8535.

2.5.1 Arsitektur ATMega8535

Mikrokontroler ATMega8535 memiliki fitur-fitur utama, seperti berikut. Saluran I/O sebanyak 32 buah yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D.

1. ADC 10 bit sebanyak 8 saluran.

2. Tiga unit Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan. 3. CPU yang terdiri atas 32 buah register.

4. Watchdog Timer dengan osilator internal. 5. SRAM sebesar 512 byte.

7. Unit interupsi internal dan eksternal. 8. Port antarmuka SPI.

9. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi. 10. Antarmuka komparator analog.

11. Port USART untuk komunikasi serial.

Mikrokontroler AVR ATMega8535 merupakan mikrokontroler produksi Atmel dengan 8 KByte In-System Programmable-Flash, 512 Byte EEPROM dan 512 Bytes Internal SRAM.AVR ATMega8535 memiliki seluruh fitur yang dimiliki AT90S8535.Selain itu, konfigurasi pin AVR ATMega8535 juga kompatibel dengan AT90S8535.

Diagram blok arsitektur ATMega8535 ditunjukkan oleh Gambar 2.11. Terdapat sebuah inti prosesor (processor core) yaitu Central Processing Unit, di mana terjadi proses pengumpanan instruksi (fetching) dan komputasi data. Seluruh register umum sebanyak 32 buah terhubung langsung dengan unit ALU (Arithmatic and Logic Unit). Tedapat empat buah port masing-masing delapan bit dapat difungsikan sebagai masukan maupun keluaran.

Media penyimpan program berupa Flash Memory, sedangkan penyimpan data berupa SRAM (Static Ramdom Access Memory) dan EEPROM (Electrical Erasable Programmable Read Only Memory). Untuk komunikasi data tersedia fasilitas SPI (Serial Peripheral Interface), USART (Universal Synchronous and Asynchronous serial Receiver and Transmitter), serta TWI (Two-wire Serial Interface).

Di samping itu terdapat fitur tambahan, antara lain AC (Analog Comparator), 8 kanal 10-bit ADC (Analog to Digital Converter), 3 buah Timer/Counter, WDT (Watchdog Timer), manajemen penghematan daya (Sleep Mode), serta osilator internal 8 MHz. Seluruh fitur terhubung ke bus 8 bit. Unit interupsi menyediakan sumber interupsi hingga 21 macam. Sebuah stack pointer selebar 16 bit dapat digunakan untuk menyimpan data sementara saat interupsi.

Gambar 2.11 Arsitektur ATmega8535

Mikrokontroler ATMega8535 dapat dipasang pada frekuensi kerja hingga 16 MHz (maksimal 8 MHz untuk versi ATMega8535L). Sumber frekuensi bisa dari luar berupa osilator kristal, atau menggunakan osilator internal.

Keluarga AVR dapat mengeksekusi instruksi dengan cepat karena menggunakan teknik “memegang sambil mengerjakan” (fetch during execution). Dalam satu siklus clock, terdapat dua register independen yang dapat diakses oleh satu instruksi.

2.5.2 Konfigurasi Pin

ATMega8535 terdiri atas 40 pin dengan konfigurasi seperti pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Deskripsi pin ATMega8535

Nama Pin Fungsi VCC Catu daya

GND Ground

Port A (PA7..PA0)

Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.

Juga berfungsi sebagai masukan analog ke ADC (ADC0 s.d. ADC7)

Port B (PB7..PB0)

Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal. Fungsi khusus masing-masing pin :

Port Pin Fungsi lain

PB0 T0 (Timer/Counter0 External Counter Input) PB1 T1 (Timer/Counter1 External Counter Input) PB2 AIN0 (Analog Comparator Positive Input) PB3 AIN1 (Analog Comparator Negative Input) PB4 SS (SPI Slave Select Input)

PB5 MOSI (SPI Bus Master Output/Slave Input) PB6 MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output) PB7 SCK (SPI Bus Serial Clock)

Port C (PC7..PC0)

Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.

Dua pin yaitu PC6 dan PC7 berfungsi sebagai oscillator luar untuk

Timer/Counter2. Port D

(PD7..PD0)

Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal. Fungsi khusus masing-masing pin :

Port Pin Fungsi lain

PD0 RXD (UART Input Line) PD1 TXD (UART Output Line) PD2 INT0 (External Interrupt 0 Input) PD3 INT1 (External Interrupt 1 Input)

Output)

PD5 OC1A (Timer/Counter1 Output CompareA Match Output)

Dokumen terkait