• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam tahapan ini penulis mendapatkan temuan-temuan audit (audit findings) dan menentukan tindakan-tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh manajemen dan pegawai perusahaan, khususnya pada bagian pembelian (dalam hal ini Procurement Department PT Saipem Indonesia), yang dijabarkan sebagai “Kondisi” yang merupakan penyimpangan-penyimpangan terhadap “Kriteria” yang telah ditentukan. Kemudian diidentifikasikan apa saja “Sebab” yang mendasari terjadinya penyimpangan tersebut dan bagaimana “Akibat” yang ditimbulkan atas penyimpangan-penyimpangan tersebut yang dapat menimbulkan dampak inefektivitas dan inefisiensi bagi kinerja operasional Procurement Department pada khususnya, dan bagi PT Saipem Indonesia pada umumnya.

Dari temuan-temuan audit tersebut, penulis dapat memberikan “Rekomendasi” yang berupa saran atau masukan yang ditujukan bagi Procurement Department PT Saipem Indonesia agar inefektivitas dan inefisiensi yang ditimbulkan dari penyimpangan-penyimpangan tersebut dapat diatasi. Temuan-temuan audit (audit findings) yang dijabarkan secara rinci ini, dengan menggunakan evaluasi terhadap “Kondisi”, “Kriteria”, “Sebab”, “Akibat”, serta “Rekomendasi”, merupakan pedoman dasar yang diperlukan untuk penyusunan laporan audit operasional.

Berdasarkan penelitian terhadap siklus pengeluaran (expenditure cycle) pada Procurement Department PT Saipem Indonesia, maka penulis mendapatkan temuan-temuan audit (audit findings) yang dapat dijabarkan berdasarkan “Kondisi”, “Kriteria”, “Sebab”, “Akibat”, dan tentunya “Rekomendasi” sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelian masih mengandung kelemahan.

Kenyataan atas pelaksanaan pembelian dapat ditemukan sebagai berikut:

a. Hampir seluruh dokumen pendukung tidak diikutsertakan ke dalam data-data pembelian (procurement files) berdasarkan urutan atau indeks.

b. Seluruh tabulasi komersial atau tabel harga ternyata tidak diotorisasi oleh pejabat yang kompeten dan berwenang.

c. Adanya komunikasi antara Buyer dengan Vendor perihal perpanjangan batas waktu pengiriman proposal-proposal Tender yang ternyata tidak didasarkan atas persetujuan oleh Project Manager.

d. Adanya pemberian Purchase Order kepada Supplier tunggal (Sole Supplier) yang ditunjuk secara langsung. Penunjukan langsung ini tidak sesuai dengan prosedur dimana penunjukan Supplier harus berdasarkan pada prinsip perbandingan yang melibatkan minimal 3 (tiga) Supplier atau Vendor. Perbandingan ini mutlak dilakukan demi menjaga kompetisi harga. Penunjukan langsung ini ternyata telah diotorisasi oleh Procurement Manager.

e. Tidak ada dokumen-dokumen pelengkap yang membuktikan bahwa penunjukan langsung terhadap Sole Supplier tersebut memang betul-betul diperlukan pada saat itu, sehingga dapat dikatakan telah menyalahi prosedur proses pembelian, utamanya dalam hal penunjukan Supplier.

f. Dalam kasus penunjukan langsung tersebut, tidak terdapat formulir mengenai proposal pemberian Purchase Order yang disetujui oleh Procurement Manager dan Project Manager untuk kemudian diteruskan kepada Manajer yang memiliki kualifikasi untuk mengotorisasi Purchase Order tersebut.

Pengendalian Intern telah dirancang oleh perusahaan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan pembelian. Salah satu komponen yang paling fundamental dari suatu Sistem Pengendalian Intern adalah informasi yang relevan harus diidentifikasi, dicatat, dan direkomendasikan dalam bentuk sebuah formulir dan harus adanya batasan waktu (timeframe), yang ditentukan sebelum dikeluarkannya Purchase Order, sehingga dapat membuat seluruh personil menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing dengan baik. Intinya adalah manajemen harus memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan perusahaan.

Beberapa penyebab terjadinya kelemahan ini yang dapat diidentifikasi antara lain: a. Kurangnya penerapan proses pembelian secara tepat (melakukan pekerjaan secara

formal).

b. Adanya pengambilan keputusan berdasarkan komunikasi-komunikasi yang bersifat nonformal.

c. Procurement Department telah diminta untuk memberikan prioritas terhadap salah satu aktivitas operasional yang mendesak (urgencies) atau biasa disebut sebagai “fast track project”.

Karena kurangnya pelaksanaan proses pembelian secara formal, maka dampak yang dapat ditimbulkan yaitu pengendalian manajemen menjadi sulit.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan pembelian tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

a. Perusahaan harus menyiapkan dan menerapkan sebuah indeks penyusunan terhadap pengisian dokumen-dokumen pendukung agar dapat disusun secara berurutan atau kronologis.

b. Seluruh pengecualian atas prinsip perbandingan yang kompetitif dengan melibatkan minimal 3 (tiga) Vendor, termasuk juga perihal tabulasi komersial atau tabel harga, harus secara formal dijustifikasi berdasarkan situasi pasar dan diotorisasi oleh Procurement Manager.

c. Perusahaan harus membuat sebuah format yang berkaitan dengan pengecualian penunjukan Supplier secara langsung, dan format tersebut harus diterapkan secara menyeluruh serta disetujui oleh Manajer yang memiliki otoritas terhadap Purchase Order maupun kontrak-kontrak lainnya.

2. Proses penerbitan permintaan pembelian tidak tepat.

Berdasarkan review atas proses permintaan pembelian, telah ditemukan adanya permintaan pembelian yang diterbitkan berdasarkan aplikasi sistem SAP-IBIS (Systems Applications and Products-Integrated Business Information System) setelah dimulainya proses Tendering atau setelah pembeli (Buyer) mengirimkan permintaan daftar harga kepada Vendor dan menerima daftar harga itu dari Vendor-Vendor tersebut. Sebagai dampaknya, permintaan pembelian diatur ulang di dalam sistem SAP-IBIS hanya dengan tujuan agar dapat mengeluarkan Purchase Orders dan sub kontrak-sub kontrak lainnya.

Setiap permintaan pembelian harus mengindikasikan kuantitas dan kualitas material yang akan dibeli, termasuk juga spesifikasi teknis dan seluruh informasi yang diperlukan untuk menentukan definisi teknis dari material-material tersebut. Berdasarkan prosedur korporasi Saipem mengenai “Management of Request for Quotation” atau “Manajemen atas Permintaan Penawaran”, seharusnya seluruh

aktivitas pembelian diproses berdasarkan permintaan pembelian barang yang secara reguler dikeluarkan dan disetujui oleh manajemen terkait.

Situasi ini terjadi karena disebabkan oleh tingginya tingkat kompleksitas barang-barang yang akan dibeli serta kaitannya dengan kemampuan para karyawan atau personil yang kurang memahami penerapan aplikasi sistem SAP-IBIS secara efektif. Hal ini disebabkan kurangnya pelatihan yang diberikan kepada personil mengenai penerapan SAP-IBIS di dalam perusahaan. Di samping itu, sebab lainnya adalah karena adanya beberapa permintaan pembelian yang bersifat mendesak atau “urgencies”.

Dikarenakan permintaan pembelian merupakan suatu basis dokumen yang diperlukan untuk memulainya suatu proses pembelian, namun proses dan otorisasinya ternyata tidak sesuai dengan prosedur, maka mengakibatkan suatu proses pembelian menjadi tidak efektif. Selain itu, akibat lainnya yakni Procurement Department tidak dapat memperoleh seluruh informasi yang betul-betul diperlukan untuk melaksanakan proses pembelian dalam rangka memenuhi kebutuhan permintaan proyek. Sebagai tambahan, kesalahan-kesalahan atau kejanggalan-kejanggalan dalam hal perhitungan biaya (cost accounting) dan juga pengawasan (monitoring) tidak dapat terdeteksi atau paling tidak diminimalisir.

Berdasarkan proses penerbitan permintaan pembelian yang tidak tepat ini, penulis menyarankan agar seharusnya permintaan pembelian (Purchase Requests) diterbitkan perusahaan berdasarkan aplikasi sistem SAP-IBIS pada saat sebelum dimulainya fase atau proses penawaran.

3. Penentuan batas waktu pengiriman penawaran tidak dipertimbangkan secara realistis. Perusahaan telah menetapkan batas waktu tertentu bagi Vendor-Vendor untuk mengirimkan penawaran. Namun ternyata beberapa penawaran dari Vendor-Vendor dikirim setelah melewati batas waktu atau tanggal penutupan dan pengiriman tersebut tidak ditolak oleh perusahaan. Keputusan untuk tidak dilakukannya penolakan atas penawaran tersebut ternyata tidak didefinitifkan dan tidak ada bukti persetujuan dari Project Manager terhadap penerimaan penawaran tersebut.

Berdasarkan pengendalian atas prosedur pembelian, batas waktu pengiriman penawaran harus ditentukan dengan realistis dan penawaran yang dikirim setelah melewati batas waktu tersebut harus ditolak.

Penyimpangan ini disebabkan karena penetapan batas waktu pengiriman penawaran oleh Project Team dipengaruhi oleh kepentingan yang mendesak sehingga batas waktu yang ditetapkan terkesan tidak realistis.

Kebijakan penetapan batas waktu tersebut dianggap tidak populis di mata para Supplier atau Vendor dan dampaknya adalah Supplier atau Vendor seringkali meminta perpanjangan waktu untuk mengirimkan penawaran. Hal ini juga mengakibatkan persyaratan-persyaratan yang seharusnya berlaku tidak dapat diaplikasikan sebagaimana mestinya.

Perusahaan seharusnya melakukan penetapan batas waktu pengiriman penawaran bagi seluruh Vendor atau Supplier secara realistis. Dan apabila terdapat perpanjangan waktu terhadap pengiriman penawaran tertentu, maka keputusan-keputusan untuk memberikan perpanjangan waktu atas pengiriman penawaran tersebut harus didefinitifkan dan diotorisasi.

4. Persyaratan-persyaratan prosedural atas Amplop Penawaran Tertutup (Sealed Envelope Bid) tidak sesuai dengan instruksi Tender.

Dalam proses penawaran, terdapat berbagai persyaratan prosedural atas Amplop Penawaran Tertutup (Sealed Envelope Bid). Namun pada kenyataannya terdapat beberapa ketidaksesuaian antara persyaratan-persyaratan prosedural tersebut dengan instruksi Tender, yaitu:

a. Adanya beberapa Amplop Penawaran Tertutup yang tidak diterima dan alasan-alasannya yang relevan tidak dicatat dan didokumentasikan.

b. Dalam beberapa proyek, perusahaan telah menginstruksikan Vendor-Vendor untuk mengirimkan penawaran mereka dalam Amplop Penawaran Tertutup. Namun mayoritas Vendor-Vendor tersebut justru mengirim penawaran mereka melalui fax atau e-mail.

c. Penawaran-penawaran yang dikirim melalui Amplop Penawaran Tertutup tidak distempel, diberi nomor, dan didaftarkan ke dalam daftar pembelian.

d. Konklusi atau hasil dari pertemuan-pertemuan (meetings) mengenai pembukaan Amplop Penawaran Tertutup yang bertajuk “Bid Opening Board” tidak didefinitifkan ke dalam sebuah laporan yang didalamnya terdapat nomor-nomor referensi penawaran sebagaimana telah disebutkan diatas.

Berdasarkan prosedur korporasi Saipem mengenai “Management of Request for Quotation” atau “Manajemen atas Permintaan Penawaran”, seluruh penawaran harus dikirim melalui Amplop Penawaran Tertutup (Sealed Envelope Bid). Prosedur yang merupakan standar perusahaan ini juga mengklarifikasi bahwa seluruh penawaran yang dikirim dengan Amplop Penawaran Tertutup harus distempel dan diberi nomor

referensi. Lalu sebuah tim harus dibentuk guna bertugas melakukan pembukaan atas Amplop-Amplop Penawaran Tertutup tersebut. Kriteria ini berdasarkan atas instruksi kerja Saipem mengenai Manajemen Pembelian atau “Procurement Management”, dimana pembelian yang dilakukan melalui Purchase Orders yang bernilai kontrak melebihi 500.000 Euro, permintaan penawarannya harus dilakukan melalui suatu amplop tertutup (sealed envelope).

Ketidaksesuaian ini terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: a. Procurement Department telah diminta untuk memberikan prioritas terhadap

permintaan-permintaan penawaran tertentu yang bersifat sangat mendesak guna menunjang kegiatan operasional perusahaan.

b. Penetapan batas waktu pengiriman penawaran yang ditentukan oleh Project Team sangat tidak realistis dan hal inilah yang mendasari mayoritas Vendor untuk mengirimkan penawaran-penawaran mereka melalui fax atau e-mail.

c. Kurangnya dokumen-dokumen pendukung sebagai bukti relevan bahwa adanya persetujuan atas pengiriman penawaran yang tidak dikirim melalui Amplop Penawaran Tertutup.

Kurangnya pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan prosedur, terutama mengenai prosedur Amplop Penawaran Tertutup (Sealed Envelope Bid), dapat mengakibatkan informasi-informasi yang sifatnya rahasia dan konfidensial yang terdapat di dalam penawaran-penawaran tersebut telah diketahui terlebih dahulu sebelum dibuatnya suatu tabel harga atau tabulasi komersial. Dampak lain yang ditimbulkan dari penyimpangan ini yaitu keketatan proses seleksi terhadap para Vendor atau Supplier dapat berkurang.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, penulis memberikan rekomendasi kepada perusahaan untuk melakukan beberapa tindakan sebagai berikut:

a. Batas waktu pengiriman penawaran harus ditentukan secara realistis.

b. Keputusan-keputusan untuk menerima penawaran-penawaran yang dikirim dengan tidak melalui Amplop Penawaran Tertutup tersebut harus didefinitifkan dan diotorisasi.

c. Amplop-Amplop Penawaran Tertutup tersebut harus distempel, diberikan nomor referensi, dan didaftarkan ke dalam daftar pembelian.

d. Konklusi dari pertemuan-pertemuan “Bid Opening Board” harus didefinitifkan dan dituangkan ke dalam sebuah laporan.

5. Sistem penyimpanan dokumen pembelian belum baik.

Setelah melakukan evaluasi terhadap manajemen proses Tendering, telah ditemukan adanya berbagai penyimpangan berikut:

a. Dalam beberapa proses Tendering ternyata tidak terdapat daftar Vendor (Vendor List), dan adanya Vendor List yang tidak disetujui oleh Project Director ataupun Project Manager.

b. Beberapa Vendor yang tidak tercantum di dalam Vendor List diikutsertakan ke dalam proses Tendering.

c. Beberapa Vendor yang belum mengirimkan penawaran diikutsertakan ke dalam proses Tendering.

e. Hampir seluruh Vendor yang diikutsertakan ke dalam proses Tendering tidak melakukan komunikasi dengan pembeli (Buyer) perihal konfirmasi penerimaan dokumen Tender dan keputusan Vendor untuk turut berpartisipasi dalam Tender tersebut.

f. Tidak tersedianya formulir Evaluasi Teknis (Technical Evaluation).

g. Salah satu Vendor yang telah mengirimkan penawarannya belum dicantumkan ke dalam tabulasi komersial atau tabel harga.

h. Beberapa tabulasi komersial atau tabel harga belum ditandatangani dan diberi tanggal.

i. Tidak tersedianya tabulasi komersial atau tabel harga yang sudah final setelah dilakukannya negosiasi final dengan Vendor.

j. Adanya Purchase Order yang belum dikirimkan kepada Vendor pemenang Tender dan tidak adanya dokumen yang menunjukkan kriteria seleksi terhadap pemilihan Vendor tersebut.

k. Adanya kontrak yang diberikan kepada Vendor pemenang Tender namun tidak ditemukan dokumen-dokumen pendukungnya.

l. Tidak tersedianya beberapa konfirmasi penerimaan Purchase Order dari Vendor. Tata cara penyimpanan dokumen oleh perusahaan telah diatur sedemikian rupa yaitu seluruh dokumen pencatatan atas proses Tendering harus disimpan untuk kemudahan pencariannya. Sesuai dengan standar korporasi Saipem mengenai “Management of Request for Quotation” atau “Manajemen atas Permintaan Penawaran”, penyimpanan dokumen Tender mutlak dilakukan untuk memastikan kemudahan pencarian dan untuk memastikan aplikasi proses Tender tersebut.

Namun dalam pelaksanaannya ternyata terjadi berbagai penyimpangan dan hal ini terjadi karena:

a. Kurangnya penerapan proses penyimpanan dokumen pembelian secara tepat. b. Beberapa Tender telah dilakukan pada tahap awal sebelum proyek dimulai.

c. Adanya prioritas tertentu yang diberikan untuk kepentingan aktivitas operasional perusahaan.

Tanpa adanya kelengkapan dokumen pencatatan, pelaksanaan proses Tendering tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian maka tidak ada jaminan bahwa tujuan adanya penawaran harga terbaik secara teknis dan komersial akan tercapai.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

a. Seluruh dokumen pencatatan yang berhubungan dengan proses Tendering harus disimpan.

b. Prosedur penyimpanan dokumen pencatatan tersebut harus dibuat.

c. Persyaratan-persyaratan yang berlaku harus diaplikasikan kepada seluruh Vendor atau Supplier yang terlibat dalam proses Tendering.

d. Standar korporasi Saipem beserta instruksi-instruksi kerjanya harus sesegera mungkin diimplementasikan oleh perusahaan.

6. Penetapan kualifikasi Vendor atau Supplier tidak dilakukan dengan tepat. Penulis menemukan beberapa kondisi yang teridentifikasi antara lain:

a. Adanya beberapa Supplier yang tidak lolos kualifikasi namun Supplier-Supplier tersebut tetap diberikan Purchase Order. Sebagai tambahan, ruang lingkup kerja

untuk Purchase Order menunjukkan ketidaksesuaian dengan kategori penawaran harga dari para Supplier.

b. Adanya beberapa Vendor yang telah diblokir atau kualifikasinya sudah tidak berlaku.

c. Adanya beberapa Vendor yang berstatus masih pra-kualifikasi.

d. Dalam aktivitas pemantauan, terdapat fakta bahwa adanya beberapa Vendor yang telah diberikan Purchase Order tanpa dikualifikasi terlebih dahulu agar ruang lingkup kerjanya menjadi efektif.

Standar korporasi Saipem mengenai Manajemen terhadap Vendor atau “Vendor Management” menyatakan bahwa perusahaan bertanggung jawab atas:

a. Evaluasi atas permintaan kualifikasi terhadap Vendor-Vendor yang telah ditunjuk oleh klien.

b. Permintaan aktivasi proses kualifikasi Vendor-Vendor yang ditujukan kepada Group Procurement Coordination Department.

c. Perkembangan proses kualifikasi terhadap Vendor-Vendor lokal.

Kelemahan ini terjadi karena disebabkan oleh status kualifikasi terhadap Vendor-Vendor dan batas nilai penawaran tidak diubah secara reguler dan dipertimbangkan selama fase atau periode penyeleksian Vendor.

Berdasarkan kelemahan ini, akibat yang dapat ditimbulkan yaitu kualifikasi beberapa Vendor atau Supplier tidak sesuai dengan standar kualitas menurut nominasi Saipem sehingga komitmen atas pengutamaan keselamatan menjadi diragukan.

Penulis menyarankan agar evaluasi lengkap terhadap daftar Vendor-Vendor lokal harus segera dilakukan, dan apabila status Vendor telah berubah, maka harus segera diinformasikan kepada Corporate Vendor Qualification Department.

7. Beberapa Purchase Order baru dikeluarkan perusahaan setelah dilakukannya beberapa aktivitas terkait oleh Supplier.

Dalam melakukan evaluasi terhadap pengeluaran Purchase Order dengan aktivitas-aktivitas Supplier, terdapat fakta bahwa beberapa Purchase Order atau kontrak-kontrak yang bernilai besar baru dikeluarkan perusahaan ketika material-material sudah dikirim oleh Supplier dan aktivitas-aktivitas Supplier tersebut sudah mulai berjalan. Selain itu juga terdapat beberapa invoice yang diterima sebelum dikeluarkannya Purchase Order.

Material-material yang dikirim ataupun aktivitas-aktivitas yang dilakukan Supplier seharusnya sesuai dengan Purchase Order dan dilakukan setelah dikeluarkannya Purchase Order yang telah disetujui.

Dengan tujuan melakukan proses pengiriman yang bersifat mendesak, Supplier-Supplier telah diminta perusahaan untuk mengirim material-material dan melakukan aktivitas-aktivitasnya ke dalam lokasi proyek sebelum diberikan Purchase Order yang telah disetujui.

Berbagai dampak yang dapat terjadi atas penyimpangan ini antara lain:

a. Seluruh aktivitas dapat dilakukan oleh personil-personil yang tidak berkepentingan atau tidak memiliki otorisasi.

c. Kondisi seperti ini dapat merugikan kedua belah pihak, baik Supplier maupun perusahaan selaku kontraktor.

d. Penyalahgunaan prosedur pembelian yang telah ditentukan oleh Saipem.

e. Barang-barang yang dikirimkan atau aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan tanpa adanya ikatan kontrak yang jelas tidak dilindungi oleh kebijakan asuransi yang telah ditetapkan oleh Saipem.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, disarankan agar proses pengeluaran Purchase Order harus sesuai dengan prosedur operasional pembelian dan harus diberikan kepada Supplier-Supplier terpilih sebelum adanya pengiriman material-material atau pelaksanaan aktivitas-aktivitas terkait oleh Supplier-Supplier tersebut.

IV.4. Pelaporan

Tahap ini merupakan salah satu tahap akhir dari proses pemeriksaan atau audit operasional yang bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil audit operasional tersebut ,yang berupa rekomendasi-rekomendasi berdasarkan temuan-temuan audit yang telah teridentifikasi sebelumnya, yang ditujukan kepada manajemen perusahaan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan perbaikan-perbaikan atas penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi. Namun pada tahap ini penulis tidak menyampaikan suatu format laporan audit operasional, melainkan hanya menyimpulkan materi laporan audit operasional dalam bentuk “Risalah Temuan-Temuan Audit” (“Summary of Audit Findings”), “Temuan-Temuan Audit dan Rekomendasi-Rekomendasi” (“Audit Findings and Recommendations”), serta “Kesimpulan” (“Conclusion”).

Berdasarkan evaluasi terhadap sistem pengendalian intern dengan didasari oleh pengujian terinci yang menjabarkan “Kondisi”, “Kriteria”, “Sebab”, “Akibat”, dan “Rekomendasi”, maka materi laporan hasil audit operasional untuk mengevaluasi kinerja bagian pembelian PT Saipem Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:

Risalah Temuan-Temuan Audit (Summary of Audit Findings)

Berdasarkan hasil audit operasional yang telah dilakukan atas aktivitas pembelian dan siklus pengeluaran, penulis menemukan adanya beberapa penyimpangan yang dapat dikategorikan sebagai temuan-temuan audit sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelian masih mengandung kelemahan. 2. Proses penerbitan permintaan pembelian tidak tepat.

3. Penentuan batas waktu pengiriman penawaran tidak dipertimbangkan secara realistis. 4. Persyaratan-persyaratan prosedural atas Amplop Penawaran Tertutup (Sealed

Envelope Bid) tidak sesuai dengan instruksi Tender. 5. Sistem penyimpanan dokumen pembelian belum baik.

6. Penetapan kualifikasi Vendor atau Supplier tidak dilakukan dengan tepat.

7. Beberapa Purchase Order baru dikeluarkan perusahaan setelah dilakukannya beberapa aktivitas terkait oleh Supplier.

Temuan-Temuan Audit dan Rekomendasi-Rekomendasi (Audit Findings and Recommendations)

Berdasarkan pengujian terinci yang telah dilakukan sebelumnya dengan menjabarkan “Kondisi”, “Kriteria”, “Sebab”, “Akibat”, dan “Rekomendasi”, maka temuan-temuan audit yang dapat diindikasikan dan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan untuk menanggulanginya dapat secara singkat diuraikan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelian masih mengandung kelemahan.

Kelemahan yang teridentifikasi salah satunya yaitu adanya pemberian Purchase Order kepada Supplier tunggal (Sole Supplier) yang ditunjuk secara langsung. Penunjukan langsung ini tidak sesuai dengan prosedur dimana penunjukan Supplier harus berdasarkan pada prinsip perbandingan yang melibatkan minimal 3 (tiga) Supplier atau Vendor. Perbandingan ini mutlak dilakukan demi menjaga kompetisi harga. Penunjukan langsung ini ternyata telah diotorisasi oleh Procurement Manager.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan pembelian tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

a. Perusahaan harus menyiapkan dan menerapkan sebuah indeks penyusunan terhadap pengisian dokumen-dokumen pendukung agar dapat disusun secara berurutan atau kronologis.

b. Seluruh pengecualian atas prinsip perbandingan yang kompetitif dengan melibatkan minimal 3 (tiga) Vendor, termasuk juga perihal tabulasi komersial atau tabel harga, harus secara formal dijustifikasi berdasarkan situasi pasar dan diotorisasi oleh Procurement Manager.

c. Perusahaan harus membuat sebuah format yang berkaitan dengan pengecualian penunjukan Supplier secara langsung, dan format tersebut harus diterapkan secara menyeluruh serta disetujui oleh Manager yang memiliki otoritas terhadap Purchase Order maupun kontrak-kontrak lainnya.

2. Proses penerbitan permintaan pembelian tidak tepat.

Berdasarkan review atas proses permintaan pembelian, telah ditemukan adanya permintaan pembelian yang diterbitkan berdasarkan aplikasi sistem SAP-IBIS (Systems Applications and Products-Integrated Business Information System) setelah dimulainya proses Tendering atau setelah pembeli (Buyer) mengirimkan permintaan daftar harga kepada Vendor dan menerima daftar harga itu dari Vendor-Vendor tersebut.

Berdasarkan proses penerbitan permintaan pembelian yang tidak tepat ini, penulis menyarankan agar seharusnya permintaan pembelian (Purchase Requests) diterbitkan perusahaan berdasarkan aplikasi sistem SAP-IBIS pada saat sebelum dimulainya fase atau proses penawaran.

3. Penentuan batas waktu pengiriman penawaran tidak dipertimbangkan secara realistis. Perusahaan telah menetapkan batas waktu tertentu bagi Vendor-Vendor untuk mengirimkan penawaran. Namun ternyata beberapa penawaran dari Vendor-Vendor tersebut dikirim setelah melewati batas waktu atau tanggal penutupan penerimaan penawaran. Beberapa penawaran dari Vendor-Vendor tersebut tidak ditolak oleh perusahaan. Keputusan untuk tidak dilakukannya penolakan atas penawaran tersebut ternyata tidak didefinitifkan dan tidak ada bukti persetujuan dari Project Manager terhadap penerimaan penawaran tersebut.

Perusahaan seharusnya melakukan penetapan batas waktu pengiriman penawaran bagi seluruh Vendor atau Supplier secara realistis. Dan apabila terdapat perpanjangan waktu terhadap pengiriman penawaran tertentu, maka keputusan-keputusan untuk memberikan perpanjangan waktu atas pengiriman penawaran tersebut harus

Dokumen terkait