• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguji II : Dr. Yosephin Sri Sutanti, MS., Sp.Ok (

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Pengujian Yang Digunakan Untuk Mengukur Stereopsis

Kemampuan mempersepsikan kedalaman secara tepat oleh penglihatan binokuler adalah tingkatan tertinggi yang dimiliki seorang individu dalam hal aspek visual. Seseorang akan memiliki penglihatan stereoskopis yang prima apabila telah memenuhi berbagai persyaratan, seperti tidak adanya gangguan penglihatan binokuler dan gangguan visus yang berat. Sedikit saja syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka penglihatan stereoskopis atau stereopsis akan terganggu. Karena begitu ketatnya persyaratan untuk penglihatan stereoskopis yang baik, beberapa ahli menganggap bahwa adanya gangguan penglihatan stereoskopis merupakan salah satu tanda awal dari gangguan sistem penglihatan. Hasil pemeriksaan stereoskopis yang memberikan hasil baik biasanya menyingkirkan diagnosis gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, ambliopia, dan strabismus. Oleh karena itu, sudah selayaknya pemeriksaan stereoskopis untuk mengukur stereopsis dapat dipertimbangkan sebagai suatu komponen dari rangkaian skrining mata. (24)

Proses stereopsis dapat dibagi menjadi dua sub kategori, lokal dan global. Stereopsis lokal sangat bergantung pada penglihatan sentral oleh fovea, dan pengujian stereopsis lokal hanya melibatkan lapang pandang dan sudut pandang yang kecil, yaitu, subyek diminta melihat pada sasaran pandang yang kecil dan jauh. Stereopsis lokal digunakan untuk mengevaluasi perbedaan jarak dua stimuli horisontal atau lebih yang terletak pada jarak tertentu. Oleh karena itu stereopsis lokal sering disebut juga stereopsis jauh. Pengujian stereopsis global mempunyai sifat-sifat yang berlawanan dengan pengujian stereopsis lokal, yaitu sasaran pandang yang cukup besar dan dekat, misalnya pada berbagai stereogram titik-acak dan beberapa vectographic stereogram. Stereopsis global sering disebut juga stereopsis dekat. Proses stereopsis global melibatkan pemrosesan saraf pusat

yang lebih luas dan melibatkan hampir seluruh bagian retina. Pada pengujian stereopsis global, proses evaluasi dan korelasi dari titik-titik korespondensi (corresponding points) dan titik-titik yang berbeda (disparate points) memerlukan jatuhnya bayangan di daerah retina yang cukup besar. (10)

Dalam klinis, ada dua kelompok uji/tes yang digunakan untuk mengukur stereopsis, yaitu stereotes kontur (contour stereotest) dan stereotes titik-acak (random-dot stereotest). Disebut stereotes kontur karena subyek disajikan suatu bentuk gambar dua dimensi yang konturnya dapat terlihat secara tiga dimensi hanya dengan menggunakan teknik atau alat khusus (misalnya kacamata filter). Stereotes kontur umumnya hanya menguji kualitas stereopsis lokal, sedangkan stereotes titik-acak dapat menguji stereopsis global, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. (10)

Menurut penelitian Wong, et al. (2002), hasil pengukuran stereoakuitas menurut stereotes kontur dan stereotes titik acak tidak berbeda secara bermakna, asalkan sama-sama menggunakan instrumen yang sejenis, misalnya stereogram. (25) Sehingga dapat dikatakan bahwa pengukuran stereopsis jauh dan stereopsis dekat memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, pada pengujian dengan dua jenis stereogram.

Sebuah contoh dari stereotes kontur yang banyak digunakan di Amerika Serikat adalah Titmus Fly Stereotest, atau Stereogram Titmus.Dalam pengujian tersebut, disparitas horisontal disajikan melalui teknik vectographic (cetakan gambar stereoskopis yang hanya dapat dilihat dengan kacamata 3D dengan lensa terpolarisasi). (26) Sebenarnya Stereogram Titmus mempunyai tiga komponen, yaitu gambar lalat raksasa, gambar-gambar hewan, dan cincin Wirt. Cincin Wirt terdiri dari empat buah lingkaran yang tersusun sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah gambar wajik, dan total gambaran wajik tersebut berjumlah sembilan buah. Ketika diuji dari jarak 40 cm, gambar lalat memiliki disparitas sebesar 3.600 detik busur, disparitas dari berbagai gambar hewan sebesar 400-100

detik busur dan disparitas dari berbagai cincin Wirt sebesar 800-40 detik busur.

(10)

Gambar 2.11. Titmus Fly Stereotest (10)

Sumber: Webvision, diunduh tanggal 1 November 2011 dari:

http://webvision.med.utah.edu/book/part-viii-gabac-receptors/perception-of-depth/

Stereogram titik-acak pertama kali dikembangkan oleh Julesz (1960) (27) dengan tujuan untuk mengeliminasi isyarat monokuler, yang dikatakan masih mempengaruhi stereopsis lokal. Subyek yang hendak diuji disajikan satu atau dua buah bidang datar berbentuk kotak yang berisi titik-titik yang tersusun secara acak. Pada beberapa pengujian, titik-titik ini disusun secara acak oleh program komputer. Subyek hanya dapat melihat obyek tiga dimensi secara stereoskopis hanya dengan menggunakan kedua matanya secara simultan, dan tidak dapat melihat obyek yang ditunjukkan hanya dengan satu mata saja. Obyek yang terlihat secara stereoskopis terlihat seolah-olah mengambang di atas bidang datar. Karena tidak mempunyai kontur, maka persepsi kedalaman stereoskopis pada pengujian ini hanya dapat terjadi oleh karena faktor stereopsis. (10,24)

Contoh stereotes titik-acak yang banyak digunakan di Amerika Serikat adalah

Frisby Stereotest, Randot Stereotest, Random-dot E Stereotest dan Lang Stereotest. Pada Stereotes Frisby digunakan kedalaman nyata untuk menentukan

stereoakuitas. Di sini digunakan tiga buah lempengan plastik dengan ketebalan yang berbeda, di mana pada masing-masing lempengan terdapat empat gambar bujur sangkar yang dicat di salah satu sisi lempengan tersebut. Dalam salah satu

Subyek diminta untuk mengidentifikasi adanya “lubang” atau lingkaran yang mencuat “keluar”. Howard dan Rogers (1995) berpendapat bahwa, meskipun stereotes Frisby mudah digunakan, namun masih terdapat bias yang dapat membuat rancu pengujian stereopsis, karena faktor vergensi, akomodasi, paralaks, dan perspektif dapat pula berperan, sehingga berpotensi mengacaukan hasil pemeriksaan. (9) Baik Uji Randot dan Random-dot E menggunakan filter terpolarisasi silang berupa kacamata. Disparitas juga dibuat secara vectographic. Stereotes Randot menggunakan gambar hewan yang dimodifikasi dan desain cincin dengan latar belakang titik acak untuk menghilangkan isyarat monokuler. Stereotes Lang menggunakan teknik panographic (Fricke dan Siderov, 1997) (26) untuk menyajikan disparitas, sehingga tidak diperlukan adanya kacamata sebagai filter. Subyek diminta untuk mengidentifikasi gambar pada Stereotes Lang. Pada

Lang II Stereotest memiliki bentuk yang dapat terlihat secara monokuler di

atasnya. (10)

Semua pengujian memberikan pengukuran stereoakuitas dengan meminta subyek untuk mengidentifikasi target yang memiliki kedalaman stereoskopis yang benar (target yang memiliki disparitas atau perbedaan kontur). Jarak antara subyek dengan instrumen dan jarak antar pupil perlu dipertimbangkan ketika menghitung stereoakuitas. Subyek dengan gangguan penglihatan binokuler atau perbedaan kelainan refraksi pada satu mata, akan mendapatkan hasil buruk pada pengujian mempersepsikan kedalaman. (10)

Gambar 2.12. Frisby Stereotest (10) Gambar 2.13. Randot Stereotest (10)

Sumber: Webvision, diunduh tanggal 1 November 2011 dari:

http://webvision.med.utah.edu/book/part-viii-gabac-receptors/perception-of-depth/

Gambar 2.14. Lang II Stereotest (10)

Sumber: Webvision, diunduh tanggal 1 November 2011 dari:

http://webvision.med.utah.edu/book/part-viii-gabac-receptors/perception-of-depth/

Dokumen terkait