• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. KARAKTERISASI FILM KOMPOSIT PEKTIN/KITOSAN

2. Pengukuran Aktivitas Air (a w )

Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan menggunakan aw-meter

Shibaura WA-360. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu alat dikalibrasi dengan menggunakan larutan garam jenuh NaCl. Pencatatan dilakukan terhadap nilai aw.

Gambar 8. Pengukuran nilai aw Edible film

2.3Pengukuran Ketebalan

Film yang dihasilkan diukur ketebalannya dengan menggunakan pengukur ketebalan mikrometer dengan nilai ketelitian 0,001 mm pada tiga titik berbeda. Nilai ketebalan ditentukan dari rata-rata tiga nilai pengukuran ketebalan film.

2.4Pengukuran Kuat Tarik dan Persentase Pemanjangan

Kuat tarik dan persentase pemanjangan diukur dengan menggunakan Tensile Strength and Elongation Tester Industries model SSB 0500. Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah dan persentase pemanjangan didasarkan atas pemanjangan film saat film pecah.

Kuat tarik (MPa) = F/A

Keterangan: F = gaya kuat tarik (N) ; A = luas bidang gaya (mm2)

% Elongasi =b−a

a × 100%

Keterangan: a: panjang awal

b: panjang setelah putus

Gambar 9. Pengukuran kuat tarik dan persentase pemanjangan edible film 2.5Laju Transmisi Uap Air Metode Gravimetri

Laju transmisi uap air terhadap film diukur dengan menggunakan metode gravimetri. Bahan penyerap uap air (CaCl2) diletakkan dalam

kaleng. Kemudian sampel berukuran 3x3 cm diletakkan di atas kaleng tersebut dengan metode jendela menggunakan aluminium foil sedemikian rupa sehingga menutupi kaleng tersebut. Tutup dengan parafin untuk menutupi bagian antara wadah dengan aluminium foil sehingga tidak ada udara masuk.

Cawan ditimbang dengan ketelitian 0.0001 g kemudian diletakkan dalam lemari kaca yang RH ruangannya terukur menggunakan RH-meter. Cawan ditimbang tiap hari pada jam yang sama dan ditentukan

pertambahan berat dari cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat dan waktu. Nilai WVTR dihitung dengan rumus:

WVTR = slope / luas sampel (m2) = g/m2/24 jam (90% RH, 30oC) k/x = WVTR / [(P2-P1) x RH ruangan] P2 : tekanan uap air jenuh di luar kaleng (mm Hg)

P1 : tekanan uap air jenuh di dalam kaleng (mm Hg)

Gambar 10. Pengukuran laju transmisi uap air metode gravimetri: (a) kontrol dan (b) edible film

2.6Analisis dengan Differential Scanning Calorimeter (DSC)

Sifat-sifat termal film komposit pektin/kitosan dianalisis dengan DSC (M-DSC 2920, TA Instruments, USA) untuk menentukan suhu transisi gelas (Tg) dan titik leleh bahan (Tm). Sebanyak 7-10 mg bahan diletakkan pada cawan aluminium DSC dengan menggunakan cawan DSC kosong sebagai pembanding. Scanning dilakukan dengan kecepatan peningkatan panas diatur 10°C/menit.

2.7Analisis dengan X-Ray Diffraction (XRD)

Pola difraksi sinar-X film komposit pektin/kitosan dianalisis dengan Rigaku X-ray diffractometer (Rigaku D/maks 2500v/pc) pada kondisi operasi 40kV dan 200 mA. Sebelum dianalisis, film terlebih dahulu dikeringkan secara alami pada suhu ruang.

2.8Analisis dengan FTIR Spectroscopy

Analisis dengan FTIR spectroscopy digunakan untuk melihat ada tidaknya interaksi spesifik pektin dan kitosan dalam campuran. Analisis dengan spectroskop FTIR dilakukan dengan pellet KBr dengan menambahkan 1 mg film dalam bentuk tepung halus ke dalam 200 mg KBr. Spektra FTIR untuk setiap sampel direkam pada suhu kamar dalam selang 400-4000 cm-1, dengan menggunakan 100 scan dan resolusi 4 cm-1.

2.9 Pengujian Aktivitas Antimikroba (Pranoto et al., 2005)

Pengujian aktivitas antimikroba edible film dilakukan dengan metode cakram (Pranoto et al., 2005).

a) Persiapan kultur uji

Kultur uji disiapkan terlebih dahulu dengan menginokulasikan satu ose kultur murni dari agar miring Nutrient Agar (NA) ke dalam 10 ml medium cair Nutrient Broth (NB) secara aseptik. Kultur uji kemudian diinkubasi 37oC selama 24 jam. Kultur uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus cereus dan Eschericia coli. Diagram alir persiapan kultur uji dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Diagram alir persiapan kultur uji b) Pengujian aktivitas antimikroba dengan metode cakram

Pengujian aktivitas antimikroba film komposit pektin/kitosan dapat diukur dengan menggunakan metode cakram. Kultur uji diinokulasikan sebanyak 0,2 ml ke dalam media NA 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi 0,2% yang telah siap dituang ke cawan petri steril. Selanjutnya 20 ml media NA yang telah berisi kultur uji dituangkan ke cawan petri.

Kultur murni

Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 Diinokulasikan ke dalam 10 ml Nutrient

Media agar dibiarkan membeku, kemudian film yang berdiameter 1 cm diletakkan di atas media yang berisi kultur uji tersebut. Media yang telah diletakkan film kemudian disimpan pada inkubator 37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, akan terlihat zona penghambatan yang diperlihatkan dengan daerah bening di sekitar film yang telah ditempelkan di atas media. Diagram alir metode cakram dalam pengujian aktivitas antimikroba film komposit pektin/kitosan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Diagram alir metode cakram 3. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Perlakuan yang diterapkan berturut- turut adalah penggunaan plasticizer PEG (dengan dan tanpa PEG) dan formulasi perbandingan pektin/kitosan (100:0, 75:25, 50:50, 25:75, dan 0:100). Rancangan

Dibuat potongan film biokomposit

pektin/kitosan dengan diameter 1 cm

Ditempelkan potongan film (D = 1 cm) ke dalam cawan Kultur

uji

Diinokulasikan 0,2% ke dalam 20 ml NB

Dituang ke dalam petri dan dibiarkan membeku

Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam

ini digunakan untuk uji statistika terhadap analisis nilai pH, warna, aw, ketebalan,

kuat tarik, persentase pemanjangan, nilai WVTR, dan diameter penghambatan terhadap Escherichia coli dan Bacillus cereus. Model rancangan percobaan yang digunakan yaitu:

Yijk=μ+αi+βj+(αβ)ij+εijk

Dimana:

Yijk = Respon yang ditimbulkan pengaruh bersama oleh faktor ke-i (i =1, 2)

faktor penggunaan plasticizer PEG, dan faktor ke-j (j=1, 2, 3, 4, 5) faktor formulasi perbandingan pektin/kitosan

μ = Nilai tengah (rata-rata) dari seluruh nilai pengamatan

α1 = Pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor penggunaan plasticizer PEG

βj = Pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor formulasi perbandingan

pektin/kitosan

(αβ)ij = Pengaruh yang ditimbulkan oleh interaksi interaksi antara α1 dan βj

εijk = Pengaruh kesalahan percobaan

Apabila perlakuan berbeda nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis ini dilakukan menggunakan software SPSS 15.0.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN EDIBLE FILM

Larutan edible film komposit pektin kitosan dibuat dengan memodifikasi metode pembentukan gel yang homogen oleh Hiorth et al. (2005). Film dibuat dengan solution casting method dari campuran larutan kedua polimer yang telah disiapkan terlebih dahulu. Pektin dilarutkan dalam aquades hingga larut sempurna, artinya tidak ada pektin yang masih menggumpal, sedangkan kitosan dilarutkan dalam asam sitrat 1%. Kitosan tidak larut dalam air, larut pada hampir semua larutan asam organik pada pH sekitar 4,0 tapi tidak larut pada pH lebih besar. Salah satu pelarut yang dapat digunakan adalah asam organik lemah seperti asam asetat 10% dan asam sitrat 10% (Sugita et al., 2009). Dalam penelitian ini, asam sitrat dipilih sebagai pelarut kitosan karena asam sitrat lebih cocok digunakan untuk aplikasi film terhadap buah.

Proses pembuatan film komposit pektin kitosan sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Kombinasi pektin dan kitosan membentuk polielektrolit kompleks (PEC) pada kisaran nilai pH 3-6. Selain melalui pembentukan PEC, pada pH rendah (pH<2) pektin dan kitosan juga berinteraksi melalui ikatan hidrogen. Pada pH ini, pektin hampir tidak bermuatan dan interaksi elektrosatik ditekan, sehingga interaksi antara pektin dan kitosan akan mungkin terjadi melalui ikatan hidrogen (Nordby et al., 2003). Ghaffari et al. (2007) merepresentasikan reaksi pembentukan PEC antara pektin (P - COOH) dan kitosan (C - NH2) secara

skematik sebagai berikut:

P - COOH + C - NH3+⇄ P - COO-+NH3 - C + H+

Pada penelitian ini, pencampuran pektin dan kitosan tanpa penambahan HCl membentuk PEC berupa agregat (gumpalan) dan menyebabkan film menjadi tidak homogen. Hal ini dikarenakan pembentukan PEC yang sangat kuat antara pektin dan kitosan sehingga menyebabkan air keluar dari struktur gel membentuk gumpalan. Oleh karena itu, dalam proses pencampuran digunakan HCl 0,1 N untuk menurunkan nilai pH sehingga mengurangi interaksi antara molekul pektin dan kitosan agar edible film yang dihasilkan homogen. HCl sebagai bahan tambahan pangan pengasam diizinkan dan diatur dalam CODEX General

Standards for Food Additives. Hasil pengukuran nilai pH larutan komposit pektin/kitosan dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik nilai pH larutan komposit pektin/kitosan

Larutan komposit pektin/kitosan memiliki nilai pH yang berada pada kisaran 2,02 - 3,36. Penambahan plasticizer PEG ke dalam larutan tidak menyebabkan perubahan nilai pH yang signifikan. Berdasarkan analisis sidik ragam pada taraf α = 5% terhadap nilai pH (Lampiran 1), terdapat perbedaan yang signifikan dalam setiap formulasi larutan. Larutan pektin atau kitosan murni memiliki pH yang lebih tinggi dibandingkan larutan kompositnya karena dalam pembuatan larutan komposit pektin/kitosan digunakan HCl 0,1 N untuk menurunkan pH agar dapat melarutkan PEC. Jumlah HCL 0,1 N yang digunakan untuk setiap larutan komposit adalah sama.

Pada grafik terlihat adanya peningkatan nilai pH seiring dengan peningkatan jumlah kitosan dalam larutan komposit. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Chen et al. (2007) bahwa kitosan dalam larutan berperan sebagai reagen dasar dan menetralisasi proton yang dilepaskan oleh asam. Proses netralisasi ini juga menyebabkan kitosan larut dalam fase aquaeous karena gugus amina kitosan terionisasi oleh proton menjadi bermuatan positif.

PEG ditambahkan ke dalam larutan edible film sebagai plasticizer. Penambahan plasticizer bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas atau plastisitas dari polimer. Beberapa studi terhadap plastifikasi film kitosan menunjukkan

100 : 0 75 : 25 50 : 50 25 : 75 0 : 100 PEG 3.36 2.03 2.14 2.24 3.00 Tanpa PEG 3.32 2.02 2.13 2.23 2.96 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 pH

bahwa PEG dapat memperbaiki elastisitas film. Suyatma et al. (2005) menyebutkan bahwa PEG memiliki efisiensi dan stabilitas plastifikasi yang lebih baik terhadap kitosan dibanding beberapa plasticizer lainnya. Selain berfungsi sebagai plasticizer, PEG juga dapat berfungsi sebagai antifoaming yang diperlukan untuk mencegah pembentukan busa akibat pengadukan saat proses pembuatan edible film.

Pengadukan terus dipertahankan agar interaksi antara pektin/kitosan dengan pelarutnya dan PEG dapat berjalan dengan baik. Penyaringan dengan kertas saring dilakukan karena pektin yang digunakan adalah pektin teknis, sehingga masih ada pengotor yang tidak ikut terlarut dalam aquades. Pengotor tersebut dapat merupakan bagian tanaman tidak berpektin (pectin-less plant raw material) yang ikut terbawa saat proses ektraksi pektin.

Pengeringan dilakukan pada suhu 50oC selama kurang lebih 2x24 jam, pada suhu dan waktu tersebut tidak terjadi reaksi pencoklatan yang berlebihan dari edible film yang dikeringkan. Suhu yang digunakan untuk pengeringan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film dan penguapan bahan pelarut. Jika suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan film menjadi sangat tipis, kering, dan mudah retak, karena proses pengeringan berjalan lebih cepat dibandingkan proses pembentukan film. Jika suhu terlalu rendah akan mengakibatkan lamanya proses pengeringan larutan sehingga mudah terjadi kontaminasi dan proses tidak efisien (Sumarto, 2008).

Gambar 14. Proses pelepasan film yang telah terbentuk dari cawan

Karena edible film yang dihasilkan memiliki karakter hidrofilik, maka film dikondisikan pada RH 75% (di dalam desikator berisi larutan NaCl jenuh) sebelum dianalisis untuk mengevaluasi karakteristik film pada lingkungan dengan

kelembaban tinggi. Meskipun RH mendekati 50% lebih sering digunakan, namun RH 75% juga banyak digunakan (Veiga-Santos et al., 2005). RH lingkungan terbuka terlalu tinggi untuk penyimpanan dalam jangka waktu yang dibutuhkan selama analisis.

B. KARAKTERISASI FILM KOMPOSIT PEKTIN/KITOSAN 1. Pengukuran Warna dengan Chromameter

Pengukuran intensitas warna edible film dilakukan dengan Chromameter Minolta CR-310. Alat ini menggunakan sistem Hunter Lab.

Gambar 15. Grafik pengukuran nilai L edible film komposit pektin/kitosan L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam dan 100: putih). Semakin tinggi nilai L yang terukur, maka semakin cerah warna aktual yang terlihat. Nilai L dari edible film yang tidak diplastifikasi (tanpa PEG) berkisar antara 84,3 - 85,4, sedangkan nilai L yang diplastifikasi (PEG) berkisar antara 83,6 - 88,2. Analisis sidik ragam menggunakan SPSS 15.0 terhadap nilai L pada taraf α = 5% (Lampiran 2), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara film yang diplastifikasi dengan film yang tidak diplastifikasi, yaitu film dengan penambahan PEG cenderung memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dibanding film tanpa PEG. Namun secara subjektif, tidak terlihat perbedaan tingkat kecerahan yang signifikan dari kedua kelompok film.

100 : 0 75 : 25 50 : 50 25 : 75 0 : 100 PEG 86.7 88.2 86.3 83.6 84.8 Tanpa PEG 85.4 84.4 84.3 84.3 84.6 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 L v al u e

Pada kedua kelompok film, teramati bahwa jumlah kitosan berbanding terbalik dengan tingkat kecerahan film, semakin besar kitosan yang digunakan dalam formulasi maka tingkat kecerahan film akan semakin menurun. Film yang terbuat dari pektin murni lebih cerah dibandingkan dengan film yang dibuat dengan kitosan murni. Oleh karena itu, film komposit pektin/kitosan dengan jumlah pektin lebih banyak memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi.

Kecerahan merupakan salah satu parameter kualitas kemasan edible yang penting. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa edible film komposit pektin/kitosan yang dihasilkan memiliki tingkat kecerahan yang cukup tinggi.

Nilai a dan b merupakan koordinat-koordinat chroma. Parameter a adalah cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah - hijau dengan nilai +a (positif a) dari nol sampai 100 (merah) dan nilai -a (negatif a) dari nol sampai 80 (hijau). Parameter b adalah warna kromatik campuran biru - kuning dengan nilai +b (positif b) dari nol sampai 70 (kuning) dan nilai -b (negatif b) dari nol sampai 70 (biru). Hasil pengukuran nilai a dan b edible film komposit pektin/kitosan dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.

Gambar 16. Grafik pengukuran nilai a edible film komposit pektin/kitosan Penambahan PEG dalam pembentukan film memperbesar nilai a, artinya penambahan PEG menyebabkan peningkatan intensitas warna merah edible film yang dihasilkan. Analisis sidik ragam pada taraf α = 5% terhadap nilai a (Lampiran 3), mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan untuk setiap

100 : 0 75 : 25 50 : 50 25 : 75 0 : 100 PEG 1.0 0.1 0.2 0.4 -0.3 Tanpa PEG 0.5 -0.3 -0.2 -0.1 -0.6 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 a v al u e

formulasi. Film pektin murni memiliki nilai a positif yang menunjukkan warna cenderung merah, sedangkan film kitosan murni memiliki nilai a negatif yang menunjukkan warna cenderung hijau. Namun pada film komposit, jumlah kitosan dalam film berbanding lurus dengan nilai a.

Gambar 17. Grafik pengukuran nilai b edible film komposit pektin/kitosan Hasil analisis sidik ragam menggunakan SPSS 15.0 terhadap nilai b pada taraf α = 5% (Lampiran 4), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap warna edible film komposit pektin/kitosan. Semakin besar jumlah kitosan yang digunakan, maka semakin besar nilai b, artinya warna film cenderung semakin kuning. Hal ini disebabkan karena sifat alami kitosan yang berwarna kekuningan. Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa penggunaan PEG tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap nilai b edible film.

Faktor utama yang mempengaruhi pembentukan warna (L, a, dan b) edible film komposit pektin/kitosan adalah formulasi film dan penggunaan plasticizer, sedangkan pada film pektin atau kitosan murni, warna film dipengaruhi oleh sifat alami bahan dan penggunaan plasticizer. Perbedaan warna yang terjadi antara film komposit dengan film pektin atau kitosan murni terutama disebabkan karena adanya interaksi antara pektin dan kitosan yang melibatkan asam pada film komposit. 100 : 0 75 : 25 50 : 50 25 : 75 0 : 100 PEG -1.8 2.3 2.9 7.0 3.5 Tanpa PEG -1.2 2.2 3.2 3.7 3.8 -4.0 -2.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 b v al u e

2. Pengukuran Aktivitas Air (aw)

Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh

mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Air bebas merupakan air yang secara fisik dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, dan serat. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimiawi (Winarno, 1997).

Nilai aw sangat menentukan kualitas edible film yang akan digunakan sebagai

bahan pengemas primer. Jika edible film yang dihasilkan mempunyai nilai aw

yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak makanan, maka film tersebut mempunyai potensi yang besar untuk melindungi makanan (Sumarto, 2008). Tabel 3 menunjukkan masalah penurunan kualitas yang berkaitan dengan perubahan nilai aw.

Tabel 3. Penurunan kualitas yang berkaitan dengan aw (Pavlath dan Orts, 2009)

aw Masalah Penurunan Kualitas

0,2 Pencoklatan non enzimatis

0,4 Kehilangan kerenyahan

0,6 Pertumbuhan kapang

0,7 Pertumbuhan khamir

0,8 Pertumbuhan bakteri

Hasil pengukuran nilai aw edible film yang dihasilkan dapat dilihat pada

Gambar 18. Nilai aktivitas air film yang diplastifikasi berkisar antara 0,63 - 0,68, sedangkan untuk film yang tidak diplastifikasi berkisar antara 0,65 - 0,70. Menurut Winarno (1997) aw minimum yang dibutuhkan oleh pertumbuhan kapang

adalah 0,60 - 0,70, khamir 0,80 - 0,90, dan bakteri 0,90. Berdasarkan nilai aw yang

diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa edible film tersebut aman dari pertumbuhan mikroba, terutama bakteri dan khamir.

Dari grafik dapat dilihat bahwa penambahan PEG menyebabkan menurunnya aktivitas air dalam film. Analisis sidik ragam terhadap nilai aw pada taraf α = 0,5%

(Lampiran 5), menunjukkan adanya perbedaan nyata antara film yang diplastifikasi dengan film yang tidak diplastifikasi. PEG dapat menurunkan aw

menurun. Farhat et al. (2002) juga menyebutkan bahwa PEG memiliki tekanan uap rendah yang mengakibatkan penurunan aw.

Gambar 18. Grafik pengukuran aw edible film

Dokumen terkait