BAHAN DAN METODE
3) Pengukuran dan perhitungan data produksi CH 4 dan CO
Contoh gas CH4 diukur setiap 5 hari dan
CO2 diukur setiap 10 hari selama 91 hari.
Gambar 2 adalah mekanisme pengukuran contoh gas CH4 dengan menggunakan
kromatografi gas Shimadzu model GC-8A yang dilengkapi dengan 2 FID, dan contoh gas CO2 dengan menggunakan kromatografi
gas Shimadzu model GC-14A yang dilengkapi dengan 1 TCD, antara lain:contoh gas disuntikkan ke dalam septum, kemudian contoh gas tersebut dialirkan dan masuk ke dalam sampling valve. Setelah itu, contoh gas difiltrasi dan dibawa oleh gas N2 dan H2, lalu
masuk ke dalam kromatografi gas dan di deteksi oleh FID atau TCD. Data analisis yang dihasilkan dari kromatografi gas berupa peak
dan diinterpretasikan dalam bentuk area. Bentuk area dikonversi menjadi konsentrasi CH4 dan CO2 dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
1. Rumus untuk menentukan konsentrasi CH4
C = 10.1 ppm x
As
Ac
Keterangan:
C : Konsentrasi CH4 pada T0 atau T24
As : Area standar CH4
Ac : Area CH4 pada T0 atau T24
10.1 ppm : Konsentrasi CH4 standar
2. Rumus untuk menentukan konsentrasi CO2
C = 10600 ppm x
As
Ac
Keterangan:
C : Konsentrasi CO2 pada T0 atauT24
As : Area standar CO2
Ac : Area CO2 pada T0 atau T24
10600 ppm : Konsentrasi CO2 standar
Untuk menghitung produksi gas CH4 dan
CO2 digunakan rumus (Latin 1995):
Epot=(C24–C0)x
tan
W
Vh
xVM
BM
xT
+
2
.
273
2
.
273
Keterangan:E
pot :Produksi CH4 atau CO2 (mg/kg/hari)C24 :Konsentrasi CH4 atau CO2 setelah 24
jam inkubasi (ppm)
C0 :Konsentrasi CH4 atau CO2 saat 0 jam
inkubasi (ppm)
Vh :Volume headspace pada tabung inkubasi (ml)
Wtan :Berat tanah yang digunakan dalam inkubasi (g)
BM :Berat molekul CH4 atau CO2 (g)
VM :Volume molekul pada kondisi stp (22.41 l)
T :Suhu di dalam inkubator (°C) (stp : standard temperature and pressure)
tabung inkubasi ditutup oleh penutup karet analisis kadar air
contoh tanah gambut ditim bang dan digenanggi
T0
T24 gas N2 dialirkan dan
dikocok selama 2 m enit
dikocok selama 2 m enit contoh gas C H4 dan CO2
diam bil dengan
m enggunakan jarum suntik
contoh gas disuntikkan ke dalam septum contoh gas masuk ke dalam sampling valve contoh gas masuk ke dalam kromatografi gas
data analisis berupa peak
dan diinterpretasikan
dalam bentuk area
tabung inkubasi dimasukkan ke dalam inkubator
Gambar 2 Skema alur proses inkubasi contoh tanah gambut dan pengambilan contoh gas CH4 dan
CO2.
analisis kadar air
contoh tanah gambut ditim bang dan digenanggi
T0
T24 gas N2 dialirkan dan
dikocok selama 2 m enit
dikocok selama 2 m enit contoh gas C H4 dan CO2
diam bil dengan
m enggunakan jarum suntik
contoh gas disuntikkan ke dalam septum contoh gas masuk ke dalam sampling valve contoh gas masuk ke dalam kromatografi gas tabung inkubasi dimasukkan ke dalam inkubator p
data analisis berupa eak
dan diinterpretasikan
d. Pengukuran pH dan Potensial Redoks (Eh) tanah
Pengukuran pH dan Eh dilakukan pada saat T24 dengan menggunakan pH meter dan
Eh meter. Berikut ini mekanisme pengukuran pH, antara lain: ujung elektroda pada pHmeter dimasukkan ke dalam tabung inkubasi, ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Ilustrasi pengukuran pH dengan menggunakan pH meter.
Sedangkan mekanisme pengukuran Eh, antara lain: ujung elektroda pada Eh meter dimasukkan ke dalam tabung inkubasi dan ujung elektroda yang lain pada Eh meter ditempelkan pada elektroda platina yang terpasang di tabung inkubasi. Berikut ini ilustrasi mekanisme pengukuran Eh yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Ilustrasi pengukuran Eh dengan menggunakan Eh meter.
e. Analisis Data
Data potensi produksi CH4 dan CO2
dikolerasikan dengan sifat kimia tanah dengan menggunakan analisis regresi.
HASIL
a. Karakteristik contoh tanah gambut 1). pH dan Potensial Redoks (Eh) tanah
Pengukuran pH dan potensial redoks (Eh) dilakukan pada waktu yang sama, yaitu setiap
5 hari. Dari hasil pengukuran pada 4 daerah yang berbeda, diketahui bahwa nilai rata-rata pH bervariasi antara 3.86-4.86 (Lampiran 6). Berdasarkan Gambar 5, daerah Tegal Arum memiliki kisaran pH tertinggi dan daerah Dwipa memiliki kisaran terendah.
Nilai Eh pada 4 daerah yang berbeda juga menunjukkan pola fluktuasi yang berbeda- beda. Nilai tersebut berkisar antara -37.44 sampai dengan + 536.64 mV (Lampiran 7). Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa daerah Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya menunjukkan pola penurunan nilai Eh dimulai pada pengamatan kedua atau 7 HSP. Akan tetapi hanya daerah Tegal Arum yang mengalami penurunan yang sangat tajam mencapai nilai -62.37 pada pengamatan 22 HSP, dengan nilai rata-rata - 37.44 (Lampiran 7). Sedangkan daerah Simpang Jaya memiliki nila kisaran Eh tertinggi, yaitu +536.64.
2). Sifat fisik dan kimia
Tabel 1 menyajikan hasil analisis sifat fisik dan kimia contoh tanah gambut sebelum dilakukan percobaan. Sifat fisik contoh tanah gambut ditunjukkan dengan tekstur, berupa pasir, debu dan liat. Daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tidak ditemukan pasir, debu dan liat. Sedangkan daerah Dwipa dan Simpang Jaya memperlihatkan kandungan debu dan liat yang cukup tinggi, yaitu secara berturut-turut 41% dan 43% (kandungan debu), dan 59% dan 56% (kandungan liat). Hasil analisis sifat kimia contoh tanah gambut ditunjukkan dengan kandungan C- organik, kandungan N, P, K, Fe dan S total, kation-kation basa (Ca, Mg, K dan Na) kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), asam humat dan asam fulvat. Nilai kandungan C-organik pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut sangat bervariasi. Nilai kandungan C-organik pada daerah Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya, yaitu secara berturut-turut 31.51%, 53.07%, 7.18% dan 5.7%
Nilai kandungan N total pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut tidak jauh berbeda. Jumlah kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan Na pada Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya , yaitu secara berturut-turut 3.2 cmol(+)/kg, 10 cmol(+)/kg, 2.38 cmol(+)/kg dan 2.92 cmol(+)/kg.
Nilai kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah gambut umumnya tinggi. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada hasil analisis tanah
d. Pengukuran pH dan Potensial Redoks (Eh) tanah
Pengukuran pH dan Eh dilakukan pada saat T24 dengan menggunakan pH meter dan
Eh meter. Berikut ini mekanisme pengukuran pH, antara lain: ujung elektroda pada pHmeter dimasukkan ke dalam tabung inkubasi, ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Ilustrasi pengukuran pH dengan menggunakan pH meter.
Sedangkan mekanisme pengukuran Eh, antara lain: ujung elektroda pada Eh meter dimasukkan ke dalam tabung inkubasi dan ujung elektroda yang lain pada Eh meter ditempelkan pada elektroda platina yang terpasang di tabung inkubasi. Berikut ini ilustrasi mekanisme pengukuran Eh yang ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Ilustrasi pengukuran Eh dengan menggunakan Eh meter.
e. Analisis Data
Data potensi produksi CH4 dan CO2
dikolerasikan dengan sifat kimia tanah dengan menggunakan analisis regresi.
HASIL
a. Karakteristik contoh tanah gambut 1). pH dan Potensial Redoks (Eh) tanah
Pengukuran pH dan potensial redoks (Eh) dilakukan pada waktu yang sama, yaitu setiap
5 hari. Dari hasil pengukuran pada 4 daerah yang berbeda, diketahui bahwa nilai rata-rata pH bervariasi antara 3.86-4.86 (Lampiran 6). Berdasarkan Gambar 5, daerah Tegal Arum memiliki kisaran pH tertinggi dan daerah Dwipa memiliki kisaran terendah.
Nilai Eh pada 4 daerah yang berbeda juga menunjukkan pola fluktuasi yang berbeda- beda. Nilai tersebut berkisar antara -37.44 sampai dengan + 536.64 mV (Lampiran 7). Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa daerah Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya menunjukkan pola penurunan nilai Eh dimulai pada pengamatan kedua atau 7 HSP. Akan tetapi hanya daerah Tegal Arum yang mengalami penurunan yang sangat tajam mencapai nilai -62.37 pada pengamatan 22 HSP, dengan nilai rata-rata - 37.44 (Lampiran 7). Sedangkan daerah Simpang Jaya memiliki nila kisaran Eh tertinggi, yaitu +536.64.
2). Sifat fisik dan kimia
Tabel 1 menyajikan hasil analisis sifat fisik dan kimia contoh tanah gambut sebelum dilakukan percobaan. Sifat fisik contoh tanah gambut ditunjukkan dengan tekstur, berupa pasir, debu dan liat. Daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tidak ditemukan pasir, debu dan liat. Sedangkan daerah Dwipa dan Simpang Jaya memperlihatkan kandungan debu dan liat yang cukup tinggi, yaitu secara berturut-turut 41% dan 43% (kandungan debu), dan 59% dan 56% (kandungan liat). Hasil analisis sifat kimia contoh tanah gambut ditunjukkan dengan kandungan C- organik, kandungan N, P, K, Fe dan S total, kation-kation basa (Ca, Mg, K dan Na) kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), asam humat dan asam fulvat. Nilai kandungan C-organik pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut sangat bervariasi. Nilai kandungan C-organik pada daerah Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya, yaitu secara berturut-turut 31.51%, 53.07%, 7.18% dan 5.7%
Nilai kandungan N total pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut tidak jauh berbeda. Jumlah kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan Na pada Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya , yaitu secara berturut-turut 3.2 cmol(+)/kg, 10 cmol(+)/kg, 2.38 cmol(+)/kg dan 2.92 cmol(+)/kg.
Nilai kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah gambut umumnya tinggi. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada hasil analisis tanah
daerah Pematang Panjang memperlihatkan nilai KTK tinggi, yaitu sebesar 114.39 cmol(+)/kg, kemudian diikuti dengan daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya, secara berturut-turut 52.5 cmol(+)/kg, 29.06 cmol(+)/kg dan 24.52 cmol(+)/kg.
Kejenuhan basa menunjukkan presentase jumlah kation basa yang dapat dipertukarkan terhadap nilai KTKnya. Daerah Simpang Jaya memperlihatkan nilai kejenuhan basa tinggi, sebesar 12%. Kemudian daerah Tegal Arum, Pematang Panjang dan Dwipa memiliki nilai kejenuhan basa yang tidak jauh berbeda.
Kandungan P dan K yang terekstrak HCl 25%, sebagai P2O5 dan K2O menunjukkan
nilai yang sangat bervariasi. Kandungan P dan K pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tidak jauh berbeda, yaitu sebesar 54.7 ppm dan 52.7 ppm (kandungan P), 407 ppm dan 449 ppm (kandungan K). Sedangkan daerah Dwipa dan Simpang Jaya
memperlihatkan kandungan P rendah, yaitu sebesar 11.3 ppm dan 21.4 ppm (kandungan K), 283 ppm dan 281 ppm (kandungan K).
Asam humat dan asam fulvat merupakan asam-asam organik yang terkandung di dalam bahan organik tanah. Daerah Pematang Panjang memiliki asam humat dan asam fulvat yang paling besar, yaitu sebesar 18.03% dan 7.68 %. Daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya memperlihatkan kandungan asam humat dan asam fulvat rendah, sebesar 7.74%, 2.42% dan 1.88% (asam humat) dan 4.46%, 0.74% dan 1% (asam fulvat).
Fe total terendah dan S total tertinggi, yaitu sebesar 0.76% dan 0.32%. Sedangkan daerah Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya memiliki nilai Fe dan S total, berturut-turut sebesar 1.16%, 3.14% dan 2.91% (Fe-Total) dan 0.19%, 0.12% dan 0.12% (S-Total).
Tabel 1 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah sebelum percobaan
Sifat Fisik dan Kimia Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa Simpang Jaya
pasir - - 0 1 debu - 41 43 liat - 59 56 C-organik (%) Walkley &Black 31.51 53.07 7.18 5.7 N total (%) Kjeldahl 1.33 0.91 0.21 0.29 Ca 1.42 4.08 0.64 1.12 Mg 0.59 4.65 1.1 0.94 K 0.81 0.9 0.56 0.55 Na 0.38 0.37 0.08 0.31 Jumlah 3.2 10 2.38 2.92 KTK 52.5 114.39 29.06 24.52 Kejenuhan Basa (%) 6 9 8 12 P total (ppm) Bray 1 54.7 52.7 11.3 21.4 K total (ppm) Morgan 407 449 283 281 Asam Humat (%) 7.74 18.03 2.42 1.86 Asam Fulvat (%) 4.46 7.68 0.74 1 Fe 0.76 1.16 3.14 2.91 S 0.32 0.19 0.12 0.12 Tekstur tanah (%)
Nilai Tukar Kation H4-Acetat 1N, pH7) (cmol(+)/kg) Total (%) - - (N
Tabel 2 Potensi produksi CH4 dan CO2 (mg/kg tanah/hari) dari beberapa daerah
pengambilan contoh tanah gambut beserta standar deviasi
Nama Daerah Produksi CH4 (mg/kg tanah/hari) ± standar deviasi Produksi CO2 (mg/kg tanah/hari) ± standar deviasi Tegal Arum 0.408 ± 0.052 83.19 ± 4.5 Pematang Panjang 0.402 ± 0.594 170.82 ± 62.56 Dwipa 0.002 ± 0.002 43.84 ± 6.29 Simpang Jaya 0.001 ± 0.0 41.9 ± 2.48
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 0 2 7 12 17 22 27 32 37 42 47 52 57 62 67 72 77 82 87 92
Hari Setelah Penggenangan (HSP)
p H Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa S impang Jaya
(Pada pengamatan 67 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat)
Gambar 5 pH dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut.
-200 -100 0 100 200 300 400 500 600 700 0 2 7 12 17 22 27 32 37 42 47 52 57 62 67 72 77 82 87 92
Hari Setelah Penggenangan (HSP)
P o te n sia l R e d o k s ( m V ) Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa S impang Jaya
(Pada pengamatan 52 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat)
Gambar 6 Potensial Redoks (Eh) dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut.
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.91 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.92 0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91
Hari Setelah Penggenangan (HSP)
P o te ns i P r o d uks i C H 4 ( m g/ k g /h ari )
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa S impang Jaya
b. Potensi Produksi CH4
Potensi produksi CH4 selama 91 HSP (hari
setelah penggenangan) menunjukkan variasi pada setiap pengukurannya. Dari hasil pengamatan pada 4 daerah yang berbeda diperoleh produksi CH4 bervariasi antara
0.01- 0.408 mg/kg tanah/hari. Tabel 2 menunjukkan bahwa daerah Tegal Arum memiliki produksi CH4 tertinggi, yaitu sebesar
0.408 mg/ kg tanah/hari. Sedangkan produksi CH4 terendah dijumpai pada daerah Simpang
Jaya, yaitu sebesar 0.01 mg/kg tanah/hari. Potensi produksi CH4 selama 91 HSP pada
daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang berfluktuasi di setiap pengamatannya. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 7. Produksi CH4 tertinggi pada daerah Tegal
Arum dan Pematang Panjang ditunjukkan pada pengamatan 76 dan 41 HSP. Sedangkan pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya, produksi CH4 tertinggi ditunjukkan pada
pengamatan 26 dan 6 HSP (Lampiran 4 ).
c. Potensi Produksi CO2
Potensi produksi CO2 memiliki nilai yang
lebih tinggi dibandingkan dengan produksi CH4. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 2,
yang menunjukkan kisaran produksi CO2
sangat tinggi, yaitu antara 41.9-170.82 mg/kg tanah/hari. Daerah Pematang Panjang memiliki produksi tertinggi, yaitu sebesar 170.82 mg/kg tanah/hari. Sedangkan daerah Simpang Jaya memiliki produksi CO2
terendah, yaitu sebesar 41.90 mg/kg tanah/hari.
Potensi produksi CO2 selama 91 HSP atau
8 kali pengamatan pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut menunjukkan pola
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 0 1 11 21 31 41 51 61 71 81 91
Hari Setelah Penggenangan (HSP)
P o te ns i P r o d uks i C O 2 ( m g /k g /h a r i) Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa S impang jaya
(Pada pengamatan 11 dan 61 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat)
Gambar 8 Potensi Produksi CO2dari berbagai daerah pengambilan contoh tanah gambut.
fluktuasi yang berbeda-beda. Gambar 8 menunjukkan daerah Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya menghasilkan nilai produksi tertinggi pada pengamatan 31 HSP. Daerah Tegal Arum menghasilkan nilai produksi tertinggi pada pengamatan 51 HSP. Sedangkan ke-4 daerah pengambilan contoh tanah gambut menghasilkan nilai produksi terendah pada pengamatan 71 HSP.
d. Hubungan antara sifat kimia contoh tanah gambut dengan potensi produksi CH4 dan CO2
1).Hubungan antara sifat kimia dengan potensi produksi CH4
Hubungan antara kandungan organik C dan N ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa kandungan C- organik dan N total memiliki hubungan nyata pada P=0.05 dengan koefisien kolerasi (r) sebesar 0,58 dan 0.6 .
Kandungan P dan K total juga mempengaruhi potensi produksi CH4 yang ada
di dalam tanah gambut. Tabel 3 menunjukkan hubungan nyata antara kandungan hara P dan K dengan potensi produksi CH4 pada P=0.05
dengan koefisien kolerasi (r), secara berturut- turut 0.63 dan 0.62.
Hubungan antara kation basa K, Fe total dan asam fulvat dengan potensi produksi CH4
disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa kation basa K, Fe total dan asam fulvat memiliki hubungan nyata dengan koefisien kolerasi berturut-turut sebesar 0.62, 0.58 dan 0.63.
2). Hubungan antara sifat kimia dengan
potensi produksi CO2
Hubungan antara kandungan C organik dengan potensi produksi CO2 disajikan pada
Gambar 9. Pada gambar tersebut terlihat ada hubungan nyata antara kandungan C-organik dengan potensi produksi CO2.
Kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan Na memiliki pengaruh terhadap produksi CO2.
Gambar 9 dan 10 menunjukkan kation-kation basa, seperti Ca, Mg dan K dan potensi produksi CO2 memiliki kolerasi nyata.
Sedangkan kation basa Na tidak menunjukkan hubungan nyata. Potensi produksi CO2 juga
dipengaruhi oleh kandungan P dan K total yang ada di dalam tanah gambut. Tabel 3 menunjukkan hubungan nyata antara
kandungan P dan K total dengan potensi produksi CO2.
Hubungan antara kapasitas tukar kation (KTK) dengan potensi produksi dapat ditunjukkan pada Gambar 11. Berdasarkan gambar tersebut terlihat ada hubungan nyata antara kapasitas tukar kation dengan potensi produksi CO2.
Asam humat dan asam fulvat juga memiliki pengaruh terhadap produksi CO2.
Hubungan antara asam humat dan asam fulvat dengan potensi produksi CO2 dapat disajikan
pada Gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut terlihat hubungan yang sangat erat antara asam humat dan asam fulvat dengan potensi produksi CO2.
Tabel 3 Koefisien kolerasi (r) antara potensi produksi CH4 dan CO2 dengan
beberapa sifat kimia tanah, n=12
C H4 C O2 C - o r g a n ik ( % ) 0 .5 8 * 0 .8 7 * * N to ta l ( % ) 0 .6 * 0 .5 1 tn P to ta l ( p p m ) 0 .6 3 * 0 .6 9 * K to ta l ( p p m ) 0 .6 2 * 0 .8 1 * * C a 0 .4 4 t n 0 .8 8 * * M g 0 .3 t n 0 .8 2 * * K 0 .6 2 * 0 .8 2 * * N a 0 .4 7 t n 0 .5 1 tn K T K ( c m o l( + ) /k g ) 0 .5 t n 0 .8 9 * * K e j e n u h a n b a s a ( % ) 0 .3 7 t n 0 .1 6 tn A s a m H u m a t ( % ) 0 .5 2 t n 0 .8 9 * * A s a m F u lv a t ( % ) 0 .5 8 * 0 .8 7 * * S to ta l ( % ) 0 .5 3 t n 0 .3 1 tn F e to ta l ( % ) 0 .6 3 * 0 .6 4 * K o e fis ie n k o le r a s i ( r ) K a tio n - k a tio n b a s a ( c m o l( + ) /k g ) S ifa t K im ia T a n a h * nyata pada P=0.05 ** nyata pada P=0.01 tn: tidak berbeda nyata
y = 237.41x + 1944.9 r = 0.87**, n = 12 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 10 20 30 40 50 60 Kandungan C-organik (% )
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
P o te ns i P r o duk si C O ( m g /kg t a na h) 2 y = 28231x - 12174 r = 0.82**, n = 12 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Kation basa K (cmol(+)/kg)
P o te n si P r o duks i C O 2 ( m g /kg t a na h)
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
y = 3479.7x + 1413.7 r = 0.88**, n = 12 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 1 2 3 4 5
Kation basa Ca (cmol(+)/kg)
y = 2630.8x + 2941.3 r = 0.82**, n = 12 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 1 2 3 4
Kation basa Mg (cmol(+)/kg)
Po te n si Pr o d u k si CO 2 (m g /k g ta n a h ) 5
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
P o te ns i P r o d uk si C O ( m g /kg t a na h) 2
Gambar 10 Hubungan antara kation basa Ca dan Mg dan potensi produksi CO2.
y = 57.903x - 12826 r = 0.81**, n = 12 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 100 200 300 400 500 Kandungan K total (ppm)
Tegal Arum Pematang Panjang y = 132.6x + 421.05
r = 0.89**, n = 12 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 20 40 60 80 100 120 140 KTK (cmol(+)/kg) P o te ns i P r o duk si C O 2 ( m g /kg t a na h)
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Dwipa Simpang Jaya
P o te ns i P r o d uks i C O 2 ( m g /k g ta n a h )
Gambar 11 Hubungan antara kandungan hara K dan KTK dan potensi produksi CO2.
y = 731.76x + 2232 r = 0.89**, n = 12 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 5 10 15 20
Kandungan Asam Humat (% )
y = 1631.4x + 2068.3 r = 0.87**, n = 12 0 5000 10000 15000 20000 25000 0 2 4 6 8 1
Kandungan Asam Fulvat (% )
P o te ns i P r o duks i C O 2 ( m g /kg t a na h)
Tegal Arum Pematang Panjang
0
Tegal Arum Pematang Panjang
Dwipa Simpang Jaya
Dwipa Simpang Jaya
P o te ns i P r o d uk si C O ( m g /kg t a na h) 2
e. Potensi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tanah gambut
Potensi Gas Rumah Kaca pada tanah gambut disajikan pada Tabel 4. Tabel tersebut menunjukkan dugaan potensi produksi CH4
dan CO2 pada luasan 1 hektar (ha) dari
masing-masing daerah pengambilan contoh tanah gambut. Potensi produksi CH4 dan CO2
dapat diduga dengan menghitung berat jenis contoh tanah gambut pada luasan 1 ha dengan asumsi kedalaman efektif 20 cm dikalikan dengan rata-rata potensi produksi CH4 dan
CO2.
Berdasarkan tabel tersebut, daerah Pematang Panjang memiliki potensi produksi CH4 dan CO2 pada luasan 1 ha tertinggi,
berkisar antara 10.97 kg/ha – 27.07 kg/ha dan 4663.4 kg/ha – 11503 kg/ha. Sedangkan potensi produksi CH4 terendah berada pada
daerah Simpang Jaya, berkisar antara 0.12 kg/ha – 0.16 kg/ha dan potensi produksi CO2
terendah berada pada daerah Dwipa, berkisar antara 4547.9 kg/ha – 5425.6 kg/ha.
PEMBAHASAN
Proses inkubasi berlangsung selama 91 hari menghasilkan produksi CH4 dan CO2
berbeda-beda di setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Selama proses inkubasi berlangsung, tabung inkubasi yang berisi contoh tanah gambut mengalami penggenangan selama 91 hari. Tujuan dari penggenangan adalah untuk mendapatkan potensi produksi CH4 dan CO2 yang optimal
dari contoh tanah gambut.
Produksi CH4 pada tanah gambut
dipengaruhi oleh suhu, kondisi anaerob, kualitas substrat dan komunitas mikrob (Moore & Dalva 1997). Suhu tanah memegang peranan penting dalam aktivitas mikroorganisme tanah, khususnya metanogen. Pada penelitian ini, suhu dalam inkubator, yaitu 30ºC, menurut Neue dan Roger
(1994), sebagian besar metanogenektar (ha) selama 91 hari penggenangan dari Tabel 4 Dugaan potensi produksi CH4 dan CO2 per h
beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut dengan asumsi kedalaman efektif tanah 20 cm
10
mg/kg/hari kg/ha mg/kg/hari kg/ha Tegal Arum 0.14 - 0.36 0.408 0 0 .4 - 26.73 83.19 2119.7 - 5450.6 Pematang Panjang 0.15 - 0.37 0.402 10.97 - 27.07 170.82 4663.4 - 11503 Dwipa 0.57 - 0.68 0.002 .21 - 0.25 43.84 4547.9 - 5425.6 Simpang Jaya 0.68 - 0.86 0.001 .12 - 0.16 41.9 5185.5 - 6558.2 Nama Daerah Berat Jenis
(g/cm3)
Potensi Produksi CH4 Potensi Produksi CO2
dapat bekerja pada suhu optimum antara 30º - 35ºC.
Lingkungan anaerob pada tanah gambut juga mempengaruhi produksi CH4. Hal
tersebut dikarenakan metanogen dapat merubah CO2, asam format, asam asetat,
metanol, metilamin dan CO menjadi CH4 dan
berkembang pesat pada kondisi anaerob (Cicerone & Oremland 1988). Selain itu gambut dapat terbentuk dari bahan organik yang terdekomposisi secara anaerob. Kualitas substrat pada tanah gambut ditunjukkan dengan tingginya kandungan C-organik. Berdasarkan Tabel 1, kandungan C-organik pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tinggi. Semakin banyak kandungan C-organik akan menyebabkan produksi CH4
tinggi.
Komunitas mikrob yang ada di tanah gambut juga mempengaruhi produksi CH4.
Dalam lingkungan anaerob, metanogen, dan bakteri pereduksi sulfat berkompetisi untuk mendapatkan H2 yang diproduksi oleh bakteri
fermentasi (Neue & Roger 1994). Dalam kompetisi tersebut, jika metanogen tidak mendapatkan H2, maka aktivitas metanogen
akan terhambat, sehingga produksi CH4
rendah.
Produksi CH4 selama 91 hari
penggenangan menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Produksi CH4 tertinggi
pada daerah Tegal Arum dan produksi CH4
terendah pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya. Contoh tanah gambut daerah Tegal Arum tergolong fibrik mentah, daerah Pematang Panjang tergolong hemik dan daerah Dwipa dan Simpang Jaya tergolong saprik.
Menurut Sabiham dan Sulistyono (2000), tingkat dekomposisi gambut mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukkan gas CH4. Gambut dengan tingkat dekomposisi
fibrik menghasilkan produksi CH4 tinggi.
e. Potensi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tanah gambut
Potensi Gas Rumah Kaca pada tanah gambut disajikan pada Tabel 4. Tabel tersebut menunjukkan dugaan potensi produksi CH4
dan CO2 pada luasan 1 hektar (ha) dari
masing-masing daerah pengambilan contoh tanah gambut. Potensi produksi CH4 dan CO2
dapat diduga dengan menghitung berat jenis contoh tanah gambut pada luasan 1 ha dengan asumsi kedalaman efektif 20 cm dikalikan dengan rata-rata potensi produksi CH4 dan
CO2.
Berdasarkan tabel tersebut, daerah Pematang Panjang memiliki potensi produksi CH4 dan CO2 pada luasan 1 ha tertinggi,
berkisar antara 10.97 kg/ha – 27.07 kg/ha dan 4663.4 kg/ha – 11503 kg/ha. Sedangkan potensi produksi CH4 terendah berada pada
daerah Simpang Jaya, berkisar antara 0.12 kg/ha – 0.16 kg/ha dan potensi produksi CO2
terendah berada pada daerah Dwipa, berkisar antara 4547.9 kg/ha – 5425.6 kg/ha.
PEMBAHASAN
Proses inkubasi berlangsung selama 91 hari menghasilkan produksi CH4 dan CO2
berbeda-beda di setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Selama proses inkubasi berlangsung, tabung inkubasi yang berisi contoh tanah gambut mengalami penggenangan selama 91 hari. Tujuan dari penggenangan adalah untuk mendapatkan potensi produksi CH4 dan CO2 yang optimal
dari contoh tanah gambut.
Produksi CH4 pada tanah gambut