• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Produksi Metan (CH4) dan Karbondioksida (CO2) pada Lahan Gambut di Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Produksi Metan (CH4) dan Karbondioksida (CO2) pada Lahan Gambut di Kalimantan Selatan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

NOVERIKA RACHMAN

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

NOVERIKA RACHMAN. Potensi Produksi Metan (CH4) dan Karbondioksida (CO2) dari

berbagai Lahan Gambut di Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan PRIHASTO SETYANTO.

Penelitian ini dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Kabupaten Pati dari bulan Maret-Juni 2007. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi produksi metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari berbagai lahan gambut yang ada di

Kalimantan Selatan dan mempelajari hubungan sifat fisiko kimia dengan potensi produksi CH4

dan CO2. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan. Terdapat 4

jenis tanah gambut yang digunakan pembatas, yaitu gambut sedang dengan kedalaman > 2 m (Tegal Arum), gambut dangkal dengan kedalaman < 2 m (Pematang Panjang), gambut tipis dengan kedalaman 0-10 cm (Dwipa), dan gambut tipis dengan kedalaman 0-40 cm (Simpang Jaya). Produksi CH4 dan CO2 diukur secara manual, yaitu setiap 5 dan 10 hari. Hasil pengamatan

menunjukkan produksi CH4 dan CO2 beragam antara 0.001-0.408 mg/kg tanah/hari dan

41.9-170.82 mg/kg tanah/hari. Produksi CH4 tertinggi terdapat pada daerah Tegal Arum (0.408 mg/kg

tanah/hari), diikuti daerah Pematang Panjang (0.402 mg/kg tanah/hari), Dwipa (0.002 mg/kg tanah/hari) dan Simpang Jaya (0.001 mg/kg tanah/hari). Sedangkan produksi CO2 tertinggi

terdapat pada daerah Pematang Panjang (170.82 mg/kg tanah/hari), diikuti daerah Tegal Arum (83.19 ma/kg tanah/hari), Dwipa (43.84 mg/kg tanah/hari) dan Simpang Jaya (41.9 mg/kg tanah/hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan nyata antara potensi produksi CO2 dengan bahan organik-C, kandungan hara P dan K, kation-kation basa, yaitu Ca, Mg dan K,

KTK, Fe-total, asam humat dan asam fulvat. Hubungan antara potensi produksi CH4 dengan bahan

organik-C, bahan organik-N, kandungan hara P dan K, kation basa K, Fe-total dan asam fulvat juga menunjukkan hubungan yang nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang berpotensi mengemisikan CH4 dan CO2 paling besar.

ABSTRACT

NOVERIKA RACHMAN. Potential Production of Methane (CH4) and Carbondioxide (CO2)

from South Kalimantan Peatlands. Supervised by IBNUL QAYIM and PRIHASTO SETYANTO. This study was conducted in Indonesian Agricultural Environment Research Institute, located in District of Pati. The objectives were to understand potential productions of CH4 and CO2 from

peatlands in South Kalimantan and to study the relationship between soil properties with CH4 and

CO2 potential production. The research used Complete Random Design with three replications.

There were four peatsoils used as barier i.e middle peat with more then 2 meter depth (Tegal Arum), shallow peat with less then 2 meter depth (Pematang Panjang), thin peat with 0-10 cm depth (Dwipa), and thin peat with 0-40 cm depth (Simpang Jaya). CH4 and CO2 productions were

manually measured every five and ten days. The result showed CH4 and CO2 productions varied

between 0.001 mg/kg soil/day to 0.408 mg/kg soil/day and 41.9 mg/kg soil/day to 170.82 mg/kg soil/day. The highest production of CH4 occurs in Tegal Arum region (0.408 mg/kg soil/day),

followed by Pematang Panjang (0.402 mg/kg soil/day), Dwipa (0.002 mg/kg soil/day) and Simpang Jaya (0.001 mg/kg soil/day). Even though, the highest production of CO2 occurs in

Pematang Panjang region (170.82 mg/kg soil/day), followed by Tegal Arum (83.19 mg/kg soil/day), Dwipa (43.84 mg/kg soil/day) and Simpang Jaya (41.9 mg/kg soil/day). Regression analysis showed positif correlations between CO2 production with C-organic matter, K content,

base cations i.e. Ca, Mg and K, KTK, humic and fulvic acid. The relationships CH4 production

(3)

NOVERIKA RACHMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

NRP : G34103020

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Ibnul Qayim

Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc

NIP 131878948

NIP 080119823

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP 131578806

(5)

petunjuk dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dibiayai oleh Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Departemen Pertanian dengan topik ’’Potensi Produksi Metan (CH4) dan Karbondioksida (CO2) pada Lahan Gambut di Kalimatan Selatan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ibnul Qayim dan Dr. Ir. Prihasto Setyanto, MSc selaku pembimbing, Ir. A. Wihardjaka, Msi serta Prof. Dr. Ir. Sopiandi Sabiham atas segala fasilitas, dorongan, waktu dan bimbingan selama penelitian berlangsung hingga tersusunnya tulisan ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA selaku penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepala Balai penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) beserta seluruh staf atas sarana, prasarana dan bantuan selama penulis melalukan penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar ”Emisi Gas Metan” (mbak Lina, mbak Titi, mbak Rina, mbak Mira, pak Yarpani, pak Jumari, pak Darmin, pak Yoto, kak Surya dan kak Yono), ”Lab Terpadu” (pak Arif, bu Yulis, pak Asep Kurnia, mas Fitra, mas Slamet dan Mita), pak Asep Nugraha, bu Harsih, bu Sasa, mas Pur, mas Mohenk, pak Duri, pak Uwo, mas Fani, pak Kas, Kiki dan mbak Erna yang telah menjadi keluarga baru di Jakenan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak dan ibu tercinta, adikku atas perhatian, doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekanku seperjuangan, baik di laboratorium maupun di mess, yaitu Hartini, Sari Wiryaningtyas, Januestika Dwi Jayanti (TEP 40) dan Yulis Anggunita Kurniasih (TEP 40) yang sudah berbagi suka dan duka. Terima kasih juga untuk C-22 family, uncle Joni, Icha, Inun, Muthe, Irni, Ima, Yulia Andriani, Yuliya Elistryan, indra serta teman-teman biologi 40 lainnya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(6)

dari ayah Edi Rachman dan Ibu Nina Kurniati.

Setelah lulus dari SMUN 103 Jakarta Timur pada tahun 2003, penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun yang sama.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2005/2006 dan tahun ajaran 2006/2007.

(7)

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

Tempat dan Waktu Penelitian ... 2

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 2

Metode Penelitian ... 2

Deskripsi daerah dan pengambilan contoh tanah gambut ... 2

Rancangan percobaan dan perlakuan ... 2

Inkubasi contoh tanah gambut dan pengambilan contoh gas CH4 dan CO2 ... 2

Pengukuran pH dan Potensial Redoks (Eh) tanah ... 4

Analisis data ... 4

HASIL ... 4

PEMBAHASAN ... 10

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 14

Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 14

(8)

Halaman

1 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah sebelum percobaan ... 5

2 Potensi produksi CH4 dan CO2 dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut beserta standar deviasi ... 5

3 Koefisien kolerasi (r) antara potensi produksi CH4 dan CO2 dengan beberapa sifat kimia tanah ... 8

4 Dugaan potensi produksi CH4 dan CO2 per hektar (ha) selama 91 hari penggenangan dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut dengan asumsi kedalaman efektif 20 cm ... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Tabung inkubasi yang berada di dalam inkubator dengan suhu 30°C ... 2

2 Skema alur proses produksi contoh tanah gambut dan pengambilan contoh gas CH4 dan CO2 3

3 Ilustrasi pengukuran pH dengan menggunakan pHmeter ... 4

4 Iustrasi pengukuran Eh dengan menggunakan Ehmeter ... 4

5 pH dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut ... 6

6 Potensial Redoks (Eh) dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut ... 6

7 Potensi produksi CH4 dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut ... 6

8 Potensi produksi CO2 dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut ... 7

9 Hubungan antara kandungan C-Organik dan kation basa K dan potensi produksi CO2 ... 8

10 Hubungan antara kation basa Ca dan Mg dan potensi produksi CO2 ... 9

11 Hubungan antara kandungan hara K dan KTK dan potensi produksi CO2 ... 9

12 Hubungan antara asam humat dan asam fulvat dan potensi produksi CO2 ... 9

13 Struktur asam humat ... 12

14 Struktur asam fulvat ... 13

15 Skema alur produksi gas CH4 dan CO2 dari tanah gambut ... 13

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta lokasi pengambilan contoh tanah gambut ... 17

2 Deskripsi daerah pengambilan contoh tanah gambut ... 18

3 Jadwal kegiatan proses inkubasi contoh tanah gambut ... 19

4 Potensi Produksi CH4 selama 91 HSP (Hari Setelah Penggenangan) ... 20

5 Potensi Produksi CO2 selama 91 HSP... 21

6 Data pH selama 91 HSP ... 22

7 Data Potensial Redoks (mV) selama 91 HSP ... 23

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan gambut merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi hidrologi dan ekologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Lahan gambut memiliki 2 kekhasan, yaitu sebagai habitat untuk keanekaragaman hayati, seperti flora dan fauna dan cadangan karbon terestrial yang penting. Lahan gambut dapat menyimpan sebagian besar cadangan karbon di bawah permukaan tanah berupa bahan organik yang terakumulasi selama ribuan tahun. Saat ini, lahan gambut di Indonesia berupa hutan campuran, hutan sekunder akibat penebangan, semak belukar dan padang rumput rawa (Istomo 2005). Indonesia memiliki lahan gambut yang cukup luas, yaitu sekitar 20.6 juta hektar atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Sebagian besar lahan gambut tersebut terdapat di Sumatra (35%), Kalimantan (32%), Papua (30%) dan Sulawesi (3%) (Subagjo et al. 2000).

Menurut Wahyunto dan Heryanto (2005), Pulau Kalimantan terletak pada ekosistem air tawar dan rawa pasang surut serta menempati dataran dan kubah gambut. Pola penyebaran dataran dan kubah gambut adalah terbentang pada cekungan luas antara sungai-sungai besar dari dataran pantai ke arah hilir. Tanah gambut adalah tanah yang kondisinya jenuh air atau tergenang dan tersusun dari bahan organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Salah satu masalah yang timbul, adalah kehilangan C-organik dalam bentuk CH4 dan CO2 yang

diemisikan ke atmosfer sebagai hasil dari proses dekomposisi bahan organik tanah gambut (Sabiham & Sulistyono 2000).

Gas CO2, CH4 dan N2O dapat membentuk

lapisan pemancar panas di atmosfer sehingga suhu menjadi panas. Gas-gas tersebut disebut sebagai gas rumah kaca (GRK). Efek rumah kaca adalah sebuah fenomena di mana energi dari radiasi matahari yang diserap oleh permukaan bumi, kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai sinar inframerah namun karena adanya GRK, panas yang dipancarkan tersebut sebagian tidak dapat menembus luar angkasa dan kembali ke bumi sehingga lama kelamaan suhu bumi semakin panas (Sabiham 2006). Emisi CO2, CH4 dan

N2O menyumbang secara berturut-turut,

sebesar 55%, 15% dan 6% dari total GRK (Mosier et al. 1994). Gas CH4 memiliki

efektivitas pemanasan 25-35 kali lebih besar dibandingkan dengan CO2.

Gas CH4 dapat dihasilkan melalui proses

dekomposisi bahan organik secara anaerob.. Sedangkan gas CO2 dapat dihasilkan melalui

proses dekomposisi bahan organik dalam keadaan aerob.Dekomposisi bahan organik di lahan gambut terjadi jika adanya pemasukan biomassa tanaman, berupa akar, batang, ranting, daun buah dan bunga dalam keadaan anaerobik. Peningkatan pengeluaran gas CH4

dan CO2 dapat dipicu dari endapan gambut

yang tergganggu atau mengalami perubahan dari anaerob menjadi aerob, seperti pembakaran biomassa lahan gambut.

Pembentukkan gas CH4 dan CO2

melibatkan proses metanogenesis yang terjadi di dalam lahan gambut. Proses metanogenesis adalah proses utama di dalam tanah gambut secara mikrobial selama biodegradasi bahan organik. Proses metanogenesis ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah gambut, seperti suhu dan pH tanah, dekomposisi bahan organik dan potensial redoks (Eh) (Horn et al. 2003).

Penelitian mengenai emisi-C, potensi dan produktivitas tanah gambut untuk pengembangan pertanian serta dampak reklamasi lahan gambut sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain: (i) emisi-C dan produktivitas tanah gambut yang diusahakan untuk pertanian (Sabiham et al. 2003), (ii) peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan ameliorant tanah mineral berkadar besi tinggi (Salampak 1999), (iii) penyebaran dan potensi tanah gambut di Indonesia untuk pengembangan pertanian (Subagyo 2003) dan (iv) perubahan sifat-sifat fisik dan kimia lahan ganbut akibat reklamasi untuk pertanian (Radjagukguk 2000). Sedangkan penelitian mengenai potensi lahan gambut dalam mengeluarkan GRK, terutama gas metan dan karbondioksida pada lahan gambut yang belum dan sudah digunakan untuk pertanian belum banyak dikaji.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui potensi produksi CH4 dan CO2

(10)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2007 dan bertempat di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan), Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah contoh tanah gambut yang diambil dari lahan gambut yang ada di Kalimantan Selatan, air destilata dan gas N2 murni.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah inkubator, tabung inkubasi berupa gelas piala 100 ml, karet penutup, magnetic stirrer, Eh meter, pH meter, injeksi polypropyrena, seperangkat kromatografi gas Shimadzu GC-8A dilengkapi 2 FID (Flame Ionization Detector), seperangkat kromatografi gas Shimadzu GC-14A dilengkapi 1 TCD (Thermal Conductivity Detector) dan integrator shimadzu 6A.

Metode Penelitian

a. Deskripsi daerah dan Pengambilan contoh tanah gambut

1) Deskripsi daerah pengambilan contoh tanah gambut.

Deskripsi 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut pada Lampiran 2.

2) Pengambilan contoh tanah gambut

Contoh tanah gambut diambil sebanyak 3-5 kg dari masing-masing daerah yang ada di Kalimantan Selatan, yaitu Tegal Arum dan Pematang Panjang merupakan gambut transisi, Dwipa dan Simpang Jaya merupakan gambut pantai. Setelah itu dibungkus dengan plastik hitam untuk menghindari terjadinya oksidasi. Contoh tanah kemudian dianalisis sifat fisik dan kimianya. Analisis tanah meliputi tekstur, C-organik, kation-kation basa (Ca, Mg, K dan Na), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), N, P, K, Fe dan S total, asam humat dan asam fulvat. Metode analisis tanah sesuai standar yang digunakan oleh Balai Penelitian Tanah (Balittan) Bogor.

b. Rancangan percobaan dan Perlakuan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Terdapat 4 jenis tanah gambut yang digunakan pembatas, yaitu gambut sedang dengan kedalaman > 2 m (Tegal Arum), gambut dangkal dengan kedalaman < 2 m

(Pematang Panjang), gambut tipis dengan kedalaman 0-10 cm (Dwipa), dan gambut tipis dengan kedalaman 0-40 cm (Simpang Jaya). Gambar ini adalah susunan tabung inkubasi yang berisi contoh tanah gambut dan ditempatkan di dalam inkubator yang diatur pada suhu 30°C.

Gambar 1 Tabung inkubasi yang berada di dalam inkubator dengan suhu 30°C.

c. Inkubasi contoh tanah gambut dan Pengambilan contoh gas CH4 dan CO2

1) Proses inkubasi

Sebelum inkubasi, contoh tanah gambut terlebih dahulu dianalisis kadar air untuk menentukan berat tanah kering mutlak. Setelah itu contoh tanah gambut tersebut ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung inkubasi, bersama air destilata sesuai dengan volume yang tertera pada tabung inkubasi tidak boleh lebih dari 60 ml.

Rumus untuk menentukan berat tanah kering mutlak sebagai berikut :

BTKM =

KL

xBS

+

100

100

Keterangan:

BTKM : berat tanah kering mutlak (g) BS : berat segar (g)

KL : kadar air ( %)

Air destilata yang dimasukkan ke dalam tabung inkubasi sesuai dengan perbandingan volume tabung inkubasi, yaitu 2:1 (2 untuk air destilata dan 1 untuk contoh tanah gambut) untuk menggenangi contoh tanah tersebut. Tahapan selanjutnya, tabung inkubasi ditutup dengan karet penutup. Karet penutup yang digunakan, dilengkapi dengan inlet dan outlet gas N2, lubang untuk mengambil contoh gas

CH4 dan CO2, serta untuk pengukuran pH dan

(11)

2) Pengambilan contoh gas CH4 dan

CO2

Pengambilan contoh gas CH4 dan CO2

dilakukan 2 kali, yaitu pada saat T0 (waktu di

mana pengambilan contoh gas CH4 dan CO2

dilakukan sebelum contoh tanah gambut diinkubasi) dan T24 (waktu di mana

pengambilan contoh gas CH4 dilakukan

setelah contoh tanah gambut diinkubasi selama 24 jam). Langkah-langkah dalam pengambilan contoh gas CH4 dan CO2 pada

saat T0, antara lain: gas N2 dialirkan dengan

kecepatan 250 ml per menit ke dalam tabung inkubasi dan dilakukan pengocokan dengan menggunakan magnetic stirrer selama 2 menit. Setelah itu, aliran gas N2 dihentikan,

inlet dan outlet ditutup, kemudian contoh gas CH4 dan CO2 diambil dengan menggunakan

jarum suntik. Dua puluh empat jam kemudian (T24), dilakukan kembali pengambilan contoh

gas sebagai berikut: tabung inkubasi dikocok selama 2 menit, kemudian contoh gas CH4

diambil dengan menggunakan jarum suntik. Pada hari tanpa pengukuran, tabung inkubasi diletakkan di dalam inkubator dalam keadaan tertutup agar tetap dalam keadaan anaerob.

3) Pengukuran dan perhitungan data produksi CH4 dan CO2

Contoh gas CH4 diukur setiap 5 hari dan

CO2 diukur setiap 10 hari selama 91 hari.

Gambar 2 adalah mekanisme pengukuran contoh gas CH4 dengan menggunakan

kromatografi gas Shimadzu model GC-8A yang dilengkapi dengan 2 FID, dan contoh gas CO2 dengan menggunakan kromatografi

gas Shimadzu model GC-14A yang dilengkapi dengan 1 TCD, antara lain:contoh gas disuntikkan ke dalam septum, kemudian contoh gas tersebut dialirkan dan masuk ke dalam sampling valve. Setelah itu, contoh gas difiltrasi dan dibawa oleh gas N2 dan H2, lalu

masuk ke dalam kromatografi gas dan di deteksi oleh FID atau TCD. Data analisis yang dihasilkan dari kromatografi gas berupa peak

dan diinterpretasikan dalam bentuk area. Bentuk area dikonversi menjadi konsentrasi CH4 dan CO2 dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

1. Rumus untuk menentukan konsentrasi CH4

C = 10.1 ppm x

As

Ac

Keterangan:

C : Konsentrasi CH4 pada T0 atau T24

As : Area standar CH4

Ac : Area CH4 pada T0 atau T24

10.1 ppm : Konsentrasi CH4 standar

2. Rumus untuk menentukan konsentrasi CO2

C = 10600 ppm x

As

Ac

Keterangan:

C : Konsentrasi CO2 pada T0 atauT24

As : Area standar CO2

Ac : Area CO2 pada T0 atau T24

10600 ppm : Konsentrasi CO2 standar

Untuk menghitung produksi gas CH4 dan

CO2 digunakan rumus (Latin 1995):

Epot=(C24–C0)x

tan

W

Vh

x

VM

BM

x

T

+

2

.

273

2

.

273

Keterangan:

E

pot :Produksi CH4 atau CO2 (mg/kg/hari)

C24 :Konsentrasi CH4 atau CO2 setelah 24

jam inkubasi (ppm)

C0 :Konsentrasi CH4 atau CO2 saat 0 jam

inkubasi (ppm)

Vh :Volume headspace pada tabung inkubasi (ml)

Wtan :Berat tanah yang digunakan dalam inkubasi (g)

BM :Berat molekul CH4 atau CO2 (g)

VM :Volume molekul pada kondisi stp (22.41 l)

T :Suhu di dalam inkubator (°C) (stp : standard temperature and pressure)

tabung inkubasi ditutup oleh penutup karet analisis kadar air

contoh tanah gambut ditim bang dan digenanggi

T0

T24 gas N2 dialirkan dan

dikocok selama 2 m enit

dikocok selama 2 m enit contoh gas C H4 dan CO2

diam bil dengan

m enggunakan jarum suntik

contoh gas disuntikkan ke dalam septum

contoh gas masuk ke dalam sampling valve

contoh gas masuk ke dalam kromatografi gas

data analisis berupa peak

dan diinterpretasikan

dalam bentuk area

tabung inkubasi dimasukkan ke dalam inkubator

Gambar 2 Skema alur proses inkubasi contoh tanah gambut dan pengambilan contoh gas CH4 dan

CO2.

analisis kadar air

contoh tanah gambut ditim bang dan digenanggi

T0

T24 gas N2 dialirkan dan

dikocok selama 2 m enit

dikocok selama 2 m enit contoh gas C H4 dan CO2

diam bil dengan

m enggunakan jarum suntik

contoh gas disuntikkan ke dalam septum

contoh gas masuk ke dalam sampling valve

contoh gas masuk ke dalam kromatografi gas

tabung inkubasi dimasukkan ke dalam inkubator

p

data analisis berupa eak

dan diinterpretasikan

(12)

d. Pengukuran pH dan Potensial Redoks (Eh) tanah

Pengukuran pH dan Eh dilakukan pada saat T24 dengan menggunakan pH meter dan

Eh meter. Berikut ini mekanisme pengukuran pH, antara lain: ujung elektroda pada pHmeter dimasukkan ke dalam tabung inkubasi, ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Ilustrasi pengukuran pH dengan menggunakan pH meter.

Sedangkan mekanisme pengukuran Eh, antara lain: ujung elektroda pada Eh meter dimasukkan ke dalam tabung inkubasi dan ujung elektroda yang lain pada Eh meter ditempelkan pada elektroda platina yang terpasang di tabung inkubasi. Berikut ini ilustrasi mekanisme pengukuran Eh yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Ilustrasi pengukuran Eh dengan menggunakan Eh meter.

e. Analisis Data

Data potensi produksi CH4 dan CO2

dikolerasikan dengan sifat kimia tanah dengan menggunakan analisis regresi.

HASIL

a. Karakteristik contoh tanah gambut 1). pH dan Potensial Redoks (Eh) tanah

Pengukuran pH dan potensial redoks (Eh) dilakukan pada waktu yang sama, yaitu setiap

5 hari. Dari hasil pengukuran pada 4 daerah yang berbeda, diketahui bahwa nilai rata-rata pH bervariasi antara 3.86-4.86 (Lampiran 6). Berdasarkan Gambar 5, daerah Tegal Arum memiliki kisaran pH tertinggi dan daerah Dwipa memiliki kisaran terendah.

Nilai Eh pada 4 daerah yang berbeda juga menunjukkan pola fluktuasi yang berbeda-beda. Nilai tersebut berkisar antara -37.44 sampai dengan + 536.64 mV (Lampiran 7). Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa daerah Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya menunjukkan pola penurunan nilai Eh dimulai pada pengamatan kedua atau 7 HSP. Akan tetapi hanya daerah Tegal Arum yang mengalami penurunan yang sangat tajam mencapai nilai -62.37 pada pengamatan 22 HSP, dengan nilai ratarata -37.44 (Lampiran 7). Sedangkan daerah Simpang Jaya memiliki nila kisaran Eh tertinggi, yaitu +536.64.

2). Sifat fisik dan kimia

Tabel 1 menyajikan hasil analisis sifat fisik dan kimia contoh tanah gambut sebelum dilakukan percobaan. Sifat fisik contoh tanah gambut ditunjukkan dengan tekstur, berupa pasir, debu dan liat. Daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tidak ditemukan pasir, debu dan liat. Sedangkan daerah Dwipa dan Simpang Jaya memperlihatkan kandungan debu dan liat yang cukup tinggi, yaitu secara berturut-turut 41% dan 43% (kandungan debu), dan 59% dan 56% (kandungan liat). Hasil analisis sifat kimia contoh tanah gambut ditunjukkan dengan kandungan C-organik, kandungan N, P, K, Fe dan S total, kation-kation basa (Ca, Mg, K dan Na) kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), asam humat dan asam fulvat. Nilai kandungan C-organik pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut sangat bervariasi. Nilai kandungan C-organik pada daerah Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya, yaitu secara berturut-turut 31.51%, 53.07%, 7.18% dan 5.7%

Nilai kandungan N total pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut tidak jauh berbeda. Jumlah kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan Na pada Tegal Arum, Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya , yaitu secara berturut-turut 3.2 cmol(+)/kg, 10 cmol(+)/kg, 2.38 cmol(+)/kg dan 2.92 cmol(+)/kg.

(13)

daerah Pematang Panjang memperlihatkan nilai KTK tinggi, yaitu sebesar 114.39 cmol(+)/kg, kemudian diikuti dengan daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya, secara berturut-turut 52.5 cmol(+)/kg, 29.06 cmol(+)/kg dan 24.52 cmol(+)/kg.

Kejenuhan basa menunjukkan presentase jumlah kation basa yang dapat dipertukarkan terhadap nilai KTKnya. Daerah Simpang Jaya memperlihatkan nilai kejenuhan basa tinggi, sebesar 12%. Kemudian daerah Tegal Arum, Pematang Panjang dan Dwipa memiliki nilai kejenuhan basa yang tidak jauh berbeda.

Kandungan P dan K yang terekstrak HCl 25%, sebagai P2O5 dan K2O menunjukkan

nilai yang sangat bervariasi. Kandungan P dan K pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tidak jauh berbeda, yaitu sebesar 54.7 ppm dan 52.7 ppm (kandungan P), 407 ppm dan 449 ppm (kandungan K). Sedangkan daerah Dwipa dan Simpang Jaya

memperlihatkan kandungan P rendah, yaitu sebesar 11.3 ppm dan 21.4 ppm (kandungan K), 283 ppm dan 281 ppm (kandungan K).

Asam humat dan asam fulvat merupakan asam-asam organik yang terkandung di dalam bahan organik tanah. Daerah Pematang Panjang memiliki asam humat dan asam fulvat yang paling besar, yaitu sebesar 18.03% dan 7.68 %. Daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya memperlihatkan kandungan asam humat dan asam fulvat rendah, sebesar 7.74%, 2.42% dan 1.88% (asam humat) dan 4.46%, 0.74% dan 1% (asam fulvat).

Fe total terendah dan S total tertinggi, yaitu sebesar 0.76% dan 0.32%. Sedangkan daerah Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya memiliki nilai Fe dan S total, berturut-turut sebesar 1.16%, 3.14% dan 2.91% (Fe-Total) dan 0.19%, 0.12% dan 0.12% (S-Total).

Tabel 1 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah sebelum percobaan

Sifat Fisik dan Kimia Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa Simpang Jaya

pasir - - 0 1

debu - 41 43

liat - 59 56

C-organik (%) Walkley

&Black 31.51 53.07 7.18 5.7

N total (%) Kjeldahl 1.33 0.91 0.21 0.29

Ca 1.42 4.08 0.64 1.12

Mg 0.59 4.65 1.1 0.94

K 0.81 0.9 0.56 0.55

Na 0.38 0.37 0.08 0.31

Jumlah 3.2 10 2.38 2.92

KTK 52.5 114.39 29.06 24.52

Kejenuhan Basa (%) 6 9 8 12

P total (ppm) Bray 1 54.7 52.7 11.3 21.4

K total (ppm) Morgan 407 449 283 281

Asam Humat (%) 7.74 18.03 2.42 1.86

Asam Fulvat (%) 4.46 7.68 0.74 1

Fe 0.76 1.16 3.14 2.91

S 0.32 0.19 0.12 0.12

Tekstur tanah (%)

Nilai Tukar Kation H4-Acetat 1N, pH7)

(cmol(+)/kg)

Total (%)

-(N

Tabel 2 Potensi produksi CH4 dan CO2 (mg/kg tanah/hari) dari beberapa daerah

pengambilan contoh tanah gambut beserta standar deviasi

Nama Daerah

Produksi CH4 (mg/kg

tanah/hari) ± standar deviasi

Produksi CO2 (mg/kg

tanah/hari) ± standar deviasi Tegal Arum 0.408 ± 0.052 83.19 ± 4.5 Pematang Panjang 0.402 ± 0.594 170.82 ± 62.56

(14)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6

0 2 7 12 17 22 27 32 37 42 47 52 57 62 67 72 77 82 87 92

Hari Setelah Penggenangan (HSP)

p

H

Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa

S impang Jaya

(Pada pengamatan 67 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat)

Gambar 5 pH dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut.

-200 -100 0 100 200 300 400 500 600 700

0 2 7 12 17 22 27 32 37 42 47 52 57 62 67 72 77 82 87 92

Hari Setelah Penggenangan (HSP)

P o te n sia l R e d o k s ( m V ) Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa

S impang Jaya

(Pada pengamatan 52 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat)

Gambar 6 Potensial Redoks (Eh) dari beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.91 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.92

0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91

Hari Setelah Penggenangan (HSP)

P o te ns i P r o d uks i C H 4 ( m g/ k g /h ari )

Tegal Arum Pematang Panjang

Dwipa S impang Jaya

(15)

b. Potensi Produksi CH4

Potensi produksi CH4 selama 91 HSP (hari

setelah penggenangan) menunjukkan variasi pada setiap pengukurannya. Dari hasil pengamatan pada 4 daerah yang berbeda diperoleh produksi CH4 bervariasi antara

0.01- 0.408 mg/kg tanah/hari. Tabel 2 menunjukkan bahwa daerah Tegal Arum memiliki produksi CH4 tertinggi, yaitu sebesar

0.408 mg/ kg tanah/hari. Sedangkan produksi CH4 terendah dijumpai pada daerah Simpang

Jaya, yaitu sebesar 0.01 mg/kg tanah/hari. Potensi produksi CH4 selama 91 HSP pada

daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang berfluktuasi di setiap pengamatannya. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 7. Produksi CH4 tertinggi pada daerah Tegal

Arum dan Pematang Panjang ditunjukkan pada pengamatan 76 dan 41 HSP. Sedangkan pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya, produksi CH4 tertinggi ditunjukkan pada

pengamatan 26 dan 6 HSP (Lampiran 4 ).

c. Potensi Produksi CO2

Potensi produksi CO2 memiliki nilai yang

lebih tinggi dibandingkan dengan produksi CH4. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 2,

yang menunjukkan kisaran produksi CO2

sangat tinggi, yaitu antara 41.9-170.82 mg/kg tanah/hari. Daerah Pematang Panjang memiliki produksi tertinggi, yaitu sebesar 170.82 mg/kg tanah/hari. Sedangkan daerah Simpang Jaya memiliki produksi CO2

terendah, yaitu sebesar 41.90 mg/kg tanah/hari.

Potensi produksi CO2 selama 91 HSP atau

8 kali pengamatan pada 4 daerah pengambilan contoh tanah gambut menunjukkan pola

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

0 1 11 21 31 41 51 61 71 81 91

Hari Setelah Penggenangan (HSP)

P o te ns i P r o d uks i C O 2 ( m g /k g /h a r i) Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa

S impang jaya

(Pada pengamatan 11 dan 61 HSP tidak dilakukan pengukuran karena kerusakan alat)

Gambar 8 Potensi Produksi CO2dari berbagai daerah pengambilan contoh tanah gambut.

fluktuasi yang berbeda-beda. Gambar 8 menunjukkan daerah Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya menghasilkan nilai produksi tertinggi pada pengamatan 31 HSP. Daerah Tegal Arum menghasilkan nilai produksi tertinggi pada pengamatan 51 HSP. Sedangkan ke-4 daerah pengambilan contoh tanah gambut menghasilkan nilai produksi terendah pada pengamatan 71 HSP.

d. Hubungan antara sifat kimia contoh tanah gambut dengan potensi produksi CH4 dan CO2

1).Hubungan antara sifat kimia dengan potensi produksi CH4

Hubungan antara kandungan organik C dan N ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa kandungan C-organik dan N total memiliki hubungan nyata pada P=0.05 dengan koefisien kolerasi (r) sebesar 0,58 dan 0.6 .

Kandungan P dan K total juga mempengaruhi potensi produksi CH4 yang ada

di dalam tanah gambut. Tabel 3 menunjukkan hubungan nyata antara kandungan hara P dan K dengan potensi produksi CH4 pada P=0.05

dengan koefisien kolerasi (r), secara berturut-turut 0.63 dan 0.62.

Hubungan antara kation basa K, Fe total dan asam fulvat dengan potensi produksi CH4

(16)

2). Hubungan antara sifat kimia dengan

potensi produksi CO2

Hubungan antara kandungan C organik dengan potensi produksi CO2 disajikan pada

Gambar 9. Pada gambar tersebut terlihat ada hubungan nyata antara kandungan C-organik dengan potensi produksi CO2.

Kation-kation basa, seperti Ca, Mg, K dan Na memiliki pengaruh terhadap produksi CO2.

Gambar 9 dan 10 menunjukkan kation-kation basa, seperti Ca, Mg dan K dan potensi produksi CO2 memiliki kolerasi nyata.

Sedangkan kation basa Na tidak menunjukkan hubungan nyata. Potensi produksi CO2 juga

dipengaruhi oleh kandungan P dan K total yang ada di dalam tanah gambut. Tabel 3 menunjukkan hubungan nyata antara

kandungan P dan K total dengan potensi produksi CO2.

Hubungan antara kapasitas tukar kation (KTK) dengan potensi produksi dapat ditunjukkan pada Gambar 11. Berdasarkan gambar tersebut terlihat ada hubungan nyata antara kapasitas tukar kation dengan potensi produksi CO2.

Asam humat dan asam fulvat juga memiliki pengaruh terhadap produksi CO2.

Hubungan antara asam humat dan asam fulvat dengan potensi produksi CO2 dapat disajikan

pada Gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut terlihat hubungan yang sangat erat antara asam humat dan asam fulvat dengan potensi produksi CO2.

Tabel 3 Koefisien kolerasi (r) antara potensi produksi CH4 dan CO2 dengan

beberapa sifat kimia tanah, n=12

C H4 C O2

C - o r g a n ik ( % ) 0 .5 8 * 0 .8 7 * *

N to ta l ( % ) 0 .6 * 0 .5 1 tn

P to ta l ( p p m ) 0 .6 3 * 0 .6 9 *

K to ta l ( p p m ) 0 .6 2 * 0 .8 1 * *

C a 0 .4 4 t n 0 .8 8 * *

M g 0 .3 t n 0 .8 2 * *

K 0 .6 2 * 0 .8 2 * *

N a 0 .4 7 t n 0 .5 1 tn

K T K ( c m o l( + ) /k g ) 0 .5 t n 0 .8 9 * *

K e j e n u h a n b a s a ( % ) 0 .3 7 t n 0 .1 6 tn

A s a m H u m a t ( % ) 0 .5 2 t n 0 .8 9 * *

A s a m F u lv a t ( % ) 0 .5 8 * 0 .8 7 * *

S to ta l ( % ) 0 .5 3 t n 0 .3 1 tn

F e to ta l ( % ) 0 .6 3 * 0 .6 4 *

K o e fis ie n k o le r a s i ( r )

K a tio n - k a tio n b a s a ( c m o l( + ) /k g ) S ifa t K im ia T a n a h

* nyata pada P=0.05 ** nyata pada P=0.01 tn: tidak berbeda nyata

y = 237.41x + 1944.9 r = 0.87**, n = 12

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 10 20 30 40 50 60

Kandungan C-organik (% )

Tegal Arum Pematang Panjang

Dwipa Simpang Jaya

P o te ns i P r o duk si C O ( m g /kg t a na h) 2

y = 28231x - 12174 r = 0.82**, n = 12

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Kation basa K (cmol(+)/kg)

P o te n si P r o duks i C O

2 (

m g /kg t a na h)

Tegal Arum Pematang Panjang

Dwipa Simpang Jaya

(17)

y = 3479.7x + 1413.7 r = 0.88**, n = 12

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 1 2 3 4 5

Kation basa Ca (cmol(+)/kg)

y = 2630.8x + 2941.3 r = 0.82**, n = 12

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 1 2 3 4

Kation basa Mg (cmol(+)/kg)

Po te n si Pr o d u k si CO

2 (m

g /k g ta n a h ) 5

Tegal Arum Pematang Panjang

Dwipa Simpang Jaya

Tegal Arum Pematang Panjang

Dwipa Simpang Jaya

P o te ns i P r o d uk si C O ( m g /kg t a na h) 2

Gambar 10 Hubungan antara kation basa Ca dan Mg dan potensi produksi CO2.

y = 57.903x - 12826 r = 0.81**, n = 12

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 100 200 300 400 500

Kandungan K total (ppm)

Tegal Arum Pematang Panjang y = 132.6x + 421.05

r = 0.89**, n = 12

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 20 40 60 80 100 120 140

KTK (cmol(+)/kg) P o te ns i P r o duk si C O

2 (

m g /kg t a na h)

Tegal Arum Pematang Panjang

Dwipa Simpang Jaya

Dwipa Simpang Jaya

P o te ns i P r o d uks i C O 2 ( m g /k g ta n a h )

Gambar 11 Hubungan antara kandungan hara K dan KTK dan potensi produksi CO2.

y = 731.76x + 2232 r = 0.89**, n = 12

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 5 10 15 20

Kandungan Asam Humat (% )

y = 1631.4x + 2068.3 r = 0.87**, n = 12

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 2 4 6 8 1

Kandungan Asam Fulvat (% )

P o te ns i P r o duks i C O

2 (

m g /kg t a na h)

Tegal Arum Pematang Panjang

0

Tegal Arum Pematang Panjang

Dwipa Simpang Jaya

Dwipa Simpang Jaya

P o te ns i P r o d uk si C O ( m g /kg t a na h) 2

(18)

e. Potensi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tanah gambut

Potensi Gas Rumah Kaca pada tanah gambut disajikan pada Tabel 4. Tabel tersebut menunjukkan dugaan potensi produksi CH4

dan CO2 pada luasan 1 hektar (ha) dari

masing-masing daerah pengambilan contoh tanah gambut. Potensi produksi CH4 dan CO2

dapat diduga dengan menghitung berat jenis contoh tanah gambut pada luasan 1 ha dengan asumsi kedalaman efektif 20 cm dikalikan dengan rata-rata potensi produksi CH4 dan

CO2.

Berdasarkan tabel tersebut, daerah Pematang Panjang memiliki potensi produksi CH4 dan CO2 pada luasan 1 ha tertinggi,

berkisar antara 10.97 kg/ha – 27.07 kg/ha dan 4663.4 kg/ha – 11503 kg/ha. Sedangkan potensi produksi CH4 terendah berada pada

daerah Simpang Jaya, berkisar antara 0.12 kg/ha – 0.16 kg/ha dan potensi produksi CO2

terendah berada pada daerah Dwipa, berkisar antara 4547.9 kg/ha – 5425.6 kg/ha.

PEMBAHASAN

Proses inkubasi berlangsung selama 91 hari menghasilkan produksi CH4 dan CO2

berbeda-beda di setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Selama proses inkubasi berlangsung, tabung inkubasi yang berisi contoh tanah gambut mengalami penggenangan selama 91 hari. Tujuan dari penggenangan adalah untuk mendapatkan potensi produksi CH4 dan CO2 yang optimal

dari contoh tanah gambut.

Produksi CH4 pada tanah gambut

dipengaruhi oleh suhu, kondisi anaerob, kualitas substrat dan komunitas mikrob (Moore & Dalva 1997). Suhu tanah memegang peranan penting dalam aktivitas mikroorganisme tanah, khususnya metanogen. Pada penelitian ini, suhu dalam inkubator, yaitu 30ºC, menurut Neue dan Roger

(1994), sebagian besar metanogenektar (ha) selama 91 hari penggenangan dari Tabel 4 Dugaan potensi produksi CH4 dan CO2 per h

beberapa daerah pengambilan contoh tanah gambut dengan asumsi kedalaman efektif tanah 20 cm

10

mg/kg/hari kg/ha mg/kg/hari kg/ha Tegal Arum 0.14 - 0.36 0.408

0 0

.4 - 26.73 83.19 2119.7 - 5450.6 Pematang Panjang 0.15 - 0.37 0.402 10.97 - 27.07 170.82 4663.4 - 11503 Dwipa 0.57 - 0.68 0.002 .21 - 0.25 43.84 4547.9 - 5425.6 Simpang Jaya 0.68 - 0.86 0.001 .12 - 0.16 41.9 5185.5 - 6558.2 Nama Daerah Berat Jenis

(g/cm3)

Potensi Produksi CH4 Potensi Produksi CO2

dapat bekerja pada suhu optimum antara 30º - 35ºC.

Lingkungan anaerob pada tanah gambut juga mempengaruhi produksi CH4. Hal

tersebut dikarenakan metanogen dapat merubah CO2, asam format, asam asetat,

metanol, metilamin dan CO menjadi CH4 dan

berkembang pesat pada kondisi anaerob (Cicerone & Oremland 1988). Selain itu gambut dapat terbentuk dari bahan organik yang terdekomposisi secara anaerob. Kualitas substrat pada tanah gambut ditunjukkan dengan tingginya kandungan C-organik. Berdasarkan Tabel 1, kandungan C-organik pada daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang tinggi. Semakin banyak kandungan C-organik akan menyebabkan produksi CH4

tinggi.

Komunitas mikrob yang ada di tanah gambut juga mempengaruhi produksi CH4.

Dalam lingkungan anaerob, metanogen, dan bakteri pereduksi sulfat berkompetisi untuk mendapatkan H2 yang diproduksi oleh bakteri

fermentasi (Neue & Roger 1994). Dalam kompetisi tersebut, jika metanogen tidak mendapatkan H2, maka aktivitas metanogen

akan terhambat, sehingga produksi CH4

rendah.

Produksi CH4 selama 91 hari

penggenangan menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap daerah pengambilan contoh tanah gambut. Produksi CH4 tertinggi

pada daerah Tegal Arum dan produksi CH4

terendah pada daerah Dwipa dan Simpang Jaya. Contoh tanah gambut daerah Tegal Arum tergolong fibrik mentah, daerah Pematang Panjang tergolong hemik dan daerah Dwipa dan Simpang Jaya tergolong saprik.

Menurut Sabiham dan Sulistyono (2000), tingkat dekomposisi gambut mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukkan gas CH4. Gambut dengan tingkat dekomposisi

fibrik menghasilkan produksi CH4 tinggi.

(19)

dekomposisi saprik menghasilkan produksi CH4 rendah.

Hasil penelitian ini menunjukkan daerah Tegal Arum menghasilkan produksi CH4

tinggi, kemudian diikuti daerah Pematang Panjang, karena bahan organik yang ada di daerah tersebut sebagian besar belum terdekomposisi secara sempurna. Sedangkan daerah Dwipa dan Simpang Jaya, bahan organiknya telah terdekomposisi secara sempurna sehingga menghasilkan produksi CH4 rendah.

Daerah Tegal Arum mengalami perubahan pH cukup tinggi dari awal sampai akhir inkubasi dibandingkan daerah Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya (Gambar 5). Peningkatan pH tersebut akibat adanya penggenangan. Menurut Prasetyanti dan Setyanto (1995), penggenangan akan menyebabkan pH pada tanah masam mengalami peningkatan dan peningkatan tersebut disebabkan reduksi Fe3+ menjadi Fe2+.

Perubahan potensial redoks (Eh) pada daerah Tegal Arum mengalami penurunan mencapai nilai -128.8 mV pada akhir inkubasi (Lampiran 7). Sedangkan daerah Pematang Panjang dan Simpang Jaya mengalami peningkatan Eh mencapai nilai +372.17 mV dan +598.97 mV (Lampiran 7). Nilai positif (+) dari pengukuran Eh menunjukkan keadaan oksidatif, sedangkan nilai negatif (-) menunjukkan keadaan reduktif.

Penurunan nilai Eh pada daerah Tegal Arum disebabkan oleh turunnya jumlah oksigen dalam tanah yang disertai dengan meningkatnya aktivitas metanogen. Sedangkan peningkatan nilai Eh pada daerah Pematang Panjang dan Simpang Jaya disebabkan meningkatnya jumlah oksigen yang berasal dari dalam pori-pori tanah. Pengeluaran CO2 dari tanah gambut

disebabkan hasil kerja respirasi pada akar tanaman dan dekomposisi bahan gambut yang dihasilkan dari tumbuhan yang berada pada lapisan gambut. Produksi CO2 pada tanah

gambut dipengaruhi oleh suhu, ketersediaan oksigen di dalam tanah, kadar air dan sifat-sifat kimia bahan gambut (Moore & Dalva 1997).

Proses oksidasi CH4 oleh metanotrof

dipengaruhi oleh temperatur dan pH. Populasi metanotrof di alam dapat beradaptasi dengan suhu yang berbeda-beda. Pada penelitian ini, suhu dalam inkubator, yaitu 30°C. Menurut Hanson & Hanson (1996), suhu optimum untuk proses oksidasi CH4 pada tanah gambut,

yaitu 25°C, meskipun proses oksidasi dapat

terjadi pada suhu 0°C - 10°C dan 35°C. Nilai rata-rata pH pada penelitian ini, yaitu 3.86-4.86 (Lampiran 6). Menurut Hanson & Hanson (1996), pH untuk proses oksidasi berkisar antara 4 – 6, meskipun proses oksidasi dapat terjadi pada pH dibawah 4. Gas CO2 dihasilkan oleh metanotrof pada lapisan

oksidasi, yaitu pada permukaan tanah yang tergenang, dimana jumlah oksigen sangat banyak. Menurut Neue dan Scharpenseel (1984), oksigen dapat ditemukan pada 1 cm di bawah lapisan air pada tanah tergenang. Jika oksigen ditemukan pada permukaan tanah, sebagian besar CH4 dapat dioksidasi menjadi

CO2. Selain itu, CO2 juga dapat dioksidasi

dalam lingkungan anaerob, meskipun hanya sedikit informasi mengenai proses secara mikrobial atau secara biokimia dari proses oksidasi CH4 anaerob (Hanson & Hanson

1996). Pada tanah gambut, sekitar 11-100% CH4 yang dihasilkan oleh metanogen

dioksidasi menjadi CO2 (Chapman et al.

1996).

Produksi CO2 yang dihasilkan dari proses

inkubasi selama 91 hari penggenangan menunjukkan hasil yang berbeda-beda di setiap pengambilan contoh tanah gambut. Daerah Pematang Panjang menghasilkan produksi CO2 tertinggi dan daerah Simpang

Jaya menghasilkan produksi CO2 terendah

(Tabel 2). Hal ini disebabkan oleh tingginya bahan organik pada daerah Pematang Panjang dan rendahnya bahan organik pada daerah Simpang Jaya.

Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah menunjukkan daerah Pematang Panjang memiliki kandungan C-organik, jumlah-jumlah kation-kation basa, KTK, P dan K total, asam humat dan asam fulvat tinggi. Hal ini disebabkan daerah Pematang Panjang tergolong gambut alami (gambut yang belum digunakan untuk pertanian) yang laju penambahan bahan organik lebih cepat daripada laju dekomposisinya. Sedangkan lahan gambut pada daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya sudah digunakan untuk pertanian sehingga bahan organik lebih rendah dibandingkan daerah Pematang Panjang.

Kandungan bahan organik tanah berhubungan dengan produksi CH4 dan CO2.

Analisis regresi menunjukkan adanya hubungan nyata antara kandungan C-organik dengan produksi CH4 dan CO2 (Gambar 9).

Menurut Tan (1998), di dalam proses mikrobial secara anaerob, bahan organik, khususnya gula dapat diubah menjadi CH4

(20)

hemiselulosa juga merupakan kandungan C-organik yang berasal dari biomassa gambut. Selulosa dan hemiselulosa mudah didekomposisi dan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah, khususnya metanogen dan metanotrof, sehingga menyebabkan aktivitas metanogen dan metanotrof meningkat (Flaig 1984). Reduksi NO3- menjadi NO2-, N2O menjadi N2, Mn4+

menjadi Mn2+, Fe3+ menjadi Fe2+, SO4

2-menjadi S2- dan CO2 menjadi CH4 dapat

terjadi jika bahan organik tersedia dalam tanah (Wang et al. 1995).

Tabel 3 menunjukkan adanya hubungan nyata antara kandungan N total dengan produksi CH4. Menurut Neue dan Roger

(1994), semua metanogen menggunakan NH4+

sebagai sumber N. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan N berupa NH4+ yang ada di

tanah digunakan sebagai energi untuk aktivitas metanogen.

Asam humat mengandung C, H dan N lebih tinggi dan gugus fungsi (phenol hidroksil, alkohol, hidroksil, karbonil, dan metoksil) lebih rendah daripada asam fulvat. Molekul asam humat terdiri dari senyawa aromatik, senyawa mengandung nitrogen dalam bentuk siklik, serta bahan pereduksi. Struktur kimia asam humat dapat ditunjukkan pada gambar 13. Asam fulvat mengandung O dan S, gugus karboksil lebih tinggi daripada asam humat (Tan 1998). Gambar 14 adalah struktur kimia asam fulvat. Adanya hubungan nyata antara asam humat dengan produksi CO2 dan asam fulvat dengan produksi CH4

dan CO2. Hal ini disebabkan asam humat dan

asam fulvat memiliki gugus fungsi yang nantinya akan diputus oleh mikroorganisme tanah, akan membentuk CH4 atau CO2

tergantung pada kondisi di dalam tanah, aerob atau anaerob (Setyanto 14 Agustus 2007,

komunikasi pribadi). Semakin banyak asam humat dan asam fulvat, maka semakin banyak CH4 dan CO2 yang dibentuk.

Kandungan Fe total berhubungan nyata dengan produksi CH4. Hal tersebut diduga

karena mikroorganisme pereduksi Fe3+ bersaing untuk mendapatkan substrat yang sama dengan metanogen dan bakteri pereduksi sulfat. Jika dalam kompetisi ini, metanogen gagal mendapatkan substrat, maka aktivitas metanogen akan terhambat.

Kandungan hara posfat (P) dan kalium (K) tersedia dalam tanah pada lapisan atas gambut umumnya tinggi (Subagyo 2003). Unsur posfat (P) pada tanah gambut sebagian besar dijumpai dalam bentuk P organik, selanjutnya akan mengalami proses mineralisasi menjadi P inorganik oleh mikroorganisme (Hartatik & Suriadikarta 2006).

Fraksi P organik diperkirakan mengandung asam nukleat yang merupakan penyusun struktur sel mikroorganisme tanah, khususnya metanogen dan metanotrof. Selain itu P juga digunakan sebagai sumber energi atau hara mikroorganisme tanah untuk mendekomposisi gambut (Stevenson 1994). Sedangkan kalium diduga sebagai aktivator enzim yang merangsang pembentukkan senyawa organik, seperti asam amino dan protein yang berperan dalam proses dekomposisi bahan gambut.

Kandungan kation-kation basa (Ca, Mg, K dan Na) umumnya terdapat pada jumlah yang rendah terutama pada gambut tebal. Semakin tebal gambut, kandungan abu semakin rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanah menjadi asam (Hartatik & Suriadikarta 2006). Kation-kation basa (Ca, Mg, K) menunjukkan hubungan nyata dengan produksi CO2. Sedangkan hanya kation basa

c

Gambar 13 Struktur kimia asam humat : (a) senyawa aromatik, (b) senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk siklik, (c) bahan pereduksi (Stevenson 1994)

a

(21)

kation basa berkolerasi dengan produksi CH4

dan CO2.

Gambar 11 menunjukkan bahwa kapasitas tukar kation (KTK) berhubungan nyata dengan produksi CO2. KTK merupakan

kemampuan menyerap dan mempertukarkan kation. KTK pada tanah gambut umumnya tinggi menyebabkan tanah dapat menyerap ion H+ lebih banyak. Mikroorganisme tanah mendapatkan energi yang tersimpan dalam senyawa organik melalui reduksi H+ menjadi H2 (Bohn et al. 1979).

Tanah gambut di Pematang Panjang berpotensi mengemisi CH4 dan CO2 paling

besar (Tabel 4). Hal tersebut disebabkan karena daerah Pematang Panjang memiliki kandungan C-organik, kation-kation basa dan kandungan asam humat serta asam fulvat paling tinggi. Potensi produksi CH4 dan CO2

pada tanah gambut di daerah Dwipa dan

Gambar 14 Struktur kimia asam fulvat (Stevenson 1994)

Simpang Jaya memiliki potensi produksi CH4 dan CO2 paling rendah. Hal ini

disebabkan oleh ketebalan gambut yang <50 cm dan banyak bercampur dengan tanah-tanah mineral yang berada di bawah lapisan gambut. Gambar 13 terlihat bahwa terbentuknya CH4 dan CO2 melalui proses dekomposisi

bahan organik anaerob dan juga terbentuknya CO2 melalui proses oksidasi. Bahan organik

tersebut didapatkan dari biomassa tanaman. Biomassa gambut dihidrolisis menjadi gula dan mengalami fermentasi membentuk H2,

CO2, asam asetat, asam lemak dan alkohol.

Hasil fermentasi tersebut merupakan substrat untuk aktivitas metanogen melalui proses metanogenesis. Setelah itu terjadi proses oksidasi CH4 menjadi CO2 oleh metanotrof.

Sedangkan CO2 yang dilepaskan ke udara,

yaitu hasil proses oksidasi yang dilakukan metanotrof dan hasil dekomposisi anaerob.

(22)

SIMPULAN

Proses inkubasi contoh tanah gambut selama 91 hari penggenangan menunjukkan bahwa daerah Tegal Arum menghasilkan produksi CH4 paling tinggi, yaitu 0.408 mg/kg

tanah/hari, diikuti daerah Pematang Panjang, Dwipa dan Simpang Jaya berturut-turut sebesar 0.402 mg/kg tanah/hari, 0.002 mg/kg tanah/hari dan 0.001 mg/kg tanah/hari. Sedangkan produksi CO2 tertinggi terdapat

pada daerah Pematang Panjang, yaitu 170.82 mg/kg tanah/hari, diikuti daerah Tegal Arum, Dwipa dan Simpang Jaya berturut-turut sebesar 83.19 mg/kg tanah/hari, 43.84 mg/kg tanah/hari dan 41.9 mg/kg tanah/hari. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daerah Tegal Arum dan Pematang Panjang berpotensi mengemisikan CH4 dan CO2 paling besar.

Analisis regresi menunjukkan adanya hubungan nyata antara potensi produksi CO2

dengan C-organik, kation-kation basa, yaitu Ca, Mg dan K, KTK, P, K dan Fe total, asam humat dan asam fulvat. Hubungan antara potensi produksi CH4 dengan C-organik, P, K,

N dan Fe total dan asam fulvat juga menunjukkan hubungan yang nyata.

SARAN

Analisis bakteri total dan aktivitas respirasi pada sebelum dan sesudah penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui aktivitas dan populasi bakteri yang ada di tanah gambut. Hal itu dimaksudkan agar dapat mengetahui secara pasti, adanya peranan bakteri tanah dalam pembentukan CH4 dan

CO2 melalui proses dekomposisi bahan

organik.

DAFTAR PUSTAKA

Bohn HL, McNeal BL, O’connor GA. 1979. Soil Chemistry. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Brown DA. 1997. Microbiology of methane production in peatlands. Di dalam: Parkyn L, Stoneman RE, Ingram HAP, editor. Conserving Peatlands. Wallingford: CAB International. Hlm 139-146.

Chapman SJ, Kanda K, Tsuruta H, Minami K. 1996. Influence of temperature and oxygen availability on the flux of methane and carbondioxide from wetlands: a comparison of peat and

paddy soils. Soil Sci Plant Nutr. 42(2): 268-277.

Cicerone RJ, Oremland RS. 1988. Biogeochemical aspects of atmospheric methane. Global Biogeochem. Cycles. 2: 299-327.

Flaigh W. 1984. Soil organic matter as a source of nutrients. Di dalam: Organic Matter and Rice. Manila: International Rice Research Institute. Hlm 73-92.

Hanson RS, Hanson TE. 1996. Methanotrophic bacteria. Microbiol Rev. 60(2): 439-471

Hartatik W, Suriadikarta DA. 2006. Teknologi pengelolaan hara lahan gambut. Di dalam: Ardi D, Kurnia U, Mamat, Hartatik W, Setyorini, editor. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian. Hlm 151-178.

Horn MA, Matthies C, Kusel K, Schramm A, Drake HL. 2003. Hydrogenotrophic metanogenesis by moderately acid-tolerant methanogens of a methane-emitting acidic peat. Appl Environ Microbiol. 69:74-83.

Istomo. 2005. Keseimbangan hara dan karbon dalam pemanfaatan lahan gambut berkelanjutan. Di dalam: Noor YR, Sutaryo D, Hasudungan F, editor. Pemanfaatan Lahan Gambut secara Bijaksana untuk Manfaat Berkelanjutan. Seri Prosiding 08. Bogor: Wetlands Internasional-Indonesia Programme. Hlm 133-141.

Latin RS, Aduna JB, Javehana AMJ, editor. 1995. Methane Measurements in Rice. Manila: International Rice Research Institute.

Moore TR, Dalva M. 1997. Methane and carbondioxide exchange potentials of peat soils in aerobic and anaerobic laboratory incubations. Soil Biol Biochem. 29(8): 1157-1164.

Mosier AR, Bronson KF, Freney JR, Keerthising DG. 1994. Use nitrification inhibitors to reduce nitrous oxide emission from urea ferlilized soils. Di dalam: CH4 and N2O: Global Emissions

and Controls from Rice Field and other Agricultural ang Industrial Sourches. Vienna: NIAES. Hlm 187-196.

(23)

and Environmental Effect of Climate Change. New York: John Wiley and Sons, Inc. Hlm 65-93.

Neue HU, Scharpenseel HW. 1984. Gaseous products of decomposition of organic matter in submerged soils. Di dalam: Organic Matter and Rice. Manila: International Rice Research Institute. Hlm 311-328.

Prasetyanti C, Setyanto P. 1995. Emisi Gas Metan pada Lahan Padi Sawah. Pati: Loka Penelitian Tanaman Pangan.

Radjagukguk B. 2000. Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah gambut akibat reklamasi lahan gambut untuk pertanian. J Ilmu Tanah dan Lingk. 2: 1-15.

Sabiham S. 2006. Pengelolaan Lahan Gambut Indonesia Berbasis Keunikan Ekosistem. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Pengelolaan Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.

Sabiham S, Mario MD, Barchia MF. 2003. Emisi-C dan produktivitas tanah pada lahan gambut yang diusahakan untuk pertanian. Di dalam: Noor YR, Muslihat L, Ilman M, editor. Sebaran Gambut di Indonesia. Seri Prosiding 02. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme. Hlm 153-159.

Sabiham S, Sulistyono NBE. 2000. Kajian beberapa sifat inheren dan perilaku gambut: kehilangan karbondioksida (CO2) dan metan (CH4) melalui proses

reduksi-oksidasi. J. Tanah Trop.10:127-135.

Salampak. 1999. Peningkatan Produktivitas Tanah Gambut yang Di sawahkan dengan Pemberian Bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.

Setyanto P. 2000. Influence of Soil Properties on Methane Production Potential from Wetland Rice Field in Java. [Tesis]. Serdang: Universiti Putra Malaysia. Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry.

Genesis Composition and Reaction. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Subagyo H. 2003. Penyebaran dan potensi tanah gambut di Indonesia untuk pengembangan pertanian. Di dalam: Noor YR, Muslihat L, Ilman M, editor. Sebaran Gambut di Indonesia. Seri Prosiding 02. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme. Hlm 197-208

Subagjo H, Suharta N, Siswanto AB. 2000. Tanah-Tanah Pertanian di Indonesia.

Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengolahannya. Bogor: Puslittanak Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian.

Tan KH. 1998. Principles of Soil Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc. Wahyunto, Heryanto B. 2005. Sebaran

gambut dan estimasi cadangan karbon di Kalimantan. Di dalam: Noor YR, Sutaryo D, Hasudungan F, editor. Pemanfaatan Lahan Gambut secara Bijaksana untuk Manfaat Berkelanjutan. Seri Prosiding 08 Bogor: Wetlands Internasional-Indonesia Programme. Hlm 49-63.

(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)

Lampiran 1 Peta lokasi pengambilan contoh tanah gambut

lokasi pengambilan contoh tanah gambut

U

T

S B

Kec Landasan Ulin

Kec Wanaraya

Kec Gambut

S. Barito S. Martapura

Sumber: www.taritravelindonesia.com

Sumber: bitnak.ditjennak.deptan.go.id sungai

(36)
(37)

Lampiran 2 Deskripsi daerah pengambilan contoh tanah gambut

Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa Simpang Jaya

Lokasi Desa :Tegal Arum Desa :Pematang Panjang Desa :Dwipasari-Ray V Desa :Simpang Jaya

Kecamatan :Landasan Ulin Kecamatan :Gambut Kecamatan :Wanaraya Kecamatan :Wanaraya

Kabupaten :Banjar Kabupaten :Banjar Kabupaten :Barito Kuala Kabupaten :Barito Kuala

Provinsi :Kalimantan Selatan Provinsi :Kalimantan Selatan Provinsi :Kalimantan Selatan Provinsi :Kalimantan Selatan

Tipologi lahan lahan rawa gambut sedang lahan gambut sedang lahan gambut tipis/bergambut lahan gambut tipis/bergambut

(tebal gambut >200cm) (tebal gambut 100-200cm)

Tipe luapan tipe C tipe C tipe C tipe C

Muka air tanah +10-15 cm, tergenang +10-50 cm, tergenang 15 cm 15 cm

pH air genangan 5.0 (hujan sehari sebelumnya) 4.5 (hujan sehari sebelumnya)

Vegetasi/land use sawah bukaan baru paku-pakuan, galam, semak-semak sawah dan karet padi dan kacang tanah

Fisiografi rawa belakang (backswamps) rawa belakang (backswamps) aluvial marin (Bapa Las) aluvial marin

Klasifikasi hemic tropofibrist=gambut mentah tergenang sapric tropofibrist=gambut mentah histic sulfaquent=tanah sulfat masam histic sulfaquent=tanah sulfat masam

(soil taxonomy) alamiah, terdapat sebagian hemik pada tergenang alamiah, terdapat saprik bergambut, pada lapisan bawah <100cm bergambut, lapisan bawah <100cm

kedalaman <100 cm pada lapisan <100 cm terdapat pirit dan lapisan atas masih terdapat pirit dan lapisan atas masih

Hasil boring *Lapisan 0-10 cm:warna tanah coklat gelap, *Lapisan 0-50 cm: warna tanah tersisa gambut dengan lapisan <50cm tersisa gambut dengan lapisan <50cm

pH 4, kematangan fibrik mentah, lapisan ini coklat gelap, pH tanah 3.5, *Lapisan 0-10 cm:warna tanah coklat *Lapisan 0-40 cm:warna tanah

terdapat serasah, akar semak dan paku-pakuan kematangan hemik-saprik setengah gelap, pH tanah 4, tekstur peat-clay coklat gelap, pH 4.5 tanah,

*Lapisan 0-70 cm: warna tanah coklat gelap, matang s/d matang, pada bagian atas bergambut, kematangan saprik, kematangan saprik, lapisan ini

pH tanah 4, kematangan fibrik-hemik mentah lapisan ini, bekas sisa terbakar lapisan ini, gambut terbakar gambut terbakar

s/d setengah matang, lapisan bagian atas bekas *Lapisan 51-100 cm: warna tanah *Lapisan 45-70 cm:warna tanah coklat *Lapisan 41-85 cm:warna tanah

sisa terbakar coklat gelap, pH tanah 4, kemerahan, pH tanah 3.5, tekstur clay coklat kemerahan, pH tanah 4,

*Lapisan 71-100 cm: warna tanah coklat kematangan fibrik-mentah, lapisan liat, kematangan hemik, lapisan ini, tekstur clay, kematangan hemik,

kemerahan, pH tanah 4-4.5, kematangan fibrik ini terdapat banyak serat dan kayu terdapat pirit lapisan ini merupakan lapisan

mentah, lapisan ini terdapat banyak serat sisa *Lapisan 70-100 cm:warna tanah transisi coklat

cabang akar coklat kemerahan, tekstur clay liat, *Lapisan 86-100 cm:warna tanah

*Lapisan 101-200 cm: warna tanah coklat gelap kematangan hemik, lapisan ini coklat gelap, tekstur clay,

pH tanah 4-4.5, kematangan fibrik mentah, terdapat pirit kematangan hemik, lapisan ini

lapisan ini terdapat banyak sisa kayu terdapat pirit

(38)

Lampiran 3 Jadwal kegiatan proses inkubasi contoh tanah gambut

T g l H S P M a r e t H S P A p r i l H S P M e i H S P J u n i

1 1 0 4 0 7 1 T0 ( C H4 & C O2)

2 1 1 T0 ( C H4 & C O2) 4 1 T0 ( C H4 & C O2) 7 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H

3 1 2 T2 4 ( C H4 & C O2) 4 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H 7 3 C H4 ,C O2 s t a n d a r

4 1 3 4 3 7 4

5 1 4 4 4 7 5

6 1 5 4 5 7 6 T0 ( C H4)

7 1 6 T0 ( C H4) 4 6 T0 ( C H4) 7 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H

8 1 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H 4 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H 7 8

9 1 8 4 8 7 9

1 0 1 9 4 9 8 0

1 1 2 0 5 0 8 1 T0 ( C H4 & C O2)

1 2 2 1 T0 ( C H4 & C O2) 5 1 T0 ( C H4 & C O2) 8 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H

1 3 2 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H 5 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H 8 3

1 4 2 3 5 3 8 4

1 5 2 4 5 4 8 5

1 6 2 5 5 5 8 6 T0 ( C H4)

1 7 2 6 T0 ( C H4) 5 6 T0 ( C H4) 8 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H

1 8 C H4 s t a n d a r 2 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H 5 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H 8 8

1 9 2 8 5 8 8 9

2 0 2 9 5 9 9 0

2 1 C O2 s t a n d a r 3 0 6 0 9 1 T0 ( C H4 & C O2)

2 2 P e n i m b a n g a n d a n P e n g g e n a n g a n t a n a h 3 1 T0 ( C H4 & C O2) 6 1 T0 ( C H4 & C O2) 9 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H

2 3 1 T0 ( C H4 & C O2) 3 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H 6 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H

2 4 2 T2 4 ( C H4 & C O2) , E h d a n p H 3 3 6 3

2 5 3 3 4 6 4

2 6 4 3 5 6 5

2 7 5 3 6 T0 ( C H4) 6 6 T0 ( C H4)

2 8 6 T0 ( C H4) 3 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H 6 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H

2 9 7 T2 4 ( C H4) , E h d a n p H 3 8 6 8

3 0 8 3 9 6 9

3 1 9 7 0

(39)

Lampiran 4 Potensi Produksi CH4 (mg/kg tanah/hari) selama 91 HSP (Hari Setelah Penggenangan)

I II III Rata-rata SD I II III Rata-rata SD I II III Rata-rata SD I II III Rata-rata SD

1 0.031 0.0040 0.0018 0.012 0.016 0.0146 0.4713 0.3855 0.290 0.243 0.0203 0.0027 0.0019 0.008 0.010 0.0020 0.0031 0.0026 0.003 0.001

6 0.0029 0.0027 0.0025 0.003 0.000 0.2600 1.1881 0.1609 0.536 0.567 0.0020 0.0023 0.0016 0.002 0.000 0.0051 0.0015 0.0020 0.003 0.002

11 0.0037 0.0033 0.0026 0.003 0.001 0.0854 0.7184 0.0346 0.279 0.381 0.0041 0.0018 0.0012 0.002 0.002 0.0015 0.0012 0.0009 0.001 0.000

16 0.0040 0.0037 0.0106 0.006 0.004 0.1056 1.2996 0.0283 0.478 0.713 0.0012 0.0017 0.0014 0.001 0.000 0.0012 0.0014 0.0011 0.001 0.000

21 0.0042 0.1880 0.3121 0.168 0.155 0.1303 1.9284 0.0253 0.695 1.070 0.0015 0.0021 0.0010 0.001 0.001 0.0012 0.0022 0.0008 0.001 0.001

26 0.0187 0.3586 0.4678 0.282 0.234 0.1188 1.4483 -0.0397 0.509 0.817 0.0368 0.0008 0.0009 0.013 0.021 0.0010 0.0009 0.0008 0.001 0.000

31 0.0049 0.0620 0.5594 0.209 0.305 0.0979 2.4506 0.0177 0.855 1.382 0.0011 0.0012 0.0011 0.001 0.000 0.0007 0.0012 0.0014 0.001 0.000

36 0.5479 0.3814 0.3802 0.437 0.096 0.1683 2.5427 0.0312 0.914 1.412 0.0018 0.0013 0.0011 0.001 0.000 0.0018 0.0010 0.0024 0.002 0.001

41 0.2136 0.0849 0.8102 0.370 0.242 0.0978 2.8354 0.0231 0.985 1.603 0.0011 0.0011 0.0013 0.001 0.000 0.0013 0.0014 0.0019 0.002 0.000

46 2.4909 0.0331 0.0482 0.857 0.252 0.1753 1.7413 0.0190 0.645 0.952 0.0006 0.0008 0.0000 0.000 0.000 0.0009 0.0012 0.0001 0.001 0.001

51 0.3696 0.0501 0.4057 0.275 0.196 0.0658 0.7218 0.0154 0.268 0.394 0.0011 0.0007 0.0011 0.001 0.000 0.0007 0.0009 0.0010 0.001 0.000

56 0.2393 0.4070 2.2517 0.966 1.117 0.0656 0.8378 0.0249 0.309 0.458 0.0012 0.0053 0.0012 0.003 0.002 0.0009 0.0008 0.0008 0.001 0.000

61 0.0226 0.2048 0.2227 0.150 0.111 0.0076 1.3931 0.0167 0.472 0.797 0.0039 0.0009 0.0019 0.002 0.002 0.0018 0.0013 0.0008 0.001 0.000

66 0.0298 0.3195 0.0469 0.132 0.162 0.0034 0.3430 0.0141 0.120 0.193 0.0007 0.0015 0.0009 0.001 0.000 0.0018 0.0011 0.0006 0.001 0.001

71 0.0955 0.1190 0.0485 0.088 0.036 0.0058 0.1588 0.0135 0.059 0.086 0.0018 0.0010 0.0008 0.001 0.001 0.0012 0.0011 0.0005 0.001 0.000

76 2.6338 1.2125 1.5744 1.807 0.739 0.0037 0.3293 0.0158 0.116 0.185 0.0007 0.0009 0.0005 0.001 0.000 0.0007 0.0012 0.0007 0.001 0.000

81 0.5129 0.3108 0.0458 0.290 0.234 0.0047 0.1162 0.0088 0.043 0.063 0.0011 0.0007 0.0006 0.001 0.000 0.0015 0.0009 0.0008 0.001 0.000

86 0.0976 2.1740 1.5325 1.268 1.063 0.0011 0.1234 0.0111 0.045 0.068 0.0001 0.0008 0.0003 0.000 0.000 -0.0003 0.0006 0.0000 0.000 0.000

91 0.1546 1.0269 0.1331 0.438 0.510 0.0054 0.0201 0.0158 0.014 0.008 0.0005 0.0009 0.0006 0.001 0.000 0.0019 0.0008 0.0005 0.001 0.001

Potensi Produksi CH4 (mg/kg

tanah/hari)

0.394 0.366 0.466 0.408 0.052 0.075 1.088 0.043 0.402 0.594 0.004 0.002 0.001 0.002 0.002 0.001 0.001 0.001 0.001 0.000

(40)

Lampiran 5 Potensi Produksi CO2 (mg/kg tanah/hari) selama 91 HSP

I II III Rata-rata SD I II III Rata-rata SD I II III Rata-rata SD I II III Rata-rata SD

1 71.39 49.62 52.82 57.94 11.76 251.08 248.91 217.32 239.10 18.90 46.97 27.27 32.10 35.45 10.26 48.67 52.71 23.31 41.56 15.94

11 - - -

-21 96.62 120.53 118.54 111.90 13.27 230.94 251.78 195.23 225.98 28.60 56.80 58.29 44.90 53.33 7.34 53.74 44.44 66.61 54.93 11.13

31 72.82 125.62 116.75 105.07 28.27 333.47 256.48 134.72 241.56 100.21 74.49 68.48 69.53 70.83 3.21 62.15 48.35 61.44 57.31 7.77

41 118.49 122.90 111.17 117.52 5.92 294.79 240.81 92.31 209.30 104.86 71.76 57.36 46.45 58.53 12.69 55.81 48.68 55.13 53.21 3.94

51 120.01 135.20 124.73 126.65 7.78 254.84 200.88 68.70 174.81 95.77 54.35 58.20 30.79 47.78 14.84 47.74 37.59 57.84 47.72 10.12

61 - - -

-71 19.06 31.58 31.83 27.49 7.30 40.19 65.27 33.37 46.28 16.80 11.86 20.03 17.17 16.35 4.15 13.34 14.47 17.26 15.02 2.01

81 64.97 26.54 52.24 47.92 19.58 225.24 91.14 39.10 118.49 96.04 28.05 31.10 21.49 26.88 4.91 18.04 27.54 18.28 21.29 5.42

91 60.63 74.11 78.46 71.07 9.29 137.11 170.95 25.00 111.02 76.39 50.52 40.84 33.45 41.60 8.56 54.60 40.74 37.06 44.13 9.25

Potensi Produksi CO2 (mg/kg

tanh/hari)

78.00 85.76 85.82 83.19 4.50 220.96 190.78 100.72 170.82 62.56 49.35 45.20 36.99 43.84 6.29 44.26 39.32 42.12 41.90 2.48

Tegal Arum Pematang Panjang Dwipa Simpang Jaya

HSP

(41)

Lampiran 6 Data pH selama 91 HSP

I II III Rata-rata I II III Rata-rata I II III Rata-rata I II III Rata-rata

2 4.35 4.34 4.26 4.32 4.21 4.19 4.15 4.18 3.82 3.74 3.7 3.75 4.03 4.05 4.16 4.08

7 4.46 4.44 4.47 4.46 3.15 4.35 4.25 3.92 3.97 3.93 3.89 3.93 4.14 4.18 4.16 4.16

12 4.63 4.59 4.51 4.58 4.39 4.35 4.57 4.44 3.97 3.98 3.93 3.96 4.06 4.08 4.14 4.09

17 4.36 4.57 4.73 4.55 4.08 4.07 3.96 4.04 3.7 3.7 3.68 3.69 3.78 3.87 3.96 3.87

22 4.77 4.73 4.63 4.71 4.08 4.21 4.11 4.13 3.86 3.84 3.71 3.80 3.85 4.01 3.9 3.92

27 4.47 4.86 4.64 4.66 4.13 4.16 4.4 4.23 3.76 3.76 3.73 3.75 3.88 3.97 3.88 3.91

32 4.75 5.25 5.24 5.08 4.57 4.71 4.27 4.52 4.12 4 3.98 4.03 4.22 4.21 4.3 4.24

37 4.74 4.98 4.83 4.85 4.2 4.29 4.15 4.21 3.87 3.72 3.78 3.79 3.97 3.79 4.01 3.92

42 4.84 4.88 5.09 5.10 4.2 4.29 4.15 4.21 3.99 4.02 3.97 3.99 4.07 4.03 4.07 4.06

47 4.93 5.1 5.35 5.13 4.4 3.55 3.22 3.72 4.08 4 4.08 4.05 4.3 4.09 4.22 4.20

52 4.94 4.93 5.33 5.07 4.35 3.43 4.1 3.96 3.8 3.81 3.72 3.78 4.03 3.91 4.12 4.02

57 4.96 4.79 5.06 4.94 4.19 4.25 4.19 4.21 3.87 3.78 3.79 3.81 4.09 3.91 4.09 4.03

62 5.28 5.09 5.15 5.17 4.57 4.6 4.03 4.40 4.15 4.18 4.25 4.19 4.37 4.32 4.35 4.35

67 - - -

-72 5.01 5.03 5.13 5.06 4.25 4.27 3.87 4.13 3.88 3.88 3.86 3.87 4.15 3.95 4.08 4.06

77 4.5 4.91 4.83 4.75 4.05 4.07 3.53 3.88 3.4 3.55 3.43 3.46 3.69 3.64 3.61 3.65

82 4.94 5.11 5.2 5.08 4.34 4.48 4.05 4.29 4 3.92 4.02 3.98 4.06 4.29 4.25 4.20

87 4.99 5.05 5.15 5.06 4.7 4.41 4.27 4.46 3.74 3.76 3.81 3.77 4.04 4.23 4.03 4.10

92 4.98 5.02 5.18 5.06 4.07 4.63 4.28 4.33 3.84 3.87 3.7 3.80 3.88 3.95 3.94 3.92

Rata-rata pH selama 91

HSP 4.77 4.87 4.93 4.86 4.22 4.24 4.09 4.18 3.88 3.86 3.84 3.86 4.03 4.03 4.07 4.04 Pematang Panjang

Tegal Arum Dwipa Simpang Jaya

HSP

(42)

Lampiran 7 Data Potensial Redoks (mV) selama 91 HSP

I II III Rata-rata I II III Rata-rata I II III Rata-rata I II III Rata-rata

2 371.7 359.5 220.5 317.23 331.3 111.4 192.6 211.77 549 361.7 661.7 524.13 618.2 476.1 439.5 511.27

7 238 190.9 80 169.63 175.1 49.6 277.4 167.37 519.7 193.7 535 416.13 494.2 427.1 467.1 462.80

12 195.9 46.5 21.7 88.03 240.2 107.8 193.7 180.57 510.8 207.7 527.7 415.40 598.2 367.7 470.7 478.87

17 109.2 -13.1 -22.6 24.50 263.8 66.1 125.4 151.77 462.2 207.9 493.1 387.73 587.7 322 463.3 457.67

22 4.5 -87.3 -104.3 -62.37 283 75.6 350.2 236.27 362.5 180.3 536.9 359.90 199 504.4 455.4 386.27

27 -30.1 -106.9 -117.8 -84.93 266.6 16.7 242 175.10 326.1 192.2 509 342.43 640.2 81.1 454.7 392.00

32 -84.6 -102 -116.8 -101.13 295

Gambar

Gambar 1 Tabung inkubasi yang berada di
Gambar 2 adalah mekanisme pengukuran
Gambar 3 Ilustrasi pengukuran pH dengan
Tabel 1 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah sebelum percobaan Pematang Panjang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, faktor kelemahan (weakness) di antaranya: penyaluran dana wakaf kepada mitra binaannya, tidak menerapkan adanya lembaga penjamin berupa asuransi syariah,

Ibadah BID. Pemeliharaan/ Sarana Keamanan/ ketertiban BID. Pelayanan/ Konsumsi BID.. Organisasi ini lahir pada tanggal 30 Novembeer 1930, ditangan para pemuda yang

Sistem enanas dengan menggwlakan matahari dapat dikategorikan menjadi dua Pertama adalah sistem pasif, dimana radiasi matahari akan dikumpulkan ul!h eeraa alat

Universitas

a. pembakuan konsep, definisi, klasifikasi, dan ukuran-ukuran. Koordinasi dan atau kerjasama penyelenggaraan statistik antara BPS, instansi pemerintah, dan masyarakat

Kemudian Pada pengujian gesek lintasan Aspal kondisi basah, kompon yang menghasilkan koefisien grip paling tinggi yaitu kompon Pabrikan dengan nilai koefisien grip

Oleh karena itu, penelitian ini membangun sebuah sistem perdagangan online yang disebut e-commerce yang akan membantu Xpose dan konsumen dalam transaksi penjualan dan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul ’’Pengaruh Fisioterapi Dada