• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.5. Pengukuran Dimensi

Pengukuran dimensi dalam pengujian kualitas kayu bulat Jati ini dibagi menjadi 2 ( dua ) bagian, yaitu :

3.5.1. Pengukuran Dimensi Pohon Per Seksi

Pengukuran pohon perseksi merupakan tahapan pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai dimensi dan kondisi fisik pohon termasuk keberadaan cacat kayu. Hasil pengukuran ini digunakan sebagai dasar pembagian batang. Pengukuran dilakukan setelah pohon rebah dan sebelum dilakukan pembagian batang, dilakukan pengukuran untuk menentukan dimensi kayu antara lain keliling dan identifikasi cacat yang terdapat pada kayu. Cara pengukuran dimensi pohon perseksi disajikan pada Gambar 1.

1 meter 1 meter

Tempat pengukuran keliling.

Gambar 1. Sketsa pengukuran dimensi perseksi

Pengukuran terhadap karakteristik cacat diukur sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan ketentuan pengujian kualitas kayu bulat Jati ( Tectona grandis Linn.F ). Parameter cacat yang akan diamati antara lain :

1. Jenis cacat 2. kedalaman cacat 3. Letak

4. Jumlah

5. Diameter cacat

Hasil pengukuran ini digunakan sebagai dasar untuk membagi batang secara skematis.

3.5.2. Pengukuran Pembagian Batang Aktual

Pengukuran sortimen hasil pembagian batang di lapangan dilakukan sesuai dengan kebijakan pembagian batang dari KHJL. Tahapan pengukuran

dst Seksi 1 Seksi 2

yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh kondisi fisik termasuk keberadaan cacat kayu.

1. Pengamatan dilakukan terhadap semua cacat yang terdapat pada kayu, baik terhadap cacat bentuk, cacat badan, maupun cacat bontos, kemudian cacat terberat.

2. Penilaian dilakukan dengan cara mengamati keadaan dan penyebarannya, mengukur besarnya, serta menghitung jumlahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan.

3. Pengukuran dilakukan setelah pohon rebah dan telah dilakukan pembagian batang.

Kebijakan pembagian batang KHJL menetapkan bahwa kayu-kayu tersebut berasal dari tebangan pohon yang telah memiliki diameter diatas 30 cm. Sedangkan panjang dan diameter batang disesuaikan dengan permintaan pasar. KHJL tidak memanfaatkan cabang dan ranting dalam menjual kayunya, seluruh kayu berasal dari pembagian batang utama kayu.

3.5.3. Pengukuran Cacat Kayu a) Cacat kesilindrisan

Dinyatakan silindris (Si), hampir silindris (Hsi) dan tidak silindris (Tsi) dengan parameter :

1.Silindris apabila perbandingan antara selisih dp dan du dengan panjang ≤ 1% p.

2.Hampir silindris (Hsi) apabila perbandingan antara selisih dp dan du dengan panjang > 1% sampai dengan 2 % p.

Tidak silindris (Tsi) apabila perbandingan antara selisih dp dan Cara menghitung % kesilindrisan lihat Gambar 2 :

dp du d3 d1 dp = (d1+d2) / 2

du = (d3+d4) / 2 d4 d2

Gambar 2. Cara menghitung persentase (%) cacat kesilindrisan Keterangan :

1.d1 adalah garis tengah terpanjang diameter pangkal (dp) 2.d2 adalah garis tengah terpendek diameter ujung (du) 3.d3 adalah garis tengah terpanjang diameter pangkal (dp) 4.d4 adalah garis tengah terpendek diameter ujung (du) 5.d p adalah diameter pangkal

6.d u adalah diameter ujung 7.p adalah panjang kayu 8.du dengan panjang > 2 % p.

b) Cacat kebundaran

Dinyatakan bundar (Br), hampir bundar (Hbr) dan tidak bundar (Tbr) apabila :

1.Bundar (Br) apabila perbandingan antara du dan dp ≥ 90%

2.Hampir bundar (Hbr) apabila perbandingan antara du dan dp ≥ 80% sampai < 90%

3.Tidak bundar (Tbr) apabila perbandingan antara du dan dp < 80% Cara menghitung persentase (%) kebundaran lihat Gambar 3.

% kebundaran = 100% 4 3 % 100 2 1 x d d atau dan x d d d1 d3 d4 d2

Keterangan :

1.d 1 adalah garis tengah terpanjang 2.d 2 adalah garis tengah terpendek 3.d 3 adalah garis tengah terpanjang 4.d 4 adalah garis tengah terpendek

c) Cacat kelurusan / kelengkungan

Penilaian terhadap cacat kelurusan dinyatakan dalam persen, misalnya < 3 % yaitu kedalaman lengkungnya tidak lebih dari 3 % panjang kayu. Untuk jenis tertentu besar kedalaman lengkung dibatasi dalam cm serta dihitung jumlahnya. Cara menghitung % kelurusan lihat Gambar 4.

% kelurusan = ( y / p) x 100 %

Y

P

Gambar 4. Cara menghitung % kelurusan

Keterangan : y adalah kedalaman lengkung dan p adalah panjang kayu

d) Cacat alur

Ditetapkan dengan cara mengukur dalamnya alur pada tempat yang terdalam terhadap permukaan kayu yang bersangkutan. Apabila pada kayu terdapat > 1 alur, masing-masing alur diukur dalamnya kemudian dijumlahkan. Apabila terdapat lebih dari 2 alur, yang dijumlahkna hanya 3 alur utama. Kemudian apabila sebatang kayu terdapat alur yang panjangnya > ½ p dan ≤ p, dianggap keduanya > ½ p. Cara menghitung kedalaman alur lihat Gambar 5.

b

Gambar 5a dan 5b. Cara menghitung alur Keterangan 5 a : jumlah alur 1 buah

keterangan 5 b : jumlah alur > 2 buah

e) Cacat lubang gerek (LG)

Penilaian cacat lubang gerek dinyatakan dalam : 1. besarnya lubang : LG kecil, LG sedang dan LG besar

2. Jumlah/ sebaran : Tersebar merata (Tm) atau gerombol (Gr) untuk Lgk / Lgs, sedangkan untuk Lgb dihitung jumlah tiap meter panjang (tmp) nya 3. khusus untuk Lgb > 10 bh / tmp, diukur kedalaman lubangnya untuk

menghitung persentase dan isi cacat gubal.

Pengukuran cacat lubang gerek lihat Gambar 6.

panjang

1 meter

Gambar 6. Cara menghitung jumlah Lubang gerek

Keterangan :

 jumlah Lgb dihitung jumlah tmp (contoh dalam gambar adalah 3 bh dalam tiap meter panjang)

 kotak A berukuran 12,5 cm x 12,5 cm diletakkan pada badan kayu yang mempunyai Lgk terbanyak, kemudian hitung jumlahnya. Apabila > 30 bh dianggap Gr dan ≤ 30 bh dianggap Tm.

f) Cacat pecah atau belah (pe / be)

Penilaian terhadap cacat Pe / Be dinyatakan dalam persen, misalnya 15 % p, yaitu jumlah panjang semua Pe / Be pada kedua bontosnya adalah 15 % dari panjang kayu (p). Pe / Be yang berhadapan dianggap 1 (satu) buah. Pengukuran cacat Pe/Be lihat gambar 7.

% Pe / Be = ( a + c+ d ) / p x 100 % a p c

d

Gambar 7. Cara menghitung % Pe / Be

g) Cacat mata kayu (Mk)

Penilaian terhadap cacat Mk dinyatakan dalam :

1.Keadaan Mk, yaitu mata kayu sehat dan mata kayu busuk 2.Jumlah Mk, yaitu dalam tiap meter panjang (tmp)

3.Diameter Mk, yaitu rata-rata panjang dan lebar Mk terbesar, diukur pada batas gubal

4.Jarak (jrk) Mk adalah jarak terpendek antar Mk (Mks/Mkb) sejajar sumbu kayu.

Cara menghitung diameter Mk, Jumlah Mk, jarak Mk, serta perbandingannya lihat gambar :

A

B Diameter Mk = (a+b) / 2

Gambar 8 . Cara menghitung jml Mk, Jrk Mk, dan perbandingannya Keterangan :

1.Jumlah Mk adalah 1 bh tmp, atau 2 bh tdp 2.Jarak antar Mk adalah jrk 1 (yang terpendek)

h)Cacat benjolan / Buncak-buncak

Penilaian terhadap cacat benjolan dinyatakan dalam : 1. Jarak terpendek antar benjolan sejajar sumbu kayu 2. Jumlah tmp-nya dan atau tiap batangnya

3. Untuk jenis tertentu, perlu diukur diameternya Cara penilaian benjolan (Bj) :

Jarak 1

tmp tmp tmp

Gambar 9. Cara menilai cacat benjolan Keterangan :

1.Jarak Bj adalah jarak-jarak terpendek sejajar sumbu kayu 2.Jumlah benjolan adalah 2 bh atau 3 bh / btg

3.tmp adalah tiap meter panjang

i) Cacat kulit tersisip/ kulit tumbuh (Kt)

1.Jumlah Kt di badan dihitung tmp, di bontos dihitung per bontos. 2.Luas Kt dengan cara mengalikan panjang dan lebar Kt ( di bontos) 3.Panjang Kt di bontos dibandingkan dengan diameter dalam satuan persen Cara menghitung jumlah, luas dan panjang Kt lihat Gambar 10.

p L

tmp tmp tmp

Gambar 10. Cara menghitung jumlah dan luas Kt

Keterangan :

1.Jumlah Kt di badan dihitung 1 buah tiap meter panjang 2.Jumlah Kt di bontos dihitung 2 buah / bontos

3.Luas Kt 1 / Kt 2 adalah panjang x lebar 4.Luas Kt = Luas Kt1 + luas Kt 2

j) Cacat pecah busur / pecah gelang (Peb / Peg)

Penilaian terhadap cacat Peb/Peg dinyatakan dalam persen dengan cara : 1.Membandingkan panjang linier atau panjang lengkungan Peb/Peg yang

terpanjang dari kedua bontosnya terhadap diameter kayu.

2.Membandingkan jumlah panjang linier seluruh Peb/Peg setiap bontos terhadap diameter kayu

3.Cara mengitung % Peb/Peg lihat Gambar 11. x

z

Keterangan :

 % Peb/Peg = ( y / d ) * 100 % ( yang terpanjang )

 % Peb/Peg = (x + y + z) / d * 100 % (jumlah seluruhnya)

k)Cacat pecah bontos (Pebo)

Penilaian terhadap cacat Pecah bontos dinyatakan dalam ada atau tidak ada, untuk jenis tertentu dihitung jumlah bontosnya. Pecah bontos yang saling berhadapan dianggap 1 bh.

Gambar 12. Cara menghitung pecah bontos Keterangan :

- Jumlah Pecah bontos 4 buah per bontos dan jumlah Pecah bontos 2 buah per bontos

l) Cacat lengar

Penilaian terhadap cacat lengar adalah diukur besar lebarnya terhadap keliling kayu dan panjangnya terhadap panjang kayu.

Teras busuk Gubal hilang

m) Penilaian pecah banting (Pebt)

Penilaian cacat pecah banting (Pebt) dilakukan terhadap lebar dan panjang Pebt, yaitu :

1.Lebar Pebt dibandingkan dengan keliling kayu, seperti ¼ keliling

2.Panjang Pebt dibandingkan dengan panjang kayu dalam persen, seperti 20 % p

Cara mengitung Pebt lihat Gambar 14. Pebt

Lb

Pj

Gambar 14. Cara menghitung cacat pecah banting ( Prbt) Keterangan :

1.Lb = lebar Pebt  ¼ keliling 2.Pj = panjnag Pebt  pj / p * 100 %

n) Cacat pecah slempler / pecah lepas

Penilaian cacat pecah slempler/pecah lepas dilakukan terhadap lebar pecah slempernya dibanding keliling kayu, seperti ¼ keliling.

¼ kelilin

Gambar 15. Cara menghitung lebar pecah slemper Keterangan :

1.Lb = Lebar pecah

2.Pecah slemper = ¼ keliling

Penilaian terhadap cacat gerowong / teras busuk (Gr/Tb) dinyatakan dalam persen dan kubikasi. Terdapat 2 ( dua ) cara penilaian cacat Gr/Tb yaitu : 1. membandingkan diameter terbesar Gr/Tb dengan diameter kayu, khusus

Gr kedalamannya dibandingkan dengan panjang kayu

2. menghitung persen dan kubikasi cacat bontos sesuai SNI Pengukuran dan Tabel isi kayu bundar rimba

Cara menghitung % Gr/Tb sama dengan menghitung % Tr (Gambar 16), sedangkan cara mengukur kedalaman Gr dapat dilihat pada Gambar 17.

a P Keterangan : - a adalah kedalaman Gr - % kedalaman Gr = ( a / p ) *100 % p) Cacat gubal

Penilaian terhadap cacat gubal meliputi :

1.Keadaan gubal, yaitu gubal sehat ( Gs ), gubal tidak sehat ( Gts) dan gubal busuk ( Gb)

2.Untuk Gs diukur tebal gubalnya yaitu tebal terbesar dan atau tebal rata-rata dengan menghitung rata-rata tebal terkecil dan terbesar pada setiap bontosnya.

3.Untuk Gts dinyatakan dalam persen

4.Untuk Gb dinyatakan dalam persen dan kubikasi

Untuk menghitung % Gts dan Gb cara menghitung persen dan kubikasi cacat gubal dalam SNI Pengukuran dan Tabel isi kayu bundar rimba. Sedangkan cara mengukur tebal Gs lihat Gambar 18.

a

b

Gambar 17. Cara mengukur tebal gubal segar Keterangan gambar :

1.a = Gs terbesar 2.b = Gs terkecil

3.tebal Gs = ( a + b ) / 2

q) Cacat pakah

Pakah adalah hasil pemotongan kayu bercabang yang hampir sama besarnya, yang ditandai dengan adanya dua buah hati pada bontos lainnya. Cacat pakah ditetapkan dengan cara mengamati ada tidaknya pakah pada bontos.

Gambar 18. Pakah

3.6. Prinsip Pengujian

Pengujian dilakukan secara kasat mata (Visual) terhadap kecermatan penetapan ukuran dan mutu kayu. Peralatan pengujian yang digunakan adalah pita ukur.

3.6.1. Persyaratan Pengujian

Kayu bundar jati yang akan diuji harus :

4.Dapat dibolak-balik sehingga semua permukaan kayu dapat dilihat secara keseluruhan

5.Diuji pada siang hari (di tempat terang) sehingga dapat mengamati semua kelainan yang terdapat pada kayu

6.Pengambilan contoh dilakukan dengan mempertimbangkan keterwakilan populasi sebagaimana tercantum pada Tabel 1 SNI 01-5007.17-2001 tentang Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bundar Jati.

3.6.2. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian kayu pertama kali dilakukan penetapan jenis kayu dengan memeriksa ciri umum kayu jati. Penetapan ukuran kayu bundar jati mengacu pada SNI 01-5007.17-2001, Pengukuran dan tabel isi kayu bundar Jati.yaitu :

1. Satuan Ukuran

Sistem satuan ukuran yang dtetapkan adalah sesuai standar SNI, yaitu: 1.1.Satuan untuk diameter kayu adalah cm (Senti meter) dengan kelipatan 3

(tiga) cm penuh untuk sortimen AI, AII serta kelipatan 1 cm penuh untuk sortimen AIII.

1.2.Satuan untuk panjang adalah meter (m) dengan kelipatan 10 cm penuh untuk panjang sampai dengan 10,00 meter dan 50 cm penuh untuk panjang lebih dari 10,00 meter

1.3.Satuan untuk isi kayu bundar adalah meter kubik (m3), dengan penulisan 3 (tiga) angka di belakang koma untuk sortimen AI dan AII serta 2 angka dibelakang koma untuk sortimen AIII.

3.7.Kualitas Kayu Bundar Jati

Mutu kayu bundar jati terbagi kedalam 6 (enam) mutu kayu yaitu U, P, D, T, M dan L. Khusus sortimen kayu bundar jati (AI) dan kayu bundar sedang jati (AII) dibagi dalam 4 (empat) mutu yaitu P, D, T, dan M dimana mutu kayu U dan L tidak termasuk didalamnya. Kelas mutu kayu U merupakan kelas mutu terbaik, berturut-turut selanjutnya adalah P, D, T, dan M.

3.8. Pelaksanaan Pengukuran

Pelaksanaan pengukuran dilakukan terhadap setiap batang kayu bundar Jati. Dengan rancangan pengukuran sebagai berikut :

A. Penetapan Diameter

i. Diameter diukur pada bontos ujung terkecil tanpa kulit dengan menggunakan Pita Phi (π )

ii. Apabila Phi tidak ada, pengukuran dilakukan dengan mengukur keliling menggunakan pita ukur biasa dalam kelipatan 1 cm, selanjutnya dengan angka keliling tersebut diameter dicari dalam tabel isi

iii. Diameter kayu bundar Jati dinyatakan dalam kelas diameter, untuk AI dan AII kelipatan 3 cm dan untuk AIII kelipatan 1 cm.

B. Penetapan Panjang

Panjang diukur pada jarak terpendek antara kedua bontos melalui badan kayu. Panjang diukur dalam kelipatan 10 cm untuk panjang sampai 10,00 m dan kelipatan 50 cm untuk panjang lebih dari 10,00 meter dengan pembulatan kebawah.

C.Penentuan Mutu Akhir Berdasarkan Acuan Normatif Standar Nasional Indonesia (SNI) .

Standar acuan normatif yang digunakan dalam menentukan mutu akhir kualitas kayu bundar jati pada penelitian ini adalah Standar Nasional Indonesia (SNI 01-5007.1-2003) tentang Kayu Bundar Jati dan SNI 01-5007.17-2001 tentang Pengukuran dan Tabel Isi Kayu Bundar Jati.

Standar ini meliputi penetapan istilah dan definisi, lambang dan singkatan, klasifikasi, cara pembuatan, syarat mutu, cara uji, syarat lulus uji, dan syarat penandaan sebagai pedoman pengujian kayu bundar Jati (Tectona grandis Linn.f) yang diproduksi di Indonesia.

Sistem penetapan mutu akhir kualitas berdasarkan pada persyaratan cacat yang ada pada acuan normatif Standar Nasional Indonesia (SNI) bisa dilihat pada tabel lampiran 1 tentang syarat mutu kayu.

3.9. Pengolahan dan Analisis Data A. Rata-rata Diameter

Diameter sortimen merupakan rata-rata diameter bontos pangkal (Ø Bp) dan diameter bontos ujung ( Ø Bu) dalam kelipatan satu sentimeter penuh. Diameter rataan dihitung menggunakan persamaan berikut :

Ø kayu = 2 ) 4 3 ( 2 1 ) 2 1 ( 2 1 d d d d    Keterangan :

Ø kayu = diameter kayu sortimen rata-rata d1 = diameter terpendek Bp (Bontos pangkal) d2 = diameter tegak lurus dengan d1

d3 = diameter terpanjang Bu (Bontos ujung) d4 = diameter tegak lurus dengan d3

B. Volume Sortimen

Volume dihitung berdasarkan rumus Brereton metrik, yaitu : V = (0,7845 x d2 x p / 10000) (m3)

Keterangan :

V = volume sortimen (m3) 0,7845 = ¼ π

10000 = konsanta untuk konversi satuan d2 dari cm2 ke m2 d = diameter rata-rata sortimen (cm)

p = panjang sortimen (m)

C. Data Sekunder

Data sekunder yang akan diambil pada penelitian ini antara lain : 1.Kondisi umum lokasi penelitian

2.Luas areal tebangan 3.Potensi hutan

4.sistem pemanenan yang digunakan 5.kebijakan pembagian batang

BAB IV. KONDISI UMUM

Dokumen terkait