• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelelahan Kerja

2.1.4. Pengukuran Kelelahan

Untuk mengetahui tingkat kelelahan kerja dapat dilakukan dengan berbagai macam pendekatan yaitu :

Waktu reaksi adalah jangka waktu pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan.

Pengukuran waktu reaksi dilakukan dengan menggunakan alat Reaction Timer. Alat ini mengukur gerakan lambat, cepat dan reaksinya, dengan mengukur waktu respon dari keseluruhan tubuh atau tangan terhadap cahaya dan suara. Setyawati (1996) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.

2. Uji hilangnya kelipan (Flicker Fusion Test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan pekerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antar dua kelipan. Uji kelipan disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan kewaspadaan pekerja.

3. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. 4. Uji mental

Pada metode ini, konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.. 5. Kuesioner kelelahan 30 item, yang terdiri dari :

10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, yaitu : (1) perasaan berat di kepala, (2) lelah seluruh tubuh, (3) berat di kaki, (4) menguap, (5) pikiran

kacau, (6) mengantuk, (7) ada beban pada mata, (8) gerakan canggung dan kaku, (9) berdiri tidak stabil, (10) ingin berbaring

10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi : (11) susah berpikir, (12) lelah untuk berbicara, (13) gugup, (14) tidak berkonsentrasi, (15) sulit memusatkan konsentrasi, (16) mudah lupa, (17) kepercayaan diri berkurang,

(18) merasa cemas, (19) sulit mengontrol sikap, (20) tidak tekun dalam pekerjaan.

10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik :(21) sakit di kepala, (22) kaku di bahu, (23) nyeri di punggung, (24) sesak nafas, (25) haus, (26) suara serak, (27) merasa pening, (28) spasme dikelopak mata, (29) tremor pada anggota badan, (30) merasa kurang sehat (Tarwaka, 2004).

2.2. Sikap Kerja

Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor- faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang. Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisiensi atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja (Community,2008)

Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomik adalah yang memberikan rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja, yang dapat dilakukan antara lain dengan cara ;

a. Menghindarkan sikap yang tidak alamiah dalam bekerja b. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya

c. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan antropometri pekerja penggunanya.

d. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian (Ramandhani, 2008)

Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, susunan, dan penempatan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja; juga bentuk, ukuran dan penempatan alat kendali serta alat petunjuk, cara kerja mengoperasikan mesin dan peralatan yang merinci macam gerak, arah dan kekuatannya yang harus dilakukan (Suma’mur, 2009).

2.2.1. Sikap Kerja Duduk

Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Namun sikap duduk yang keliru akan merupakan penyebab masalah-masalah punggung. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring (Nurmianto, 2008)

Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain : pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan

keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun demikian sikap kerja duduk yang terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang melengkung sehingga cepat merasa lelah. Pulat (1992), memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk yaitu sebagai berikut :

1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki

2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar

4. Obyek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja

5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama

7. Seluruh obyek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk ( Tarwaka, 2004)

2.2.2. Sikap Kerja Berdiri

Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Menurut Sutalaksana (2000), bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktifitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk (Tarwaka, 2004).

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai (Santoso, 2004).

Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subyektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Untuk maksud tersebut Pulat (1992) dan Clark (1996) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri adalah sebagai berikut :

1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut

2. Harus memegang obyek yang berat ( lebih dari 4,5 kg) 3. Sering menjangkau keatas, kebawah, dan kesamping 4. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan kebawah 5. Diperlukan mobilitas tinggi (Tarwaka, 2004)

2.2.3. Sikap Kerja Dinamis

Sikap kerja dinamis yaitu sikap kerja duduk dan berdiri bergantian. Das (1991) dan Pulat (1992) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa posisi duduk – berdiri merupakan posisi terbaik dan lebih dikehendaki daripada hanya posisi duduk saja atau berdiri saja. Hal tersebut disebabkan karena memungkinkan pekerja berganti posisi kerja untuk mengurangi kelelahan otot karena sikap paksa dalam satu posisi kerja.

Helander (1995) dan Tarwaka (1995), memberikan batasan ukuran ketinggian landasan kerja untuk pekerjaan yang memerlukan sedikit penekanan yaitu 15 cm di

bawah tinggi siku untuk kedua posisi kerja. Menurut Helander (1995), posisi duduk-berdiri yang telah banyak dicobakan di industri, ternyata mempunyai keuntungan secara biomekanis di mana tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi duduk maupun berdiri terus menerus.

Dokumen terkait