• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran konsentrasi IgG total dalam mikrokapsul dengan ELISA

METODE PENELITIAN

A. Pengukuran konsentrasi IgG total dalam mikrokapsul dengan ELISA

Anti-bovine IgG diencerkan dalam larutan buffer karbonat bikarbonat pH 9.6 dengan konsentrasi 3.5 µg/ml. Anti-bovine IgG kemudian dimasukkan ke dalam semua sumuran cawan ELISA sebanyak 100 μl/ sumur (coating). Cawan ditutup dan diinkubasi semalam pada suhu 4 ˚C. Setelah itu cawan ELISA dicuci dengan PBS Tween–20 sebanyak lima kali.

Sebagai larutan blocking digunakan PBS Skim 5%. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam semua sumuran cawan ELISA sebanyak 100 μL/ sumur. Cawan diinkubasi selama satu jam pada suhu 37 ˚C selanjutnya dicuci kembali lima kali dengan PBS Tween–20.

5 Sebanyak 100 μl larutan standar (IgG sapi) konsentrasi 0.5, 1, 2, 4, dan 8 dimasukkan masing–masing ke dalam dua sumuran cawan yang berbeda. Sedangkan sampel yang akan diuji dimasukkan ke dalam sumuran cawan yang lain sebanyak 100 μl/ sumur sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Cawan ELISA kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 ˚C selama 1 jam lalu dilakukan pencucian seperti prosedur di atas.

Sebanyak 100 μL konjugat anti-bovine IgG peroxidase yang diencerkan 1:10000 dimasukkan ke dalam semua sumur lalu diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama satu jam. Cawan ELISA dicuci kembali lima kali dengan PBS Tween–20 dan sebanyak 100 μL substrat TMB dimasukkan ke dalam setiap sumur. Cawan ELISA kemudian diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 15 menit sampai ada perubahan warna. Hasil reaksi diukur dengan alat pembaca ELISA pada panjang gelombang 655 nm. Berdasarkan nilai absorbansi standar dihitung konsentrasi IgG total dalam mikrokapsul menggunakan persamaan regresi linear dengan nilai absorbansi sebagai Y dan X sebagai konsentrasi.

B. Deteksi IgG anti E. coli K99 dalam mikrokapsul dengan teknik AGPT

Sebanyak 0.1 gram agarose ditambahkan ke dalam 10 ml NaCl 8.5% kemudian dimasukkan ke dalam autoclave dengan tekanan 15 lb selama 15 menit. Agarose dipertahankan dengan menambahkan 0.1% sodium azide. Gelas objek dibersihkan kemudian pada permukaan yang datar dituangkan sebanyak 3.5 ml agarose hangat lalu dibiarkan sampai dingin dan mengeras. Sumur-sumur pada gel dibuat dengan menggunakan puncher. Pola yang digunakan yaitu satu sumur tengah yang dikelilingi oleh enam sumur perifer.

Antigen E. coli yang digunakan merupakan isolat bakteri E. coli yang dibiakkan pada media nutrient agar (NA) lalu dicuci dengan larutan PBS. Antigen E. coli kemudian disentrifus dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit. Setelah itu, antigen E. coli dapat dipecah menggunakan sonikasi pada suhu 4 ˚C selama 20 menit.

Antigen E. coli dimasukkan pada sumur tengah, sedangkan sampel IgG anti E. coli yang akan diuji dimasukkan ke dalam masing-masing sumur perifer dengan menggunakan pipet pasteur. Gelas obyek diletakkan di atas kertas saring basah agar kelembaban dapat terjaga dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24– 48 jam. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya garis presipitasi (garis buram putih) di antara sumur antigen dan sumur IgG anti E. coli. Hasil ini menandakan bahwa antigen dan antibodi tersebut homolog.

C. Deteksi IgG anti E. coli K99 dalam mikrokapsul dengan teknik ELISA

Antigen K99 diencerkan dalam larutan buffer karbonat bikarbonat pH 9.6 sehingga konsentrasinya 5 µg/ml. Antigen kemudian dimasukkan ke dalam semua sumuran cawan ELISA sebanyak 100 μL/ sumur (coating). Cawan ditutup dan diinkubasi semalam pada suhu 4 ˚C. Keesokan harinya cawan ELISA dicuci dengan PBS Tween–20 sebanyak lima kali.

Sebagai larutan blocking digunakan PBS Skim 5%. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam semua sumuran cawan ELISA sebanyak 100 μL/ sumur (blocking). Cawan diinkubasi selama satu jam pada suhu 37 ˚C, dan selanjutnya dicuci kembali lima kali dengan PBS Tween–20.

6

Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μL sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 ˚C selama 1 jam lalu dilakukan pencucian seperti prosedur di atas.

Sebanyak 100 μL konjugat anti-bovine IgG peroxidase yang diencerkan 1:10000 dimasukkan ke dalam setiap sumur lalu diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama satu jam. Cawan ELISA dicuci kembali lima kali dengan PBS Tween–20 dan sebanyak 100 μL substrat TMB dimasukkan ke dalam setiap sumur. Cawan ELISA kemudian diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 15 menit sampai ada perubahan warna. Hasil reaksi diukur dengan alat pembaca ELISA pada panjang gelombang 655 nm. Hasil pengujian dianggap positif bila absorbansinya lebih besar sama dengan nilai rataan absorbansi IgG kontrol negatif ditambah standart deviasinya.

Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Microsoft excel 2007 dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan sampel pelet dan supernatan IgG anti E. coli hasil purifikasi. Purifikasi dilakukan untuk mendapatkan IgG anti E. coli murni dari kolostrum. Pelet dan supernatan IgG anti E. coli dimasukkan ke dalam mikrokapsul dengan lama penyalutan 30 dan 60 menit. Pengujian stabilitas IgG anti E. coli dalam mikrokapsul dilakukan dengan dua metode yaitu AGPT dan ELISA.

Pengukuran Konsentrasi IgG Total dalam Mikrokapsul dengan ELISA

Metode ELISA yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan IgG anti E. coli K99 dalam mikrokapsul dan IgG non-enkapsulasi yaitu metode ELISA tidak langsung. Hasil dari uji ini diekspresikan dalam nilai absorbansi. Semakin tinggi nilai absorbansi maka semakin tinggi konsentrasi antibodinya. Nilai absorbansi ini menunjukkan konsentrasi antibodi yang dideteksi. Hasil ELISA tidak langsung dari sampel IgG anti E. coli pada pH 8, 4, dan 9 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi lebih pekat. Semakin pekat warna yang terbentuk, maka nilai absorbansinya semakin besar (Gambar 5). Banyaknya substrat yang terurai oleh enzim dalam larutan akan mempengaruhi kekuatan warna yang terbentuk. Kekuatan warna mununjukkan jumlah ikatan antigen-antibodi primer (Indardi 2005).

6

Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μL sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 ˚C selama 1 jam lalu dilakukan pencucian seperti prosedur di atas.

Sebanyak 100 μL konjugat anti-bovine IgG peroxidase yang diencerkan 1:10000 dimasukkan ke dalam setiap sumur lalu diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama satu jam. Cawan ELISA dicuci kembali lima kali dengan PBS Tween–20 dan sebanyak 100 μL substrat TMB dimasukkan ke dalam setiap sumur. Cawan ELISA kemudian diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 15 menit sampai ada perubahan warna. Hasil reaksi diukur dengan alat pembaca ELISA pada panjang gelombang 655 nm. Hasil pengujian dianggap positif bila absorbansinya lebih besar sama dengan nilai rataan absorbansi IgG kontrol negatif ditambah standart deviasinya.

Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Microsoft excel 2007 dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan sampel pelet dan supernatan IgG anti E. coli hasil purifikasi. Purifikasi dilakukan untuk mendapatkan IgG anti E. coli murni dari kolostrum. Pelet dan supernatan IgG anti E. coli dimasukkan ke dalam mikrokapsul dengan lama penyalutan 30 dan 60 menit. Pengujian stabilitas IgG anti E. coli dalam mikrokapsul dilakukan dengan dua metode yaitu AGPT dan ELISA.

Pengukuran Konsentrasi IgG Total dalam Mikrokapsul dengan ELISA

Metode ELISA yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan IgG anti E. coli K99 dalam mikrokapsul dan IgG non-enkapsulasi yaitu metode ELISA tidak langsung. Hasil dari uji ini diekspresikan dalam nilai absorbansi. Semakin tinggi nilai absorbansi maka semakin tinggi konsentrasi antibodinya. Nilai absorbansi ini menunjukkan konsentrasi antibodi yang dideteksi. Hasil ELISA tidak langsung dari sampel IgG anti E. coli pada pH 8, 4, dan 9 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi lebih pekat. Semakin pekat warna yang terbentuk, maka nilai absorbansinya semakin besar (Gambar 5). Banyaknya substrat yang terurai oleh enzim dalam larutan akan mempengaruhi kekuatan warna yang terbentuk. Kekuatan warna mununjukkan jumlah ikatan antigen-antibodi primer (Indardi 2005).

7

Gambar 3 Hasil Uji ELISA

Hasil perhitungan kensentrasi IgG kontrol (standar IgG) pada Tabel 1 dengan menggunakan persamaan regresi linear (y=a+bx) diperoleh persamaan regresi liner y= 0.06+1.05x. Berdasarkan persamaan yang telah diperoleh maka dapat diketahui nilai konsentrasi IgG total pada masing-masing sampel (Tabel 2). Tabe l Rataan absorbasi standar dan persamaan regresi linear

Sampel uji Kontrol Rataan absorbansi (y) X PBS* 0.095 0 1 1.071 0.5 2 1.268 1 3 1.486 2 4 1.163 4 5 1.565 8

Persamaan regresi linear → y = a+bx y = 0.06 + 1.05x

Keterangan :* Phosphate buffer saline (sebagai kontrol negatif) y = nilai absorbansi standar

x = konsentrasi standar IgG a = 0.06

b = 1.05

Tabel 2 Rata–rata konsentrasi IgG total (μg/ 100 μl) dalam mikrokapsul

Sampel Konsentrasi IgG total

IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 8 0.971 ± 0.062 IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 4 1.068 ± 0.060 IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 9 0.978 ± 0.157 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 8 1.059 ± 0.019 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 4 1.218 ± 0.092 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 9 1.012 ± 0.129 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 7 1.027 ± 0.000 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 4 0.291 ± 0.097 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 9 1.239 ± 0.000

8

Berdasarkan hasil rata-rata konsentrasi IgG total pada Tabel 1 menunjukkan bahwa teknik mikroenkapsulasi dapat mempertahankan kandungan IgG-nya. Hal ini tampak pada besarnya konsentrasi antara IgG yang disalut maupun yang tidak disalut. Konsentrasi IgG total sampel IgG anti E. coli pada pH 4 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi IgG total pada pH 8 dan pH 9. Konsentrasi IgG total pada pH 4 yang tidak disalut mengalami penurunan sehingga konsentrasinya lebih rendah dibandingkan dengan IgG yang tidak mengalami perubahan pH asam (IgG normal).

Suartini et al. (2007) menyatakan bahwa IgG lebih tahan terhadap pengaruh pH dibandingkan dengan IgY. Stabilitas IgG pada pH rendah (2–3) lebih tinggi dibandingkan IgY (Shimizu et al. 1993). Berbanding terbalik dengan IgG, IgY akan lebih cepat rusak pada pH asam dibandingkan dengan pH basa, hal ini berkaitan dengan struktur protein IgY yang lebih sensitif terhadap pH asam dibandingkan pH basa ( Shimizu et al. 1992).

Deteksi IgG anti E. coli K99 dalam Mikrokapsul dengan Teknik AGPT

Agar gel presipitation test (AGPT) dilakukan untuk mengetahui keberadaan antibodi spesifik (IgG anti E. coli) dalam mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit terhadap antigen E. coli K99. Sampel yang diujikan baik kontrol maupun perlakuan menunjukan hasil negatif pada uji AGPT. Hasil AGPT ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 1 Hasil AGPT kontrol

Keterangan: Ag= Antigen E. coli K99; 1, 2= supernatan IgG anti E. coli non enkapsulasi; 3, 4= Pelet IgG anti E. coli non enkapsulasi; 5= Supernatan IgG kontrol; 6= Pelet IgG kontrol.

Gambar 2 Hasil AGPT perlakuan

9

(A). Ag= Antigen Escherichia coli K99; 1, 2= supernatan IgG anti E. coli penyalutan 30 menit; 3, 4= Mikrokapsul berisi pelet IgG anti E. coli penyalutan 30 menit; 6, 7= Mikrokapsul blanko.

(B). Ag= Antigen; 1,2= Mikrokapsul berisi supernatan IgG anti E. coli penyalutan 60 menit; 3,4= Mikrokapsul berisi pelet IgG anti E. coli penyalutan 60 menit; 6,7= Mikrokapsul blanko.

Reaksi negatif dari uji AGPT menunjukkan bahwa antibodi terhadap E. coli K99 tidak terdeteksi dalam mikrokapsul. Reaksi negatif ini ditandai dengan tidak terbentuknya garis presipitasi di antara sumur antigen dan sumur antibodi. Hal ini disebabkan karena kurangnya konsentrasi IgG anti E. coli yang diperoleh dari hasil pelarutan mikrokapsul sehingga proporsi antara antigen dan IgG spesifik (IgG anti E. coli) tidak mencapai proporsi yang optimal. Pembentukan garis presipitasi terjadi apabila konsentrasi antigen dan antibodi seimbang (Kresno 1996). Menurut Tizard (1996), pada uji AGPT apabila konsentrasi antibodi lebih sedikit dibandingkan dengan antigen, maka akan terbentuk kompleks antigen-antibodi yang berukuran kecil sehingga larut dan tidak akan terbentuk garis presipitasi.

Deteksi IgG Anti E. coli K99 dalam Mikrokapsul dengan Teknik ELISA

Nilai cut off merupakan batas nilai positif dan negatif adanya antibodi anti E. coli K99 dalam sampel. Nilai cut off diperoleh dari rata-rata absorbansi sampel IgG kontrol non enkapsulasi pH 7 (1.097) ditambahkan dengan standar deviasinya (0.55). Berdasarkan nilai absorbansi IgG kontrol non enkapsulasi, sampel IgG anti E. coli dikatakan bernilai positif jika nilai absorbansi lebih besar atau sama dengan nilai cut off (≥ 1.647) dan bernilai negatif jika nilai absorbansi kurang dari atau sama dengan nilai cut off (≤ 1.647).

Nilai absorbansi yang menggambarkan pengaruh pH terhadap keberadaan IgG anti E. coli K99 pada IgG anti E. coli dalam mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit serta IgG anti E. coli non enkapsulasi disajikan pada Tabel 3. Hasil pengujian memperlihatkan rataan nilai absorbansi dan interpretasi berdasarkan nilai cut off. Absorbansi bernilai positif tampak pada IgG anti E. coli non-enkapsulasi pH 7, sedangkan absorbansi IgG anti E. coli pH 8, 4 dan 9 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit bernilai negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa IgG anti E. coli K99 yang disalut dan dilarutkan pada buffer 0.2 M NaHCO3 dan 0.06 M Na3C6H5O7.2H2O dengan pH 8, serta perlakuan asam dan basa pada pH 4 dan 9 tidak dapat terdeteksi.

Tabel 3 Nilai absorbansi IgG anti E.coli

Sampel uji ke- Rataan absorbasi Interpretasi

PBS 0.357 -

IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 8 0.012 - IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 4 0.118 - IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 9 -0.041 - IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 8 0.027 - IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 4 1.104 - IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 9 0.086 -

10

IgG non-enkapsulasi pH 9 1.527 -

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 7 1.887 +

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 4 0.037 -

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 9 1.178 -

Interpretasi : (+) jika rata-rata nilai absorbansi ≥ 1.647 (-) jika rata-rata nilai absorbansi ≤ 1.647

Tidak terdeteksinya IgG anti E. coli K99 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit diduga disebabkan karena rusaknya IgG anti E. coli pada saat pelarutan oleh larutan campuran natrium karbonat dan trisodium sitrat pada pH 8. Larutan campuran pH 8 ini akan mengganggu membran interphasic dan melarutkan semua fragmen dari mikrokapsul dalam waktu singkat (Xue et al. 2004) sehingga IgG anti E. coli dapat dikeluarkan. Menurut Davalos et al. (2000) stabilitas dan densitas permukaan IgG pada pH 8 lebih rendah dibandingkan dengan IgY. Stabilitas IgY yang lebih tinggi pada pH 8 akan menyebabkan densitas permukaan pada molekul antibodi IgY juga lebih tinggi, sehingga imunoreaktifitasnya kemungkinan lebih baik dibandingkan dengan IgG. Selain itu, IgY juga merupakan molekul yang lebihhidrofobik dibandingkan dengan IgG.

KESIMPULAN

Teknik mikroenkapsulasi IgG anti E. coli berhasil menyalut IgG dengan konsentrasi berkisar antara 0.971–1.012 μg/ 100 μl. Namun demikian keberadaan antibodi spesifik (IgG anti E. coli) dalam mikrokapsul tidak dapat terdeteksi (negatif) berdasarkan uji stabilitas IgG anti E. coli dari mikrokapsul yang terlarut menggunakan teknik ELISA dan AGPT. Hal ini diduga akibat dari kerusakan struktur IgG anti E. coli pada proses pelarutan mikrokapsul.

SARAN

Kajian lebih lanjut mengenai teknik pelarutan mikrokapsul yang mengandung IgG dan diperlukan teknik penyalutan mikrokapsul dengan variasi waktu yang berbeda-beda untuk melihat keberhasilan penyalutan mikrokapsul.

DAFTAR PUSTAKA

Areekul W, Kruenate J, Prahsarn C. 2006. Preparation and in vitro of mucoadhesive properties of alginate/ chitosan microparticles containing prednisolone. Int J Pharm. 312 (1–2): 113–118.

Carter GR, John RC Jr. 1990. Diagnostic Procedurs in Veterinary Bacteriology and Mycology. 5th Ed. San Diego (USA): Academic Pr.

10

IgG non-enkapsulasi pH 9 1.527 -

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 7 1.887 +

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 4 0.037 -

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 9 1.178 -

Interpretasi : (+) jika rata-rata nilai absorbansi ≥ 1.647 (-) jika rata-rata nilai absorbansi ≤ 1.647

Tidak terdeteksinya IgG anti E. coli K99 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit diduga disebabkan karena rusaknya IgG anti E. coli pada saat pelarutan oleh larutan campuran natrium karbonat dan trisodium sitrat pada pH 8. Larutan campuran pH 8 ini akan mengganggu membran interphasic dan melarutkan semua fragmen dari mikrokapsul dalam waktu singkat (Xue et al. 2004) sehingga IgG anti E. coli dapat dikeluarkan. Menurut Davalos et al. (2000) stabilitas dan densitas permukaan IgG pada pH 8 lebih rendah dibandingkan dengan IgY. Stabilitas IgY yang lebih tinggi pada pH 8 akan menyebabkan densitas permukaan pada molekul antibodi IgY juga lebih tinggi, sehingga imunoreaktifitasnya kemungkinan lebih baik dibandingkan dengan IgG. Selain itu, IgY juga merupakan molekul yang lebihhidrofobik dibandingkan dengan IgG.

KESIMPULAN

Teknik mikroenkapsulasi IgG anti E. coli berhasil menyalut IgG dengan konsentrasi berkisar antara 0.971–1.012 μg/ 100 μl. Namun demikian keberadaan antibodi spesifik (IgG anti E. coli) dalam mikrokapsul tidak dapat terdeteksi (negatif) berdasarkan uji stabilitas IgG anti E. coli dari mikrokapsul yang terlarut menggunakan teknik ELISA dan AGPT. Hal ini diduga akibat dari kerusakan struktur IgG anti E. coli pada proses pelarutan mikrokapsul.

SARAN

Kajian lebih lanjut mengenai teknik pelarutan mikrokapsul yang mengandung IgG dan diperlukan teknik penyalutan mikrokapsul dengan variasi waktu yang berbeda-beda untuk melihat keberhasilan penyalutan mikrokapsul.

DAFTAR PUSTAKA

Areekul W, Kruenate J, Prahsarn C. 2006. Preparation and in vitro of mucoadhesive properties of alginate/ chitosan microparticles containing prednisolone. Int J Pharm. 312 (1–2): 113–118.

Carter GR, John RC Jr. 1990. Diagnostic Procedurs in Veterinary Bacteriology and Mycology. 5th Ed. San Diego (USA): Academic Pr.

10

IgG non-enkapsulasi pH 9 1.527 -

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 7 1.887 +

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 4 0.037 -

IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 9 1.178 -

Interpretasi : (+) jika rata-rata nilai absorbansi ≥ 1.647 (-) jika rata-rata nilai absorbansi ≤ 1.647

Tidak terdeteksinya IgG anti E. coli K99 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit diduga disebabkan karena rusaknya IgG anti E. coli pada saat pelarutan oleh larutan campuran natrium karbonat dan trisodium sitrat pada pH 8. Larutan campuran pH 8 ini akan mengganggu membran interphasic dan melarutkan semua fragmen dari mikrokapsul dalam waktu singkat (Xue et al. 2004) sehingga IgG anti E. coli dapat dikeluarkan. Menurut Davalos et al. (2000) stabilitas dan densitas permukaan IgG pada pH 8 lebih rendah dibandingkan dengan IgY. Stabilitas IgY yang lebih tinggi pada pH 8 akan menyebabkan densitas permukaan pada molekul antibodi IgY juga lebih tinggi, sehingga imunoreaktifitasnya kemungkinan lebih baik dibandingkan dengan IgG. Selain itu, IgY juga merupakan molekul yang lebihhidrofobik dibandingkan dengan IgG.

KESIMPULAN

Teknik mikroenkapsulasi IgG anti E. coli berhasil menyalut IgG dengan konsentrasi berkisar antara 0.971–1.012 μg/ 100 μl. Namun demikian keberadaan antibodi spesifik (IgG anti E. coli) dalam mikrokapsul tidak dapat terdeteksi (negatif) berdasarkan uji stabilitas IgG anti E. coli dari mikrokapsul yang terlarut menggunakan teknik ELISA dan AGPT. Hal ini diduga akibat dari kerusakan struktur IgG anti E. coli pada proses pelarutan mikrokapsul.

SARAN

Kajian lebih lanjut mengenai teknik pelarutan mikrokapsul yang mengandung IgG dan diperlukan teknik penyalutan mikrokapsul dengan variasi waktu yang berbeda-beda untuk melihat keberhasilan penyalutan mikrokapsul.

DAFTAR PUSTAKA

Areekul W, Kruenate J, Prahsarn C. 2006. Preparation and in vitro of mucoadhesive properties of alginate/ chitosan microparticles containing prednisolone. Int J Pharm. 312 (1–2): 113–118.

Carter GR, John RC Jr. 1990. Diagnostic Procedurs in Veterinary Bacteriology and Mycology. 5th Ed. San Diego (USA): Academic Pr.

11 Davalos-Pantoja L, Ortega-Vinuesa JL, Bastos-Gonzalez D, Hidalgo-Alvarez R. 2000. A comparative study beetwen the adsorption of IgY and IgG on latex particles. J Biomater Sci Polym Ed. 11: 657–673.

Esfandiari A, Wibawan IWT, Murtini S, Widhyari SD, Febram B. 2008. Produksi kolostrum antivirus avian influenza dalam rangka pengendalian infeksi virus flu burung. JIPI. 13(2): 69–79.

Esfandiari A, Wibawan IWT, Wulansari R, Murtini S. 2009. Produksi kolostrum anti enteropatogen spesifik dalam rangka imunoterapi pasif guna mencegah Kematian Neonatal Akibat Diare. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XIV/ 2. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Esfandiari A, Whidhyari SD, Hujarat A. 2011. Diare pada sapi neonatus yang ditantang Escherichia coli K-99. JIPI. 16(3): 191–197.

Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Widjajakusumah D, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology.

Indardi. 2005. Efek sistemik pemberian imunoglobulin y (IgY) anti enteripathogenic Escherichia coli (EPEC) peroral pada mencit. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Krasaekoopt W, Bhandari B, Deeth H. 2003. Evaluation of encapsulation techniques of probiotics for yoghurt. Int Dairy J. 13(1): 3–13.

Kresno SB. 1996. Imunologi: Diagnosa dan Prosedur Laboratorium. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta (ID): Balai penerbit FKUI.

Li XY, Jin LJ, Mcallister, Stanford K, Xu JY, Lu YN, Zhen YH, Sun YX, Xu YP. 2007. Chitosan-alginate microcapsules for oral delivery of Yolk Immunoglobulun (IgY). J Agric food Chem. 55: 2911–2917.

Selk G. 2006. Passive Immunity in The Newborn Calf Affects Lifetime Performance. Cow/Calf Corner Oklahoma Cooperative Extension Service. Shimizu M, Nagashima H, Sano K, Hashimoto K, Ozeki M, Tsuda K, Hatta H.

1992. Molecular stability of chichken and rabbit immunoglobulin G. Biosci Biotech Biochem. 56(2): 270–274.

Shimizu M, Nagashima H, Hashimoto K. 1993. Comparative studies in molecular stability of immunology G from different spesies. Comp Biochem Physiol B. 106(2): 255–261.

Suartini IGT, Wibawan IWT, Suhartono MT, Supar, Suarta IN. 2007. Aktivitas IgY dab IgG antitetanus setelah perlakuan pada berbagai pH, suhu, dan enzim proteolitik. J Vet. 8(4): 160–166.

Supar. 1996. Kolibasilosis pada anak sapi perah di Indonesia. Wartazoa. 5(1): 26– 32.

Supar, Kusmiyati, Poerwadikarta MB. 1998. Aplikasi toksin enterotoksigenik escherichia coli (etec) k99, f41 polivalen pada induk sapi perah bunting dalam upaya pengendalian kolibasilosis dan kematian pedet neonatal. JITV 3(1): 27–33.

Supar. 2001. Pemberdayaan plasma nutfah mikroba veteriner dalam pengembangan peternakan: harapan vaksin escherichia coli enterotoksigenik, enteropatogenik dan verotoksigenik isolat lokal untuk

12

pengendalian kolibasilosis neonatal pada anak babi dan sapi. Wartazoa. 11(1): 36–43.

Suwarno. 2003. Prinsip Dasar, Optimalisasi dan Interpreasi Hasil Uji ELISA. Surabaya (ID): Lab Virologi dan Immunologi FKH Unair.

Thapa BR. 2005. Therapeutic potentials of bovine colostrums. Ind J Pediatr. 72(10): 849–852.

Tizard. 1996. Veterinary Immunology An introduction. Edisi ke-5. Texas (USA): WB Saunders Company.

Tizard IR. 2000. Veteriner Immunology an Introduction. Canada (CA): WB Saunders.

Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduction. Ed ke-7. USA (USA): Saunders.

Xue WM, Yu WT, Liu XD, He X, Wang W, Ma XJ. 2004. Chemical method of breaking the cell-loaded sodium alginate/chitosan microcapsules. Chem J Chin Univ. 25: 1342–1346.

Dokumen terkait