• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temperatur dan kelembaban di bawah kanopi pohon kakao diukur dengan menggunakan Hobo yang diletakkan pada tiang kayu pada ketinggian 80 cm dan 200 cm (Gambar 5c).

Untuk mengukur temperatur dan kelembaban udara serta curah hujan harian di lokasi penelitian dibangun sebuah stasiun cuaca yang terletak 20 m di samping kanan plot penelitian dengan tinggi 5 m (Gambar 5d).

Temperatur dan kelembaban udara relatif diukur menggunakan CS 215, Campbell Scientific Inc., Logan, UT USA, sementara curah hujan diukur dengan menggunakan ARG 100, Campbell. Data terekam pada interval waktu lima detik disimpan dalam data logger CR800 (Campbell) setiap 30 menit sekali

Gambar 5 Pengukuran throughfall dan cuaca. 5a Pengukuran throughfall di atas atap pada plot roofing. 5b Jirigen dan talang plastik untuk mengukur trhroughfall di di plot kontrol (tanda panah merah), 5c Hobo untuk mengukur suhu dan kelembaban di bawah kanopi (tanda panah merah) dan 5d Stasiun cuaca pada plot penelitian (tanda panah merah)

a b

Pendahuluan

Air merupakan salah satu senyawa yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman, yaitu : (1) pelarut dan medium untuk reaksi kimia, (2) medium untuk transpor zat terlarut organik dan anorganik, (3) zat yang memberikan turgor pada sel tanaman, (4) hidrasi dan netralisasi muatan pada molekul-molekul koloid, (5) bahan baku untuk fotosintesis, proses hidrolisis dan reaksi-reaksi kimia lainnya dalam tumbuhan, (6) transpirasi untuk mendinginkan tanaman (Gardner et al.1991).

Cekaman kekeringan didefinisikan sebagai kondisi menurunnya potensial air tanah sehingga fungsi tanaman di bawah optimum. Cekaman kekeringan merupakan faktor yang paling umum menjadi pembatas untuk pertumbuhan vegetasi tanaman (Kozlowski et al. 1991). Cekaman kekeringan atau “drought stress” dapat terjadi karena beberapa hal yaitu : (1) tingginya kecepatan evapotranspirasi yang melebihi persediaan air tanah ke akar yang akan mengakibatkan penurunan potensial air, (2) adanya senyawa yang bersifat osmotik, seperti pada tanah salin, yang menurunkan pengambilan air sehingga terjadi penurunan potensial osmosis dan menyebabkan akar tidak cukup menyerap air tanah (Borges 2003).

Pada keadaan normal tanaman membutuhkan keseimbangan potensial air antara tanah-akar-daun-atmosfir. Keseimbangan ini berarti menunjukkan adanya gradien potensial air antara bagian-bagian tersebut yang memungkinkan tanaman untuk melakukan transpor air dan hara dari akar ke daun. Air akan mengalir dari potensial air tinggi ke potensial air rendah, sehingga potensial air di tanah haruslah lebih tinggi dibandingkan dengan potensial air di akar, daun dan atmosfer yang dipengaruhi oleh proses transpirasi (Taiz & Zeiger 1991). Sedikit saja terjadi ketidakseimbangan air di dalam tubuh tanaman akan mengakibatkan defisit air sehingga menyebabkan terganggunya sejumlah proses selular. Oleh karena itu tanaman harus memelihara perimbangan antara pengambilan dan penguapan air, hal ini menjadi tantangan yang serius bagi tanaman darat (Nobel 1983).

Potensial air merupakan ukuran bagi energi bebas air per satuan volume (J.m-3). Satuan ini setara dengan satuan tekanan Pascal, yang merupakan

tanaman (Kramer & Boyer 1995). Ketidakseimbangan antara penyerapan air oleh akar dan kehilangan air akibat transipirasi dari daun membuat tanaman menjadi layu.

Beberapa tanaman dapat mempertahankan tekanan turgor yang tinggi pada potensial air yang agak rendah dengan cara meningkatkan potensial osmotik melalui akumulasi zat terlarut yang meningkat di dalam sel. Proses ini disebut penyesuaian osmotik (osmotic adjustment) atau regulasi osmotik. Adanya penyesuaian osmotik, berarti menjaga turgor sel sehingga berarti pula menjaga integritas dan proses fisiologi sitoplasma. Penyesuaian osmotik berpotensi menjaga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman (Riduan 2007).

Potensial air daun total dapat dipelihara selama cekaman kekeringan sedang, melalui penyesuaian osmotik dengan melibatkan senyawa osmotik kompatibel. Senyawa organik terlarut yang terlibat pada penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam organik, asam amino, dan senyawa terlarut kompatibel (Sanchez et al. 1998).

Bahan Dan Metode

Tanaman kakao berumur kurang lebih 6 tahun (tanaman sudah menghasilkan = TM) serta tanaman G.sepium yang berumur 7 tahun. Semai kakao berumur 12 bulan. Tanaman kakao yang digunakan dalam penelitian ini adalah klon hibrida.

Pengukuran kandungan air tanah

Pengukuran kandungan air tanah di sekitar pohon dilakukan dengan menggunakan tensiometer (Tensio 100 UGT WIKAI). Pengukuran kandungan air tanah dilakukan antara jam 12.00-14.00. Cara pengukurannya adalah dengan cara memasukkan dengan hati-hati ujung logam tensiometer ke dalam tanah pada kedalaman 10-15 cm pada jarak 1 m dari batang pohon. Pengukuran dilakukan selama kurang lebih 30-60 detik atau sampai jarum penunjuk sudah tidak bergerak lagi. Skala angka yang dipergunakan adalah dalam satuan

kikopascal (KPa). Angka yang didapat dimasukkan dalam rumus : (-0,0663-0,0063*(1/G2*1000)+0,0007*(1/G2*1000) ^2*100, dimana G2 merupakan angka yang terukur pada tensiometer. Rumus ini merupakan hasil kalibrasi yang dilakukan oleh M.Kohler di Universitas Gottingen, Jerman. Setiap plot dipilih 6 pohon kakao dan 3 pohon G. Sepium, dan masing-masing pohon dilakukan pengukuran sebanyak empat kali yaitu di sebelah utara, selatan, barat dan timur dari pohon tersebut.

Pengukuran pertumbuhan akar

Untuk menentukan pertumbuhan biomassa akar kakao dan G. sepium digunakan metode ingrowth. Metode ingrowth digunakan untuk mengetahui pertumbuhan biomasa akar. Alat yang digunakan berupa tabung silinder baja dengan diameter 7 cm (Gambar 6a). Alat tersebut untuk membuat lubang sedalam 20 cm pada tanah (Gambar 6b). Selanjutnya tanah yang ada di dalam tabung dikeluarkan dan diletakkan di atas lembaran plastik. Dengan menggunakan pinset dilakukan pemisahan akar dari tanah. Akar dimasukkan dalam kantong plastik dan disimpan dalam cooler box bersuhu 20 oC. Sementara itu, tanah yang sudah tidak mengandung akar, dimasukkan lagi ke dalam lubang semula hingga rapat (Gambar 6e). Untuk memudahkan pengamatan pada sekeliling lubang diberi tanda dengan pipa plastik berwarna-warni (Gambar 6f).

Gambar 6 a.Tabung baja, pemukul karet, pipa plastik b. Pengambilan sampel akar c-d. Pemisahan akar dari tanah e. Pemasukan tanah ke dalam lubang f. Penandaan lubang tanah dengan pipa plastik.

Pengamatan biomassa akar dilakukan dua kali yaitu setelah 6 bulan (Agustus 2007) dan 13 bulan perlakuan roofing (Maret 2008), dengan cara memasukkan tabung baja ke dalam lubang yangsama, bertanda pipa plastik warna warni, lalu akar dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan pada cooler box dan di bawa ke laboratorium untuk pengamatan.

Di laboratorium akar dicuci, setelah itu dilakukan pemisahan antara akar tanaman kakao TM dengan G. sepium maupun akar lain. Akar yang diperoleh dikeringkan pada 60 OC (sampai bobot konstan), kemudian ditimbang.

Pengukuran potensial air akar

Potensial air akar pohon kakao dan G. sepium diukur dengan menggunakan Scholander Pressure Bomb (PMS intrument Co, Corvallis Oregon USA) yang dihubungkan dengan tabung udara bertekanan 200 Bar. Pengukuran potensial air akar dilakukan pada pukul 12.00-14.00, saat cuaca cerah. Adapun pengukuran pada saat sebelum matahari terbit (pukul 04.00-05.00 WITA) hanya dilakukan satu kali yaitu pada bulan September 2007.

f d

e c

Sampel akar yang diukur potensial air adalah perakaran yang pangkal akarnyanya mempunyai diameter 3-5 mm. Akar yang telah diperoleh dimasukkan dalam plastik rapat dan segera dilakukan pengukuran dengan cara dimasukkan kedalam tutup tabung Scholander. Agar tidak terjadi kebocoran udara diberi perekat yang terbuat dari campuran wax dan karet. Apabila akar sudah terpasang dengan kuat pada tutup tabung, selanjutnya dialirkan udara bertekanan tinggi kedalam tabung tersebut. Setelah tampak titik-titik air pada permukaan potongan akar, aliran udara dihentikan. Nilai tekanan pada saat cairan mulai tampak keluar disebut nilai potensial air akar yang dinyatakan dalam Bar.

Penanaman semai kakao

Untuk mendapatkan tanaman kakao umur 12 bulan dilakukan penyemaian biji kakao terlebih dahulu. Biji kakao yang merupakan klon hibrida berasal dari buah kakao dari Desa O,o Kecamatan Kulawi Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Sebanyak 36 tanaman kakao berumur 12 bulan ditumbuhkan pada media tanah dalam polibag berukuran 30 cmx 30 cm x 45 cm. Media terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3 :1. Setiap polibag mempunyai berat media 12 kg. Ada tiga perlakuan kandungan air tanah dalam penelitian ini yaitu 75%, 50% dan 25%. Variabel yang diukur dari percobaan semai adalah kandungan proline total fineroot setelah dua bulan diberi perlakuan cekaman air.

Pengukuran proline total akar

Pada penelitian ini, kajian perubahan proline total fineroot kakao dilakukan juga pada semai kakao umur 12 bulan. Hal ini dilakukan karena pada saat pengukuran proline total fineroot tanaman kakao menghasilkan (TM) pada periode lima bulan roofing tidak memperlihatkan perbedaan signifikan antara proline total kakao yang tumbuh di plot kontrol maupun plot roofing.

Sampel fineeroot diambil dengan menggunakan soil core pada kedalaman tanah 20 cm. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 12.00 - 14.00. Kandungan proline bebas dianalisis berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Bates et al. (1973), dengan menggunakan spektrofotometer Beckman DB-G. Untuk menentukan kadar proline dalam sampel digunakan prolin murni sebagai standar. Asam-ninhydrin disiapkan sebagai pereaksi dengan

dengan 2 lembar kertas saring whatman. Sebanyak 2 ml filtrat direaksikan dengan 2 ml asam ninhydrin dan 2 ml asam asetat glacial pada tabung reaksi selama 1 jam pada suhu 100oC, kemudian proses reaksi diakhiri dalam “ice – bath”. Campuran ini selanjutnya diekstraksi dengan 4 ml toluene, dikocok dengan kuat menggunakan ”test tube stirrer” selama 15-20 detik. Kromofor yang mengandung toluene diuapkan, dihangatkan pada suhu kamar. Kemudian diukur absorbansinya pada 520 nm dengan spektrofotometer. Untuk blanko digunakan toluene. Konsentrasi proline ditentukan dari kurva dan dihitung berdasarkan bobot kering.

Hasil Dan Pembahasan

Analisa throughfall pada Sistem TDE dan Cuaca di Tempat Penelitian Hasil pengukuran throughfall pada sistem TDE yang dipergunakan untuk simulasi cekaman kekeringan pada agroforestri kakao selama 13 bulan (Maret 2007- Maret 2008) menunjukkan sistem TDE cukup efektif untuk mengurangi infiltrasi air hujan yang jatuh pada agroforestri kakao. Hal itu ditunjukkan dengan persentase penurunan bulan ke 4-13 sebesar 79% (Tabel 1).

Tabel 1. Persentase penurunan throughfall pada plot penelitian

Bulan ke- Persentase penurunan throughfall

2 (April 2007) 52%

3 (Mei 2007) 41%

4-13 (Juni 2007-Maret 2008) 79% Data G.Moser, Oktober 2008, komunikasi pribadi.

Secara geografis lokasi penelitian berada pada ketinggian 585 m di atas permukaan laut, jumlah curah hujan 2844 mm per tahun, kelembaban udara rata-rata berkisar 79-84%, suhu udara di atas kanopi pohon rata-rata 24,4oC sedangkan dibawah kanopi pohon suhu udara lebih rendah yaitu 23,4oC (Tabel 2).

Tabel 2 Lokasi, karakteristik tanah dan klimatologi pada agroforestri kakao di Marena, Sulawesi Tengah

Karakteristik klimatologi dan tanah

Altitudea 585 m d.p.l.

Sudut kemiringan tanaha 8-12°

Tipe tanahb Cambisol

Suhu udara rata-ratac 24,4° C

Suhu udara rata-rata di sekitar pohona 23,4° C Suhu udara di Kecamatan Gimpue 25,5° C

Kelembaban relatif rata-ratac 79,0-84,0 %

Curah hujan per tahun c 2844 mm

Curah hujan per tahun di Kecamatan Gimpue 2295 mm Keterangan :

a Data G. Moser : suhu yang diukur dengan sensor Hobo per plot dengan tinggi 1 m dari tanah. Data air hujan diukur dari Maret 2007 sampai Februari 2008 (2008, belum dipublikasikan, komunikasi pribadi)

b Data tipe tanah (Klasifikasi FAO) dari D. Leitner & M. Bealtzik (2008, belum dipublikasikan, komunikasi pribadi)

d Data klimat agroforestri Marena periode Februari 2007 sampai Mei 2008 oleh M. Köhler 2008, belum dipublikasikan, komunikasi pribadi.

e Data iklim periode 2002-2006 di daerah Gimpu (± 5 km dari Marena; 417 m d.p.l.) diukur oleh H. Kreilein, A. Oltchev & G. Gravenhorst (2008, belum dipublikasikan, komunikasi pribadi)

Curah hujan yang terjadi dari bulan Februari 2007 sampai Mei 2008 menunjukkan penyebaran curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun. Curah hujan yang paling rendah terjadi pada bulan Januari 2008 yaitu 44,18 mm. (Gambar 7). Kondisi curah hujan dapat mendukung pertumbuhan tanaman kakao meskipun curah hujan pada tahun 2007 dapat digolongkan tinggi. Hal ini mendukung pendapat Witjaksana (1989) yang menyatakan bahwa tanaman kakao dapat tumbuh baik pada ketinggian sampai 600 m dpl, curah hujan berkisar 1500-2500 mm per tahun, kelembaban udara 50-60%, serta suhu udara ± 25oC.

0 50 100 150 200 250 300 F 2007 M A M J J A S O N D J 2008 F M A M Bulan Cu ra h H u ja n ( m

Gambar 7 Data curah hujan bulanan mulai Februari 2007 (F 07) sampai dengan Mei 2008 di plot penelitian Marena, Sulawesi Tengah (Data M.Köhler 2008). Keterangan tanda lingkaran biru menunjukkan pengukuran variabel sebelum dilakukan perlakuan TDE, tanda merah menunjukkan pengukuran variabel setelah perlakuan 5, 6 dan 7 bulan roofing, tanda hijau pada saat pengukuran 13 bulan perlakuan, dan tanda hitam menunjukkan satu bulan setelah pembukaan roofing (khusus untuk pengukuran kandungan air tanah).

Analisa tanah menunjukkan jenis tanah pada lokasi penelitian adalah tipe Cambisol. Analisis pada kedalaman tanah 5 - 250 cm menunjukkan semakin dalam kedalaman tanah, semakin berkurang kandungan liatnya (Tabel 3).

Tabel 3 Tekstur tanah dan bulk density pada plot penelitian sebelum perlakuan cekaman kekeringan dengan sistem TDE

Tekstur Tanah (%) Bulk density

Kedalaman Tanah (cm)

Pasir Debu Liat (g cm-3)

5 60,2±3,4 27,0±2,5 12,8±2,2 1,25±0,04$ 10 55,0±2,1 29,7±3,6 15,3±2,4 1,28±0,04$ 20 55,7±0,9 28,2±3,0 16,1±3,5 1,31±0,02$ 40 53,9±4,8 26,5±3,3 18,6±2,9 1,32±0,05$ 75 57,9±2,3 22,8±3,4 19,3±3,3 1,37±0,09$ 150 68,7±5,3 19,4±3,0 11,9±4,4 1,52±0,10$ 250 70,3±7,1* 22,8±6,4* 6,9±2,3* 1,60±0,06

(Data D. Leitner & B. Michalzik, (unpubl.). * n=5; $ n=12, Bulk density data O. van

Demikian juga kandungan C, N dan C/N ratio tanah semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman tanah (Tabel 4).

Tabel 4 Kandungan C, N dan C/N ratio tanah pada plot penelitian sebelum perlakuan stres kekeringan

Kedalaman Tanah (cm) N (%) C (%) C/N pH (H2O) 5 0,15±0,02 1,65±0,31 10,9±0,9 5,88±0,35 10 0,11±0,03 1,26±0,40 11,2±0,8 6,00±0,44 20 0,06±0,01 0,70±0,14 10,9±0,6 6,12±0,42 40 0,04±0,003 0,44±0,05 10,2±0,7 5,87±0,20 75 0,03±0,004 0,33±0,04 8,9±0,6 5,86±0,31 150 0,02±0,003 0,19±0,05 6,7±1,1 5,93±0,20 250 0,02±0,002# 0,08±0,01# 3,9±0,5# 6,08±0,73#

(Data D. Leitner & B. Michalzik, (unpubl.komunikasi pribadi). # n=3.

Analisis Kandungan air tanah di sekitar pohon kakao dan G. Sepium

Perubahan kandungan air tanah di sekitar pohon kakao dan G.sepium selama cekaman kekeringan dan satu bulan setelah pembukaan atap disajikan pada Gambar 8 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Juli 07 Maret 08 Mei 08

K a ndunga n A ir Ta na h ( % ) Kontrol Roofing

(5 bulan roofing) (13 bulan roofing) (1 bulan setelah pem bukaan atap)

Gambar 8 Kandungan air tanah (%) pohon kakao selama dan sesudah perlakuan cekaman kekeringan dengan sistem TDE

Dari hasil analisis statistik terhadap kandungan air tanah (kedalaman tanah 20 cm) di sekitar pohon kakao menunjukkan bahwa perlakuan TDE dan bulan berpengaruh terhadap kandungan air tanah (p =0,0022). Pengukuran kandungan air tanah di sekitar pohon kakao 5 bulan setelah roofing menunjukkan plot roofing (20,38±3,67%) lebih rendah daripada plot kontrol

(34,08±2,88%) kandungan air tanah plot roofing 57% lebih rendah dari plot kontrol).

Setelah dilakukan pembukaan atap pada plot roofing selama ± satu bulan ( Mei 2008), kandungan air tanah di sekitar pohon kakao pada plot roofing (32,60±1,77%) dan plot kontrol (36,23±1,74%) sama. Keadaan tersebut disebabkan karena selama bulan April 2008 curah hujan relatif tinggi yaitu 353,22 mm, sehingga kandungan air tanah di plot roofing naik dan mencapai keadaan yang hampir sama dengan plot kontrol. Perbedaan kandungan air tanah antara kedua plot hanya 11%.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Juli 07 Maret 08 April 08

K a ndunga n A ir Ta na h (% ) Kontrol Roofing

(5 bulan roofing) (13 bulan roofing) (1 bulan setelah pembukaan atap)

Gambar 9 Kandungan air tanah (%) pohon G. sepium selama dan sesudah perlakuan cekaman kekeringan dengan sistem TDE

Analisis statistik terhadap kandungan air tanah (kedalaman tanah 20 cm) di sekitar pohon G. sepium juga menunjukkan perlakuan TDE dan waktu berpengaruh terhadap kandungan air tanah (p =0,0001). Berbeda dengan kandungan air tanah di sekitar pohon kakao, pada bulan ke 5 sesudah roofing kandungan air tanah di sekitar pohon G.sepium masih menunjukkan keadaan yang sama antara plot roofing (22,79±2,67%) dan plot kontrol (25,11±1,32%). Perbedaan kandungan air tanah di kedua plot 10%. Tetapi 13 bulan setelah

roofing (Maret 2008), kandungan air tanah pada plot roofing lebih rendah (23,14±3,23 %) dibanding plot kontrol (34,08±2,88 %) (P=0,0001) (perbedaan kandungan air tanah antara kedua plot 47,27%). Sama halnya pada pohon kakao, satu bulan setelah pembukaan atap, kandungan air tanah di sekitar pohon G.sepium juga menunjukkan nilai yang sama antara plot roofing (33,39±1,74%) dan plot kontrol (36,32±1,78%), dimana perbedaan kandungan air tanah kedua plot tersebut adalah 8,7%.

Biomassa akar kakao dan G.sepium

Hasil analisis statistik terhadap biomassa akar kakao menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara plot roofing dan kontrol (p= 0,9737), demikian juga biomassa bulan ke 6 dan 13 bulan setelah roofing adalah sama (p=0,4545). Pengamatan setelah 6 bulan roofing (Agustus 2007) pada plot kontrol 31,85±10 g/m3. dan plot roofing biomasa akar kakao 22,74±4,9 g/m3, dan pada bulan ke 13 (Maret 2008) menunjukkan pertumbuhan biomassa akar kakao plot kontrol 24,83±4,6 g/m3 dan pada plot roofing 27,24±2,5 g/m3 dan (Gambar 10).

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ags 07 Maret 08 Bi o m as a Fin e root (g /m 3 ) Kontrol Roofing

(6 bulan roofing) (13 bulan roofing)

Gambar 10 Biomassa fineroot kakao selama perlakuan cekaman kekeringan dengan sistem TDE

Hasil analisis statistik terhadap biomassa akar G. sepium menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara plot roofing dan kontrol (p= 0,9737), namun demikian biomassa akar dipengaruhi oleh waktu (p=0,0017) (Gambar 11). Pertumbuhan akar G. sepium pada lapisan tanah 20 cm mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu penelitian, dimana biomasa akar G. sepium setelah 6 bulan (Agustus 2007) pada plot roofing adalah 24,50±4,9 g/m3

permukaan atas lebih didominasi coarse root (Gambar 12). 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ags 07 Maret 08 Bi o m as a Fine root (g /m 3 ) Kontrol Roofing (13 bulan roofing) (6 bulan roofing)

Gambar 11 Biomassa fineroot G. sepium selama perlakuan cekaman kekeringan dengan sistem TDE

Gambar 12 Sistem perakaran pohon G Sepium yang telah dibersihkan dari tanah. Tanda panah merah menunjukkan coarse root yang terdapat pada lapisan permukaan.

Analisis potensial air akar kakao dan G.sepium

Hasil analisis statistik terhadap potensial air akar kakao menunjukkan perlakuan TDE dan waktu berpengaruh (p = 0,0001). Pengukuran potensial air akar pada kedalaman 20 cm, jam 12.00-14.00 ditunjukkan pada Gambar 13.

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

Po te n s ia l A ir ( B a r) Kontrol Roofing

Feb 07 Juli 07 Ags 07 Sep 07 Mar 08

(sebelum roofing)

(5 bulan ) (6 bulan ) (7 bulan ) (13 bulan ) periode roofing

Gambar 13 Potensial air akar kakao (Bar) sebelum dan selama cekaman kekeringan dengan sistem TDE

Dari gambar di atas menunjukkan potensial air akar kakao sebelum pemasangan atap (Februari 2007) menunjukkan nilai yang sama antara plot kontrol (1,28 ± -0,1 Bar) dan plot roofing (-1,25 ± -0,09 Bar). Pada bulan ke 5 (Juli 2007) nampak bahwa potensial air akar kakao pada plot roofing mulai mengalami penurunan dimana pada plot roofing -3,88 ± -0,28 Bar, sedangkan plot kontrol -1,38 ± -0,1 Bar. Pengukuran bulan ke 6, potensial air akar kakao semakin menurun pada plot roofing (-5,88 ± -0,27) sedangkan potensial air akar tanaman kakao pada plot kontrol -1,51 ± -0,14 Bar. Saat bulan ke 7 (September 2007) terjadi penurunan potensial air akar kakao yang cukup tajam pada pada plot roofing yang mencapai -9,31 ± -0,47 Bar sedangkan pada plot kontrol (- 4,00 ± -0,26 Bar).

Sementara itu potensial air akar saat pengukuran bulan ke 13, mengalami kenaikan yaitu -5,60 ± -0,71 Bar pada plot roofing dan -3,21 ± -0,47 Bar pada plot kontrol. Keadaan ini karena ada pengaruh lingkungan dimana curah hujan yang terjadi pada bulan Juli 2007 (116 mm), Agustus 2007 (238 mm) dan September 2007 (210 mm) relatif lebih rendah sehingga air yang ada di dalam tanah juga berkurang. Apabila dalam jangka waktu tertentu tidak ada penambahan air oleh hujan atau irigasi maka tanah akan mengering dan tanaman akan segera memperlihatkan pengaruhnya terhadap kekeringan tersebut. Pada bulan Maret 2008 curah hujan 345,68 mm lebih tinggi daripada

G. sepium menunjukkan tidak dipengaruhi oleh perlakuan TDE (p = 0,1465) hanya dipengaruhi oleh musim (p = 0,0001). Selama penelitian potensial air akar G.sepium antara plot roofing dan kontrol sama. Potensial air akar G. sepium sebelum pemasangan atap (Februari 2007) adalah -1,72 ± -0,12 Bar pada plot kontrol dan -1,39 ± -0,14 Bar pada plot roofing. Sampai bulan ke 5 setelah ternyata nilai potensial air akar G.sepium belum mengalami penurunan dimana pada plot kontrol -1,32 ± -0,2 Bar dan pada plot roofing -1,10 ± -0,1 Bar. Penurunan potensial air akar yang signifikan terjadi pada bulan ke 6 yaitu -2,22 ± -0,32 Bar ( plot kontrol) dan -2,11 ± -1,05 Bar (plot roofing). Potensial air akar G.sepium semakin turun pada bulan ke 7 4,81 ± 0,86 Bar (plot kontrol) dan 4,89 ± 1,60 Bar (plot roofing). Sedangkan pada bulan ke 13 potensial air akar -3,36 ± -2,31 Bar (plot kontrol), dan -5,07 ± -1,24 Bar (plot roofing).

-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 P o te n s ia l A ir ( B a r) Kontrol Roofing

Dokumen terkait