• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengumpul ion dan penguat

Dalam dokumen KATA PENGANTAR DAFTAR ISI (Halaman 36-48)

Luas Puncak A x Faktor Koreksi = 5671 x 0,3786

4. Pengumpul ion dan penguat

Pengumpul ion terdiri atas satu atau lebih lubang pengumpul (kolimasi) serta satu atau lebih lubang pengumpul (kolimasi) serta suatu silinder Faraday, berkas ion menumbuk pengumpul dalam arah tegak lurus, kemudian isyarat diperkuat oleh suatu pengganda elektron.

5. Pencatat

Pencatat yang digunakan secara luas memakai lima buah galvanometer terpisah yang mencatat serentak. Penentuan massa dari puncak-puncak catatan spektrum dapat menimbulkan masalah pada ujung massa yang tertingi sapuannya. Yang biasa dilakukan ialah memulai seimakan dari ujung massa yang rendah sapuannya, yang dapat ditepatkan letaknya secara teliti, lalu menghitung puncak-puncak hingga puncak terakhir yang tercatat.

Hal ini acap kali dapat dilakukan dilakukan karena galvanometer yang paling peka akan mencatat sedikit arus ion pada tiap satuan massa. Kadang-kadang puncak-puncak pada ujung setinggi spektrum tampak melebar hingga tidak terbedakan dengan latar belakang, jika hal ini terjadi, senyawa baku perlu ditambah ke dalam cuplikan. Beberapa radas dilengkapi dengan penanda massa otomatik tetapi sering kurang terpercaya justru di daerah ujung tinggi spektrum yang sangat penting dan diperlukan. Pen digit yang mencantumkan bilangan massa serta sekuat- kuat puncak nisbi di layar merupakan peralatan tambahan yang amat berfaedah. Meskipun demikian dapat terjadi penyimpangan yang menyebabkan berkurang dan berlebihnya satuan massa penuh dalam suatu sapuan hali ini tentu mencek pendigit terhadap letak simpangan galvanometer

JENIS SAMPEL

Secara umum, penggunaan metode GCMS hanya terbatas untuk senyawa dengan tekanan uap berkisar10 10 torr. Kebanyakan senyawa dengan tekanan lebih rendah hanya dapat dianalisis jika senyawa tersebut merupakan senyawa turunan (contoh , trimetilsili eter). Penentuan penentuan gugus fungsional pada cincin aromatic masih sulit. Untuk senyawa isomer tidak dapat dibedakan oleh spketometer (sebagai contoh : naftalena vs azulena), tapi dapat dipisahkan dengan kromatograpi.

METODE PREPARASI SAMPEL

Keadaan sampel harus dalam keadaan larutan untuk diijeksikan ke dalam kromatografi. Pelarut harus bersifat volatile dan organic (sebagai contoh heksana atau dikllorometana). Jumlah sampel bergantung pada metode ionisasi yang dilakukan, biasanya yang sering digunakan untuk analisis sensivitas adalah sebesar 1 – 100 pg per komponen.

METODE ANALISIS

GCMS digunakan untuk identifikasi kualitatif dan pengukuran kuantitatif dari komponen individual dalam senyawa campuran kompleks. Terdapat perbedaan strategi analisis data untuk aplikasi keduanya.

METODE PENGOLAHAN DATA HASIL ANALISIS

Derivatisasi dan Analisis Asam Amino dengan GC-MS (Katherine K. Stenerson, Reporter US Volume 25,3)

Biasanya, kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) digunakan untuk analisis asam amino. Namun, GC juga dapat digunakan, dan dalam beberapa kasus ketersediaan instrumentasi atau operasi biaya dapat membuat pilihan yang lebih baik. Sifat polar asam amino memerlukan derivatisasi sebelum analisis GC. Tujuan dari derivatisasi adalah untuk membuat suatu analit lebih tidak stabil, kurang reaktif, dan dengan demikian meningkatkan perilaku kromatografi nya. Dalam kasus asam amino, derivatisasi menggantikan hidrogen aktif di OH, NH2, dan kelompok-kelompok fungsional polar SH dengan bagian nonpolar.

Sililasi adalah teknik derivatisasi yang sangat umum, dan berguna untuk berbagai senyawa. Kerugian utama dari metode ini adalah kepekaan terhadap kelembaban. Kehadiran hasil kelembaban dalam hasil reaksi yang buruk dan ketidakstabilan analit diderivatisasi. Untuk studi ini, kami mengevaluasi penggunaan sililasi reagen N-tert-butyldimethylsilyl- N-methyltrifluoroacetamide (MTBSTFA) untuk derivatisasi asam amino. MTBSTFA, membentuk tert-butyl dimethylsilyl (TBDMS) derivatif ketika direaksikan dengan kelompok fungsional polar yang mengandung hidrogen aktif:

Gambar 1. Struktur MTBSTFA

MTBSTFA derivatif yang lebih stabil dan kurang kelembaban sensitif daripada yang dibentuk dengan menggunakan reagen berat molekul rendah seperti N, O-bis (trimetilsilil) trifluoroasetamida (BSTFA) (1).

 Eksperimental

Sebuah alikuot 50 uL larutan yang mengandung campuran asam L-amino pada 91 ug / mL di 0,1 N HCl dikeringkan, dan 100 uL rapi MTBSTFA, diikuti oleh 100 uL asetonitril, ditambahkan. Campuran dipanaskan pada 100 ° C selama 4 jam. Sampel kemudian dinetralkan dengan natrium bikarbonat dan sasaran analisis GC-MS pada nomor pembayar 20 m x 0,18 mm x 0,18 m SLB ™ -5ms kolom kapiler.

 Hasil

Sebuah kromatogram derivatif TBDMS dari asam amino disajikan pada Gambar 2. Data spektral diperoleh dari puncak membantu dalam identifikasi turunan asam amino. Penggantian dari hidrogen aktif dengan kelompok TBDMS menambah 114 dengan berat molekul. Elektron dampak spektrum (2) dari derivatif ini mengandung fragmen khas sesuai dengan berat molekul yang kurang CH3 derivatif (M-15), C4H9 (M-57), C4H9 + CO (M-85), dan CO-O-TBDMS (M-159). Gambar 3 menunjukkan contoh pola fragmentasi ini dalam spektrum TBDMS-valin.

Gambar 3. Mass Spectrum dari TBDMS Derivatif dari valine (MW dari turunan = 345) Pada kondisi reaksi yang digunakan, sebagian besar asam amino menghasilkan satu turunan, dengan hidrogen aktif di hidroksil, amina, dan kelompok tiol (dalam kasus sistein) digantikan oleh TBDMS. Beberapa asam amino yang dihasilkan beberapa derivatif, khususnya asparagin, glutamin, dan triptofan. Dalam kasus asam amino, modifikasi dalam kondisi reaksi, seperti, menurunkan suhu atau mengubah waktu reaksi, dapat mencegah hal ini (3) terjadi. Misalnya, meningkatkan waktu reaksi dari 2 sampai 4 jam mengakibatkan respon peningkatan bentuk sepenuhnya diderivatisasi triptofan.

Sementara TBDMS derivatif yang lebih stabil dari turunan TMS tradisional, berat molekul yang lebih tinggi mengakibatkan waktu elusi lagi selama analisis GC. Untuk menyeimbangkan ini, pemisahan dilakukan pada, kolom kapiler yang sempit bore singkat. Suhu mulai tidak lebih tinggi dari 100 ° C diperlukan untuk menjaga resolusi glisin puncak turunan dari pelarut. Sebuah jalan cepat untuk 360 ° C setelah elusi turunan sistin dilakukan untuk memastikan kolom bersih untuk analisis selanjutnya.

 Kesimpulan

Studi ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan yang tepat dari reagen derivatisasi seperti MTBSTFA, asam amino dapat dianalisis dengan GC-MS. Kondisi reaksi mungkin harus "tweak" untuk menghasilkan respon maksimum turunan dari bunga. Derivatif menghasilkan fragmen karakteristik, yang memungkinkan untuk memudahkan identifikasi oleh MS. Untuk mengurangi waktu analisis GC keseluruhan derivatif ini, pendek, sempit kolom bore seperti nomor pembayar 20 m x 0,18 mm x 0,18 m SLB-5ms dianjurkan

HPLC (HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY)

PENDAHULUAN

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa juga disebut dengan Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan farmasetik, analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam sebidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan KCKT terbaru antra lain : miniaturisasi`sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat dan analisisi senyawa-senyawa kiral.

Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC, High Performance Liquid Chromatography) merupakan suatu tekhnis analisis obat yang paling cepat berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi, karena sederhana dan kepekaannya tinggi.

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan ; memurnikan senyawa-senyawa dalam suatu campuran ; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran; kontrol kualitas dan mengikuti jalannya reaksi sintetis.

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh.

Jenis-jenis HPLC

Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik. Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:

a. Kromatografi Adsorbsi

Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor.

b. Kromatografi fase terikat

Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilan atau oktasilana. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.

c. Kromatografi penukar ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun

demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.

d. Kromatografi Pasangan ion

Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan.

e. Kromatografi Eksklusi Ukuran

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.

f. Kromatografi Afinitas

Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat kompleks.

PRINSIP

Prinsip dasar HPLC

Prinsip dasar dari HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya. Adapun prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit ) sesuai dengan perbedaan afinitasnya. Hasil pemisahan tersebut kemudian akan dideteksi oleh detector (spektrofotometer UV, fluorometer atau indeks bias) pada panjang gelombang tertentu, hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat oleh recorder yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau menggunakan personal computer (PC) yang terhubung online dengan alat HPLC tersebut.

Prinsip kerja HPLC

Pada prinsipnya kerja HPLC adalah sama yaitu pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya, alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu sebagai fasa geraknya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya dan kecepatannya untuk sampai kedektetor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati pada spectrum yang puncak-puncaknya terpisah. Ukuran skala polaritas : golongan fluorocarbon < golongan hidrokarbon < senyawa terhalogenasi < golongan eter < golongan ester < golongan keton < golongan alcohol < golongan asam.

a. Injeksi sampel

Injeksi sample seluruhnya dilakukan secara otomatis sehingga tidak bisa mengetahui yang terjadi pada keadaan tingkat dasar. Karena proses ini meliputi tekanan, tidak sama halnya dengan kromatografi gas.

b. Waktu retensi

Waktu yang dibutuhkan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor disebut sebagai waktu retensi.Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa itu. Senyawa-senyawa yang berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda pula. Untuk beberapa senyawa, waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung pada:

Tekanan yang digunakan (karena itu akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut).

Kondisi dari fase diam (tidak hanya terbuat dari material apa, tetapi juga pada ukuran partikel). Komposisi yang tepat dari pelarut.

Temperatur pada kolom. c. Detector

Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan serapan ultra-violet.Banyak senyawa-senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa panjang gelombang.

Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melewati melalui berkas pada waktu itu.

d. Interpretasi output dari detector

Output akan direkam sebagai rangkaian puncak-puncak, dimana masing-masing puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor dan menerap sinar UV. Sepanjang anda mengontrol kondisi kolom,dapat menggunakan waktu retensi untuk membantu mengidentifikasi senyawa yang diperoleh.

.

Area yang berada dibawah puncak sebanding dengan jumlah X yang melalui detektor, dan area ini dapat dihitung secara otomatis melalui layar komputer.Area dihitung sebagai bagian yang berwarna hijau dalam gambar (sangat sederhana).

INSTRUMENTASI

Instrumentasi HPLC terdiri dari fase gerak, pompa, injektor, kolom, detektor dan pengolah data.

Terdapat 5 komponen dasar HPLC yaitu: 1.1. Wadah Fase gerak dan Fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Fase erak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik

Fase gerak (eluen) berupa zat cair. Fase gerak selain sebagai pembawa senyawa campuran menuju detektor, fase gerak juga dapat berinteraksi dengan solut-solut. Beberapa persyaratan HPLC antara lain :

 Harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk sampel yang akan dianalisis

 Zat cair harus murni dan jernih untuk menghindari kotoran yang dapat mengganggu interpretasi kromatogram dan menghindarkan penyumbatan kolom

 Mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun  Memiliki viskositas rendah

 Sesuai dengan detektor yang digunakan

 Pompa dianalogikan sebagai jantung, berfungsi mengalirkan fase gerak cair melalui kolom.

1.2. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan

konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.

1.3. Tempat penyuntikan sampel

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.

1.4. Kolom dan Fase diam

Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional, yakni:

 Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100 μl/menit).

 Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.

 Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.

Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.

Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:  Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.

 Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil.  Stabil dalam pengopersiannya.

 Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.

 Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier).

 Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

Beberapa detektor yang paling sering digunakan pada HPLC dengan karakteristik detektor seperti berikut : Detektor Sensitifitas (g/ml) Kisaran linier Karakteristik Absorbansi Uv-vis Fotometer filter Spektrofotometer spektrometerphoto-diode array 5 x 10-10 5 x 10-10 > 2 x 10-10 104 105 105

Sensitivitas bagus, paling sering digunakan, selektif terhadap gugus-gugus dan struktur-struktur yang tidak jenuh.

Fluoresensi 10-12 104 Sensitifitas sangat bagus,

selektif, Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir bersifat universal akan

tetapi sensitivitasnya sedang. Sangat sensitif terhadap suhu, dan tidak dapat digunakan pada elusi bergradien

Elektrokimia

Amperometri 10-12 105 dan kecepatan alir fase gerak, tidak dapat digunakan pada elusi bergradien. Hanya mendeteksi solut-solut ionik. Sensitifitas sangat bagus, selektif tetapi timbul masalah dengan adanya kontaminasi elektroda.

JENIS SAMPEL

Dalam dokumen KATA PENGANTAR DAFTAR ISI (Halaman 36-48)

Dokumen terkait