PROJECT I. GMP, SSOP & HACCP
5.2 PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS MUTU PRODUK
untuk mengetahui adalah dengan melakukan pengukuran dan pengumpulan data-data (record) Aw produk akhir dalam kurun waktu tertentu.
5.2 PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS MUTU PRODUK .
Data yang digunakan pada penelitian magang ini didapatkan dengan melaksanakan penelitian langsung ke perusahaan. Data yang dibutukan dibagi menjadi dua, primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran secara langsung di lapangan, yaitu dengan melihat permasalahan yang terjadi di lokasi produksi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penyimpangan mutu Aw produk bumbu penyedap rasa serta Data pengukuran Aw produk akhir. Data ini dikumpulkan dengan beberapa teknik, antara lain adalah melalui pengamatan langsung di pabrik, wawancara dan diskusi langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan perusahaan seperti data pengukuran Aw produk semi finish goods, data tentang sejarah perusahaan, dokumen pengendalian dan pengawasan mutu proses produksi, dan instruksi kerja/SOP.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya parameter produk bumbu penyedap rasa yang tidak sesuai dengan standar merupakan produk yang tidak dapat dipasarkan kepada konsumen. Batch produk semi finish goods yang diblock ini akan dipisahkan dari produk semi finish goods yang lolos standar mutu produk sebelum melewati tahap pengemasan.
Langkah awal pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengolahan terhadap data dokumentasi produksi selama dua bulan terakhir untuk melihat persentase jenis penyimpangan mutu yang terjadi di PT Unilever Indonesia Tbk. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penyimpangan mutu Aw produk yang terjadi pada bulan Januari 2012. Bumbu penyedap rasa yang dimaksud adalah bumbu penyedap rasa Royco All in One kemasan isi 6 gram yang paling banyak diproduksi di PT Unilever Indonesia Tbk.
Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus untuk analisis yang valid, terdapat tujuh alat bantu yang dikenal dengan istilah seven tools. Ketujuh alat bantu ini adalah lembar pengumpulan data (check sheet), stratifikasi, grafik dan bagan pengendali, Diagram Pareto,diagram sebab-akibat (fishbone diagram), diagram pencar (scatter diagram), dan histogram. Pemilihan jenis tools yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kondisi tim perbaikan mutu dan permasalahan yang akan dipecahkan (Muhandri dan Kadarisman 2008).
Seperti dijelaskan di paragraf sebelumnya, dilakukan pengumpulan data primer produk finish goods bumbu penyedap rasa. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil tiga renceng sampel dari tiga titik yaitu pada bagian awal, tengah dan akhir produk dari belt chain conveyor saat setelah keluar dari mesin filling untuk setiap batch.
Dari tiga renceng kemudian dilakukan sampling secara acak dua sampel dari renceng bagian awal dan akhir dengan total pengambilan sampel 252 batch terhitung mulai dari tanggal 14 Februari- 14 Maret 2012. Total batch ini agar pengambilan sampel dapat mewakili total batch produksi berdasarkan data record produksi bulan sebelumnya yang ditunjukkan pada gambar 9
52 Gambar 9. Data Record Produksi Bumbu Penyedap Rasa di Pabrik Lion
PT Unilever Indonesia Tbk
5.3 PEMBUATAN BAGAN KENDALI
Pembuatan bagan kendali memerlukan beberapa data yang telah ada atau praspesifikasi untuk menguji hipotesis bahwa proses dalam kondisi terkendali (Tapiero 1996). Parameter yang dianalisa adalah Aw, dan hasil pengukuran Aw sampel produk akhir bumbu penyedap rasa diplot dengan menggunakan bagan kendali. Bagan kendali digunakan untuk menganalisis keterkendalian proses yang berlangsung selama pengambilan atau pengukuran sampel. Spesifikasi produk dan proses harus disusun pada setiap tahap proses dan dikendalikan agar selalu sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan (Muhandri dan Kadarisman 2006).
Pengambilan sampel Aw produk finish goods yang diambil adalah sebanyak 252 batch dengan dua sampel hasil sampling untuk bagian awal dan akhir dari setiap batch.
Pengambilan sampel produk finish goods ini dikarenakan pada kondisi aktual QC in line hanya melakukan pengecekan Aw kembali setelah 18 jam produk semi finish goods disimpan berdasarkan standar lama maksimum penyimpanan yaitu maksimum 18 jam.
Namun, terkadang tidak dilakukan pengecekan kembali sehingga data Aw pada logbook QC tidak lengkap.
Berdasarkan data yang diperoleh, maka bagan kendali yang digunakan untuk menganalisis Aw produk secara statistik adalah bagan kendali i- chart dan Moving Range (MR) chart karena proses produksi bumbu penyedap rasa yang homogen (batch) dan dalam menganalisis data tersebut menggunakan program pengolah data statistik Minitab 16. Bagan kendali i-MR dapat dilihat pada gambar 10.
53
Gambar 10. Bagan Kendali i-MR untuk Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa
Bagan kendali i pada Gambar 10 menunjukkan nilai tengah atau X-bar sebesar 0,3015, artinya rata-rata Aw produk akhir selama pengambilan sampel (252 batch produksi) adalah 0,3015. Batas kendali atas (UCL) sebesar 0,3376 dan batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,2655. Artinya batas kendali Aw produk akhir (selama 252 batch) berada pada kisaran 0,3015 dan 0,3376. Bagan kendali i-chart tersebut menunjukkan titik di luar batas kendali yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali.
Pada bagan kendali R nilai UCL, MR-bar dan LCL berturut-turut adalah 0,04429, 0,01335 dan 0. Artinya setiap batch pengambilan sampel memiliki batas kendali rentang antara 0 sampai 0,04429 dengan rentang rata-rata 0,01355. Bagan kendali R menunjukkan 16 titik yang berada di luar batas kendali. Bagan kendali MR tersebut memperlihatkan bahwa Aw produk akhir bumbu penyedap rasa dalam kondisi tidak terkendali.
Berdasarkan bagan kendali tersebut, dapat dilihat bahwa banyak titik yang berada di luar batas kendali atas maupun batas kendali bawah. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembuatan bumbu penyedap rasa belum memenuhi kriteria proses yang tidak terkendali secara spesifik karena masih mengandung variasi penyebab khusus (special causes variation) . Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam mutu pada output (barang/jas yang dihasilkan).
Variasi penyebab khusus (special-causes variation) adalah kejadian kejadian diluar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak (non random patterns) sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan bagan kendali atau kontrol (control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik
54 pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limit) (Gaspersz 1998).
Berdasarkan hasil perhitungan nilai kapabilitas proses (Cp) didapat nilainya sebesar 1.39 dan Indeks performansi Kane (Cpk) sebesar 1.34 . Hal ini menunjukkan bahwa kapabilitas prosesnya baik karena Cp> 1.33, menunjukkan rata-rata kisaran pada proses ini relatif kecil, sehingga proses pun sangat baik. Berdasarkan ukuran kinerja Kane (Cpk) yang telah dihitung didapat sebesar 1.34. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses produksi bumbu penyedap rasa yang mempunyai nilai rata-rata pengukuran 0.3015 mempunyai kecenderungan sangat mendekati nilai target yaitu 0.30 sehingga proses ini sudah mampu mencapai nilai target. Hanya saja masih terdapat beberapa batch di bawah batas spesifikasi bawah dan di atas batas spesifikasi atas.
Gambar 11. Kapabilitas Proses untuk Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa
Nilai kapabilitas proses yang didapat belum dapat digunakan sebagai acuan proses dikarenakan parameter mutu Aw pada proses produksi bumbu penyedap rasa memenuhi kriteria tidak terkendali. Proses yang tidak terkendali ini disebabkan adanya variasi khusus. Pihak manajemen harus melakukan perbaikan proses secara terus-menerus dengan cara menghilangkan variasi khusus agar dapat meningkatkan mutu untuk mencapai tingkatan produksi yang lebih baik.
5.4 IDENTIFIKASI PENYEBAB PERMASALAHAN
Penyebab variasi Aw produk finish goods dicari melalui teknik brainstorming untuk mengidentifikasi permasalahan yang hasilnya dapat dilihat pada diagram sebab-akibat (Gambar 15). Identifikasi permasalahan dimaksudkan untuk mengenali sumber permasalahan. Brainstorming dilakukan dengan asisten manager produksi, supervisor produksi dan karyawan maintenance engineering.
55 Dari hasil brainstorming tersebut, dilanjutkan dengan pembuatan diagram sebab akibat. Untuk membuat diagram sebab akibat, pertama-tama ditentukan dahulu akibat (effect) yang merupakan “kepala ikan” pada sisi sebelah kanan kertas. Akibat yang dimaksudkan disini adalah variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa. Setelah dilakukan brainstorming kembali dengan pihak produksi, Faktor penyebab masalah ini digolongkan ke dalam tiga faktor utama sebagai “tulang besar” yaitu mesin, metode dan lingkungan.
56 Variasi Aw Produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa
M et o d e
M esi n L in g k u n g an
tekananTorsi Sampling Pengecekan
Jumlah sampel Pengukuran Pengawasan Waktu Pengecekan Frekuensi
Temperatur & RH
Takaran sampel
Bed Dryer PengecekanBlower Temperatur
Bextruder Breakdown/stop Mespack Temperatur
RH
Dehumidifier
Temperatur RH RMS
Breakdown/stop Mixing Room Packing Hall Packing Hall Parameter Filling
Material Handling Unloading
Mixing
Mixer
Control Panel Aw
Waktu tunggu bahanSensor
Boiler Aliran uap panas Kondisi penyimpanan
Lama penyimpanan Produk Semi Finish Goods
Penyimpanan
Waktu Tunggu Bahan
Pengontrol Temperatur/RH area produksi Mixing Room RMS Gambar 12. Diagram Sebab Akibat Penyebab Variasi Aw Produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa
Drying
57 1. Mesin
Mesin merupakan faktor yang paling berpengaruh secara langsung terhadap variasi aktivitas air (Aw) produk bumbu penyedap rasa Royco All in one. Dalam proses produksi bumbu penyedap rasa terdapat lima tahap, yaitu pencampuran (Mixing), granulasi (granulating) , pengeringan (Drying), pengayakan (Sieving) dan pengemasan (filling).
Mesin/ peralatan yang berpengaruh terhadap variasi Aw adalah mixer, bextruder, dryer, dehumidifier, mespack dan pengatur temperatur/RH area produksi. Pemeliharaan dan pengecekan kondisi mesin/peralatan selama proses produksi berlangsung merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi variasi Aw. Mixer berpengaruh terhadap homogenitas produk yang dihasilkan, waktu mixing dan temperatur bahan selama proses mixing berlangsung perlu diperhatikan. Mixer yang digunakan dalam proses sudah terdapat pengatur waktu mixing, namun mesin ini tidak dilengkapi panel yang menunjukkan suhu aktual bahan di dalam mesin. Setelah proses mixing selesai, bahan dikeluarkan dari mixer dan ditampung ke dalam bin stainlees steel berkapasitas 350 kg atau satu batch produksi.
Bahan yang sudah ditampung di dalam bin akan ditransfer secara manual menuju conveyor belt chain untuk dialirkan menuju bextruder. Lama unloading,kondisi temperatur/RH area mixing room dan setting kecepatan mesin bextruder akan mempengaruhi keluaran ukuran partikel dan temperatur produk yang dihasilkan. Standar lama unloading selama proses adalah maksimum satu jam dan pengaturan kecepatan mesin bextruder selalu dikontrol dan didokumentasikan ke dalam checksheet selama proses produksi berlangsung untuk mencegah terjadinya breakdown, Kondisi bextruder yang sering terjadi breakdown akan mengakibatkan waktu tunggu bahan selama unloading akan menjadi lebih lama dan mempengaruhi variasi suhu keluaran bahan yang dihasilkan.
Proses pengeringan menjadi salah satu faktor penting dalam menurunkan Aw produk, karena pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam bahan pangan sampai sangat rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan dan memperpanjang daya simpannya.
Pada proses pengeringan bumbu penyedap rasa ini menggunakan pengeringan sistem kontinyu dengan pemanasan langsung, mesin pengering yang digunakan adalah fluidized bed dryer dimana pada kondisi aktual bahan diangkut dengan plat bergetar kemudian dihembuskan dengan udara panas/ steam dari pipa blower bagian bawah yang berasal dari suplai aliran boiler yang berada di luar pabrik. Standar temperatur pengeringan berkisar antara 95-1050C yang diatur untuk setiap blower di dalam dryer. Suplai steam dari boiler dan setting temperatur panel blower pada dryer sangat mempengaruhi kinerja mesin tersebut. Apabila suplai steam boiler tidak stabil, maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kestabilan temperatur proses pengeringan. Pada kondisi aktual, temperatur proses pengeringan menjadi salah satu parameter penting yang dikontrol dan diamati setiap batch. Operator melakukan perubahan setting parameter suhu jika hasil pengecekan Aw semi finish goods setelah proses pengeringan di luar spesifikasi standar. Tidak adanya panel suhu yang menunjukkan kondisi temperatur aktual bahan di dalam mesin selama proses pengeringan berlangsung menjadi salah satu hambatan operator dalam mengontrol
58 kondisi proses, karena dokumentasi suhu panel yang dilakukan hanya berdasarkan panel sensor suhu yang terpasang di setiap bagian pipa blower yang terletak di luar pabrik.
Setelah melalui tahap pengeringan, produk dilewatkan secara langsung ke dalam dehumidifier yang ditempatkan pada satu line proses pengeringan. Dehumidifier ini berfungsi untuk proses cooling atau pendinginan bahan secara cepat sebelum bahan masuk ke dalam Siever untuk proses pengayakan. Temperatur aliran steam dehumidifier yang tidak stabil mengakibatkan temperatur pendinginan bahan yang bervariasi.
Produk yang telah melalui proses pengayakan dikemas ke dalam pengemas plastik, kemudian diletakkan dan disusun di atas pallet. Pallet berisi produk semi finish goods kemudian ditransfer menuju packing hall untuk disimpan sementara dan dilakukan pengecekan Aw 30 menit setelah melalui proses pengeringan. Selama penyimpanan yang perlu diperhatikan adalah kondisi pengatur temperatur/RH di area packing hall. Packing Hall dilengkapi dengan dua AC split dan dua AC window, serta area ini tidak dilengkapi pengatur RH khusus atau dehumidifier. Pengaturan RH pada area ini menggunakan Outdoor dari AC. Kondisi temperatur dan RH yang tidak stabil selama proses penyimpanan menyebabkan variasi Aw pada setiap pallet berisi produk. Standar lama maksimum penyimpanan adalah maksimum 48 jam, QC in line akan melakukan pengecekan ulang jika produk sudah lewat dari masa penyimpanan 18 jam. Namun pengecekan ulang terkadang tidak dilakukan karena ketidakdisiplinan QC in line dalam melakukan pengecekan.
Selanjutnya, pada tahap akhir proses yaitu proses filling, lama proses filling mempengaruhi kondisi bahan akibat waktu tunggu bahan yang cukup lama di dalam hopper mespack sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi variasi Aw pada produk selama proses tersebut berlangsung.
2. Lingkungan
Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi Aw adalah kondisi lingkungan. Aktivitas air atau Aw dapat ditentukan pada saat terjadi kondisi kesetimbangan dengan air dan udara atau disebut kelembaban relatif keseimbangan (Equilibrium Relative Humidity atau ERH), sehingga Aw dapat ditentukan dari hubungannya dengan ERH. Pada kondisi terjadi kesetimbangan antara air dalam bahan pangan dengan air di lingkungan, maka tidak akan terjadi perpindahan air dari bahan pangan ke udara dan sebaliknya.
Oleh karena itu, setiap area produksi dilengkapi mesin pendingin (AC) untuk mengendalikan temperatur ruangan, kecuali ruang pengeringan (Drying room). Pada mixing room dan packing hall dilengkapi dengan outdoor dari AC yang secara aktual digunakan sebagai pengatur RH ruangan dan pada Raw Material Storage tidak dilengkapi dengan pengatur RH, karena bahan-bahan yang disimpan didalamnya adalah bahan yang tidak memerlukan kondisi khusus dan perputaran penggunaan bahan tersebut cepat.
Standar temperatur dan kelembaban untuk setiap ruangan berbeda. Berikut adalah tabel checklist standar temperatur dan RH untuk setiap area produksi:
59 Tabel 1. Standar temperatur dan RH area produksi pabrik lion
PT Unilever Indonesia Tbk
Standard RMS Mixing Room Packing Hall
Temperature < 250C < 250C <250C
RH < 50% < 50% < 45-50%
Sumber : Lion factory, PT Unilever IndonesiaTbk.
Pada tabel checklist tersebut terdapat kesalahan standar RH terutama pada area packing hall, kondisi RH aktual selama proses produksi berlangsung adalah selalu di atas 40%. Setelah dilakukan verifikasi standar, RH area packing hall seharusnya adalah max.40%. Temperatur dan RH yang juga tidak stabil di area packing hall selama produk semi finish goods disimpan hingga proses filling berlangsung juga menjadi salah satu faktor penyebab variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa.
3. Metode
Beberapa metode yang dapat menyebabkan terjadinya variasi Aw produk Royco All in One diantaranya metode penyimpanan, metode pengecekan Aw, material handling di setiap proses dan Pengukuran Temperatur/RH di area produksi. Metode penyimpanan sangat berhubungan dengan kondisi ruangan, dimana temperatur dan RH ruang penyimpanan perlu diperhatikan. Apabila temperatur dan RH fluktuatif, maka kondisi Aw produk juga akan berubah menyesuaikan kondisi lingkungannya. Pada kondisi aktual tidak ada ruang penyimpanan khusus, karena tempat penyimpanan produk dan proses filling berada di dalam satu area packing hall. Oleh karena itu, metode pengecekan temperatur dan RH juga sebaiknya dilakukan secara teratur di setiap shift.
Pada material handling di beberapa proses juga perlu diperhatikan, terutama beberapa titik proses dimana bahan kontak langsung dengan udara luar cukup lama diantaranya persiapan raw material sebelum proses mixing, unloading bahan, transfer material menuju bucket pada saat proses filling.
Pengecekan Aw merupakan metode yang perlu diperhatikan selama proses produksi. Pengecekan Aw dilakukan dua kali yaitu pada saat 30 menit setelah produk dikeringkan dan pengecekan kedua dilakukan 18 jam setelah produk disimpan. Teknik sampling, takaran pengukuran sampel dan kondisi area pada saat pengukuran menjadi faktor yang mempengaruhi metode pengecekan Aw. Pada kondisi aktual, lamanya pengukuran Aw setiap sampel menjadi hambatan QC in line untuk melakukan pengecekan ulangan Aw setiap batchnya karena keterbatasan fasilitas Awmeter di pabrik ini.
Selain itu metode pengecekan temperatur/RH di setiap area produksi pada kondisi aktual tidak dilakukan. Indikator Temperatur/RH sebagai alat untuk mempermudah pengecekan hanya tersedia satu di area packing hall. Pengecekan kondisi ini terhambat karena masih terbatasnya penyediaan alat pengukur di pabrik ini.
60 Menentukan Penyebab Masalah Terbesar Menggunakan Why-Why Analysis dan Diagram Pareto Melalui Pendekatan proses di Setiap Area Produksi
Analisis selanjutnya menggunakan pendekatan proses produksi dengan pengamatan 30 batch mulai dari Raw Material Storage, mixing & granulating, drying & Sieving, intermediate storage & Filling. Dari setiap bagian tersebut akan dilihat titik-titik yang berpotensi menyebabkan variasi Aw pada produk finish goods bumbu penyedap rasa, lalu dilanjutkan dengan tindakan-tindakan korektif maupun preventif yang dapat diaplikasikan secara langsung maupun dalam bentuk saran-saran yang bermanfaat.
1. Raw Material Storage
Pengamatan temperatur dan kelembaban dilakukan di RMS.
Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi RMS sudah memenuhi standar yang telah ditentukan, sehingga tidak akan mempengaruhi bahan-bahan yang disimpan di dalamnya.
RMS tidak dilengkapi dengan sistem pengontrolan udara, karena bahan-bahan yang disimpan di dalamnya adalah bahan yang tidak memerlukan kondisi khusus dan perputaran penggunaan bahan tersebut cepat. Suhu dan kelembaban relatif yang diterapkan di RMS adalah 20-25°C dan RH max.50%.
Pengukuran temperatur dan RH dilakukan setiap batch selama proses produksi berlangsung dari shift pagi hingga siang. Hasil pengukuran temperatur dan RH dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14
Gambar 13. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area raw material storage
0 3 6 9 12 15 18 21 24
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Temperatur (oC)
Batch
Temperatur
61 Gambar 14. Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area
raw material storage
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur cukup stabil namun RH sangat fluktuatif. Hasil yang diperoleh kurang sesuai karena seharusnya pergerakan RH diikuti dengan pergerakan temperatur.
Perubahan RH yang tidak stabil ini cukup mempengaruhi keadaan bahan yang tersimpan di dalamnya. Pengaruh RH akan semakin tinggi apabila kemasan bahan baku yang tersimpan di dalamnya sudah tidak baik. Pada kondisi aktual Raw Material Storage hanya dilengkapi Air Conditioner sebagai pengatur udara dan tidak dilengkapi pengatur RH atau Dehumidifier.
Pergerakan bahan dan pekerja yang cukup mobile ke dalam area RMS dan pada kondisi aktual pembatas antara RMS dan area produksi lainnya hanya dilapisi plastik curtain. Banyaknya celah udara dari plastik curtain akan sangat mempengaruhi keadaan RMS sehingga temperatur dan kelembabannya fluktuatif. Perilaku pekerja juga sesekali menyalahgunakan RMS, semakin banyak orang yang berada dalam RMS maka akan menaikkan kelembabannya dan akan membuat kelembaban relatif menjadi semakin naik dan akan mempengaruhi bahan-bahan yang berada didalamnya.
Setelah itu, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 10.
2. Mixing Room
Pada area mixing room terdapat dua proses yaitu proses pencampuran atau mixing dan granulating. Urutan pencampuran bahan dan waktu yang digunakan saat pencampuran akan mempengaruhi terhadap rasa dan lamanya proses produksi. Waktu yang dibutuhkan pada proses mixing adalah 7 menit dan sudah diatur pada panel mesin. Urutan pemasukan bahan-bahan dimulai dari bahan yang berjumlah lebih banyak terlebih dahulu, dilanjutkan bahan dengan jumlah yang sedikit. Hal ini untuk mencegah bahan dengan jumlah sedikit
62 tersebut tidak tercampur dengan baik atau tertinggal di bagian bawah mesin.
Pengamatan terhadap temperatur bahan setelah keluar dari mesin mixer dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengukuran temperatur bahan saat keluar dari mixer
Batch T Mixer (0C) Batch T Mixer (0C)
1 28,5 16 26,5
2 29,5 17 29,5
3 24,5 18 21,5
4 16,5 19 15,5
5 14,5 20 14,5
6 27,5 21 31,5
7 29,5 22 29,5
8 28,5 23 33,5
9 14,5 24 29,5
10 11,5 25 32,5
11 31,5 26 29,5
12 31,5 27 29,5
13 21,5 28 28,5
14 22,5 29 30,5
15 21,5 30 31,5
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur produk yang keluar dari mixer sangat bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi temperatur bahan ini diantaranya adalah kondisi waktu tunggu bahan sebelum proses mixing dan ekspos aliran AC yang berada di dekat mixer.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur produk yang keluar dari mixer sangat bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi temperatur bahan ini diantaranya adalah kondisi waktu tunggu bahan sebelum proses mixing dan ekspos aliran AC yang berada di dekat mixer.