3 METODE PENELITIAN
3.3 Pengumpulan Data Kapasitas Adaptif Ekologi
Pengumpulan data kapasitas adaptif ekologi dimulai dengan pengambilan data pada tiga komponen ekosistem pesisir, meliputi ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove dan ekosistem lamun. Pengumpulan data pada ketiga ekositem tersebut dilakukan langsung dilapangan (insitu), maupun melalui bantuan analisis sistem informasi geografis (SIG), dalam proses pengukuran tertentu.
Pengambilan data dilakukan pada sejumlah 17 pulau kecil dalam gugus pulau Guraici, terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer mencakup data biofisik pada ketiga ekosistem pesisir tersebut, secara umum diperoleh melalui penerapan metode transek kuadrat, dan kemudian mencatat seluruh data atau informasi untuk kepentingan analisis data. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menelusuri setiap informasi yang terdokumentasi pada berbagai lembaga penelitian, instansi pemerintah atau swasta terkait serta masyarakat. Penentuan titik penarikan sampling pada setiap lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan GPS (global positioning system).
Salah satu langkah penting dalam menghitung dan menilai kapasitas adaptif ekologi dalam gugus pulau Guraici adalah penentuan skor/ skla setiap parameter kedalam nilai-nilai tertentu, sehingga setiap nilai tersebut dinyatakan sebagai nilai skor dari suatu parameter. Penelitian ini menggunakan metode penskalaan yang dikemukakan oleh Doukakis (2005), sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel berikut ini.
Tabel 4. Contoh penentuan Skala
Skala/ Skor
1 2 3 4 5
Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi Sumber : Doukakis (2005).
3.3.1 Data Kapasitas Adaptif Ekosistem Terumbu Karang
Kapasitas adaptif ekosistem terumbu karang, dihutung dan dianalisis dengan menggunakan tujuh (7) parameter, yang meliputi; (1) Perhitungan Indeks Dimensi Terumbu Karang (IDTK), (2) Tutupan karang (%), (3) Dominasi lifeform, (4) Jumlah jenis lifeform, (5) Jumlah spesies ikan karang, (6) Kedalaman terumbu karang, dan (7) Jarak ekosistem terumbu karang dari pemukiman penduduk. Kriteria penilaian kapasitas adaptif ekosistem terumbu karang ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Penilaian Kapasitas Ekosistem Terumbu Karang
Parameter Bobot
Skala/ Skor
Ket:
1 2 3 4 5
Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi Indeks Dimensi Terumbu
Karang (IDTK) 5 0,0≤IDTK≤0,4 0,4<IDTK≤0,8 0,8<IDTK≤1,2 0,2<IDTK≤0,6 1,6<IDTK≤2,0
Yulianda (p.c, 11 Agst. 2010) Fahrudin (p.c, 19 Agst. 2010) Susilo (pc, 23 Feb. 2012) Tutupan karang (%) 5 0-20 21-40 41-60 61-80 81-100 Dimodifikasi dari KLH 2001 Dominasi Lifeform 5 SC,Ot BC ACT,ACD CE CM,CS Yulianda (p.c, 11 Agutus 2010) Jumlah Jenis lifeform 3 <4 4 – 7 7 – 12 12 – 15 >15 Dimodifikasi dari Yulianda 2007 Jumlah spesies ikan karang 3 <10 10-<30 30-50 50-80 >80 Dimodifikasi dari Yulianda 2007 kedalaman terumbu
karang (m) 1 <1 >1 - 5 >5 - 10 >10 - 15 > 15 Dimodifikasi dari Yulianda 2007 Jarak dari pemukiman
penduduk (km) 1 <0,5 >0,5-1 >1-4 >4-5 >5 Yulianda (p.c, 11 Agutus 2010)
Ket: p.c=personnel communication. CM= coral massive; CS=Coral submassive; CE=Coral encrusting; SC=Soft Coral; Ot=Other; ACT=Acropora tubular; ACD=Acropora digitate. * Indeks dimensi (0-5). Nilai
Maksimal:115
(1) Menghitung Indeks Dimensi Terumbu Karang (IDTK)
Langkah awal dalam menghitung dan menganalisis kapasitas adaptif ekosistem terumbu karang adalah dengan menghitung Indeks Dimensi Terumbu Karang (IDTK). Untuk menghitung IDTK tersebut, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan pengukuran dimensi lebar serta dimensi panjang dari hamparan terumbu karang pada suatu kawasan pulau. Pengukuran tersebut dibagi kedalam segmen-segmen yang mencakup dimensi lebar serta dimensi panjang tertentu. Sketsa pengukuran segmen dimensi terumbu karang, ditampilkan pada Gambar 7.
Setiap pertambahan dimensi lebar sebesar 10 meter, maka akan diikuti oleh pertambahan nilai sebesar 0,01, dan akan mencapai nilai maksimal 1,0 pada saat dimensi lebar terumbu karang ≥1.000 meter. Selanjutnya setiap pertambahan dimensi panjang 120 meter pada dimensi lebar yang sama, maka nilai dimensi panjang juga akan bertambah sebesar 0,01 dan akan mencapai
nilai maksimal sebesar 1,0 m. Panjang 12.000 m, d terbesar, dan dalam pene panjang garis pantai seki terhadap pulau lainnya.
Guna memudahkan dimensi panjang setiap se interfal yang menyajikan p lebar maupun dimensi panj
Gambar 6. Ske Dalam penelitian ini terumbu karang adalah leb ditemukan ke arah laut. S adalah diukur sejajar deng “segmen” adalah pengg berdasarkan ukuran lebar se
Penentuan lebar teru asumsi bahwa secara um khususnya pada pulau-pu walaupun pada beberapa yang lebih luas. Misalnya P.Wangi-Wangi memiliki le dan P. Hoga, lebar terumb lebar termubu karang antar
0 pada hamparan terumbu karang sepanjan digunakan berdasarkan panjang garis pan nelitian ini pulau terbesar adalah pulau Talim ekitar ± 12.000 meter dan dijadikan sebag
perhitungan nilai setiap perubahan dimensi segmen, maka dibuatlah suatu matriks den perubahan nilai-nilai untuk setiap perubaha njang, matriks tersebut ditampilkan pada Lamp
ketsa Pengukuran Dimensi Terumbu karang ini yang dimaksud dengan dimensi lebar lebar yang diukur dari titik pertama kali terum . Sedangkan yang dimaksud dengan dimensi
ngan garis pantai. Sedangkan yang dimaksu ggolongan atau pengelompokan terumbu r serta panjang tertentu.
erumbu karang dengan ukuran ≥1.000 m, be umumnya ukuran lebar terumbu karang di I pulau kecil maksimal berada pada ukuran a tempat ada yang memiliki lebar hamparan nya pada pulau-pulau kecil di kabupaten
lebar hamparan antara 120 m – 2,8 km; P. mbu karang antara 60 m – 5,2 km; P. Tomia tara 130 m – 1,2 km. ang ≥12.000 antai pulau alimau yang agai kontrol si lebar dan engan skala han dimensi mpiran 1. r hamparan mbu karang nsi panjang sud dengan bu karang berdasarkan i Indonesia, an tersebut, ran terumbu n Wakatobi, P. Kaledupa ia, memiliki
Selain itu, diasumsikan pula bahwa semakin lebar hamparan terumbu karang, maka akan memberikan peranan yang besar terhadap tingginya kapasitas terumbu karang dengan penyebaran yang luas serta spesies yang beragam. Demikian halnya dengan perubahan nilai 0,01 setiap terjadi pertambahan lebar sebesar 10 m, diasumsikan bahwa apabila setiap pertambahan lebar terumbu karang sebesar 10 m, dapat meredam energi gelombang sebesar 1 %, maka jika lebar terumbu ≥ 1.000 m, maka akan dapat meredam/ mereduksi energi gelombang dengan kecepatan 100 km/ jam, maka sebelum energi gelombang tersebut mencapai daratan pulau, sudah tereduksi habis.
Setelah pengukuran dilakukan terhadap hamparan terumbu karang yang mencakup dimensi lebar serta dimensi panjang, maka dilakukan perhitungan nilai indeks dimensi terumbu karang. Perhitungan tersebut menggunakan persamaan Subur et al. (2011) sebagai berikut.
= ∑
+ ∑
...(1)Keterangan:
IDTK : Indeks Dimensi Terumbu Karang
NL : Jumlah total seluruh nilai segmen dimensi Lebar SL : Jumlah total segmen dimensi Lebar
NP : Jumlah total seluruh nilai segmen dimensi Panjang SP : Jumlah total segmen dimensi Panjang
Nila Indeks Dimensi Terumbu Karang (IDTK) berada pada kisaran antara 0,0-2,0, yang terdistribusi kedalam lima kategori yaitu “Sangat Rendah (0,0≤IDTK≤0,4)”. “Rendah (0,4<IDTK≤0,8)”. “Sedang (0,8<IDTK≤1,2)”. “Tinggi (0,2<IDTK≤0,6)”. “Sangat Tinggi (1,6<IDTK≤2,0)”.
(2) Menghitung Persentasi Tutupan Terumbu Karang (%)
Guna mendapatkan data peresntasi tutupan karang, maka metode yang digunakan adalah teknik manta-tow yang mensyaratkan penarikan seorang pengamat yang menggunakan seutas tali dan papan manta di belakang sebuah perahu kecil yang didorong dengan motor tempel. Penarikan dilakukan dengan suatu kecepatan konstan di sekitar batas terluar terumbu dan dibagi ke dalam satuan-satuan waktu yang masing-masing lamanya dua menit. Selama kegiatan
penarikan yang memakan waktu dua menit tersebut, dilakukan pengamatan terhadap beberapa variabel yaitu persentasi tutupan karang, karang mati dan karang lunak. Variabel-variabel ini di catat pada kertas data sebagai unit kualitatif ataupun kuantitatif.
Lokasi pengambilan data ditetapkan setelah melihat hasil yang diperoleh melalui teknik manta-tow, dalam hal ini pada setiap lokasi ditentukan 1 (satu) titik untuk dijadikan lokasi peletakan transek dengan teknik garis transek (line Intercept Transec) dengan petunjuk English et al. (1997). Setiap biota yang dilewati transek dicatat menurut kategori dan taksonnya. Dari data tersebut akan diketahui persentasi penutupan dengan melakukan perhitungan berdasarkan pentunjuk perhitungan persentasi tutupan karang sebagaimana dikemukakan English et al. (1997), sebagai berikut;
% Penutupan=
Panjang Total Lifeform/ spesies-iPanjang transek
x 100
...(2)Analisis sebaran ekosistem terumbu karang dilakukan dengan bantuan analisis sistem informasi geografis (GIS). Sedangkan kriteria kualitas tutupan karang hidup dinilai dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH, 2001), yang menggolongkan kondisi tutupan karang hidup dibagi kedalam empat kategori (kondisi Buruk, Sedang, Baik dan Sangat Baik), sebagaimana tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Kriteria Persentasi penutupan karang hidup Persentasi Tutupan Karang
Hidup (%) Kondisi 0,0 – 20 Sangat Rendah 21 – 40 Rendah 41 – 60 Sedang 61 – 80 Tinggi 80 – 100 Sangat Tinggi
Sumber: Dimodifikasi dari Kriteria Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2001).
(3) Dominasi lifeform,
Metode dan proses untuk mendapatkan data dominasi lifeform, sama dengan proses perhitungan persentasi tutupan karang, maka setiap bentuk lifeform yang dilewati oleh garis transek, kemudian dicatat dan dihitung jenis lifeform yang paling umum ditemukan dibandingkan dengan jenis lifeform lainnya.
(4) Jumlah jenis lifeform
Pengumpulan data jumlah jenis lifeform dilakukan dengan menggunakan metode garis transek. Lokasi pengambilan data ditetapkan setelah melihat hasil yang diperoleh melalui teknik manta-tow, selanjutnya menentukan (1) satu titik pada setiap lokasi untuk dijadikan lokasi peletakan transek dengan teknik garis transek (line Intercept Transec) dengan petunjuk English et al. (1997). Setiap biota yang dilewati transek dicatat menurut kategori dan taksonnya. Dari data tersebut akan diketahui persentasi penutupan.
(5) Jumlah spesies ikan karang
Untuk melakukan pengamatan terhadap ikan karang pada titik transek dilakukan dengan metode Underwater Visual Census (UVC), selanjutnya mencatat ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan di sebelah kanan garis transek sepanjang 100 m, dicatat spesies. Sehingga luas bidang yang teramati per transek adalah (5 x 100) = 500 m2, Gambar 8.
Gambar 7. Underwater Visual Census (UVC) (English et al. 1997).
(6) kedalaman terumbu karang
Kedalaman terumbu karang dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan fishfinder Garmin Tipe 400C, data kedalaman yang ditampilkan pada monitor, kemudian dicatat.
(7) Jarak ekosistem pemukiman penduduk
Pengukuran jarak ekosistem terumbu karang dari pemukinan penduduk atau aktivitas masyarakat, dilakukan dengan menggunakan bantuan GPS Map Garmin Tipe 76CSx.
Selain itu juga dilakukan analias spasial atau sebaran terumbu karang dengan menggunakan sistem informasi geografis (GIS).
3.3.1.1 Analisis Kapasitas Adaptif Ekosistem Terumbu Karang (KPTK)
Setelah seluruh komponen data pada ekosistem terumbu karang dianalisis, maka proses selanjutnya dilakukan analisis kapasitas adaptif ekosistem terumbu karang pada setiap pulau dalam gugus pulau Guraici. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan Subur et al. (2011) sebagai berikut:
= ∑
100 %
...(3) Keterangan :KPTK : Nilai Kapasitas ekosistem terumbu karang pulau ke-i Ni : Total nilai parameter hasil pengukuran
Nmax : Nilai maksimum parameter pada ekosistem terumbu karang.
Nilai kapasitas ekosistem terumbu karang beradapa pada kisaran antara 0,0-1,0, dengan lima (5) kategori yang terdiri dari “sangat rendah (0,0≤KPTk≤0,2)”. “Rendah (0,2<KPTk≤0,4)”. “Sedang (0,4<KPTk≤0,6)”. “Tinggi (0,6<KPTk≤0,8)”. “Sangat Tinggi (0,8<KPTk≤1,0)”.
3.3.2 Data Kapasitas Adaptif Ekosistem Mangrove
Penilaian kapasitas adaptif ekosistem mangrove yang ditemukan pada pulau-pulau kecil dalam gugus pulau Guraici, dilakukan dengan mempertimbangkan enam parameter meliputi; (1) perhitungan indeks dimensi mangrove (IDMg), (2) Spesies mangrove dominan, (3) kerapatan (pohon/ ha), (4) Jumlah genera, (5) Tipe substrat, dan (6) Jarak ekosistem mangrove dari pemukiman penduduk. Kriteria penilaian kapasitas adaptif ekosistem mangrove ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kriteria Penilaian Kapasitas Mangrove Parameter Bobot Skala/ Skor Ket: 1 2 3 4 5 Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
Indeks Dimensi
Mangrove (IDMg) 5 0,0≤IDMg≤0,4 0,4<IDMg≤0,8 0,8<IDMg≤1,2 0,2<IDMg≤0,6 1,6<IDMg≤2,0
Yulianda (p.c, 11 Agst. 2010) Fahrudin (p.c, 19 Agst. 2010) Susilo (pc, 23 Feb. 2012) Spesies Dominan 5 Ceriops / Nypa Bruguieria Rhizopora Soneratia Avicenia Bengen 2003; Dahuri 2003
Kerapatan (pohon/ha) 3 <110 110≤330 330≤660 660≤880 ≥880 SNI-3 Bakorsurtanal 2011
Jumlah genera 3 1 – 2 3 – 5 6 – 7 8 – 10 11 – 12 Bengen 2003; Dahuri 2003
Tipe substrat 1 Pasir Berkarang Pasir Pasir Berlumpur
Lumpur
Berpasir Berlumpur Dimodifikasi dari Yulianda 2007 Jarak dari pemukiman
pendududk (km) 1 <0,5 >0,5-1 >1-4 >4-5 >5 Yulianda (p.c, 11 Agutus 2010)
Nilai maksimum : 90
(1) Menghitung Indeks Dimensi Mangrove (IDMg)
Sebagaimana pada ekosistem terumbu karang, langkah awal yang harus dilakukan dalam menghitung dan menganalisis kapasitas adaptif ekosistem mangrove yaitu dengan menghitung Indeks Dimensi Mangrove (IDMg). Untuk menghitung IDMg tersebut, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan pengukuran dimensi ketebalan serta dimensi panjang dari mangrove yang ditemukan tumbuh pada suatu pulau. Pengukuran tersebut dibagi kedalam segmen-segmen yang mencakup dimensi ketebalan serta dimensi panjang tertentu. Sketsa pengukuran segmen dimensi mangrove, ditampilkan pada Gambar 9.
Setiap pertambahan dimensi ketebalan sebesar 10 meter, maka akan diikuti oleh pertambahan nilai sebesar 0,01, dan akan mencapai nilai maksimal 1,0 pada saat dimensi ketebalan mangrove mencapai ≥1.000 meter. Selanjutnya setiap pertambahan dimensi panjang 120 meter pada dimensi ketebalan yang sama, maka nilai dimensi panjang juga akan bertambah sebesar 0,01, dan akan mencapai nilai maksimal sebesar 1,0, pada saat ekosistem mangrove mencapai panjang ≥12.000 m. Panjang 12.000 m, digunakan berdasarkan panjang garis pantai pulau terbesar, dan dalam penelitian ini pulau terbesar adalah pulau Talimau yang panjang garis pantai sekitar ± 12.000 meter dan dijadikan sebagai kontrol terhadap pulau lainnya.
Guna memudahkan perhitungan nilai setiap perubahan dimensi ketebalan dan dimensi panjang setiap segmen, maka dibuatlah suatu matriks dengan skala interfal yang menyajikan perubahan nilai-nilai untuk setiap perubahan dimensi ketebalan maupun dimensi panjang pada ekosistem mangrove. Matriks tersebut ditampilkan pada Lampiran 1.
Gambar 8.
Penentuan ketebalan asumsi bahwa secara umu sangat kecil di Indonesi walaupun pada beberapa terbentuk di muara sungai b
Selain itu pengenda terjadi melalui mekanisme pengurangan jangkauan a penelitian yang dilakukan S abrasi pantai relatif tidak t ketebalan/ lebar 100 m. D berkurang sampai lebih da mangrove 100 m. Sehingg tebal/ lebar ekosistem man terhadap tingginya kapasi perubahan nilai 0,01 se diasumsikan bahwa apabila dapat meredam energi gelo mangrove ≥ 1.000 m, ak dengan kecepatan 100 km mencapai daratan pulau, su
Setelah pengukuran mencakup dimensi keteba
. Sketsa Pengukuran Dimensi Mangove
lan mangrove dengan ukuran ≥1.000 m, be mumnya ukuran ketebalan mangrove pada pu
sia, maksimal memiliki ketebalan ukuran a tempat lebih tebal terutama pada pulau-pu ai besar.
dalian abrasi pantai oleh ekosistem mangr e pemecahan energi kinetik gelombang air air pasang ke daratan, seperti telah dibuk
Suryana (1998) di pantai utara pulau Jawa y k terjadi pada lokasi yang ditumbuhi mangrov Dikemukakan pula bahwa daya jangkauan a dari 60 % pada lokasi dengan ketebalan/ le gga dengan demikian, diasumsikan pula bahwa
angrove, maka akan memberikan peranan ya sitas ekosistem mangrove. Demikian halny setiap terjadi pertambahan lebar sebesa bila setiap pertambahan ketebalan/ lebar sebe elombang sebesar 1 % saja, maka jika keteba
akan dapat meredam/ mereduksi energi g km/ jam, maka sebelum energi gelombang
sudah tereduksi habis.
an dilakukan terhadap komunitas mangro balan/ lebar serta dimensi panjang, maka
berdasarkan pulau-pulau n tersebut, pulau yang grove yang air laut dan uktikan oleh yang mana rove dengan air pasang lebar hutan wa semakin yang besar nya dengan sar 10 m, besar 10 m, balan/ lebar gelombang ng tersebut grove yang a dilakukan
perhitungan terhadap nilai indeks dimensi komunitas mangrove. Perhitungan tersebut menggunakan persamaan Subur et al. (2011) sebagai berikut:
= ∑
+ ∑
...(4)Keterangan:
IDMg : Indeks Dimensi Mangrove
NL : Jumlah total seluruh nilai segmen dimensi Lebar SL : Jumlah total segmen dimensi Lebar
NP : Jumlah total seluruh nilai segmen dimensi Panjang SP : Jumlah total segmen dimensi Panjang
Nila Indeks Dimensi Mangrove (IDMg) berada pada kisaran antara 0.0-2.0, yang terdistribusi kedalam lima kategori yaitu “Sangat Rendah (0,0≤IDMg≤0,4)”. “Rendah (0,4<IDMg≤0,8)”. “Sedang (0,8<IDMg≤1,2)”. “Tinggi (0,2<IDMg≤0,6)”. “Sangat Tinggi (1,6<IDMg≤2,0)”.
(2) Analisis Spesies Dominan
Langkah yang dilakukan untuk mengetahu spesiesi mangrove dominan adalah dengan proses identifikasi langsung di lapangan (insitu). Kemudian dilakukan pencatatan seluruh spesies yang ditemukan dan diamati selanjutnya dihitung jumlah individu setiap spesies yang dijumpai pada satuan luas tertentu (10x10 m).
(3) Kerapatan pohon Mangrove (phn/ ha)
Perhitungan jumlah pohon mangrove per hektar, dilakukan langsung dilapangan (insitu) bersamaan dengan proses pengambilan data lainnya dalam ekosistem mangrove.
Selanjutnya hasil perhitungan dan analisis ekosistem mangrove tersebut, dikelompokkan kedalam kategori kerapatan pohon mangrove yang diterbitkan oleh Bakorsurtanal (2011), sebagaimana terurai pada Tabel 8.
Tabel 8. Kriteria Baku Ekosistem Mangrove
Kriteria Kerapatan (Pohon/ha)
Sangat Rendah <110
Rendah 110-<330
Sedang 330-<660
Tinggi 660-<880
Sangat Tinggi ≥880
(4) Jumlah Genera
Perhitungan jumlah genera mangrove, dilakukan bersamaan setelah indentifikasi spesies di lapangan. Setelah seluruh spesies ditemukan maka spesies-spesies tersebut dikelompokkan berdasarkan genusnya masing-masing.
(5) Tipe Substrat
Pengamatan tipe substrat, dilakukan secara bersamaan saat pengambilan data lainnya pada ekosistem mangrove di lapangan (insitu), melalui pengamatan visual selanjutnya dicatat, kecenderungan tipe substrat yang ditumbuhi oleh setiap spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian.
(6) Jarak ekosistem mangrove dari pemukiman penduduk
Pengukuran jarak ekosistem mangrove dari pemukiman penduduk atau aktivitas masyarakat, dilakukan dengan menggunakan bantuan GPS Map Garmin Tipe 76CSx. Selain itu juga dilakukan analisis spasial atau sebaran ekosistem mangrove dengan menggunakan sistem informasi geografis (GIS).
3.3.2.1 Analisis Kapasitas Adaptif Ekosistem Mangrove (KPMg)
Setelah seluruh komponen data pada ekosistem mangrove dianalisis, proses selanjutnya adalah melakukan analisis kapasitas adaptif mangrove pada setiap pulau dalam gugus pulau Guraici. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan Subur et al. (2011) sebagai berikut:
= ∑
100 %
...(5) Keterangan :KPMg: Nilai Kapasitas adaptif ekosistem mangrove pulau ke-i Ni : Total nilai parameter hasil pengukuran
Nmax : Nilai maksimum parameter pada ekosistem mangrove.
Nilai kapasitas adaptif ekosistem mangrove beradapa pada kisaran antara 0,0-1,0, dengan lima (5) kategori yang terdiri dari “sangat rendah (0,0≤KPMg≤0,2)”. “Rendah (0,2<KPMg≤0,4)”. “Sedang (0,4<KPMg≤0,6)”. “Tinggi (0,6<KPMg≤0,8)”. “Sangat Tinggi (0,8<KPMg≤1,0)”.
3.3.3 Data Kapasitas Adaptif Ekosistem Lamun
Kapasitas adaptif ekosistem lamun, dihutung dan dianalisis dengan mempertimbangkan enam (6) parameter, yang terdiri dari (1) Perhitungan Indeks Dimensi Lamun (IDLn), (2) spesies lamun (%), (3) Persentasi tutupan
lamun (%), (4) Jumlah spesies lamun, (5) Tipe substrat, dan (7) Jarak ekosistem lamun dari pemukiman penduduk. Kriteria penilaian kapasitas adaptif ekosistem mangrove tersebut ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Kriteria Penilaian Kapasitas Lamun
Parameter Bobot
Skala/ Skor
Ket:
1 2 3 4 5
Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Indeks dimensi
Lamun (IDLn) 5 0,0≤IDLn≤0,4 0,4<IDLn≤0,8 0,8<IDLn≤1,2 0,2<IDLn≤0,6 1,6<IDLn≤2,0 Yulianda (p.c, 11 Agutus 2010) Spesies Lamun 5 Halophila, Halodule,
Sryngodium
Cymodocea,
Thalassodendron Thalassia Enhalus
Den Hartog 1997; Yulianda (p.c, 11 Agutus 2010). Penutupan (%) 3 <10 10-29,9 30-59,9 60-79,9 >80 Dimodifikasi dari KLH 2004
Jumlah spesies 3 1–2 3–5 6– 7 8 – 10 11–12 Dahuri 2003
Tipe substrat 1 Pasir Pasir Berkarang Pasir Berlumpur Lumpur
Berpasir Berlumpur Dimodifikasi dari Yulianda 2007 Jarak dari pemukiman
penduduk (km) 1 <0,5 >0,5 – >1–4 >4–5 >5
Yulianda (personnel communication, 11 Agutus 2010)
Nilai maksimum : 90
(1) Menghitung Indeks Dimensi Lamun (IDLn)
Sebagaimana pada ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove, maka langkah awal yang harus dilakukan dalam menghitung dan menganalisis kapasitas adaptif ekosistem lamun adalah dengan menghitung Indeks Dimensi Lamun (IDLn). Untuk menghitung IDLn tersebut, prosedur yang dilakukan adalah melakukan pengukuran dimensi lebar serta dimensi panjang dari padang lamun yang ditemukan tumbuh pada suatu pulau. Pengukuran tersebut dibagi kedalam segmen-segmen yang mencakup dimensi lebar serta dimensi panjang tertentu. Sketsa pengukuran segmen dimensi mangrove, ditampilkan pada Gambar 10.
Setiap pertambahan dimensi lebar sebesar 10 meter, maka akan diikuti oleh pertambahan nilai sebesar 0,01, dan akan mencapai nilai maksimal 1,0 pada saat dimensi ketebalan lamun mencapai ≥1.000 meter. Selanjutnya setiap pertambahan dimensi panjang 120 meter pada dimensi ketebalan yang sama, maka nilai dimensi panjang juga akan bertambah sebesar 0,01, dan akan mencapai nilai maksimal sebesar 1,0, pada saat ekosistem lamun mencapai panjang ≥12.000 m. Panjang 12.000 m, digunakan berdasarkan panjang garis pantai pulau terbesar, dan dalam penelitian ini pulau terbesar adalah pulau Talimau yang panjang garis pantai sekitar ± 12.000 meter dan dijadikan sebagai kontrol terhadap pulau lainnya.
Guna memudahkan perhitungan nilai setiap perubahan dimensi lebar dan dimensi panjang tiap segmen, maka dibuatlah suatu matriks dengan skala interfal yang menyajikan perubahan nilai-nilai untuk setiap perubahan dimensi lebar
maupun dimensi panjang pada Lampiran 1.
Gambar 9
Penentuan lebar lam bahwa secara umumnya uk di Indonesia maksimal me pada hamparan lamun di B Maluku Utara.
Demikian halnya den lebar sebesar 10 m, diasu sebesar 10 m, dapat mere lebar hamparan lamun ≥
gelombang dengan kecepa tersebut mencapai daratan terjadi aberasi pantai.
Setelah pengukuran mencakup dimensi lebar se terhadap nilai indeks d menggunakan persamaan
= ∑
+ ∑
g pada ekosistem lamun. Matriks tersebut d
9. Sketsa Pengukuran Dimensi Lamun
amun dengan ukuran ≥1.000 m, berdasarka ukuran ketebalan lamun pada pulau-pulau sa emiliki ketebalan ukuran tersebut seprti yang i Blongko, Sulawesi Utara dan di Desa Sum, p
engan perubahan nilai 0,01 setiap terjadi per iasumsikan bahwa apabila setiap pertamba redam energi gelombang sebesar 1 % saja,
≥ 1.000 m, akan dapat meredam/ mereduk patan 100 km/ jam, maka sebelum energi g tan pulau, sudah tereduksi habis, sehingga t
n dilakukan terhadap komunitas padang lam r serta dimensi panjang, maka dilakukan pe
dimensi komunitas lamun. Perhitungan Subur et al. (2011) sebagai berikut;
∑
... ditampilkan rkan asumsi sangat kecil ng terdapat , pulau Obi, ertambahan bahan lebar a, maka jika duksi energi i gelombang tidak akan lamun yang perhitungan n tersebut ...(6)Keterangan:
IDLn : Indeks Dimensi Lamun
NL : Jumlah total seluruh nilai segmen dimensi Lebar SL : Jumlah total segmen dimensi Lebar
NP : Jumlah total seluruh nilai segmen dimensi Panjang SP : Jumlah total segmen dimensi Panjang
Nila Indeks Dimensi Lamun (IDLn) berada pada kisaran antara 0,0-2,0, yang terdistribusi kedalam lima kategori yaitu “Sangat Rendah (0,0≤IDLn≤0,4)”. “Rendah (0,4<IDLn≤0,8)”. “Sedang (0,8<IDLn≤1,2)”. “Tinggi (0,2<IDLn≤0,6)”. “Sangat Tinggi (1,6<IDLn≤2,0)”.
(2) Spesies Lamun
Spesies lamun yang ditemukan pada setiap pulau, diidentifikasi langsung dilapangan pada saat pengumpulan data (insitu).
(3) Persentasi Tutupan Lamun (%)
Persentasi tutupan lamun dilakukan dengan menggunakan petunjuk Setyobudiandi et al. (2009), yakni mengamati langsung persentasi tutupan lamun, menggunakan bantuan kuadrat berukuran 50x50 cm. Data persentasi tutupan lamun pada setiap pulau kemudian, dikelompokkan menurut kategori yang dikeluarkan oleh KLH, 2004 yang dimodifikasi sebagaimana Tabel 10. Tabel 10. Kategori Penutupan Lamun
Kriteria Penutupan (%) Sangat Rendah <10 Rendah 10-29,9 Sedang 29,9-59,9 Tinggi 60-79,9 Sangat Tinggi >80
Sumber: Dimodifikasi dari KLH (2004). (4) Jumlah Spesies Lamun
Pada saat pengumpulan data di lapangan yang dilakukan secara insitu, pada setiap lokasi penelitian, maka identifikasi spesies lamun yang ditemukan juga dilakukan secara bersamaan.
(5) Tipe substrat
Pengamatan tipe substrat dilakukan secara bersamaan saat pengambilan data lainnya pada ekosistem lamun di lapangan (insitu), melalui pengamatan visual selanjutnya dicatat, kecenderungan tipe substrat yang ditumbuhi oleh setiap spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian.
(6) Jarak Ekosistem lamun dari pemukiman penduduk
Pengukuran jarak ekosistem mangrove dari pemukinan penduduk atau aktivitas masyarakat, dilakukan dengan menggunakan bantuan GPS Map Garmin Tipe 76CSx.
Selain itu juga dilakukan analias spasial atau sebaran ekosistem lamun dengan menggunakan sistem informasi geografis (GIS).
3.3.3.1 Analisis Kapasitas Adaptif Ekosistem Lamun (KPLn)