• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4. Metodologi Penelitian

4.7 Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data secara mandiri dengan membagikan kuesioner secara langsung kepada responden. Sebelum membagikan kuesioner kepada responden, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Kemudian mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian (Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan). Setelah mendapat izin dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian, menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan menjadi responden). Selanjutnya menjelaskan cara pengisian kuesioner dan responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dengan cermat dan tidak ada hal yang terlewatkan. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti. Pengisian kuesioner diisi oleh responden sesuai dengan yang dialami dan dirasakan, selanjutnya data dikumpulkan untuk dianalisa.

4.8 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dan melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data responden dan

memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Setelah itu mengklarifikasi dan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan serta dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPPS.

Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat, dimana data univariat untuk menampilkan data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan pasien skizofrenia dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan bivariat untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia.

Hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia dianalisa secara statistik dengan menggunakan formula korelasi Spearman. Hasil dari analisa korelasi Spearmen ini ialah nilai koefesien korelasi (ρ) &nilai signifikansi (p).

Nilai ρ menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai ρ berada pada level 0.80 – 1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sangat kuat, level 0.60 - 0.79 (baik plus dan minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.40 - 0.59 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sedang, level 0,20-0.39 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang lemah dan level 0,00-0,19 (baik plus atau minus) menunjukkan derajat hubungan yang sangat lemah (Dahlan,2008). Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikansi (p) untuk uji satu arah, jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) berarti hubungan yang signifikan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima dan dapat diinterpretasikan sebagai adanya hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan dan jika nilai p lebih dari nilai α (0.05) berarti hubungan yang tidak signifikan, maka

hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan otomatis menerima hipotesa nol (Ho). Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai tidak terdapatnya hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia (Dempsey, 2002).

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari tanggal 11 Desember – 16 Desember 2009 di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan dengan jumlah responden 32 orang.

5.1.1 Karakteristik responden

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia responden yang paling muda adalah 24 tahun

dan paling tua adalah 67 tahun, mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (56,3%). Hubungan keluarga dengan pasien paling banyak adalah ayah (43,8%) dan status keluarga sudah menikah (81,3%). Responden mayoritas beragama Islam (68,7%) dan suku yang paling banyak adalah Batak (31,3%).Sebagian besar pendidikan responden adalah SD (34,3%) dan berpenghasilan dibawah Rp 800 ribu perbulan. Mayoritas pasien menderita skizofrenia lebih dari 1 tahun.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)

Karakteristik Data

Demografi Frekuensi Persentase

Umur 24-34 35-45 46-56 57-67 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Hubungan Keluarga Ayah Ibu Kakak/ Abang Adik Lain-lain Status Menikah Belum Menikah Janda/ Duda Agama Islam Budha Katolik Protestan Suku Batak Jawa Melayu Aceh Lain-lain 9 6 11 6 18 14 14 9 3 5 1 26 5 1 22 1 2 7 10 9 4 2 7 28,2 18,8 34,4 18,6 56,3 43,7 43,8 28,1 9,4 15,6 3,1 81,3 15,6 3,1 68,7 3,1 6,3 21,9 31,3 28,1 12,5 6,3 21,8

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)

Karakteristik Data

Demografi Frekuensi Persentase

Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMU Sarjana Pekerjaan Petani Pegawai Swasta Wiraswasta Lain-Lain Penghasilan < 800.000 Perbulan 800.000-1.500.000 > 1.500.000 Lama Skizofrenia < 1 Tahun > 1 Tahun 2 11 10 8 1 14 1 13 4 26 4 2 3 29 6,3 34,3 31,3 25,0 3,1 43,8 3,1 40,6 12,5 81,3 12,4 6,3 9,4 90,6 5.1.2 Kejadian kekambuhan

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien skizofrenia mengalami kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14 orang (43,8%). Angka kekambuhan dalam kategori rendah sebanyak 6 orang (18,7%) dan kategori sedang berjumlah 12 orang (37,5%).

Tabel 5.2 distribusi frekuensi dan kekambuhan pasien skizofrenia (n=32)

Data Kekambuhan Frekuensi Persentase

Rendah Sedang Tinggi 6 12 14 18,7 37,5 43,8

5.1.3 Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berikut ini akan disajikan mengenai data dukungan keluarga yang terdiri dari 4

bagian/ item yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan nyata, dan dukungan pengharapan pada pasien skizofrenia.

1. Dukungan Emosional

Dari 32 keluarga yang menjadi responden, mayoritas keluarga memberikan dukungan emosional dalam kategori cukup 17 orang (53,9%), 8 orang (25,0%) memberikan dukungan emosional dalam kategori kurang dan 7 orang (21,9%) memberikan dukungan emosional dalam kategori baik.

Tabel 5.3 distribusi frekuensi dan persentase dukungan emosional keluarga

pada pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Emosional Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik 8 17 7 25,0 53,9 21,9 2. Dukungan Informasi

Berdasarkan tabel 5.4 sebanyak 3 orang responden (9,4%) memberi dukungan informasi cukup pada pasien skizofrenia, 7 orang (21,8%) memberikan dukungan yang kurang pada pasien skizofrenia dan memberikan dukungan baik sebanyak 22 responden (68,8%) pada pasien skizofrenia.

Tabel 5.4 distribusi frekuensi dan persentase dukungan informasi keluarga pada

pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Informasi Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik 7 3 22 21,8 9,4 68, 8 3. Dukungan Nyata

Berdasarkan tabel 5.5 sebanyak 12 orang (37,5%) memberikan dukungan nyata yang kurang pada pasien skizofrenia, 6 orang (18,8%) memberikan dukungan yang cukup dan memberikan dukungan yang baik sebanyak 14 responden (43,8%) pada pasien skizofrenia.

Tabel 5.5 distribusi frekuensi dan persentase dukungan nyata keluarga pada

pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Nyata Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik 12 6 14 37,5 18,8 43,8 4. Dukungan Pengharapan

Berdasarkan tabel 5.6 sebagian besar keluarga memberikan dukungan pengharapan dalam kategori baik sebanyak 18 responden (56,2%) terhadap pasien skizofrenia, 12 responden (37,5%) memberikan dukungan pengharapan dalam kategori cukup dan memberikan dukungan pengharapan dalam kategori kurang sebanyak 2 orang (6,3%).

Tabel 5.6 distribusi frekuensi dan persentase dukungan pengharapan keluarga

pada pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Pengharapan Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik 13 10 9 40,6 31,3 28,1

Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Dari 32 responden, sebanyak 10 responden (31,3)% memberikan dukungan keluarga dalam kategori kurang, 12 responden (37,4%) memberikan dukungan keluarga dalam kategori cukup dan 10 responden (31,3%) memberikan dukungan keluarga dalam kategori kuat.

Tabel 5.7 distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pada pasien

skizofrenia (n=32)

Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase

Kurang Cukup Baik 10 12 10 31,3 37,4 31,3

5.1.4 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

1. Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

signifikansi (p) 0,015 dan koefisien korelasi (ρ) dengan nilai -0,426 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi dukungan emosional keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien skizofrenia.

Tabel 5.8 Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P Dukungan emosional keluarga Kejadian kekambuhan pasien skizofrenia -0,426 0,015

2. Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 5.9 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan informasi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,000 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,620 yang berarti terdapat hubungan yang kuat dan tidak searah antara dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian, semakin tinggi dukungan informasi keluarga maka semakin rendah kekambuhan pada pasien skizofrenia.

Tabel 5.9 Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P Dukungan informasi keluarga Kejadian kekambuhan pasien skizofrenia -0,620 0,000

3. Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.0 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,021 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,407 yang berarti terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian, semakin tinggi dukungan nyata keluarga maka semakin rendah kekambuhan pada pasien skizofrenia.

Tabel 6.0 Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan nyata keluarga Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,407 0,021

4. Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.1 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan pengharapan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,017 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,419 yang berarti

terdapat hubungan yang sedang dan berlawanan arah antara dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi dukungan pengharapan keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien skizofrenia.

Tabel 6.1 Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P Dukungan pengharapan keluarga Kejadian kekambuhan pasien skizofrenia -0,419 0,017

Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.2 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai signifikansi (p) 0,015 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,425 yang berarti terdapat hubungan yang sedang dan berlawanan arah antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien skizofrenia.

Tabel 6.2 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan keluarga Kejadian kekambuhan

5.2Pembahasan

5.2.1 Kekambuhan pasien skizofrenia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien skizofrenia mengalami kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14 pasien (43,8%) dan 12 pasien (37,5%) mengalami kekambuhan dalam kategori sedang. Kekambuhan yang tinggi menunjukkan bahwa kurang adanya dukungan anggota keluarga yang diberikan pada pasien skizofrenia dan faktor ekonomi sangat mempengaruhi pengobatan pada pasien skizofrenia. Kenyataannya dalam praktek sehari-hari angka kekambuhan masih tinggi karena masih banyak anggota keluarga yang jarang mengunjungi pasien di rumah sakit. Hasil ini didukung oleh pendapat Handayani (2008), yang menyatakan bahwa ekspresi emosi yang terlalu tinggi dan memarahi pasien skizofrenia akan membuat pasien skizofrenia mengalami kekambuhan yang lebih cepat. Kekambuhan yang tinggi yang terjadi dalam rentang waktu 1 tahun berjumlah 29 orang (90,6%) menunjukkan bahwa angka kekambuhan yang sangat cepat setelah pasien pulang dari rumah sakit pada pasien skizofrenia dikarenakan kurang adanya partisipasi anggota keluarga dalam mendukung kesembuhan pasien skizofrenia. Menurut Akbar (2008), kurang adanya dukungan keluarga dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia merupakan faktor paling utama mengakibatkan kekambuhan pasien skizofrenia. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Umbransyah, dkk (2007) yang menyatakan kurang adanya perhatian keluarga seperti tidak mensuport pasien, memarahi pasien, tidak membawa pasien berobat teratur akan mempercepat proses kekambuhan pasien skizofrenia.

Hal ini dikarenakan karena skizofrenia merupakan penyakit kronis yang membutuhkan strategi penatalaksanaan pengobatan yang sangat panjang dan membutuhkan suport keluarga untuk tidak terjadi kambuh kembali. Oleh karena itu, sebaiknya anggota keluarga ikut berperan aktif dalam perawatan pasien skizofrenia dan harus memberikan dukungan pada pasien skizofenia sehingga kekambuhan tidak terjadi.

5.2.2 Dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia Ada 4 komponen dukungan keluarga yang dibahas yaitu sebagai berikut : 1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional yaitu memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya dan perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan dukungan emosional cukup sebanyak 17 responden (53,9%) kepada pasien skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga kurang optimal memberikan rasa nyaman, kurang menerima kondisi pasien dan emosi yang berlebihan anggota keluarga saat merawat pasien skizofrenia yang mengakibatkan keluarga sering memarahi pasien dan membatasi aktivitas yang akibatnya pasien merasa tidak dihargai dan dicintai oleh anggota keluarga sehingga mempercepat kekambuhan pada pasien skizofrenia. Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Manungkalit (2009), yang menyatakan bahwa kurang adanya perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan mengakibatkan kekambuhan yang tinggi. Selama pasien dirawat di rumah sakit, anggota keluarga jarang mengunjungi pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga

pada saat pasien skizofrenia pulang ke rumah, anggota keluarga tidak mengerti cara merawat pasien skizofrenia. Budaya masyarakat yang masih mengganggap penderita gangguan jiwa sebagai aib dan keluarga mengalami stigma yang buruk dari masyarakat sehingga keluarga menyembunyikan atau mengucilkan penderita, bahkan ditelantarkan oleh anggota keluarga sehingga makin memperburuk kondisi penderita. Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat bagi keluarga untuk melakukan diskriminasi dan perlakuan buruk bagi penderita gangguan jiwa karena hanya mengakibatkan kekambuhan lebih cepat sehingga akan mempengaruhi fungsi keluarga (Mubin, 2008). Berdasarkan data demografi faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan keluarga juga sangat mempengaruhi perawatan optimal yang diberikan keluarga karena sebagian besar responden berpendidikan SD, bekerja sebagai petani dan penghasilan keluarga dibawah Rp 800.000,00/bulan. Mayoritas responden yang bersuku batak juga sangat mempengaruhi pengobatan yang diberikan karena dalam suku batak yang mengambil keputusan dalam keluarga adalah ayah.

2. Dukungan Informasi

Dukungan ini meliputi mencari informasi, memberikan informasi, memberi solusi masalah, dan memberikan pengarahan pada pasien skizofrenia. Dari hasil penelitian menunjukkan hanya 7 responden (21,8%) yang memberikan dukungan informasi yang cukup kepada pasien skizofrenia. Hal ini juga menunjukkan masih kurang adanya partisipasi keluarga untuk mencari informasi mengenai kesehatan anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Walaupun mayoritas keluarga sebanyak 22 responden (68,8%) sudah memberikan dukungan informasi yang baik, namun dalam kenyataannya masih banyak pasien skizofenia mengalami kekambuhan. Hal ini

dikarenakan keluarga tidak mempraktekkan secara optimal informasi yang diketahui anggota keluarga kepada pasien skizofrenia, tidak berobat ulang secara teratur ke rumah sakit dan kurang adanya penyuluhan dari petugas kesehatan. Menurut Firdiansyah (1992), apabila keluarga tidak mempunyai pengetahuan tentang penyakit skizofrenia, maka keluarga tidak mampu menyadari dan melaksanakan perannya sehingga menjadikan salah satu penyebab timbulnya kekambuhan dengan insidensi tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sianipar (2008), yang menyatakan 41,32% keluarga tidak tahu cara merawat penderita skizofrenia karena keterbatasan informasi yang diterima tentang cara perawatannya. Dari data demografi berkaitan dengan faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan keluarga sehingga pengetahuan keluarga tentang penderita gangguan jiwa kurang optimal karena sebagian besar responden berpendidikan SD, bekerja sebagai petani dan penghasilan keluarga dibawah 800.000,00/bulan.

3. Dukungan Nyata

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 responden (37,5%) memberikan dukungan nyata dalam kategori kurang. Dari sini dapat dikatakan bahwa masih kurang adanya bantuan dana yang diberikan keluarga dalam memperoleh pelayanan kesehatan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien skizofrenia. Tindakan keluarga yang sangat penting setelah pulang ke rumah adalah keluarga harus membawa pasien skizofrenia ke rumah sakit secara teratur untuk mencegah kekambuhan. Keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga menderita skizofrenia sehingga tidak membawa untuk berobat ke rumah sakit secara teratur (Andri, 2008). Menurut Mubin, dkk (2008) keluarga yang memiliki pasien gangguan

jiwa mengalami stigma yang buruk dari masyarakat dan lingkungan tempat tinggal serta aib bagi keluarga sehingga keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi atau rumah sakit jiwa apalagi di jalanan melainkan seharusnya berada di tengah-tengah anggota keluarga. Hal utama yang dibutuhkan oleh pasien gangguan jiwa adalah perhatian, pengertian, dukungan atau perasaan cinta dan kasih sayang dari keluarga atau orang-orang terdekat sehingga proses penyembuhan penderita gangguan jiwa berjalan dengan baik (Tarjum, 2004). Dari data demografi, berkaitan dengan faktor penghasilan keluarga yang rata-rata dibawah Rp.800.000,00/bulan dan mayoritas pendidikan keluarga SD sehingga keluarga kurang mengerti cara merawat pasien skizofrenia.

4. Dukungan Pengharapan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden kurang memberikan dukungan pengharapan kepada pasien skizofrenia dengan jumlah 13 responden (40,6%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga masih kurang memberikan motivasi secara optimal kepada pasien sehingga pasien sering dikucilkan dan tidak diajak melakukan aktivitas sehari-hari. Keluarga bisa menjadi pendorong keberhasilan pengobatan maupun bisa menjadi penyebab gagalnya suatu proses pengobatan, misalnya karena terbentur oleh masalah keuangan dan lingkungan keluarga yang mendukung kesembuhan pasien (Gamayanti, 2002). Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien (Cohen,

1984). Dari data demografi, berkaitan dengan faktor penghasilan keluarga yang rata- rata dibawah Rp.800.000,00/bulan dan mayoritas pendidikan keluarga SD sehingga keluarga kurang mengerti cara merawat pasien skizofrenia dan jarang memberikan motivasi serta semangat kepada penderita skizofrenia sehingga insiden kekambuhan masih tinggi.

Dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan dukungan dalam kategori cukup sebanyak 12 responden (37,4%) kepada pasien skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga masih kurang optimal dalam memberikan dukungan untuk mencegah kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyembuhan karena keluarga merupakan pendukung utama dalam merawat pasien. Keluarga mempunyai peranan baik sebagai penyebab, penyulit maupun penyembuhan (Keliat,1995). Proses penyembuhan pada pasien skizofrenia harus dilakukan secara holistik dan melibatkan anggota keluarga. Tanpa adanya dukungan keluarga, penyakit skizofrenia sama halnya dengan penyakit umum, penyakit skizofrenia dapat kambuh lagi (Wiarawan, 2006). Berdasarkan data demografi faktor penghasilan, agama, suku,pendidikan dan pekerjaan dan lama menderita skizofrenia juga sangat mempengaruhi kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan penghasilan dibawah Rp.800.000, mayoritas keluarga beragama Islam, suku Batak, pendidikan yang mayoritas SD dan bekerja sebagai petani sangat mempengaruhi dukungan keluarga dalam proses pengobatan pada penderita skizofrenia.

5.2.3 Hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan emosional terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,426 dan nilai signifikansi (p) = 0,015 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan emosional diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa pasien mengalami kejadian kekambuhan dalam kategori sedang menuju tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan emosional masih belum optimal dalam merawat pasien skizofrenia karena masih banyak pasien yang mengalami kekambuhan. Menurut Keliat, (1996) keluarga seharusnya mempunyai sikap yang positif seperti menerima kenyataan kondisi pasien, menghargai pasien, menumbuhkan sikap tanggung jawab dan tidak memusuhi pasien. Keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan dan mengkritik) akan membuat kekambuhan lebih cepat dlm waktu 9 bulan. Hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah (Vaught, dalam Keliat, 1992). Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Kembaren, (2009) yang menyatakan pasien skizofrenia yang tinggal bersama keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bingung, marah, tidak mengerti, bermusuhan dan overprotektif) memiliki resiko kekambuhan yang lebih besar.

5.2.4 Hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan informasi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,620 dan nilai signifikansi (p) = 0,000 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan informasi diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan pasien skizofrenia dan merupakan perawat utama setelah pasien pulang dari rumah sakit. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang diperlukan penderita skizofrenia di rumah sehingga mencegah kekambuhan. Informasi yang akurat, gejala penyakit, kemungkinan perjalanan penyakit, berbagai bantuan medis dan psikologis dapat meringankan gejala skizofrenia yang merupakan informasi yang sangat dibutuhkan keluarga (Handayani, 2008). Dari hasil wawancara dengan keluarga bahwa mereka kurang mendapatkan informasi tentang perawatan skizofrenia. Menurut Stuart dan Laraia, (1998) menyatakan bahwa dengan adanya pengetahuan dan informasi yang benar tentang perawatan skizofrenia maka anggota keluarga diharapkan dapat menurunkan angka kambuh. Hal ini pun didukung oleh penelitian Arif, (2006) mengatakan bahwa secara umum keluarga masih kurang memiliki informasi-informasi yang adekuat tentang skizofrenia, perjalanan penyakitnya dan bagaimana tatalaksana untuk mengupayakan rehabilitasi bagi pasien sehingga kekambuhan sangat tinggi pada pasien skizofrenia.

5.2.5 Hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan

signifikan antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,407 dan nilai signifikansi (p) = 0,021 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif koefesien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan nyata diberikan keluarga maka semakin rendah kekambuhan skizofrenia. Penyakit skizofrenia seringkali menetap atau kronis sehingga perlu terapi dalam jangka waktu yang lama. Penderita skizofrenia juga merupakan tantangan bagi masyarakat karena adanya stigma dalam masyarakat, penanganan yang kurang memadai, kesempatan dan kemampuan untuk reintegrasi ke dalam masyarakat kurang sekali, kurang dukungan psikososial dan keterlibatan keluarga, terapi modalitas yang berbeda-beda, sumber ekonomi yang kurang dan biaya terapi jangka lama. Faktor-faktor inilah yang sering menimbulkan kebosanan keluarga sebagai pemberi perawatan (Candra, 2004). Banyak masalah yang ditimbulkan akibat ada anggota keluarga yang menderita skizofrenia seperti meningkatnya stres keluarga akibat biaya yang dibutuhkan pasien, status emosional keluarga yang tidak stabil sehingga akan berdampak pada fungsional keluarga.

5.2.6 Hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan

pasien skizofrenia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan pengharapan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia.

Didapatkan nilai koefesien korelasi (ρ) = -0,419 dan nilai signifikansi (p) = 0,017 dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dan tanda negatif

Dokumen terkait