Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien
Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah
Propinsi Sumatera Utara – Medan
SKRIPSI
Oleh
Nanda Saputra
061101035
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah
Propinsi Sumatera Utara - Medan
Nama : Nanda Saputra
NIM : 061101035
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun Akademik : 2009/2010
Tanggal Lulus : 23-06-2010
Pembimbing Penguji
………. ………..(Penguji I)
(Jenny M. Purba, S.Kp, MNS) (Siti Zahara Nst, S.Kp, MNS)
NIP. 19740108 200003 2 002 NIP. 19710305 200112 2 001
………..(Penguji II)
(M. Sukri Tanjung, S.Kep, Ns)
NIP.
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini
sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Medan, 23 Juni 2010
Pembantu Dekan I
………
(Erniyati, S. Kp, MNS)
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Sumatera Utara
Fakultas Keperawatan
Jl. Prof. Ma’as No. 3 Medan – 20155 Tlpn. (061) 8213318
Nama : Nanda Saputra
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SIDANG SKRIPSI
Nim : 061101035
Judul Penelitian : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien
Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi
Sumatera Utara.
Telah memenuhi persyaratan penulisan skripsi sesuai Pedoman Penulisan Proposal
Skripsi Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 2010 dan
dapat melakukan ujian sidang skripsi.
Medan, 21 Juni 2010
Pembimbing Penelitian,
(Jenny M. Purba S.Kp, MNS)
Prakata
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada kekasih umat, Nabi akhir zaman dan manusia panutan, Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga dan sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul ” Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara ” sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan USU Medan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi
ini, sebagai berikut :
1. Bapak dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp,
MNS selaku Pembantu Dekan II dan Bapak Ikhsanuddin A. Hrp, S.Kp, MNS
Selaku Pembantu Dekan III.
3. Ibu Jenny M.Purba, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, saran dan dorongan semangat yang ibu berikan
kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Siti Zahara Nst, S.Kp, MNS selaku Penguji I yang telah membantu penulis
selama memberikan arahan dan bimbingan dan Ibu Lufthiani, S.Kep, selaku
penguji II pada sidang skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan
dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Ismayadi S.kep, Ns selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberi dukungan dan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan
di Fakultas Keperawatan USU.
6. Seluruh dosen, staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara yang telah memperlancar proses akademik dan
administrasi penulis.
7. Terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit Daerah Provinsi Sumatera Utara -
Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Terima kasih kepada Ibu Lince Herawati S.Pd, S.Kep, Ns selaku Koordinator
Keperawatan dan staf administrasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara - Medan yang telah membantu penulis untuk melakukan penelitian.
9. Teristimewa kepada keluargaku tercinta (Bapak Drs. Saifuddin, Ibu Zahrah
Ibrahim, Saivan Alvazar (Adik), Riswanda (Adik), Putri Sri Kurnia Ningsih
(Adik), Muhammad Fauzi (Adik), Saudah (Nenek), Ibrahim (Kakek) dan
kepada seluruh keluarga yang telah memberikan cinta, doa, dorongan,
menghibur dan memotivasi penulis.
10. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Wardan, Ibu Sri Astuti, Ibu
Syaripah, Ibu Nur Azizah dan Guru SMA 1 Muara Batu Kab. Aceh Utara
lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang mendorong dan
memberi semangat kepada saya agar melanjutkan kuliah di Fakultas
11. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan Angkatan
2006 Fakultas Keperawatan yang telah banyak memberikan masukan, berbagi
ilmu dan mendukungku selama ini diantaranya Edi, Arya, Marsono, Andi,
Yusrizal, Upit, Ani, Lady, Yohana dan juga kepada teman saya Ekstensi bang
Roji, Anes, Edi, Marlon, Yatimin, Kak Sri, Lisa dan lainnya yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu.
12. Terima Kasih untuk Kakanda Muzauwir S.Kep, Ns, Ikram S.Kep, Ns, Kak
Rizki Amalia S.Kep, Ns dan Rahmi Zahara S.Kep, Ns yang telah memberi
semangat dan dukungan agar saya bisa tamat kuliah tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT yang penuh
rahmat selalu memberikan berkat dan karunia-Nya kepada kita semua dan terima
kasih buat semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Ilmu Pengetahuan di bidang keperawatan
Medan, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... ... i
Halaman Lembar Pengesahan ... ... ii
Halaman Lembar Persetujuan ... ... iii
Prakarta ... ... iv
3. Pertanyaan Penelitian... 5
4. Hipotesis Penelitian ... 5
5. Tujuan Penelitian ... 6
6. Manfaat Penelitian ... 6
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Konsep Skizofrenia ... 8
2.1.1 Pengertian Skizofrenia ... 8
2.1.2 Gejala-gejala Skizofrenia ... 9
2.1.3 Faktor Resiko Skizofrenia ... 10
2.4. Konsep Kekambuhan ... 18
Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1 Desain Penelitian ... 25
4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling ... 25
4.2.1 Populasi Penelitian ... 25
5.1.3 Dukungan Keluarga terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 37
5.1.4 Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 39
5.2 Pembahasan ... 43
5.2.1 Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 43
5.2.3 Hubungan Dukungan Emosional dengan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia ... 49
5.2.4 Hubungan Dukungan Informasi dengan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia ... 50
5.2.5 Hubungan Dukungan Nyata dengan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia ... 51
5.2.6 Hubungan Dukungan Pengharapan dengan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia ... 51
5.2.7 Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan
Pasien Skizofrenia ... 52
Bab 6. Kesimpulan
6.1 Kesimpulan ... 54
6.2 Saran ... 54
Daftar Pustaka ... 56 Lampiran-lampiran
1. Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian
2. Kuesioner Penelitian
3. Lembar Bukti Kegiatan Bimbingan Skripsi
4. Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan
5. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data di RSJD Provsu
6. Analisa Data dan Reabilitas
7. Taksasi Dana
8. Jadwal Tentatif Penelitian
DAFTAR SKEMA
Skema 1: Kerangka konseptual hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan
pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden ... 35
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan kekambuhan pasien skizofrenia ... 36
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan emosional keluarga pada
pasien skizofrenia ... 37
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan informasi keluarga pada
pasien skizofrenia ... 38
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan nyata keluarga pada
pasien skizofrenia ... 38
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan pengharapan keluarga
pada pasien skizofrenia ... 39
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pada pasien
skizofrenia ... 39
Tabel 5.8 Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia ... 40
Tabel 5.9 Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia ... 41
Tabel 6.0 Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia ... 41
Tabel 6.1 Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan
pasien skizofrenia ... 42
Tabel 6.2 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien
Judul : Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan
Peneliti : Nanda Saputra
Nim : 061101035
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009/2010
ABSTRAK
Keluarga merupakan pendukung utama dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Dalam pemberian asuhan keperawatan, dukungan keluarga sangat penting untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya kekambuhan. Sikap keluarga yang tidak menerima pasien skizofrenia kembali akan membuat kekambuhan lebih cepat Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, sebanyak 32 responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikansi antara dukungan emosional dengan kekambuhan (p = 0,015 ; ρ = -0,426), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan informasi dengan kekambuhan (p = 0,000 ; ρ = -0,620), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan nyata dengan kekambuhan (p = 0,021 ; ρ = -0,407), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan pengharapan dengan kekambuhan (p = 0,017 ; ρ = -0,419) dan ada hubungan yang signifikansi antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia (p = 0,015 ; ρ = -0,425). Diharapkan kepada perawat untuk lebih melibatkan peran serta keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia sehingga keluarga mampu merawat pasien di rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien.
Judul : Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan
Peneliti : Nanda Saputra
Nim : 061101035
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009/2010
ABSTRAK
Keluarga merupakan pendukung utama dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Dalam pemberian asuhan keperawatan, dukungan keluarga sangat penting untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya kekambuhan. Sikap keluarga yang tidak menerima pasien skizofrenia kembali akan membuat kekambuhan lebih cepat Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, sebanyak 32 responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikansi antara dukungan emosional dengan kekambuhan (p = 0,015 ; ρ = -0,426), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan informasi dengan kekambuhan (p = 0,000 ; ρ = -0,620), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan nyata dengan kekambuhan (p = 0,021 ; ρ = -0,407), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan pengharapan dengan kekambuhan (p = 0,017 ; ρ = -0,419) dan ada hubungan yang signifikansi antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia (p = 0,015 ; ρ = -0,425). Diharapkan kepada perawat untuk lebih melibatkan peran serta keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia sehingga keluarga mampu merawat pasien di rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi: gejala-gejala negatif seperti avolition (menurunnya
minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan,
afek yang datar: serta terganggunya relasi personal (Strauss et al, dalam Gabbard,
1994). Menurut Parawisata (2006), skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang
ditandai oleh adanya penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari
pikiran dan persepsi disertai dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar.
Laporan American Psychiatric Association (1995) menunjukkan bahwa prevalensi
skizofrenia adalah 1% dari populasi penduduk dunia menderita gangguan jiwa,
sedangkan di Indonesia sekitar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk dan jumlah
ini terus bertambah (Irmansyah, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian Pariwisata
(2006) bahwa prevalensi skizofrenia di negara berkembang dan negara maju adalah
hampir relatif sama yaitu sekitar 20% dari jumlah penduduk dewasa dan begitu juga
di Indonesia. Oleh karena itu siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa melihat jenis
kelamin, status sosial maupun tingkat pendidikan. Usia terbanyak berdasarkan
statistik adalah 15-30 tahun, namun pada imunologi dikenal juga penyakit skizofrenia
yang dialami oleh anak-anak sekitar usia 8 tahun dan skizofrenia pada usia lanjut
Porkony dkk (1993) melaporkan bahwa 49% penderita skizofrenia mengalami
rawat ulang setelah follow up selama 1 tahun, sedangkan penderita-penderita non
skizofrenia hanya 28%. Sekitar 10-60% pasien skizofrenia sering mengalami
kekambuhan. Kekambuhan tersebut merupakan tanda-tanda atau gejala-gejala
kembalinya suatu penyakit setelah adanya pemulihan atau penyembuhan yang jelas
atau seseorang dalam keadaan yang dinyatakan sudah sembuh, kemudian mengalami
kekambuhan dengan menunjukkan penyimpangan perilaku (Yakita, 2003).
Proses penyembuhan pada pasien gangguan jiwa harus dilakukan secara holistik
dan melibatkan anggota keluarga. Tanpa itu, sama halnya dengan penyakit umum,
penyakit jiwa pun bisa kambuh (Wirawan, 2006). Dalam asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan jiwa, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam
proses penyembuhan karena keluarga merupakan pendukung utama dalam merawat
pasien. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan
hanya memulihkan keadaan pasien tapi bertujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dalam
keluarga (Keliat, 1996).
Keluarga pasien perlu mempunyai sikap yang positif untuk mencegah
kekambuhan pada pasien skizofrenia. Keluarga perlu memberikan dukungan
(support) kepada pasien untuk meningkatkan motivasi dan tanggung jawab untuk
melaksanakan perawatan secara mandiri. Keluarga perlu mempunyai sikap menerima
pasien, memberikan respon positif kepada pasien, menghargai pasien sebagai anggota
keluarga dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada pasien. Sikap permusuhan
kekambuhan pasien (Keliat, 1996) Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan
malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar.
Akan tetapi terlalu memanjakan juga tidak baik (Handayani, 2008). Dukungan
keluarga sangat penting untuk membantu pasien bersosialisasi kembali, menciptakan
kondisi lingkungan suportif, menghargai pasien secara pribadi dan membantu
pemecahan masalah pasien (Gilang, 2001).
Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu ruang hidup
yang ada pada keluarga dan akibatnya lebih beresiko pada kekambuhan pasien
skizofrenia. Pencegahan kekambuhan pasien di lingkungan keluarga dapat terlaksana
dengan persiapan pulang yang baik dan mobilisasi fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada di masyarakat khususnya dukungan keluarga terhadap pasien (Arif, 2006). Hal ini
didukung oleh penelitian Vaught, (dalam Keliat, 1992), di Inggris memperlihatkan
bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik) pada
pasien skizofrenia diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan.
Dukungan emosional yang diberikan keluarga kepada pasien dalam proses
penyembuhan adalah menerima kondisi pasien, tetap berkomunikasi dengan pasien
tanpa emosional dan memperhatikan kondisi pasien. Dukungan informasi keluarga
meliputi mengingatkan pasien untuk berobat kembali ke rumah sakit jiwa,
memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien, memberikan nasehat,
pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh pasien.
Dukungan nyata keluarga meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti
pelayanan, bantuan biaya pengobatan, material seperti saat seseorang membantu
sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah pasien. Dukungan pengharapan
keluarga yaitu berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien
(Cohen dan Mc Kay, 1984 dalam Niven, 2000).
Tindakan keluarga yang sangat penting adalah setelah pasien pulang ke rumah,
keluarga menemani pasien melakukan perawatan lanjutan pada puskemas atau rumah
sakit terdekat agar tidak kambuh, misalnya pada bulan pertama : 2 kali per bulan,
bulan kedua : 2 kali perbulan, bulan ketiga : 2 kali per bulan dan selanjutnya 1 kali
perbulan (Keliat, 1996).
Menurut Torrey 1988 (dalam Handayani, 2008), keluarga perlu memiliki sikap
yang tepat tentang skizofrenia, disingkatnya dengan SAFE (Sense of humor,
Accepting the illness, Familliy balance, Expectations are realistic). Sedangkan
menurut Suryantha 2005 (dalam Handayani, 2008) menerima kenyataan adalah kunci
pertama proses penyembuhan atau pencegahan kekambuhan skizofrenia. Keluarga
harus tetap bersikap menerima, tetap berkomunikasi, tidak mengasingkan penderita
dan memuji tindakan yang dilakukan pasien.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi
Sumatera Utara – Medan dengan metode wawancara kepada keluarga pasien
ditemukan data bahwa mayoritas keluarga pasien skizofrenia tidak mengetahui
tentang penyakit skizofrenia, cara merawat pasien di rumah, keluarga sering
memarahi pasien di rumah dan jarang dibawa berobat kembali ke rumah sakit jiwa
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien
skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.
3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien
skizofrenia?
2. Bagaimana hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien
skizofrenia?
3. Bagaimana hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien
skizofrenia?
4. Bagaimana hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan pasien
skizofrenia?
4. Hipotesis Penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternative (Ha), yaitu: ada
hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik
5. Tujuan Penelitian
5.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien
skizofrenia.
5.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan
pasien skizofrenia.
2. Untuk mengetahui hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien
skizofrenia.
3. Untuk mengetahui hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien
skizofrenia.
4. Untuk mengetahui hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan
pasien skizofrenia
6. Manfaat Penelitian
1. Pendidikan keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti dasar yang dipergunakan dalam
wahana pembelajaran keperawatan jiwa, khususnya tentang materi
pembelajaran tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap kesembuhan
2. Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat dan
memandirikan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan yang
melibatkan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien skizofrenia.
3. Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian
selanjutnya yang terkait dengan dukungan keluarga dan kekambuhan pasien
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Skizofrenia
2.1.1 Pengertian skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan
banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan
berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara
baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan
kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri
mereka sendiri (Nolen & Hoeksema, 2004).
Skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling membingungkan dan
melumpuhkan. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan
dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan
rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian.
Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara
pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang
salah, dan konsepsi yang tidak logis. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang
mendatar dan menunjukkan sedikit ekspresi (Mandal, Pandey, & Prasad, 1998 dalam
Nevid, Rathus dan Greene, 2003).
Menurut Tubagus, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang
retak (skizos artinya retak dan freenas artinya jiwa). Jiwa manusia terdiri dari 3 unsur
reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai autra fungsi individu, termasuk berpikir
dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan
menunjukkan emosi dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial
(Isaac Ann, 2005).
2.1.2 Gejala-gejala skizofrenia
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1. Gejala positif
a. Delusi atau waham
Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah
dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya.
b. Halusinasi
Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya
penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu.
c. Kekacauan alam pikiran
Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,
sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan sejenisnya
f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman
g. Menyimpan rasa permusuhan.
2. Gejala negatif
a. Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar”
Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak
menunjukkan ekspresi
b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak
dengan orang lain dan suka melamun.
c. Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam.
d. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berpikir nyata
f. Pola pikir steorotip
g. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.
2.1.3 Faktor resiko skizofrenia
Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut:
1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Kembar identik
Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka
identik 100% (Cancro & Lehman, 2000).
3. Struktur otak abnormal
Dengan perkembangan tehnik pencitraan tehnik noninvasif, seperti CT
scan, magnetic resonance imaging (MRI), dan positron emission
tomography (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan mampu
Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki
jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Buchanan & Carpenter, 2000)
4. Sosiokultural
Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara
berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan
lebih baik daripada di negara maju (Karno & Jenkins, 1993). Di negara
berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat
disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih
banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa
negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan,
mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan
keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu
jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita
skizofrenia.
5. Tampilan emosi
Sejumlah penelahan menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang
keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar
kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka
yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Brown
dkk, 1972; Hooley & Hiller, 1998; Kavanagh, 1992; Parker &
2.1.4 Terapi skizofrenia
1. Farmakoterapi
2. ECT (Electro Conultion Therapy)
3. Terapi Koma Insulin
4. Psikoterapi (Maramis, 1995)
2.2 Konsep Keluarga
2.2.1 Defenisi keluarga
Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul
dan tinggal di satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,
perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam suatu rumah tangga, melakukan
interaksi satu sama lain menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Sudiharto, 2007).
Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan satu atau lebih individu yang
tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan
pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari
keluarga.
2.2.2 Tipe keluarga
Tipe keluarga dapat dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu :
a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik
b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga
yang lain (hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu
termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak,
serta keluarga pasangan sejenis.
c. Keluarga berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali.
d. Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit keluarga tempat asal
seseorang dilahirkan.
e. Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan
poligami dan hidup bersama.
f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan
perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan,
keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto, 2007).
2.2.3 Struktur keluarga
Struktur keluarga ada bermacam-macam, diantaranya adalah :
• Patrineal. Patrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ayah.
• Matrineal. Matrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
• Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami.
• Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah istri.
• Keluarga Kawin. Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar
bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006).
2.2.4 Fungsi keluarga
Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang
berbeda. Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu :
1. Fungsi Afektif
Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu
untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengna orang lain.
2. Fungsi Sosialisasi
Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
3. Fungsi Reproduksi
Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi Perawatan
Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Setiadi, 2009).
2.2.5 Peran keluarga
Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:
Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai
anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung
dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai
pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. (Effendi, 1998).
2.3 Konsep Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan
lingkungan sosialnya (Friedman, 1998). Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang
sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,
menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996 dalam Setiadi, 2008). Anggota
keluarga sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya karena hal ini akan
membuat individu tersebut merasa dihargai dan anggota keluarga siap memberikan
dukungan untuk menyediakan bantuan dan tujuan hidup yang ingin dicapai individu
(Friedman, 1988).
Menurut Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa
komponen-komponen dukungan keluarga adalah sebagai berikut :
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai
meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat,
empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa
berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat
istirahat dan memberikan semangat kepada pasien yang dirawat di rumah atau
rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan
emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi
dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu
perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat
mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal,
cinta, dan emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan hal yang
dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan
dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus
2. Dukungan Informasi
Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama,
termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien
di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau
umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat
menyediakan informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang
baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor.
Pada dukungan informasi keluarga sebagai penghimpun informasi dan
pemberi informasi.
3. Dukungan Nyata
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,
bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan
material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/ Material Support),
suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah
kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang
membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas,
menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan
masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai
tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber
yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian
yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan
nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang,
malah akan menambah stress individu.
4. Dukungan Pengharapan
Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi
yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan
yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Pasien
mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka,
terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien,
penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan
keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan
strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada
aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat
mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat
membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi
tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing
dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien.
2.4 Konsep Kekambuhan
2.4.1 Defenisi kekambuhan
Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti
sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2008).
Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang-orang
orang yang mengalami kekambuhan lebih besar kemungkinannya daripada
orang-orang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka.
2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekambuhan
Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun
pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger, 1988) dan 100% pada tahun kelima
setelah pulang dari rumah sakit (Carson & Ross, 1987).
Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab pasien
kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu :
a. Pasien
Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai
kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai
50% pasien skizofrenia yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan
obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Pasien kronis, khususnya
skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan
realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat
bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat
sedangkan di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.
b. Dokter
Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian
obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang
mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.
Pemberian obat oleh dokter diharapkan sesuai dengan dosis terapeutik
c. Penanggung Jawab Pasien (Case Manager)
Setelah pasien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai
kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan pasien, sehingga dapat
mengidentifikasi gejala dini pasien dan segera mengambil tindakan.
d. Keluarga
Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan
kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien mudah
dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.
Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan
di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi
klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan
membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status pasien
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan dukungan keluarga dengan
kekambuhan pasien skizofrenia dimana variabel independent adalah dukungan
keluarga dan variabel dependent adalah kekambuhan.
Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam mencegah kekambuhan pasien
skizofrenia. Apabila dukungan ini tidak ada maka keberhasilan penyembuhan akan
sangat rendah (Friedman, 1998). Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan
penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit yang meliputi dukungan
emosional, informasi, nyata dan pengharapan (Cohen & Mc Kay, 1984 dalam Niven,
2000). Secara sistematis kerangka konsep penelitian ini adalah :
Skema 1: Kerangka konseptual hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan
pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera
Utara – Medan.
Skema 1 : Konsep kerangka penelitian
Dukungan Keluarga 1. Dukungan emosional 2. Dukungan informasi 3. Dukungan nyata
4. Dukungan pengharapan
3.2 Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Dukungan
Keluarga
Bantuan berupa tindakan yang
diberikan keluarga kepada
anggota keluarga yang sedang
mengalami skizofrenia
Bantuan yang diberikan dalam
bentuk semangat, empati, rasa
Kekambuhan
2. Dukungan Informasi
yaitu meliputi komunikasi,
tanggung jawab bersama dan
memberikan solusi tentang
masalah, memberikan
nasehat, pengarahan dan
saran atau umpan balik yang
dilakukan pasien.
pendengar yang baik tentang
masalah yang dihadapi pasien.
Suatu keadaan dimana pasien
menunjukkan gejala yang
sama seperti sebelumnya dan
dirawat kembali di rumah
sakit jiwa.
jawaban
1. Tidak pernah
2. 1 kali
3. 2 kali
4. Lebih dari 2 kali
Sedang
3. 2 kali dan
lebih 2 kali
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif korelasi yaitu jenis
penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan
variabel lain yang diusahakan dengan mengidentifikasikan kedua variabel yang ada
pada responden yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya
(Notoadmodjo, 2005). Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan
dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah
Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.
4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling
4.2.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini seluruh keluarga dari pasien skizofrenia yang
mengalami kekambuhan dan sedang rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa
Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan dengan jumlah 1000 orang pasien per 2
bulan (Laporan Rekam Medik RSJ, 2009).
4.2.2 Sampel penelitian
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tabel
power analysis. Dalam penelitian ini ditetapkan derajat ketepatan (ά) sebesar 0,05,
power sebesar 0.80 dan effect size sebesar 50% sehingga besarnya jumlah sampel
4.2.3 Tehnik sampling
Pada penelitian pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling
dengan mengambil responden yang tersedia saat itu dan telah memenuhi kriteria
sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu (Nursalam, 2003).
Kriteria yang ditentukan untuk subjek penelitian ini adalah : (1) keluarga dari
pasien skizofrenia yang mengalami kekambuhan skizofrenia yang sedang rawat jalan
di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan, (2) tinggal
serumah dengan pasien, (3) pasien menderita skizofrenia lebih dari 1 tahun (pasien
lama).
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera
Utara – Medan, pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010 di Medan.
Alasan peneliti memilih di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara -
Medan sebagai tempat penelitian karena Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera
Utara - Medan merupakan salah satu Rumah Sakit Jiwa yang digunakan sebagai
lahan praktek pendidikan keperawatan dan pusat rujukan untuk penderita gangguan
jiwa di wilayah Sumut dan NAD.
4.4 Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas
keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian. Setelah
menyerahkan surat izin penelitian kepada Rumah sakit Jiwa Daerah Propinsi
Sumatera Utara - Medan.
Setelah izin didapatkan dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara -
Medan maka peneliti melaksanakan penelitian dengan memberi penjelasan kepada
calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian.
Peneliti akan menyertakan langsung lembar persetujuan penelitian kepada calon
responden, apabila calon responden dijadikan objek penelitian, maka akan terlebih
dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden tidak
bersedia atau menolak untuk dijadikan objek penelitian maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaaan catatan
mengenai responden, maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada
lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut
hanya diberi nomor kode tertentu. Data yang diperoleh dari responden hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian dan kerahasiaan informasi yang diberikan
responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian dibuat dalam bentuk kuesioner yang
disusun berdasarkan tinjauan pustaka (Kunjoro, 2002). Instrumen penelitian ini terdiri
dari tiga bagian. Bagian pertama berisi tentang data demografi, yang kedua berisi
tentang dukungan keluarga dan yang ketiga berisi kekambuhan pada pasien
4.5.1 Kuesioner data demografi (KDD)
Digunakan untuk mengkaji data demografi responden yang meliputi kode
responden (inisial), umur, jenis kelamin, hubungan keluarga dengan pasien, status,
agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
4.5.2 Kuesioner dukungan keluarga (KDK)
Peneliti menyusun kuesioner dukungan keluarga berdasarkan tinjauan pustaka
tentang konsep dukungan keluarga, dengan penilaian kuesioner menggunakan skala
likert. Kuesioner dukungan keluarga berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang
meliputi 4 komponen dukungan keluarga berisi 16 pertanyaan yaitu dukungan
emosional yang terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 1-4, dukungan informasi terdiri
4 pertanyaan yaitu nomor 5-8, dukungan nyata terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor
9-12 dan dukungan pengharapan 4 pertanyaan yaitu nomor 13-16. Kuesioner disusun
dalam bentuk pernyataan positif dengan empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri
dari Selalu, Sering, Jarang dan Tidak Pernah. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap
pertanyaan adalah 0 sampai 3, dimana jawaban Selalu bernilai 3, Sering bernilai 2,
Jarang bernilai 1 dan Tidak Pernah bernilai 0.
Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2002)
Rentang kelas Panjang kelas (p) =
Banyak kelas
Dengan P = 16 maka nilai tertinggi yang mungkin diperoleh adalah 48 dan nilai
terendah yang mungkin diperoleh adalah 0, maka rentang kelas adalah 48 dengan 3
kategori banyak kelas. Maka dukungan keluarga pada pasien skizofrenia
0-16 : Dukungan kurang
17-32 : Dukungan cukup
33-48 : Dukungan baik
Untuk kuesioner emosional nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan
nilai terendah adalah 0. Maka dukungan emosional terhadap pasien skizofrenia
dikategorikan dengan interval sebagai berikut :
0-4 : Dukungan kurang
5-8 : Dukungan cukup
9-12 : Dukungan baik
Untuk kuesioner informasi nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan
nilai terendah adalah 0. Maka dukungan informasi terhadap pasien skizofrenia
dikategorikan dengan interval sebagai berikut :
0-4 : Dukungan kurang
5-8 : Dukungan cukup
9-12 : Dukungan baik
Untuk kuesioner nyata nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan nilai
terendah adalah 0. Maka dukungan nyata terhadap pasien skizofrenia dikategorikan
dengan interval sebagai berikut :
0-4 : Dukungan kurang
5-8 : Dukungan cukup
Untuk kuesioner pengharapan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan
nilai terendah adalah 0. Maka dukungan pengharapan terhadap pasien skizofrenia
dikategorikan dengan interval sebagai berikut :
0-4 : Dukungan kurang
5-8 : Dukungan cukup
9-12 : Dukungan baik
Kejadian kekambuhan tinggi bila pasien dalam satu tahun kambuh lebih dari atau
sama dengan 2 kali, sedang bila kurang dalam satu tahun kambuh satu kali, dan
rendah bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh (Nurdiana, 2007)
4.6 Uji Validitas dan Uji Realibilitas
Kuesioner dalam penelitian ini divalidasi oleh ahlinya dari Departemen
Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan USU.
Uji realibilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui
apakah alat ukur dapat memperoleh hasil ukur yang konsisten atau tetap
(Notoatmodjo, 2005).
Uji reabilitas dilakukan terhadap 10 subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan sesuai subjek studi. Uji tes dukungan keluarga dilakukan dengan
menggunakan tehnik komputerisasi program SPSS untuk analisis crombach alpha
pada item berkala (Arikunto, 1999).
Hasil uji reabilitas untuk kuesioner dukungan keluarga adalah 0,802. Menurut
lebih dari 0,70. Dengan demikian kuesioner dukungan keluarga sudah realibel
sehingga layak digunakan dalam penelitian ini.
4.7 Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengumpulan data secara mandiri dengan membagikan
kuesioner secara langsung kepada responden. Sebelum membagikan kuesioner
kepada responden, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Kemudian
mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian (Rumah Sakit
Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan). Setelah mendapat izin dari Rumah
Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan, peneliti melaksanakan
pengumpulan data penelitian, menjelaskan pada calon responden tentang tujuan,
manfaat dan proses pengisian kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta
untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan menjadi responden).
Selanjutnya menjelaskan cara pengisian kuesioner dan responden diminta untuk
mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dengan cermat dan tidak ada hal yang
terlewatkan. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada pertanyaan
yang tidak dimengerti. Pengisian kuesioner diisi oleh responden sesuai dengan yang
dialami dan dirasakan, selanjutnya data dikumpulkan untuk dianalisa.
4.8 Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dan melalui
memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Setelah itu mengklarifikasi dan
mentabulasikan data yang telah dikumpulkan serta dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPPS.
Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat, dimana data
univariat untuk menampilkan data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan
pasien skizofrenia dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan
bivariat untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan
pasien skizofrenia.
Hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia dianalisa
secara statistik dengan menggunakan formula korelasi Spearman. Hasil dari analisa
korelasi Spearmen ini ialah nilai koefesien korelasi (ρ) &nilai signifikansi (p).
Nilai ρ menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai ρ berada pada level
0.80 – 1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang
sangat kuat, level 0.60 - 0.79 (baik plus dan minus) menunjukkan adanya derajat
hubungan yang kuat, level 0.40 - 0.59 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya
derajat hubungan yang sedang, level 0,20-0.39 (baik plus atau minus) menunjukkan
adanya derajat hubungan yang lemah dan level 0,00-0,19 (baik plus atau minus)
menunjukkan derajat hubungan yang sangat lemah (Dahlan,2008). Sedangkan untuk
menginterpretasikan nilai signifikansi (p) untuk uji satu arah, jika nilai p kurang dari
atau sama dengan nilai α (0.05) berarti hubungan yang signifikan. Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima dan dapat
diinterpretasikan sebagai adanya hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan
hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan otomatis menerima hipotesa nol (Ho). Hal ini
dapat diinterpretasikan sebagai tidak terdapatnya hubungan dukungan keluarga
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai
hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan. Penelitian ini
telah dilaksanakan mulai dari tanggal 11 Desember – 16 Desember 2009 di Poliklinik
Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan dengan jumlah
responden 32 orang.
5.1.1 Karakteristik responden
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia responden yang paling muda adalah 24 tahun
dan paling tua adalah 67 tahun, mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki
(56,3%). Hubungan keluarga dengan pasien paling banyak adalah ayah (43,8%) dan
status keluarga sudah menikah (81,3%). Responden mayoritas beragama Islam
(68,7%) dan suku yang paling banyak adalah Batak (31,3%).Sebagian besar
pendidikan responden adalah SD (34,3%) dan berpenghasilan dibawah Rp 800 ribu
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)
Karakteristik Data
Demografi Frekuensi Persentase
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)
Karakteristik Data
Demografi Frekuensi Persentase
Pendidikan
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien skizofrenia mengalami
kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14 orang (43,8%). Angka kekambuhan
dalam kategori rendah sebanyak 6 orang (18,7%) dan kategori sedang berjumlah 12
orang (37,5%).
Tabel 5.2 distribusi frekuensi dan kekambuhan pasien skizofrenia (n=32)
Data Kekambuhan Frekuensi Persentase
5.1.3 Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia
Berikut ini akan disajikan mengenai data dukungan keluarga yang terdiri dari 4
bagian/ item yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan nyata, dan
dukungan pengharapan pada pasien skizofrenia.
1. Dukungan Emosional
Dari 32 keluarga yang menjadi responden, mayoritas keluarga memberikan
dukungan emosional dalam kategori cukup 17 orang (53,9%), 8 orang (25,0%)
memberikan dukungan emosional dalam kategori kurang dan 7 orang (21,9%)
memberikan dukungan emosional dalam kategori baik.
Tabel 5.3 distribusi frekuensi dan persentase dukungan emosional keluarga
pada pasien skizofrenia (n=32)
Dukungan Emosional Frekuensi Persentase
Kurang
Cukup
Baik
8
17
7
25,0
53,9
21,9
2. Dukungan Informasi
Berdasarkan tabel 5.4 sebanyak 3 orang responden (9,4%) memberi dukungan
informasi cukup pada pasien skizofrenia, 7 orang (21,8%) memberikan dukungan
yang kurang pada pasien skizofrenia dan memberikan dukungan baik sebanyak 22
Tabel 5.4 distribusi frekuensi dan persentase dukungan informasi keluarga pada
pasien skizofrenia (n=32)
Dukungan Informasi Frekuensi Persentase
Kurang
Berdasarkan tabel 5.5 sebanyak 12 orang (37,5%) memberikan dukungan nyata
yang kurang pada pasien skizofrenia, 6 orang (18,8%) memberikan dukungan yang
cukup dan memberikan dukungan yang baik sebanyak 14 responden (43,8%) pada
pasien skizofrenia.
Tabel 5.5 distribusi frekuensi dan persentase dukungan nyata keluarga pada
pasien skizofrenia (n=32)
Dukungan Nyata Frekuensi Persentase
Kurang
Berdasarkan tabel 5.6 sebagian besar keluarga memberikan dukungan pengharapan
dalam kategori baik sebanyak 18 responden (56,2%) terhadap pasien skizofrenia, 12
responden (37,5%) memberikan dukungan pengharapan dalam kategori cukup dan
Tabel 5.6 distribusi frekuensi dan persentase dukungan pengharapan keluarga
pada pasien skizofrenia (n=32)
Dukungan Pengharapan Frekuensi Persentase
Kurang
Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia
Dari 32 responden, sebanyak 10 responden (31,3)% memberikan dukungan keluarga
dalam kategori kurang, 12 responden (37,4%) memberikan dukungan keluarga dalam
kategori cukup dan 10 responden (31,3%) memberikan dukungan keluarga dalam
kategori kuat.
Tabel 5.7 distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pada pasien
skizofrenia (n=32)
Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase
Kurang
5.1.4 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia
1. Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
signifikansi (p) 0,015 dan koefisien korelasi (ρ) dengan nilai -0,426 yang berarti
bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara dukungan emosional
keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi
dukungan emosional keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien
skizofrenia.
Tabel 5.8 Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan
pasien skizofrenia
Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P
Dukungan emosional
keluarga
Kejadian kekambuhan
pasien skizofrenia -0,426 0,015
2. Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia
Berdasarkan tabel 5.9 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara dukungan informasi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai
signifikansi (p) 0,000 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,620 yang berarti
terdapat hubungan yang kuat dan tidak searah antara dukungan informasi keluarga
terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian, semakin tinggi
dukungan informasi keluarga maka semakin rendah kekambuhan pada pasien
Tabel 5.9 Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan
pasien skizofrenia
Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P
Dukungan informasi
keluarga
Kejadian kekambuhan
pasien skizofrenia -0,620 0,000
3. Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia
Berdasarkan tabel 6.0 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai
signifikansi (p) 0,021 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,407 yang berarti
terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara dukungan nyata keluarga
terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian, semakin tinggi
dukungan nyata keluarga maka semakin rendah kekambuhan pada pasien skizofrenia.
Tabel 6.0 Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia
Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P
Dukungan nyata keluarga Kejadian kekambuhan
pasien skizofrenia -0,407 0,021
4. Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia
Berdasarkan tabel 6.1 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara dukungan pengharapan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai
terdapat hubungan yang sedang dan berlawanan arah antara dukungan pengharapan
keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi
dukungan pengharapan keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien
skizofrenia.
Tabel 6.1 Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan
pasien skizofrenia
Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P
Dukungan pengharapan
keluarga
Kejadian kekambuhan
pasien skizofrenia -0,419 0,017
Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia
Berdasarkan tabel 6.2 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai
signifikansi (p) 0,015 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,425 yang berarti
terdapat hubungan yang sedang dan berlawanan arah antara dukungan keluarga
terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi dukungan
keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien skizofrenia.
Tabel 6.2 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien
skizofrenia
Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P
Dukungan keluarga Kejadian kekambuhan
5.2Pembahasan
5.2.1 Kekambuhan pasien skizofrenia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien skizofrenia mengalami
kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14 pasien (43,8%) dan 12 pasien
(37,5%) mengalami kekambuhan dalam kategori sedang. Kekambuhan yang tinggi
menunjukkan bahwa kurang adanya dukungan anggota keluarga yang diberikan pada
pasien skizofrenia dan faktor ekonomi sangat mempengaruhi pengobatan pada pasien
skizofrenia. Kenyataannya dalam praktek sehari-hari angka kekambuhan masih tinggi
karena masih banyak anggota keluarga yang jarang mengunjungi pasien di rumah
sakit. Hasil ini didukung oleh pendapat Handayani (2008), yang menyatakan bahwa
ekspresi emosi yang terlalu tinggi dan memarahi pasien skizofrenia akan membuat
pasien skizofrenia mengalami kekambuhan yang lebih cepat. Kekambuhan yang
tinggi yang terjadi dalam rentang waktu 1 tahun berjumlah 29 orang (90,6%)
menunjukkan bahwa angka kekambuhan yang sangat cepat setelah pasien pulang dari
rumah sakit pada pasien skizofrenia dikarenakan kurang adanya partisipasi anggota
keluarga dalam mendukung kesembuhan pasien skizofrenia. Menurut Akbar (2008),
kurang adanya dukungan keluarga dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia
merupakan faktor paling utama mengakibatkan kekambuhan pasien skizofrenia. Hal
ini juga didukung oleh hasil penelitian Umbransyah, dkk (2007) yang menyatakan
kurang adanya perhatian keluarga seperti tidak mensuport pasien, memarahi pasien,
tidak membawa pasien berobat teratur akan mempercepat proses kekambuhan pasien
Hal ini dikarenakan karena skizofrenia merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan strategi penatalaksanaan pengobatan yang sangat panjang dan
membutuhkan suport keluarga untuk tidak terjadi kambuh kembali. Oleh karena itu,
sebaiknya anggota keluarga ikut berperan aktif dalam perawatan pasien skizofrenia
dan harus memberikan dukungan pada pasien skizofenia sehingga kekambuhan tidak
terjadi.
5.2.2 Dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia
Ada 4 komponen dukungan keluarga yang dibahas yaitu sebagai berikut :
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional yaitu memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai
meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati,
rasa percaya dan perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan dukungan emosional
cukup sebanyak 17 responden (53,9%) kepada pasien skizofrenia. Hal ini
menunjukkan bahwa anggota keluarga kurang optimal memberikan rasa nyaman,
kurang menerima kondisi pasien dan emosi yang berlebihan anggota keluarga saat
merawat pasien skizofrenia yang mengakibatkan keluarga sering memarahi pasien
dan membatasi aktivitas yang akibatnya pasien merasa tidak dihargai dan dicintai
oleh anggota keluarga sehingga mempercepat kekambuhan pada pasien skizofrenia.
Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Manungkalit (2009), yang menyatakan
bahwa kurang adanya perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan
mengakibatkan kekambuhan yang tinggi. Selama pasien dirawat di rumah sakit,
pada saat pasien skizofrenia pulang ke rumah, anggota keluarga tidak mengerti cara
merawat pasien skizofrenia. Budaya masyarakat yang masih mengganggap penderita
gangguan jiwa sebagai aib dan keluarga mengalami stigma yang buruk dari
masyarakat sehingga keluarga menyembunyikan atau mengucilkan penderita, bahkan
ditelantarkan oleh anggota keluarga sehingga makin memperburuk kondisi penderita.
Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat bagi keluarga untuk melakukan diskriminasi
dan perlakuan buruk bagi penderita gangguan jiwa karena hanya mengakibatkan
kekambuhan lebih cepat sehingga akan mempengaruhi fungsi keluarga (Mubin,
2008). Berdasarkan data demografi faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan
keluarga juga sangat mempengaruhi perawatan optimal yang diberikan keluarga
karena sebagian besar responden berpendidikan SD, bekerja sebagai petani dan
penghasilan keluarga dibawah Rp 800.000,00/bulan. Mayoritas responden yang
bersuku batak juga sangat mempengaruhi pengobatan yang diberikan karena dalam
suku batak yang mengambil keputusan dalam keluarga adalah ayah.
2. Dukungan Informasi
Dukungan ini meliputi mencari informasi, memberikan informasi, memberi solusi
masalah, dan memberikan pengarahan pada pasien skizofrenia. Dari hasil penelitian
menunjukkan hanya 7 responden (21,8%) yang memberikan dukungan informasi
yang cukup kepada pasien skizofrenia. Hal ini juga menunjukkan masih kurang
adanya partisipasi keluarga untuk mencari informasi mengenai kesehatan anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Walaupun mayoritas keluarga sebanyak 22
responden (68,8%) sudah memberikan dukungan informasi yang baik, namun dalam
dikarenakan keluarga tidak mempraktekkan secara optimal informasi yang diketahui
anggota keluarga kepada pasien skizofrenia, tidak berobat ulang secara teratur ke
rumah sakit dan kurang adanya penyuluhan dari petugas kesehatan. Menurut
Firdiansyah (1992), apabila keluarga tidak mempunyai pengetahuan tentang penyakit
skizofrenia, maka keluarga tidak mampu menyadari dan melaksanakan perannya
sehingga menjadikan salah satu penyebab timbulnya kekambuhan dengan insidensi
tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sianipar (2008), yang menyatakan
41,32% keluarga tidak tahu cara merawat penderita skizofrenia karena keterbatasan
informasi yang diterima tentang cara perawatannya. Dari data demografi berkaitan
dengan faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan keluarga sehingga pengetahuan
keluarga tentang penderita gangguan jiwa kurang optimal karena sebagian besar
responden berpendidikan SD, bekerja sebagai petani dan penghasilan keluarga
dibawah 800.000,00/bulan.
3. Dukungan Nyata
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 responden (37,5%)
memberikan dukungan nyata dalam kategori kurang. Dari sini dapat dikatakan bahwa
masih kurang adanya bantuan dana yang diberikan keluarga dalam memperoleh
pelayanan kesehatan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien skizofrenia.
Tindakan keluarga yang sangat penting setelah pulang ke rumah adalah keluarga
harus membawa pasien skizofrenia ke rumah sakit secara teratur untuk mencegah
kekambuhan. Keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga menderita
skizofrenia sehingga tidak membawa untuk berobat ke rumah sakit secara teratur