• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien

Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah

Propinsi Sumatera Utara – Medan

SKRIPSI

Oleh

Nanda Saputra

061101035

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah

Propinsi Sumatera Utara - Medan

Nama : Nanda Saputra

NIM : 061101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun Akademik : 2009/2010

Tanggal Lulus : 23-06-2010

Pembimbing Penguji

………. ………..(Penguji I)

(Jenny M. Purba, S.Kp, MNS) (Siti Zahara Nst, S.Kp, MNS)

NIP. 19740108 200003 2 002 NIP. 19710305 200112 2 001

………..(Penguji II)

(M. Sukri Tanjung, S.Kep, Ns)

NIP.

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini

sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, 23 Juni 2010

Pembantu Dekan I

………

(Erniyati, S. Kp, MNS)

(3)

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Sumatera Utara

Fakultas Keperawatan

Jl. Prof. Ma’as No. 3 Medan – 20155 Tlpn. (061) 8213318

Nama : Nanda Saputra

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SIDANG SKRIPSI

Nim : 061101035

Judul Penelitian : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien

Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi

Sumatera Utara.

Telah memenuhi persyaratan penulisan skripsi sesuai Pedoman Penulisan Proposal

Skripsi Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara tahun 2010 dan

dapat melakukan ujian sidang skripsi.

Medan, 21 Juni 2010

Pembimbing Penelitian,

(Jenny M. Purba S.Kp, MNS)

(4)

Prakata

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, shalawat dan salam semoga selalu

tercurah kepada kekasih umat, Nabi akhir zaman dan manusia panutan, Rasulullah

Muhammad SAW, keluarga dan sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul ” Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien

Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara ” sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan USU Medan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi

ini, sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp,

MNS selaku Pembantu Dekan II dan Bapak Ikhsanuddin A. Hrp, S.Kp, MNS

Selaku Pembantu Dekan III.

3. Ibu Jenny M.Purba, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, arahan, saran dan dorongan semangat yang ibu berikan

kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Siti Zahara Nst, S.Kp, MNS selaku Penguji I yang telah membantu penulis

selama memberikan arahan dan bimbingan dan Ibu Lufthiani, S.Kep, selaku

(5)

penguji II pada sidang skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan

dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Ismayadi S.kep, Ns selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberi dukungan dan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan

di Fakultas Keperawatan USU.

6. Seluruh dosen, staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang telah memperlancar proses akademik dan

administrasi penulis.

7. Terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit Daerah Provinsi Sumatera Utara -

Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Terima kasih kepada Ibu Lince Herawati S.Pd, S.Kep, Ns selaku Koordinator

Keperawatan dan staf administrasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera

Utara - Medan yang telah membantu penulis untuk melakukan penelitian.

9. Teristimewa kepada keluargaku tercinta (Bapak Drs. Saifuddin, Ibu Zahrah

Ibrahim, Saivan Alvazar (Adik), Riswanda (Adik), Putri Sri Kurnia Ningsih

(Adik), Muhammad Fauzi (Adik), Saudah (Nenek), Ibrahim (Kakek) dan

kepada seluruh keluarga yang telah memberikan cinta, doa, dorongan,

menghibur dan memotivasi penulis.

10. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Wardan, Ibu Sri Astuti, Ibu

Syaripah, Ibu Nur Azizah dan Guru SMA 1 Muara Batu Kab. Aceh Utara

lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang mendorong dan

memberi semangat kepada saya agar melanjutkan kuliah di Fakultas

(6)

11. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan Angkatan

2006 Fakultas Keperawatan yang telah banyak memberikan masukan, berbagi

ilmu dan mendukungku selama ini diantaranya Edi, Arya, Marsono, Andi,

Yusrizal, Upit, Ani, Lady, Yohana dan juga kepada teman saya Ekstensi bang

Roji, Anes, Edi, Marlon, Yatimin, Kak Sri, Lisa dan lainnya yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu.

12. Terima Kasih untuk Kakanda Muzauwir S.Kep, Ns, Ikram S.Kep, Ns, Kak

Rizki Amalia S.Kep, Ns dan Rahmi Zahara S.Kep, Ns yang telah memberi

semangat dan dukungan agar saya bisa tamat kuliah tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan banyak

kekurangan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT yang penuh

rahmat selalu memberikan berkat dan karunia-Nya kepada kita semua dan terima

kasih buat semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Ilmu Pengetahuan di bidang keperawatan

Medan, Juni 2010

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... ... i

Halaman Lembar Pengesahan ... ... ii

Halaman Lembar Persetujuan ... ... iii

Prakarta ... ... iv

3. Pertanyaan Penelitian... 5

4. Hipotesis Penelitian ... 5

5. Tujuan Penelitian ... 6

6. Manfaat Penelitian ... 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Konsep Skizofrenia ... 8

2.1.1 Pengertian Skizofrenia ... 8

2.1.2 Gejala-gejala Skizofrenia ... 9

2.1.3 Faktor Resiko Skizofrenia ... 10

(8)

2.4. Konsep Kekambuhan ... 18

Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1 Desain Penelitian ... 25

4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling ... 25

4.2.1 Populasi Penelitian ... 25

5.1.3 Dukungan Keluarga terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 37

5.1.4 Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 39

5.2 Pembahasan ... 43

5.2.1 Kekambuhan Pasien Skizofrenia ... 43

(9)

5.2.3 Hubungan Dukungan Emosional dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 49

5.2.4 Hubungan Dukungan Informasi dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 50

5.2.5 Hubungan Dukungan Nyata dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 51

5.2.6 Hubungan Dukungan Pengharapan dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 51

5.2.7 Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan

Pasien Skizofrenia ... 52

Bab 6. Kesimpulan

6.1 Kesimpulan ... 54

6.2 Saran ... 54

Daftar Pustaka ... 56 Lampiran-lampiran

1. Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian

2. Kuesioner Penelitian

3. Lembar Bukti Kegiatan Bimbingan Skripsi

4. Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan

5. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data di RSJD Provsu

6. Analisa Data dan Reabilitas

7. Taksasi Dana

8. Jadwal Tentatif Penelitian

(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 1: Kerangka konseptual hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan

pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden ... 35

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan kekambuhan pasien skizofrenia ... 36

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan emosional keluarga pada

pasien skizofrenia ... 37

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan informasi keluarga pada

pasien skizofrenia ... 38

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan nyata keluarga pada

pasien skizofrenia ... 38

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan pengharapan keluarga

pada pasien skizofrenia ... 39

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pada pasien

skizofrenia ... 39

Tabel 5.8 Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia ... 40

Tabel 5.9 Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia ... 41

Tabel 6.0 Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia ... 41

Tabel 6.1 Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia ... 42

Tabel 6.2 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien

(12)

Judul : Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

Peneliti : Nanda Saputra

Nim : 061101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009/2010

ABSTRAK

Keluarga merupakan pendukung utama dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Dalam pemberian asuhan keperawatan, dukungan keluarga sangat penting untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya kekambuhan. Sikap keluarga yang tidak menerima pasien skizofrenia kembali akan membuat kekambuhan lebih cepat Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, sebanyak 32 responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikansi antara dukungan emosional dengan kekambuhan (p = 0,015 ; ρ = -0,426), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan informasi dengan kekambuhan (p = 0,000 ; ρ = -0,620), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan nyata dengan kekambuhan (p = 0,021 ; ρ = -0,407), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan pengharapan dengan kekambuhan (p = 0,017 ; ρ = -0,419) dan ada hubungan yang signifikansi antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia (p = 0,015 ; ρ = -0,425). Diharapkan kepada perawat untuk lebih melibatkan peran serta keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia sehingga keluarga mampu merawat pasien di rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien.

(13)

Judul : Hubungan Dukungan keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan

Peneliti : Nanda Saputra

Nim : 061101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009/2010

ABSTRAK

Keluarga merupakan pendukung utama dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Dalam pemberian asuhan keperawatan, dukungan keluarga sangat penting untuk ikut berperan dalam mencegah terjadinya kekambuhan. Sikap keluarga yang tidak menerima pasien skizofrenia kembali akan membuat kekambuhan lebih cepat Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, sebanyak 32 responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Instrumen penelitian ini terdiri dari kuesioner data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikansi antara dukungan emosional dengan kekambuhan (p = 0,015 ; ρ = -0,426), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan informasi dengan kekambuhan (p = 0,000 ; ρ = -0,620), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan nyata dengan kekambuhan (p = 0,021 ; ρ = -0,407), ada hubungan yang signifikansi antara dukungan pengharapan dengan kekambuhan (p = 0,017 ; ρ = -0,419) dan ada hubungan yang signifikansi antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia (p = 0,015 ; ρ = -0,425). Diharapkan kepada perawat untuk lebih melibatkan peran serta keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia sehingga keluarga mampu merawat pasien di rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai

dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

gangguan kognitif dan persepsi: gejala-gejala negatif seperti avolition (menurunnya

minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan,

afek yang datar: serta terganggunya relasi personal (Strauss et al, dalam Gabbard,

1994). Menurut Parawisata (2006), skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang

ditandai oleh adanya penyimpangan yang sangat dasar dan adanya perbedaan dari

pikiran dan persepsi disertai dengan adanya ekspresi emosi yang tidak wajar.

Laporan American Psychiatric Association (1995) menunjukkan bahwa prevalensi

skizofrenia adalah 1% dari populasi penduduk dunia menderita gangguan jiwa,

sedangkan di Indonesia sekitar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk dan jumlah

ini terus bertambah (Irmansyah, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian Pariwisata

(2006) bahwa prevalensi skizofrenia di negara berkembang dan negara maju adalah

hampir relatif sama yaitu sekitar 20% dari jumlah penduduk dewasa dan begitu juga

di Indonesia. Oleh karena itu siapa saja bisa terkena skizofrenia, tanpa melihat jenis

kelamin, status sosial maupun tingkat pendidikan. Usia terbanyak berdasarkan

statistik adalah 15-30 tahun, namun pada imunologi dikenal juga penyakit skizofrenia

yang dialami oleh anak-anak sekitar usia 8 tahun dan skizofrenia pada usia lanjut

(15)

Porkony dkk (1993) melaporkan bahwa 49% penderita skizofrenia mengalami

rawat ulang setelah follow up selama 1 tahun, sedangkan penderita-penderita non

skizofrenia hanya 28%. Sekitar 10-60% pasien skizofrenia sering mengalami

kekambuhan. Kekambuhan tersebut merupakan tanda-tanda atau gejala-gejala

kembalinya suatu penyakit setelah adanya pemulihan atau penyembuhan yang jelas

atau seseorang dalam keadaan yang dinyatakan sudah sembuh, kemudian mengalami

kekambuhan dengan menunjukkan penyimpangan perilaku (Yakita, 2003).

Proses penyembuhan pada pasien gangguan jiwa harus dilakukan secara holistik

dan melibatkan anggota keluarga. Tanpa itu, sama halnya dengan penyakit umum,

penyakit jiwa pun bisa kambuh (Wirawan, 2006). Dalam asuhan keperawatan pasien

dengan gangguan jiwa, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam

proses penyembuhan karena keluarga merupakan pendukung utama dalam merawat

pasien. Oleh karena itu, asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan

hanya memulihkan keadaan pasien tapi bertujuan untuk mengembangkan dan

meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa dalam

keluarga (Keliat, 1996).

Keluarga pasien perlu mempunyai sikap yang positif untuk mencegah

kekambuhan pada pasien skizofrenia. Keluarga perlu memberikan dukungan

(support) kepada pasien untuk meningkatkan motivasi dan tanggung jawab untuk

melaksanakan perawatan secara mandiri. Keluarga perlu mempunyai sikap menerima

pasien, memberikan respon positif kepada pasien, menghargai pasien sebagai anggota

keluarga dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada pasien. Sikap permusuhan

(16)

kekambuhan pasien (Keliat, 1996) Tindakan kasar, bentakan, atau mengucilkan

malah akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar.

Akan tetapi terlalu memanjakan juga tidak baik (Handayani, 2008). Dukungan

keluarga sangat penting untuk membantu pasien bersosialisasi kembali, menciptakan

kondisi lingkungan suportif, menghargai pasien secara pribadi dan membantu

pemecahan masalah pasien (Gilang, 2001).

Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu ruang hidup

yang ada pada keluarga dan akibatnya lebih beresiko pada kekambuhan pasien

skizofrenia. Pencegahan kekambuhan pasien di lingkungan keluarga dapat terlaksana

dengan persiapan pulang yang baik dan mobilisasi fasilitas pelayanan kesehatan yang

ada di masyarakat khususnya dukungan keluarga terhadap pasien (Arif, 2006). Hal ini

didukung oleh penelitian Vaught, (dalam Keliat, 1992), di Inggris memperlihatkan

bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik) pada

pasien skizofrenia diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan.

Dukungan emosional yang diberikan keluarga kepada pasien dalam proses

penyembuhan adalah menerima kondisi pasien, tetap berkomunikasi dengan pasien

tanpa emosional dan memperhatikan kondisi pasien. Dukungan informasi keluarga

meliputi mengingatkan pasien untuk berobat kembali ke rumah sakit jiwa,

memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien, memberikan nasehat,

pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh pasien.

Dukungan nyata keluarga meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti

pelayanan, bantuan biaya pengobatan, material seperti saat seseorang membantu

(17)

sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah pasien. Dukungan pengharapan

keluarga yaitu berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien

(Cohen dan Mc Kay, 1984 dalam Niven, 2000).

Tindakan keluarga yang sangat penting adalah setelah pasien pulang ke rumah,

keluarga menemani pasien melakukan perawatan lanjutan pada puskemas atau rumah

sakit terdekat agar tidak kambuh, misalnya pada bulan pertama : 2 kali per bulan,

bulan kedua : 2 kali perbulan, bulan ketiga : 2 kali per bulan dan selanjutnya 1 kali

perbulan (Keliat, 1996).

Menurut Torrey 1988 (dalam Handayani, 2008), keluarga perlu memiliki sikap

yang tepat tentang skizofrenia, disingkatnya dengan SAFE (Sense of humor,

Accepting the illness, Familliy balance, Expectations are realistic). Sedangkan

menurut Suryantha 2005 (dalam Handayani, 2008) menerima kenyataan adalah kunci

pertama proses penyembuhan atau pencegahan kekambuhan skizofrenia. Keluarga

harus tetap bersikap menerima, tetap berkomunikasi, tidak mengasingkan penderita

dan memuji tindakan yang dilakukan pasien.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi

Sumatera Utara – Medan dengan metode wawancara kepada keluarga pasien

ditemukan data bahwa mayoritas keluarga pasien skizofrenia tidak mengetahui

tentang penyakit skizofrenia, cara merawat pasien di rumah, keluarga sering

memarahi pasien di rumah dan jarang dibawa berobat kembali ke rumah sakit jiwa

(18)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien

skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan pasien

skizofrenia?

2. Bagaimana hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien

skizofrenia?

3. Bagaimana hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien

skizofrenia?

4. Bagaimana hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan pasien

skizofrenia?

4. Hipotesis Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternative (Ha), yaitu: ada

hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik

(19)

5. Tujuan Penelitian

5.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

5.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui hubungan dukungan emosional dengan kekambuhan

pasien skizofrenia.

2. Untuk mengetahui hubungan dukungan informasi dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

3. Untuk mengetahui hubungan dukungan nyata dengan kekambuhan pasien

skizofrenia.

4. Untuk mengetahui hubungan dukungan pengharapan dengan kekambuhan

pasien skizofrenia

6. Manfaat Penelitian

1. Pendidikan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti dasar yang dipergunakan dalam

wahana pembelajaran keperawatan jiwa, khususnya tentang materi

pembelajaran tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap kesembuhan

(20)

2. Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat dan

memandirikan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan yang

melibatkan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien skizofrenia.

3. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian

selanjutnya yang terkait dengan dukungan keluarga dan kekambuhan pasien

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Pengertian skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan

banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan

berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara

baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan

kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri

mereka sendiri (Nolen & Hoeksema, 2004).

Skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling membingungkan dan

melumpuhkan. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan

dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan

rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian.

Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara

pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang

salah, dan konsepsi yang tidak logis. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang

mendatar dan menunjukkan sedikit ekspresi (Mandal, Pandey, & Prasad, 1998 dalam

Nevid, Rathus dan Greene, 2003).

Menurut Tubagus, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang

retak (skizos artinya retak dan freenas artinya jiwa). Jiwa manusia terdiri dari 3 unsur

(22)

reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai autra fungsi individu, termasuk berpikir

dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan

menunjukkan emosi dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial

(Isaac Ann, 2005).

2.1.2 Gejala-gejala skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:

1. Gejala positif

a. Delusi atau waham

Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah

dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun

penderita tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi

Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya

penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal

tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikiran

Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,

sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan

semangat dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan sejenisnya

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman

(23)

g. Menyimpan rasa permusuhan.

2. Gejala negatif

a. Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar”

Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak

menunjukkan ekspresi

b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak

dengan orang lain dan suka melamun.

c. Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam.

d. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Sulit dalam berpikir nyata

f. Pola pikir steorotip

g. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.

2.1.3 Faktor resiko skizofrenia

Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut:

1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga

2. Kembar identik

Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka

identik 100% (Cancro & Lehman, 2000).

3. Struktur otak abnormal

Dengan perkembangan tehnik pencitraan tehnik noninvasif, seperti CT

scan, magnetic resonance imaging (MRI), dan positron emission

tomography (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan mampu

(24)

Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki

jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Buchanan & Carpenter, 2000)

4. Sosiokultural

Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara

berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan

lebih baik daripada di negara maju (Karno & Jenkins, 1993). Di negara

berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat

disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih

banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa

negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan,

mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan

keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu

jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita

skizofrenia.

5. Tampilan emosi

Sejumlah penelahan menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang

keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar

kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka

yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Brown

dkk, 1972; Hooley & Hiller, 1998; Kavanagh, 1992; Parker &

(25)

2.1.4 Terapi skizofrenia

1. Farmakoterapi

2. ECT (Electro Conultion Therapy)

3. Terapi Koma Insulin

4. Psikoterapi (Maramis, 1995)

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Defenisi keluarga

Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul

dan tinggal di satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan.

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,

perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam suatu rumah tangga, melakukan

interaksi satu sama lain menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan

mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Sudiharto, 2007).

Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan satu atau lebih individu yang

tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan

pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari

keluarga.

2.2.2 Tipe keluarga

Tipe keluarga dapat dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu :

a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik

(26)

b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga

yang lain (hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu

termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak,

serta keluarga pasangan sejenis.

c. Keluarga berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria

yang menikah lebih dari satu kali.

d. Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit keluarga tempat asal

seseorang dilahirkan.

e. Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan

poligami dan hidup bersama.

f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan

perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan,

keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto, 2007).

2.2.3 Struktur keluarga

Struktur keluarga ada bermacam-macam, diantaranya adalah :

Patrineal. Patrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

garis ayah.

Matrineal. Matrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

(27)

Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami.

Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah istri.

Keluarga Kawin. Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar

bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006).

2.2.4 Fungsi keluarga

Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang

berbeda. Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu :

1. Fungsi Afektif

Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu

untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengna orang lain.

2. Fungsi Sosialisasi

Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk

berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan

orang lain di luar rumah.

3. Fungsi Reproduksi

Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.

(28)

Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan

tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi Perawatan

Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota

keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Setiadi, 2009).

2.2.5 Peran keluarga

Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:

Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari

nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai

anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk

mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung

dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai

pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat

perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. (Effendi, 1998).

2.3 Konsep Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan

lingkungan sosialnya (Friedman, 1998). Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang

(29)

sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,

menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996 dalam Setiadi, 2008). Anggota

keluarga sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya karena hal ini akan

membuat individu tersebut merasa dihargai dan anggota keluarga siap memberikan

dukungan untuk menyediakan bantuan dan tujuan hidup yang ingin dicapai individu

(Friedman, 1988).

Menurut Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa

komponen-komponen dukungan keluarga adalah sebagai berikut :

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai

meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat,

empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa

berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat

istirahat dan memberikan semangat kepada pasien yang dirawat di rumah atau

rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan

emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi

dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu

perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat

mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal,

cinta, dan emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan hal yang

dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan

dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus

(30)

2. Dukungan Informasi

Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama,

termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien

di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau

umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat

menyediakan informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang

baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor.

Pada dukungan informasi keluarga sebagai penghimpun informasi dan

pemberi informasi.

3. Dukungan Nyata

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,

bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan

material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/ Material Support),

suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah

kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang

membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas,

menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan

masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai

tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber

yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian

yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan

(31)

nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang,

malah akan menambah stress individu.

4. Dukungan Pengharapan

Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi

yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan

yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Pasien

mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka,

terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien,

penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan

keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan

strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada

aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat

mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat

membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi

tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing

dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien.

2.4 Konsep Kekambuhan

2.4.1 Defenisi kekambuhan

Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti

sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2008).

Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang-orang

(32)

orang yang mengalami kekambuhan lebih besar kemungkinannya daripada

orang-orang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka.

2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekambuhan

Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun

pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger, 1988) dan 100% pada tahun kelima

setelah pulang dari rumah sakit (Carson & Ross, 1987).

Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab pasien

kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu :

a. Pasien

Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai

kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai

50% pasien skizofrenia yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan

obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Pasien kronis, khususnya

skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan

realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat

bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat

sedangkan di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.

b. Dokter

Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian

obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang

mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.

Pemberian obat oleh dokter diharapkan sesuai dengan dosis terapeutik

(33)

c. Penanggung Jawab Pasien (Case Manager)

Setelah pasien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai

kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan pasien, sehingga dapat

mengidentifikasi gejala dini pasien dan segera mengambil tindakan.

d. Keluarga

Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan

kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien mudah

dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.

Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan

di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi

klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan

membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status pasien

(34)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan dukungan keluarga dengan

kekambuhan pasien skizofrenia dimana variabel independent adalah dukungan

keluarga dan variabel dependent adalah kekambuhan.

Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam mencegah kekambuhan pasien

skizofrenia. Apabila dukungan ini tidak ada maka keberhasilan penyembuhan akan

sangat rendah (Friedman, 1998). Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit yang meliputi dukungan

emosional, informasi, nyata dan pengharapan (Cohen & Mc Kay, 1984 dalam Niven,

2000). Secara sistematis kerangka konsep penelitian ini adalah :

Skema 1: Kerangka konseptual hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan

pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera

Utara – Medan.

Skema 1 : Konsep kerangka penelitian

Dukungan Keluarga 1. Dukungan emosional 2. Dukungan informasi 3. Dukungan nyata

4. Dukungan pengharapan

(35)

3.2 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Dukungan

Keluarga

Bantuan berupa tindakan yang

diberikan keluarga kepada

anggota keluarga yang sedang

mengalami skizofrenia

Bantuan yang diberikan dalam

bentuk semangat, empati, rasa

(36)

Kekambuhan

2. Dukungan Informasi

yaitu meliputi komunikasi,

tanggung jawab bersama dan

memberikan solusi tentang

masalah, memberikan

nasehat, pengarahan dan

saran atau umpan balik yang

dilakukan pasien.

pendengar yang baik tentang

masalah yang dihadapi pasien.

Suatu keadaan dimana pasien

menunjukkan gejala yang

sama seperti sebelumnya dan

(37)

dirawat kembali di rumah

sakit jiwa.

jawaban

1. Tidak pernah

2. 1 kali

3. 2 kali

4. Lebih dari 2 kali

Sedang

3. 2 kali dan

lebih 2 kali

(38)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif korelasi yaitu jenis

penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan

variabel lain yang diusahakan dengan mengidentifikasikan kedua variabel yang ada

pada responden yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya

(Notoadmodjo, 2005). Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan

dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah

Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan.

4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling

4.2.1 Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini seluruh keluarga dari pasien skizofrenia yang

mengalami kekambuhan dan sedang rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa

Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan dengan jumlah 1000 orang pasien per 2

bulan (Laporan Rekam Medik RSJ, 2009).

4.2.2 Sampel penelitian

Penentuan besar sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tabel

power analysis. Dalam penelitian ini ditetapkan derajat ketepatan (ά) sebesar 0,05,

power sebesar 0.80 dan effect size sebesar 50% sehingga besarnya jumlah sampel

(39)

4.2.3 Tehnik sampling

Pada penelitian pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling

dengan mengambil responden yang tersedia saat itu dan telah memenuhi kriteria

sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu (Nursalam, 2003).

Kriteria yang ditentukan untuk subjek penelitian ini adalah : (1) keluarga dari

pasien skizofrenia yang mengalami kekambuhan skizofrenia yang sedang rawat jalan

di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan, (2) tinggal

serumah dengan pasien, (3) pasien menderita skizofrenia lebih dari 1 tahun (pasien

lama).

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera

Utara – Medan, pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010 di Medan.

Alasan peneliti memilih di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara -

Medan sebagai tempat penelitian karena Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera

Utara - Medan merupakan salah satu Rumah Sakit Jiwa yang digunakan sebagai

lahan praktek pendidikan keperawatan dan pusat rujukan untuk penderita gangguan

jiwa di wilayah Sumut dan NAD.

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas

keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian. Setelah

(40)

menyerahkan surat izin penelitian kepada Rumah sakit Jiwa Daerah Propinsi

Sumatera Utara - Medan.

Setelah izin didapatkan dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara -

Medan maka peneliti melaksanakan penelitian dengan memberi penjelasan kepada

calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian.

Peneliti akan menyertakan langsung lembar persetujuan penelitian kepada calon

responden, apabila calon responden dijadikan objek penelitian, maka akan terlebih

dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden tidak

bersedia atau menolak untuk dijadikan objek penelitian maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaaan catatan

mengenai responden, maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada

lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden. Lembar tersebut

hanya diberi nomor kode tertentu. Data yang diperoleh dari responden hanya akan

digunakan untuk kepentingan penelitian dan kerahasiaan informasi yang diberikan

responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian dibuat dalam bentuk kuesioner yang

disusun berdasarkan tinjauan pustaka (Kunjoro, 2002). Instrumen penelitian ini terdiri

dari tiga bagian. Bagian pertama berisi tentang data demografi, yang kedua berisi

tentang dukungan keluarga dan yang ketiga berisi kekambuhan pada pasien

(41)

4.5.1 Kuesioner data demografi (KDD)

Digunakan untuk mengkaji data demografi responden yang meliputi kode

responden (inisial), umur, jenis kelamin, hubungan keluarga dengan pasien, status,

agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

4.5.2 Kuesioner dukungan keluarga (KDK)

Peneliti menyusun kuesioner dukungan keluarga berdasarkan tinjauan pustaka

tentang konsep dukungan keluarga, dengan penilaian kuesioner menggunakan skala

likert. Kuesioner dukungan keluarga berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang

meliputi 4 komponen dukungan keluarga berisi 16 pertanyaan yaitu dukungan

emosional yang terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 1-4, dukungan informasi terdiri

4 pertanyaan yaitu nomor 5-8, dukungan nyata terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor

9-12 dan dukungan pengharapan 4 pertanyaan yaitu nomor 13-16. Kuesioner disusun

dalam bentuk pernyataan positif dengan empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri

dari Selalu, Sering, Jarang dan Tidak Pernah. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap

pertanyaan adalah 0 sampai 3, dimana jawaban Selalu bernilai 3, Sering bernilai 2,

Jarang bernilai 1 dan Tidak Pernah bernilai 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2002)

Rentang kelas Panjang kelas (p) =

Banyak kelas

Dengan P = 16 maka nilai tertinggi yang mungkin diperoleh adalah 48 dan nilai

terendah yang mungkin diperoleh adalah 0, maka rentang kelas adalah 48 dengan 3

kategori banyak kelas. Maka dukungan keluarga pada pasien skizofrenia

(42)

0-16 : Dukungan kurang

17-32 : Dukungan cukup

33-48 : Dukungan baik

Untuk kuesioner emosional nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan

nilai terendah adalah 0. Maka dukungan emosional terhadap pasien skizofrenia

dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

0-4 : Dukungan kurang

5-8 : Dukungan cukup

9-12 : Dukungan baik

Untuk kuesioner informasi nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan

nilai terendah adalah 0. Maka dukungan informasi terhadap pasien skizofrenia

dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

0-4 : Dukungan kurang

5-8 : Dukungan cukup

9-12 : Dukungan baik

Untuk kuesioner nyata nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan nilai

terendah adalah 0. Maka dukungan nyata terhadap pasien skizofrenia dikategorikan

dengan interval sebagai berikut :

0-4 : Dukungan kurang

5-8 : Dukungan cukup

(43)

Untuk kuesioner pengharapan nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 12 dan

nilai terendah adalah 0. Maka dukungan pengharapan terhadap pasien skizofrenia

dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

0-4 : Dukungan kurang

5-8 : Dukungan cukup

9-12 : Dukungan baik

Kejadian kekambuhan tinggi bila pasien dalam satu tahun kambuh lebih dari atau

sama dengan 2 kali, sedang bila kurang dalam satu tahun kambuh satu kali, dan

rendah bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh (Nurdiana, 2007)

4.6 Uji Validitas dan Uji Realibilitas

Kuesioner dalam penelitian ini divalidasi oleh ahlinya dari Departemen

Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan USU.

Uji realibilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui

apakah alat ukur dapat memperoleh hasil ukur yang konsisten atau tetap

(Notoatmodjo, 2005).

Uji reabilitas dilakukan terhadap 10 subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan sesuai subjek studi. Uji tes dukungan keluarga dilakukan dengan

menggunakan tehnik komputerisasi program SPSS untuk analisis crombach alpha

pada item berkala (Arikunto, 1999).

Hasil uji reabilitas untuk kuesioner dukungan keluarga adalah 0,802. Menurut

(44)

lebih dari 0,70. Dengan demikian kuesioner dukungan keluarga sudah realibel

sehingga layak digunakan dalam penelitian ini.

4.7 Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data secara mandiri dengan membagikan

kuesioner secara langsung kepada responden. Sebelum membagikan kuesioner

kepada responden, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan

penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Kemudian

mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian (Rumah Sakit

Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan). Setelah mendapat izin dari Rumah

Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara - Medan, peneliti melaksanakan

pengumpulan data penelitian, menjelaskan pada calon responden tentang tujuan,

manfaat dan proses pengisian kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta

untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan menjadi responden).

Selanjutnya menjelaskan cara pengisian kuesioner dan responden diminta untuk

mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dengan cermat dan tidak ada hal yang

terlewatkan. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada pertanyaan

yang tidak dimengerti. Pengisian kuesioner diisi oleh responden sesuai dengan yang

dialami dan dirasakan, selanjutnya data dikumpulkan untuk dianalisa.

4.8 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dan melalui

(45)

memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Setelah itu mengklarifikasi dan

mentabulasikan data yang telah dikumpulkan serta dilakukan pengolahan data dengan

menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPPS.

Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat, dimana data

univariat untuk menampilkan data demografi, dukungan keluarga dan kekambuhan

pasien skizofrenia dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan

bivariat untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan

pasien skizofrenia.

Hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia dianalisa

secara statistik dengan menggunakan formula korelasi Spearman. Hasil dari analisa

korelasi Spearmen ini ialah nilai koefesien korelasi (ρ) &nilai signifikansi (p).

Nilai ρ menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai ρ berada pada level

0.80 – 1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang

sangat kuat, level 0.60 - 0.79 (baik plus dan minus) menunjukkan adanya derajat

hubungan yang kuat, level 0.40 - 0.59 (baik plus atau minus) menunjukkan adanya

derajat hubungan yang sedang, level 0,20-0.39 (baik plus atau minus) menunjukkan

adanya derajat hubungan yang lemah dan level 0,00-0,19 (baik plus atau minus)

menunjukkan derajat hubungan yang sangat lemah (Dahlan,2008). Sedangkan untuk

menginterpretasikan nilai signifikansi (p) untuk uji satu arah, jika nilai p kurang dari

atau sama dengan nilai α (0.05) berarti hubungan yang signifikan. Sehingga dapat

diambil kesimpulan bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima dan dapat

diinterpretasikan sebagai adanya hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan

(46)

hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan otomatis menerima hipotesa nol (Ho). Hal ini

dapat diinterpretasikan sebagai tidak terdapatnya hubungan dukungan keluarga

(47)

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai

hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia di

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan. Penelitian ini

telah dilaksanakan mulai dari tanggal 11 Desember – 16 Desember 2009 di Poliklinik

Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara – Medan dengan jumlah

responden 32 orang.

5.1.1 Karakteristik responden

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia responden yang paling muda adalah 24 tahun

dan paling tua adalah 67 tahun, mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki

(56,3%). Hubungan keluarga dengan pasien paling banyak adalah ayah (43,8%) dan

status keluarga sudah menikah (81,3%). Responden mayoritas beragama Islam

(68,7%) dan suku yang paling banyak adalah Batak (31,3%).Sebagian besar

pendidikan responden adalah SD (34,3%) dan berpenghasilan dibawah Rp 800 ribu

(48)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)

Karakteristik Data

Demografi Frekuensi Persentase

(49)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)

Karakteristik Data

Demografi Frekuensi Persentase

Pendidikan

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien skizofrenia mengalami

kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14 orang (43,8%). Angka kekambuhan

dalam kategori rendah sebanyak 6 orang (18,7%) dan kategori sedang berjumlah 12

orang (37,5%).

Tabel 5.2 distribusi frekuensi dan kekambuhan pasien skizofrenia (n=32)

Data Kekambuhan Frekuensi Persentase

(50)

5.1.3 Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berikut ini akan disajikan mengenai data dukungan keluarga yang terdiri dari 4

bagian/ item yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan nyata, dan

dukungan pengharapan pada pasien skizofrenia.

1. Dukungan Emosional

Dari 32 keluarga yang menjadi responden, mayoritas keluarga memberikan

dukungan emosional dalam kategori cukup 17 orang (53,9%), 8 orang (25,0%)

memberikan dukungan emosional dalam kategori kurang dan 7 orang (21,9%)

memberikan dukungan emosional dalam kategori baik.

Tabel 5.3 distribusi frekuensi dan persentase dukungan emosional keluarga

pada pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Emosional Frekuensi Persentase

Kurang

Cukup

Baik

8

17

7

25,0

53,9

21,9

2. Dukungan Informasi

Berdasarkan tabel 5.4 sebanyak 3 orang responden (9,4%) memberi dukungan

informasi cukup pada pasien skizofrenia, 7 orang (21,8%) memberikan dukungan

yang kurang pada pasien skizofrenia dan memberikan dukungan baik sebanyak 22

(51)

Tabel 5.4 distribusi frekuensi dan persentase dukungan informasi keluarga pada

pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Informasi Frekuensi Persentase

Kurang

Berdasarkan tabel 5.5 sebanyak 12 orang (37,5%) memberikan dukungan nyata

yang kurang pada pasien skizofrenia, 6 orang (18,8%) memberikan dukungan yang

cukup dan memberikan dukungan yang baik sebanyak 14 responden (43,8%) pada

pasien skizofrenia.

Tabel 5.5 distribusi frekuensi dan persentase dukungan nyata keluarga pada

pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Nyata Frekuensi Persentase

Kurang

Berdasarkan tabel 5.6 sebagian besar keluarga memberikan dukungan pengharapan

dalam kategori baik sebanyak 18 responden (56,2%) terhadap pasien skizofrenia, 12

responden (37,5%) memberikan dukungan pengharapan dalam kategori cukup dan

(52)

Tabel 5.6 distribusi frekuensi dan persentase dukungan pengharapan keluarga

pada pasien skizofrenia (n=32)

Dukungan Pengharapan Frekuensi Persentase

Kurang

Dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Dari 32 responden, sebanyak 10 responden (31,3)% memberikan dukungan keluarga

dalam kategori kurang, 12 responden (37,4%) memberikan dukungan keluarga dalam

kategori cukup dan 10 responden (31,3%) memberikan dukungan keluarga dalam

kategori kuat.

Tabel 5.7 distribusi frekuensi dan persentase dukungan keluarga pada pasien

skizofrenia (n=32)

Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase

Kurang

5.1.4 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

1. Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

(53)

signifikansi (p) 0,015 dan koefisien korelasi (ρ) dengan nilai -0,426 yang berarti

bahwa terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara dukungan emosional

keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi

dukungan emosional keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien

skizofrenia.

Tabel 5.8 Hubungan dukungan emosional keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan emosional

keluarga

Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,426 0,015

2. Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Berdasarkan tabel 5.9 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan informasi terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai

signifikansi (p) 0,000 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,620 yang berarti

terdapat hubungan yang kuat dan tidak searah antara dukungan informasi keluarga

terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian, semakin tinggi

dukungan informasi keluarga maka semakin rendah kekambuhan pada pasien

(54)

Tabel 5.9 Hubungan dukungan informasi keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan informasi

keluarga

Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,620 0,000

3. Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.0 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan nyata terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai

signifikansi (p) 0,021 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,407 yang berarti

terdapat hubungan yang sedang dan tidak searah antara dukungan nyata keluarga

terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian, semakin tinggi

dukungan nyata keluarga maka semakin rendah kekambuhan pada pasien skizofrenia.

Tabel 6.0 Hubungan dukungan nyata keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan nyata keluarga Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,407 0,021

4. Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.1 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan pengharapan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai

(55)

terdapat hubungan yang sedang dan berlawanan arah antara dukungan pengharapan

keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi

dukungan pengharapan keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien

skizofrenia.

Tabel 6.1 Hubungan dukungan pengharapan keluarga terhadap kekambuhan

pasien skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan pengharapan

keluarga

Kejadian kekambuhan

pasien skizofrenia -0,419 0,017

Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia

Berdasarkan tabel 6.2 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia dengan nilai

signifikansi (p) 0,015 dan koefesien korelasi (ρ) dengan nilai -0,425 yang berarti

terdapat hubungan yang sedang dan berlawanan arah antara dukungan keluarga

terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Dalam arti semakin tinggi dukungan

keluarga maka semakin rendah kejadian kekambuhan pasien skizofrenia.

Tabel 6.2 Hubungan dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien

skizofrenia

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan keluarga Kejadian kekambuhan

(56)

5.2Pembahasan

5.2.1 Kekambuhan pasien skizofrenia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien skizofrenia mengalami

kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 14 pasien (43,8%) dan 12 pasien

(37,5%) mengalami kekambuhan dalam kategori sedang. Kekambuhan yang tinggi

menunjukkan bahwa kurang adanya dukungan anggota keluarga yang diberikan pada

pasien skizofrenia dan faktor ekonomi sangat mempengaruhi pengobatan pada pasien

skizofrenia. Kenyataannya dalam praktek sehari-hari angka kekambuhan masih tinggi

karena masih banyak anggota keluarga yang jarang mengunjungi pasien di rumah

sakit. Hasil ini didukung oleh pendapat Handayani (2008), yang menyatakan bahwa

ekspresi emosi yang terlalu tinggi dan memarahi pasien skizofrenia akan membuat

pasien skizofrenia mengalami kekambuhan yang lebih cepat. Kekambuhan yang

tinggi yang terjadi dalam rentang waktu 1 tahun berjumlah 29 orang (90,6%)

menunjukkan bahwa angka kekambuhan yang sangat cepat setelah pasien pulang dari

rumah sakit pada pasien skizofrenia dikarenakan kurang adanya partisipasi anggota

keluarga dalam mendukung kesembuhan pasien skizofrenia. Menurut Akbar (2008),

kurang adanya dukungan keluarga dalam proses penyembuhan pasien skizofrenia

merupakan faktor paling utama mengakibatkan kekambuhan pasien skizofrenia. Hal

ini juga didukung oleh hasil penelitian Umbransyah, dkk (2007) yang menyatakan

kurang adanya perhatian keluarga seperti tidak mensuport pasien, memarahi pasien,

tidak membawa pasien berobat teratur akan mempercepat proses kekambuhan pasien

(57)

Hal ini dikarenakan karena skizofrenia merupakan penyakit kronis yang

membutuhkan strategi penatalaksanaan pengobatan yang sangat panjang dan

membutuhkan suport keluarga untuk tidak terjadi kambuh kembali. Oleh karena itu,

sebaiknya anggota keluarga ikut berperan aktif dalam perawatan pasien skizofrenia

dan harus memberikan dukungan pada pasien skizofenia sehingga kekambuhan tidak

terjadi.

5.2.2 Dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien skizofrenia

Ada 4 komponen dukungan keluarga yang dibahas yaitu sebagai berikut :

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional yaitu memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai

meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati,

rasa percaya dan perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan dukungan emosional

cukup sebanyak 17 responden (53,9%) kepada pasien skizofrenia. Hal ini

menunjukkan bahwa anggota keluarga kurang optimal memberikan rasa nyaman,

kurang menerima kondisi pasien dan emosi yang berlebihan anggota keluarga saat

merawat pasien skizofrenia yang mengakibatkan keluarga sering memarahi pasien

dan membatasi aktivitas yang akibatnya pasien merasa tidak dihargai dan dicintai

oleh anggota keluarga sehingga mempercepat kekambuhan pada pasien skizofrenia.

Hal ini pun didukung oleh hasil penelitian Manungkalit (2009), yang menyatakan

bahwa kurang adanya perhatian dan perawatan keluarga selama proses penyembuhan

mengakibatkan kekambuhan yang tinggi. Selama pasien dirawat di rumah sakit,

(58)

pada saat pasien skizofrenia pulang ke rumah, anggota keluarga tidak mengerti cara

merawat pasien skizofrenia. Budaya masyarakat yang masih mengganggap penderita

gangguan jiwa sebagai aib dan keluarga mengalami stigma yang buruk dari

masyarakat sehingga keluarga menyembunyikan atau mengucilkan penderita, bahkan

ditelantarkan oleh anggota keluarga sehingga makin memperburuk kondisi penderita.

Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat bagi keluarga untuk melakukan diskriminasi

dan perlakuan buruk bagi penderita gangguan jiwa karena hanya mengakibatkan

kekambuhan lebih cepat sehingga akan mempengaruhi fungsi keluarga (Mubin,

2008). Berdasarkan data demografi faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan

keluarga juga sangat mempengaruhi perawatan optimal yang diberikan keluarga

karena sebagian besar responden berpendidikan SD, bekerja sebagai petani dan

penghasilan keluarga dibawah Rp 800.000,00/bulan. Mayoritas responden yang

bersuku batak juga sangat mempengaruhi pengobatan yang diberikan karena dalam

suku batak yang mengambil keputusan dalam keluarga adalah ayah.

2. Dukungan Informasi

Dukungan ini meliputi mencari informasi, memberikan informasi, memberi solusi

masalah, dan memberikan pengarahan pada pasien skizofrenia. Dari hasil penelitian

menunjukkan hanya 7 responden (21,8%) yang memberikan dukungan informasi

yang cukup kepada pasien skizofrenia. Hal ini juga menunjukkan masih kurang

adanya partisipasi keluarga untuk mencari informasi mengenai kesehatan anggota

keluarga yang menderita skizofrenia. Walaupun mayoritas keluarga sebanyak 22

responden (68,8%) sudah memberikan dukungan informasi yang baik, namun dalam

(59)

dikarenakan keluarga tidak mempraktekkan secara optimal informasi yang diketahui

anggota keluarga kepada pasien skizofrenia, tidak berobat ulang secara teratur ke

rumah sakit dan kurang adanya penyuluhan dari petugas kesehatan. Menurut

Firdiansyah (1992), apabila keluarga tidak mempunyai pengetahuan tentang penyakit

skizofrenia, maka keluarga tidak mampu menyadari dan melaksanakan perannya

sehingga menjadikan salah satu penyebab timbulnya kekambuhan dengan insidensi

tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sianipar (2008), yang menyatakan

41,32% keluarga tidak tahu cara merawat penderita skizofrenia karena keterbatasan

informasi yang diterima tentang cara perawatannya. Dari data demografi berkaitan

dengan faktor pendidikan, pekerjaan dan penghasilan keluarga sehingga pengetahuan

keluarga tentang penderita gangguan jiwa kurang optimal karena sebagian besar

responden berpendidikan SD, bekerja sebagai petani dan penghasilan keluarga

dibawah 800.000,00/bulan.

3. Dukungan Nyata

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 12 responden (37,5%)

memberikan dukungan nyata dalam kategori kurang. Dari sini dapat dikatakan bahwa

masih kurang adanya bantuan dana yang diberikan keluarga dalam memperoleh

pelayanan kesehatan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien skizofrenia.

Tindakan keluarga yang sangat penting setelah pulang ke rumah adalah keluarga

harus membawa pasien skizofrenia ke rumah sakit secara teratur untuk mencegah

kekambuhan. Keluarga merasa malu mempunyai anggota keluarga menderita

skizofrenia sehingga tidak membawa untuk berobat ke rumah sakit secara teratur

Gambar

Tabel 5.1   Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32)
Tabel 5.2 distribusi frekuensi dan kekambuhan pasien skizofrenia (n=32)
Tabel 5.3 distribusi frekuensi dan persentase dukungan emosional keluarga
Tabel 5.4 distribusi frekuensi dan persentase dukungan informasi keluarga pada
+5

Referensi

Dokumen terkait

sikap keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kekambuhan. pada

Wulansih, dan Widodo, (2008) tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia penelitian ini merupakan penelitian

ANALISIS HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA AMINO..

Hasil penelitian lain juga yang dilakukan Wahyuningrum (2013), yang berjudul hubungan dukungan keluarga dengan durasi kekambuhan pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Berobat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan , Program Studi S2

Pada penelitian ini terlihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur, dukungan keluarga, dan kepatuhan minum obat dengan kekambuhan pada pasien

Tujuan : Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien Skizofrenia yang pernah dirawat inap di

Hasil penelitian ini diketahui bahwan nila ρ value sebesar 0,037 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia di Wilayah Kerja