• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN

FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA

PARANOID DI POLIKLINIK RS JIWA DAERAH PROPSU

MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Septian Mixrofa Sebayang 071101019

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Title : The Relationship Family Social Support and Frequency of Relaps in Patients with Paranoid Schizophrenia in the Polyclinic Psychiatric Sumatera Utara Distric Hospital in Medan

Researcher : Septian Mixrofa Sebayang Study Program : Nursing Science

Academic Year : 2011

ABSTRACT

Social support is one source of stress management and influence a person's health condition.

The purpose of this study is to find out the relationship between family social support with paranoid schizophrenia of patients relapse frequency in the Polyclinic Psychiatric Sumatera Utara Distric Hospital in Medan. This study design is a descriptive correlation. Purposive sampling were required 32 respondents.

The result of the study shows that there is a significant correlation between family social support with paranoid schizophrenia of patients relapse frequency (p = 0.028, ρ = - 0.388). The research suggest the nurses to involve families in the treatment of paranoid schizophrenia patients so that families can care for patients with paranoid schizophrenia at home.

(4)

Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan

Peneliti :Septian Mixrofa Sebayang Jurusan :Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik :2011

ABSTRAK

Dukungan sosial merupakan salah satu sumber penanganan stres yang penting dan mempunyai pengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan. Desain penelitian ini deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 32 responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid (P =0,028; ρ =-0,388). Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada perawat untuk melibatkan keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia paranoid sehingga keluarga mampu merawat pasien skizofrenia paranoid dengan baik di rumah.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi

Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah

Propsu Medan”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan pada

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis dapat terlaksana berkat dukungan,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini

izinkanlah penulis untuk menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya dan

setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yaitu Prof. dr.

Syahril Pasaribu, DTM&H, Sp.A (K).

Selanjutnya kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes, Selaku Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara,

Terima kasih penulis ucapkan kepada Jenny M. Purba, S.Kp, MNS selaku

dosen pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari

proposal hingga penulisan skripsi ini selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Sri Eka Wahyuni, S.Kep,

(6)

kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Selanjutnya terima kasih juga kepada dr. Dapot P Gultom, Sp. KJ selaku

Kepala Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan, yang telah memberikan izin

untuk melakukan penelitian ini.

Tak terhingga terima kasih yang tulus kepada orangtua tercinta Ayahanda

T. Sebayang dan Ibunda E. Ketaren serta seluruh keluarga yang telah banyak

memberikan sumbangan moral dan materi.

Selanjutnya terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan pada Fakultas keperawatan Universitas

Sumatera Utara Medan.

Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada rekan-rekan

mahasiswa yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat

berkonsultasi dalam penyusunan skripsi ini dan semua pihak yang telah

membantu proses penulisan skripsi ini hingga selesai.

Akhirnya penulis menyadari segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik

yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini dengan

harapan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang

keperawatan dan pengembangan ilmu keperawatan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juni 2011

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR SKEMA ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 5

3. Pertanyaan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

1. Konsep Skizofrenia Paranoid ... 8

1.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid ... 8

1.2 Gejala-Gejala Skizofrenia Paranoid ... 9

1.3 Faktor Risiko Skizofrenia Paranoid ... 10

1.4 Terapi Skizofrenia Paranoid ... 11

2. Konsep Keluarga ... 12

2.1 Defenisi Keluarga ... 12

2.2 Tipe Keluarga ... 12

3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga ... 13

4. Konsep Kekambuhan ... 17

4.1 Defenisi Kekambuhan ... 17

4.2 Faktor-Faktor Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid ... 17

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 19

1. Kerangka Konsep ... 19

(8)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 24

1. Desain Penelitian ... 24

2. Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling ... 24

2.1 Populasi Penelitian... 24

2.2 Sampel Penelitian ... 24

2.3 Teknik Sampling... 24

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4. Pertimbangan Etik ... 25

5. Instrumen Penelitian ... 26

5.1 Kuesioner Data Demografi... 26

5.2 Kuesioner Dukungan Sosial Keluarga ... 26

6. Uji Validitas dan Uji Realibilitas ... 27

7. Pengumpulan Data ... 28

8. Analisa Data ... 29

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

1. Hasil Penelitian ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

1. Kesimpulan ... 38

2. Saran ... 39

2.1 Praktek Keperawatan ... 39

2.2 Pendidikan Keperawatan ... 39

(9)

2.4 Keluarga ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN INSTRUMEN PENELITIAN ... 44

HASIL UJI RELIABILITAS ... 50

HASIL UJI SPEARMAN RHO ... 52

TAKSASI DANA ... 53

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 20

Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Umur Keluarga Pasien Skizofrenia Paranoid Di

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan (n=32) ... 31

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Keluarga Pasien

Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan

(N=32)... 32

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Frekuensi Kekambuhan Pasien

Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan

(n=32) ... 33

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dukungan Sosial Keluarga Pada

Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu

Medan (n=32) ... 33

Tabel 5.5 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Frekuensi

Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS

Jiwa Daerah Propsu Medan... 34

(12)

Relaps in Patients with Paranoid Schizophrenia in the Polyclinic Psychiatric Sumatera Utara Distric Hospital in Medan

Researcher : Septian Mixrofa Sebayang Study Program : Nursing Science

Academic Year : 2011

ABSTRACT

Social support is one source of stress management and influence a person's health condition.

The purpose of this study is to find out the relationship between family social support with paranoid schizophrenia of patients relapse frequency in the Polyclinic Psychiatric Sumatera Utara Distric Hospital in Medan. This study design is a descriptive correlation. Purposive sampling were required 32 respondents.

The result of the study shows that there is a significant correlation between family social support with paranoid schizophrenia of patients relapse frequency (p = 0.028, ρ = - 0.388). The research suggest the nurses to involve families in the treatment of paranoid schizophrenia patients so that families can care for patients with paranoid schizophrenia at home.

(13)

Judul :Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan

Peneliti :Septian Mixrofa Sebayang Jurusan :Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik :2011

ABSTRAK

Dukungan sosial merupakan salah satu sumber penanganan stres yang penting dan mempunyai pengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan. Desain penelitian ini deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 32 responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid (P =0,028; ρ =-0,388). Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada perawat untuk melibatkan keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia paranoid sehingga keluarga mampu merawat pasien skizofrenia paranoid dengan baik di rumah.

(14)

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan gangguan fungsi otak yang timbul akibat

ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak.

Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya

perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar

pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi dan halusinasi (puspitasari,

2009).

Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 memperkirakan

bahwa 1 % populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Penelitian yang sama

oleh WHO juga mengatakan bahwa prevalensi skizofrenia dalam masyarakat

berkisar antara satu sampai tiga per mil penduduk dan di Amerika Serikat

penderita skizofrenia lebih dari dua juta orang. Skizofrenia lebih sering terjadi

pada populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah (Tomb, 2004).

Hasil survey di Indonesia memperlihatkan bahwa sekitar 1-2% penduduk

yang menderita skizofrenia hal ini berarti sekitar 2- 4 juta jiwa dari jumlah

tersebut diperkirakan penderita yang aktif sekitar 700.000-1,4 juta jiwa. Demikian

juga dengan Irmansyah (2005), bahwa penderita yang dirawat di bagian psikiatri

di Indonesia hampir 70% karena skizofrenia (Chandra, 2006).

Data yang diperoleh dari Rekaman Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Sumatera Utara tahun 2004, pasien gangguan jiwa yang dirawat

(15)

orang (88,15%). Pada tahun 2005 pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah

1.694 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.543 orang

(91,09%). Dari 1543 orang penderita yang dirawat pada tahun 2005 sebanyak

1493 orang penderita remisi sempurna (96,76%), dan dari jumlah tersebut

penderita yang mengalami kekambuhan sebanyak 876 orang penderita (58,76%).

Data di atas menunjukkan adanya peningkatan penderita skizofrenia dari tahun ke

tahun di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara dan juga

menunjukkan tingginya angka kekambuhan pada penderita (Rekaman Medik

RSJD Propsu, 2005). Data Rekaman Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi

Sumatera Utara tahun 2009 ( Januari-Desember) menunjukkan bahwa pasien

skizofrenia paranoid yang rawat jalan sebanyak 3529 orang (Laporan Rekaman

RSJ, 2009)

Penyakit skizofrenia seringkali kronis dan kambuh, sehingga penderita

memerlukan terapi/ perawatan lama. Di samping itu semua etiologi, patofisiologi

dan perjalanan penyakitnya amat bervariasi/ heterogen bagi setiap penderita,

sehingga mempersulit diagnosis dan penanganannya. Keadaan seperti ini akan

menimbulkan beban dan penderitaan bagi keluarga. Keluarga sering kali

mengalami tekanan mental karena gejala yang ditampilkan oleh penderita dan

juga ketidaktahuan keluarga menghadapi gejala tersebut. Kondisi inilah yang akan

melahirkan sikap dan emosi yang keliru dan berdampak negatif pada penderita.

Biasanya keluarga menjadi emosional, kritis dan bahkan bermusuhan yang jauh

dari sikap hangat yang dibutuhkan oleh penderita (Irmansyah, 2005).

Kekacauan dan dinamika keluarga ini memegang peranan penting dalam

(16)

cenderung kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan penderita yang

ditempatkan pada lingkungan residensial. Penderita yang paling beresiko untuk

kambuh adalah penderita yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh

permusuhan, keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, terlalu

protektif terhadap penderita (Tomb, 2004).

Demikian juga menurut Sasanto, mengatakan bahwa banyak hal yang

dapat meningkatkan kekambuhan penderita skizofrenia, salah satu faktor yang

paling kuat adalah pengobatan yang tidak adekuat. Kekambuhan dapat

diminimalkan atau dicegah melalui pengintegrasian antara intervensi farmakologis

dan non farmakologis, selain itu dukungan sosial keluarga juga sangat dibutuhkan

untuk resosialisasi dan pencegahan kekambuhan (Vijay, 2005).

Dukungan sosial merupakan cara keluarga untuk menghadapi/menangani

penderita skizofrenia sehingga tidak terjadi kekambuhan. Selain itu dukungan

sosial keluarga juga merupakan respons positif, afektif, persepsi dan respons

perilaku yang digunakan oleh keluarga untuk memecahkan masalah dan

mengurangi stress yang diakibatkan oleh penderita skizofrenia. Kekambuhan pada

penderita skizofrenia yang berada di tengah keluarga merupakan suatu tanda

bahwa keluarga gagal untuk melakukan dukungan sosial dengan baik.

Chandra (2005) menyatakan bahwa penderita skizofrenia remisi sempurna

akan dikembalikan kepada keluarga, maka keluarga harus mengenal gejala-gejala

skizofrenia. Selain itu penderita skizofrenia sangat memerlukan perhatian dan

empati dari keluarga. Itu sebabnya keluarga harus menumbuhkan sikap mandiri

dalam diri penderita, mereka harus sabar serta menghindari sikap Expressed

(17)

memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan

dan menimbulkan kekambuhan (Chandra, 2005).

Pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat anggota keluarga

yang menderita skizofrenia bisa didapat dengan mengikuti program-program

intervensi keluarga yang menjadi satu dengan pengobatan skizofrenia seperti

family psycho education program, cognitive behavior therapy for family,

multifamily group therapy dan lain-lain. Di Indonesia program penanganan

keluarga ini belum mendapat perhatian yang lebih. Hal ini sebenarnya perlu

dilakukan mengingat bahwa: pertama, karena hampir semua penderita tidak dalam

perawatan, tetapi berada di tengah keluarga; kedua, minimnya fasilitas kesehatan

mental membuat penanganan pengobatan penderita tidak optimal dan ketiga

penanganan oleh keluarga jauh lebih murah. Program umumnya bisa meliputi

pengetahuan dasar tentang skizofrenia, penanganan emosi dalam keluarga,

keterampilan menghadapi gejala skizofrenia, serta keterampilan menjadi perawat

yang baik bagi penderita (Irmansyah, 2005).

Demikian halnya dengan penderita skizofrenia yang dirawat di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, mereka membutuhkan

dukungan/penanganan yang baik dari keluarga setelah pulang dari rumah sakit,

sehingga kekambuhan bisa dikendalikan atau dicegah. Kenyataan yang ada di

lapangan tidak seperti yang diharapkan, pasien justru banyak yang mengalami

kekambuhan dan keluarga seolah pasrah dengan kondisi yang terjadi. Hal ini

didukung hasil penelitian Saifullah (2005) di Badan Pelayanan Kesehatan Jiwa

(18)

dapat meningkatkan resiko kekambuhan sebesar 4,28 kali dibandingkan dengan

penerimaan yang baik dari keluarga.

Yosep (2008) mengemukakan, adanya suatu penyakit yang serius dan

kronis pada diri seseorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang

mendalam pada sistem keluarga, khususnya pada struktur peran dan pelaksanaan

fungsi-fungsi keluarga. Oleh karena itu keluarga merupakan sistem pendukung

utama yang memberikan perawatan langsung setiap keadaan sehat dan sakit

terhadap penderita. Sehingga dalam hal ini perlu adanya peran serta yang besar

dari keluarga dalam memberikan dukungan sosial dan pemenuhan kebutuhannya.

Dalam menghadapi stressor kehidupan penting untuk memberikan dukungan

sosial kepada pasien skizofrenia paranoid. Dukungan sosial merupakan salah satu

sumber penanggulangan terhadap stres yang penting yang mempunyai pengaruh

terhadap kondisi kesehatan seseorang (Rahmawati, 2009).

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu

Medan.

2. Tujuan Penelitian

2.1Tujuan umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien

(19)

2.2 Tujuan Khusus

1 Mengetahui dukungan sosial keluarga pada pasien skizofrenia paranoid di

Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan

2 Mengetahui frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik

RS Jiwa Daerah Propsu Medan

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan judul penelitian, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dukungan sosial keluarga pada pasien skizofrenia paranoid di

Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan

2. Bagaimana frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di

Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan

3. Apakah ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah

Propsu Medan

4. Manfaat Penelitian

4.1Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi

perawat jiwa untuk meningkatkan peran serta keluarga dengan cara melibatkan

keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia paranoid

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

dan informasi bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan jiwa dalam

memberikan asuhan keperawatan yang terkait dengan dukungan sosial keluarga

(20)

mengetahui pentingnya dukungan sosial keluarga dalam upaya pencegahan

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid.

4.3Peneliti Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan

bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan dukungan sosial keluarga pada

pasien skizofrenia paranoid.

4.4Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi

keluarga untuk dapat meningkatkan kemampuan keluarga memberikan perhatian,

bantuan dan penghargaan, memberikan semangat kepada pasien skizofrenia

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1 Konsep Skizofrenia Paranoid

1.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid

Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan

menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir

dan berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi

secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran

dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu

memelihara diri mereka sendiri (Nolen, 2004).

Skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling membingungkan dan

melumpuhkan. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling

berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini

sering menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya

simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus

hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan

persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan konsepsi yang tidak logis. Mereka

mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan menunjukkan sedikit ekspresi

(Greene, 2003).

Menurut Tubagus, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti

jiwa yang retak (skizos artinya retak dan freenas artinya jiwa). Jiwa manusia

terdiri dari 3 unsur yaitu perasaan, kemauan dan perilaku (Erwin, 2002).

(22)

fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan

menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan perilaku

dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaac, 2005).

1.2 Gejala-Gejala Skizofrenia Paranoid

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:

1. Gejala positif

a. Delusi atau waham

Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah

dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun

penderita tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi

Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya

penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal

tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikiran

Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,

sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

d.Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan

semangat dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan sejenisnya.

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman

terhadap dirinya.

(23)

2. Gejala negatif

a. Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar”

Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak

menunjukkan ekspresi.

b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak

dengan orang lain dan suka melamun.

c. Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam.

d. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Sulit dalam berpikir nyata.

f. Pola pikir steorotip.

g. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.

1.3 Faktor Resiko Skizofrenia Paranoid

Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut:

1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga

2. Kembar identik

Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka

identik 100% (Videbeck, 2008).

3. Struktur otak abnormal

Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT scan,

Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan Positron Emission Tomography

(PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak dan

aktivitas otak individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa

individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih

sedikit (Carpenter, 2000).

(24)

4. Sosiokultural

Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara

berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan

lebih baik daripada di negara maju (Jenkins, 2003). Di negara

berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat

disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih

banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa

negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan,

mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan

keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu

jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita

skizofrenia.

5. Tampilan emosi

Sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang

keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar

kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka

yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Hooley,

2000).

1.4 Terapi Skizofrenia Paranoid

1. Farmakoterapi

2. ECT (Electro Convulsive Therapy)

3. Terapi Koma Insulin

(25)

2. Konsep Keluarga

2.1 Defenisi Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya

dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu

membentuk homeostasis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota

keluarga dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota

keluarganya dari adanya gangguan-gangguan mental dan ketidakstabilan

emosional anggota keluarganya. Usaha kesehatan mental sebaiknya dan

seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan

mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif

bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental

(Notosoedirdjo, 2005). Keluarga sebagai sistem sosial yang terdiri dua orang atau

lebih yang hidup bersama dan memiliki ikatan emosional yang kuat, interaksi

yang regular, dan berbagai kekhawatiran dan tanggung jawab (Isaacs, 2005).

2.2 Tipe Keluarga

Tipe keluarga dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu :

a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak,

baik karena kelahiran maupun adopsi.

b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah

keluarga yang lain misalnya kakek, nenek, paman, bibi, sepupu

termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa

anak, serta keluarga pasangan sejenis.

c. Keluarga Berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan

pria yang menikah lebih dari satu kali.

(26)

d. Keluarga asal (family of origin) merupakan satu unit keluarga tempat

asal seseorang dilahirkan.

e. Keluarga Komposit (composite family) adalah keluarga dari

perkawinan poligami dan hidup bersama.

f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan

perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan

keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto,

2007).

3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan adalah memberi spirit dan psiko adalah jiwa (Bambang, 2000).

Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang

diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu

bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan memperhatikannya

(Setiadi, 2007). Hawari (2001) dukungan sosial merupakan terapi yang bertujuan

untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat

kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosial.

Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa

komponen-komponen dukungan sosial keluarga adalah sebagai berikut :

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional memberikan pasien nyaman, merasa dicintai

meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat,

empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya

merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan

(27)

rumah atau rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau

menjaga keadaan emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan

emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian

kepada individu. Memberikan individu perasaan yang nyaman, rasa

memiliki dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam

bentuk semangat, kehangatan personal, cinta, dan emosi. Jika stres

mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai maka

dukungan dapat menggantikannya sehingga akan dapat menguatkan

kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus menerus dan

tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri.

2. Dukungan Pengharapan

Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan

motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan

dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian positif terhadap

individu. Pasien mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang

masalah mereka, terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga

kepada pasien, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan

pasien. Dukungan keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi

koping pasien dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman

yang berfokus pada aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan,

kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman.

Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan

(28)

keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik

dan mampu membangun harga diri pasien.

3. Dukungan Nyata

Dukungan ini meliputi penyedian dukungan jasmaniah seperti pelayanan,

bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan

material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/Material Support),

suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan

masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat

seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan

fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu

menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber

untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan

sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk

uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi,

dukungan nyata akan lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan

tepat. Pemberian dukungan nyata yang berakibat pada perasaan

ketidakadekuatan dan perasaan berhutang, malah akan menambah stres

individu.

4. Dukungan Informasi

Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama,

termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi

pasien di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan,

saran, atau umpan balik terhadap apa yang dilakukan oleh seseorang.

(29)

dokter, dan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi

individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi, keluarga

sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

Pemberian asuhan keperawatan dan terapi saja kepada pasien skizofrenia

paranoid ternyata tidak cukup, tetapi peran keluarga untuk memberikan dukungan

sosial merupakan kunci utama. Kuntjoro (2002) memberi contoh nyata yaitu bila

ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara

ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut

maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial.

Dukungan sosial (social support) didefinisikan oleh Gottlieb (dalam

Kuntjoro 2002) sebagai informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang

nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan

subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang

dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku

penerimanya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (dalam Kuntjoro

2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan,

kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan menghargai dan menyayangi

kita. Dalam hal ini pasien skizofrenia paranoid yang memperoleh dukungan

sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapatkan saran atau

kesan yang menyenangkan. Kurangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan

sosial dapat menimbulkan konflik atau keguncangan atau kecemasan sehingga

mempengaruhi proses penyembuhan pasien dan juga mempengaruhi lamanya

pengobatan (Darsana, 2009).

(30)

4. Konsep Kekambuhan

4.1 Defenisi Kekambuhan

Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama

seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri,

2008). Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada

orang yang mudah terkena depresi, dimana dapat ditemukan bahwa

orang yang mengalami kekambuhan lebih besar kemungkinannya daripada

orang-orang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka.

4.2 Faktor- Faktor Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid

Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50 % pada

tahun pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger, 1988) dan 100% pada tahun

kelima setelah pulang dari rumah sakit (Carson & Ross, 1987).

Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab pasien

kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu :

a. Pasien

Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur

mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian

menunjukkan 25% sampai 50% pasien skizofrenia yang pulang dari

rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam

Keliat 1996). Pasien kronis, khususnya skizofrenia sukar mengikuti

aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan

ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat

bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat

(31)

b. Dokter

Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun

pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping

yang mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.

Pemberian obat oleh dokter diharapkan sesuai dengan dosis terapeutik

sehingga dapat mencegah kekambuhan.

c. Penanggung Jawab Pasien (Case Manager)

Setelah pasien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus

mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan

pasien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini pasien dan segera

mengambil tindakan.

d. Keluarga

Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan

kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien mudah

dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.

Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses

perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah

agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas

perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan pasien

sehingga status kesehatan pasien meningkat.

(32)

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang diamati/diukur melalui penelitian yang akan

dilakukan. Kerangka konsep penelitian dilakukan pada penelitian ini

menggambarkan hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu

Medan. Dukungan sosial keluarga dalam penelitian ini menjadi variabel bebas

sedangkan frekuensi kekambuhan menjadi variabel terikat. Secara skematis

kerangka konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Skema 3.1 Kerangka Konsep Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi

Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rs Jiwa

Daerah Propsu Medan Dukungan sosial keluarga

Dukungan Emosional Dukungan Pengharapan Dukungan Nyata Dukungan Informasi

Frekuensi kekambuhan

1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi

(33)

2. Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Dukungan

Bantuan yang meliputi

(34)

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

2. Dukungan Pengharapan yaitu

bantuan yang diberikan keluarga

berupa penghiburan,

memberikan dorongan, motivasi,

dan menjadi pendengar tentang

masalah yang dialami pasien

3. Dukungan Nyata yaitu

bantuan yang diberikan keluarga

berupa biaya

pengobatan/finansial dan materi

lainnya.

4. Dukungan Informasi yaitu

bantuan yang diberikan keluarga

berupa nasihat, pengarahan dan

saran yang dilakukan pasien,

komunikasi pada pasien,

mempunyai tanggung jawab

bersama dan memberikan solusi

tentang masalah pasien

(35)

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Frekuensi

Kekambuhan

Jumlah dari keadaan

dimana pasien

di rumah sakit jiwa

(36)

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hipotesa Alternatif

(Ha) yaitu adanya hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu

(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif korelasi yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan

frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah

Propsu Medan.

2. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling

2.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini seluruh keluarga dari pasien skizofrenia

paranoid yang mengalami kekambuhan dan sedang rawat jalan di Poliklinik

Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan dengan jumlah 237

pasien per bulan (Laporan Rekam Medik RSJ, 2009).

2.2 Sampel Penelitian

Penentuan besar sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

tabel power analysis. Dalam penelitian ini ditetapkan derajat ketepatan (α) sebesar

0.05, power sebesar 0.80 dan effect size sebesar 50 % sehingga besarnya jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang (Polit & Hungler, 1999).

2.3 Teknik Sampling

Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive

sampling dengan mengambil responden yang tersedia saat itu dan telah memenuhi

(38)

Kriteria yang ditentukan untuk subjek penelitian ini adalah : (1) keluarga

inti (ayah, ibu, kakak/ibu, suami/istri) dari pasien skizofrenia paranoid yang

mengalami kekambuhan skizofrenia paranoid yang sedang rawat jalan di

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, (2) tinggal

serumah dengan pasien, (3) pasien menderita skizofrenia paranoid lebih dari 1

tahun (pasien lama).

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara Medan, pada bulan Desember 2010 sampai Januari 2011 di

Medan.

Alasan melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara Medan karena Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Medan sebagai tempat untuk praktek pendidikan keperawatan jiwa dan pusat

rujukan bagi penderita gangguan jiwa di wilayah Sumut dan NAD.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat surat izin peneliti

dari Fakultas Keperawatan USU maka peneliti menyerahkan surat izin penelitian

kepada Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.

Setelah izin didapatkan dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera

Utara Medan maka peneliti melaksanakan penelitian dengan memberi penjelasan

kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan

penelitian. Peneliti menyertakan langsung lembar persetujuan peneliti kepada

(39)

terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden

tidak bersedia atau menolak untuk dijadikan objek penelitian maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan catatan

mengenai responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh

responden, Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Data yang

diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan

kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti (Nursalam,

2003).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian dibuat dalam bentuk kuesioner

yang disusun berdasarkan tinjauan pustaka (Kunjuro, 2002). Instrumen peneliti ini

terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi tentang data demografi, yang kedua

berisi tentang dukungan sosial keluarga dan yang ketiga berisi tentang frekuensi

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid.

5.1 Kuesioner Data Demografi

Digunakan untuk mengkaji data demografi responden yang meliputi nomor

kode responden, umur, jenis kelamin, hubungan keluarga dengan pasien, status,

agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, lama anggota

keluarga menderita skizofrenia paranoid.

5.2 Kuesioner Dukungan Sosial Keluarga

Peneliti menyusun kuesioner dukungan sosial keluarga berdasarkan tinjauan

pustaka tentang konsep dukungan sosial keluarga, dengan penilaian kuesioner

menggunakan skala likert. Kuesioner dukungan sosial keluarga berisi tentang

(40)

16 pertanyaan yaitu dukungan emosional yang terdiri dari 4 pertanyaan yaitu

nomor 1-4, dukungan informasi terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 5-8,

dukungan nyata terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 9-12 dan dukungan

pengharapan 4 pertanyaan yaitu nomor 13-16. Kuesioner disusun dalam bentuk

pertanyaan positif dengan empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri dari

Selalu, Sering, Jarang dan Tidak pernah. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap

pertanyaan adalah 0 sampai 3, dimana jawaban Selalu bernilai 3, Sering bernilai 2,

Jarang bernilai 1 dan tidak pernah bernilai 0.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2002)

Panjang kelas (p) =

kelas Banyak

kelas Rentang

Dengan P = 16 maka nilai tertinggi yang mungkin diperoleh adalah 48 dan

nilai terendah yang mungkin diperoleh adalah 0, maka rentang kelas adalah 48

dengan 3 kategori banyak kelas. Maka dukungan sosial keluarga pada pasien

skizofrenia paranoid dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

0-16 : Dukungan kurang

17-32 : Dukungan cukup

33-48 : Dukungan baik

Frekuensi kekambuhan tinggi bila pasien dalam satu tahun kambuh lebih

dari atau sama dengan 2 kali, sedang bila kurang dalam satu tahun kambuh satu

kali, dan rendah bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh (Nurdiana, 2007).

6. Uji Validitas dan Uji Realibilitas

Kuesioner dalam penelitian ini divalidasi oleh ahlinya dari Departemen

(41)

Uji realibilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui

apakah alat ukur dapat memperoleh hasil ukur yang konsisten atau tetap

(Notoatmodjo, 2005).

Uji realibilitas dilakukan terhadap 10 subjek yang sesuai dengan kriteria

yang telah ditentukan sesuai subjek studi. Uji tes dukungan keluarga dilakukan

dengan menggunakan teknik komputerisasi program SPSS untuk analisis

cronbach’s alpha pada item berkala (Arikunto, 1999). Hasil uji realibilitas untuk

kuesioner dukungan sosial keluarga adalah r = 0,839.

7. Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data secara mandiri dengan membagikan

kuesioner secara langsung kepada responden. Sebelum membagikan kuesioner

kepada responden, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin

pelaksaaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU.

Kemudian mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian

(Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan). Setelah mendapat

izin dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, peneliti

melaksanakan pengumpulan data penelitian, menjelaskan pada calon responden

tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner. Calon responden yang

bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan

menjadi responden). Selanjutnya menjelaskan cara pengisian kuesioner dan

responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dengan

cermat dan tidak ada hal yang terlewatkan. Responden diberikan kesempatan

(42)

diisi oleh responden sesuai dengan yang dialami dan dirasakan, selanjutnya data

dikumpulkan untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Setelah semua data dikumpul, maka peneliti melakukan analisa dan melalui

beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data responden

dan memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Setelah itu mengklarifikasi

dan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan serta dilakukan pengolahan data

dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPSS 15.0.

Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat, dimana data

univariat untuk menampilkan data demografi, dukungan sosial keluarga dan

frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan persentase. Sedangkan bivariat untuk mengidentifikasi hubungan

dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia

paranoid.

Hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien

skizofrenia paranoid dianalisa secara statistik dengan menggunakan formula

korelasi Spearman. Hasil dari analisa korelasi Spearman ini ialah nilai koefisien

korelasi (ρ) dan nilai signifikansi (P).

Nilai ρ menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai ρ berada pada level

0.80 – 1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan

yang sangat kuat, level 0.60 – 0.79 (baik plus dan minus) menunjukan adanya

derajat hubungan yang kuat, level 0.40 – 0.59 (baik plus atau minus) menunjukan

adanya derajat hubungan yang sedang, level 0.20 – 0.39 (baik plus atau minus)

(43)

atau minus) menunjukan adanya derajat hubungan yang sangat lemah (Dahlan,

2008). Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikasi (P) untuk uji satu

arah, jika nilai P kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) berarti hubungan

yang signifikan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesa alternatif

(Ha) diterima dan dapat diinterpretasikan sebagai adanya hubungan dukungan

sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan dan jika nilai P lebih dari nilai α

(0.05) berarti hubungan yang tidak signifikan, maka hipotesa alternatif (Ha)

ditolak dan otomatis menerima hipotesa nol (Ho). Hal ini dapat diinterpretasikan

sebagai tidak terdapatnya hubungan dukungan sosial keluarga terhadap frekuensi

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid (Demsey, 2002).

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta mengenai hubungan

antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia

paranoid di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan.

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 11 Januari – 17 Januari 2011 di

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan dengan

jumlah responden 32 orang.

1.1 Karakteristik Responden

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia responden yang paling muda adalah 19

tahun dan paling tua adalah 67 tahun, mayoritas responden berjenis kelamin

perempuan (65,6%). Hubungan keluarga dengan pasien paling banyak adalah

kakak/abang (28,2%) dan status keluarga sudah menikah (68,7%). Responden

mayoritas beragama Islam (65,6%) dan suku yang paling banyak adalah Batak

(50%). Sebagian besar pendidikan responden adalah SMP (31,3%) dan

berpenghasilan dibawah Rp. 800 ribu perbulan. Mayoritas pasien menderita

skizofrenia paranoid lebih dari 5 tahun.

Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Umur Keluarga Pasien Skizofrenia Paranoid

Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan (n=32)

Variabel N Mean SD Min-Max

(45)

Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Keluarga Pasien

Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan(N=32)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

(46)

1.2 Frekuensi Kekambuhan

Tabel 5.3 menunjukkan sebagian besar pasien skizofrenia paranoid

mengalami frekuensi kekambuhan dalam kategori rendah sebanyak 14 orang

(44,0%). Frekuensi kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 13 orang

(40,6%) dan kategori sedang berjumlah 5 orang ( 15,4%).

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Frekuensi Kekambuhan

Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu

Medan (n=32)

Data Frekuensi Kekambuhan Frekuensi Persentase

Tinggi

1.3 Dukungan Sosial Keluarga

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebanyak 5 responden (15,4%)

memberikan dukungan sosial keluarga dalam kategori kurang, 6 responden

(19,0%) memberikan dukungan sosial keluarga dalam kategori cukup dan 21

responden (65,6%) memberikan dukungan sosial keluarga dalam kategori baik.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dukungan Sosial Keluarga

Pada Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah

Propsu Medan (n=32)

Dukungan Sosial Keluarga Frekuensi Persentase

(47)

1.4 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan

Berdasarkan tabel 5.5 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien

skizofrenia paranoid dengan nilai signifikansi (P) 0,028 dan koefisien korelasi (ρ)

dengan nilai -0,388 yang berarti terhadap hubungan yang lemah dan berlawanan

arah antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia paranoid.

Dalam arti semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah frekuensi

kekambuhan pasien skizofrenia paranoid.

Tabel 5.5 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Frekuensi

Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS

Jiwa Daerah Propsu Medan

Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P

Dukungan sosial keluarga Frekuensi kekambuhan -0,388 0,028

2 Pembahasan

2.1 Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien skizofrenia

paranoid mengalami kekambuhan dalam kategori frekuensi rendah sebanyak 14

pasien (44,0%) dan 13 pasien (40,6%) mengalami kekambuhan dalam kategori

frekuensi tinggi. Pada pasien yang kronis, dimulai dengan pasien menunjukkan

tanda dan gejala psikotik yang terus menerus selama lebih dari 2 tahun.

Kekambuhan pasien skizofrenia paranoid merupakan bagian dari fase aktif dengan

ditandai sedikitnya 2 gejala psikotik (Kaplan, 1998). Kekambuhan pasien

(48)

tidur, isolasi sosial, peningkatan halusinasi pendengaran (Daley, 2001). Pasien

yang dipulangkan ke rumah mempunyai kecenderungan kambuh pada tahun

berikutnya dibandingkan dengan pasien yang dietempatkan pada lingkungan

residensial (Tomb, 2004). Kebanyakan pasien-pasien skizofrenia paranoid

mengalami perjalanan penyakit yang kronik dengan berbagai bentuk karakteristik

kekambuhan dengan eksaserbasi psikosis dan peningkatan angka rehospitalisasi

(Sena, 2003). Suatu kesimpulan dari riset klinis yang didasarkan pada studi follow

up menyatakan bahwa beberapa faktor yang berkontribusi dalam mengakibatkan

terjadinya kekambuhan adalah ketidakpatuhan terhadap pengobatan, faktor-faktor

farmakologi (dosis obat), faktor-faktor psikososial (termasuk dukungan sosial

keluarga), penyalahgunaan alkohol dan obat (Ayuso, 1997).

2.2 Dukungan Sosial Keluarga Pada Pasien Skizofrenia Paranoid

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan

dukungan dalam kategori baik sebanyak 21 responden (65,6%) kepada pasien

skizofrenia paranoid. Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga sudah optimal

dalam memberikan dukungan sosial untuk mencegah kekambuhan pasien

skizofrenia paranoid. Penderita yang mendapatkan dukungan keluarga

mempunyai kesempatan berkembang kearah positif sehingga penderita skizofrenia

akan bersikap positif, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya (Puspitasari,

2009). Studi WHO menunjukkan hasil yang lebih baik pada pasien skizofrenia

paranoid secara tradisional, di negara-negara nonbarat, dimana keluarga lebih

toleran. Dukungan keluarga terhadap terapi pengobatan mungkin dapat

menurunkan atau paling tidak memperlambat kekambuhan pada pasien. Selain itu,

(49)

dengan pengobatan ternyata menghasilakan angaka kekambuhan yang rendah

dibandingkan dengan hanya menggunakan pengobatan (Ayuso, 1997). Dukungan

keluarga terhadap pasien-pasien skizofrenia menjadi hal yang sangat penting

dalam proses penyembuhan selain obat-obatan (Fahanani, 2010).

Berdasarkan data demografi faktor penghasilan, pendidikan, lama menderita

skizofrenia paranoid juga mempengaruhi pasien skizofrenia. Dengan mayoritas

pengahasilan dibawah Rp. 800.000, pendidikan SMP, dan semakin lama pasien

skizofrenia maka mempengaruhi dukungan sosial keluarga dalam proses

pengobatan pada penderita skizofrenia paranoid. Yang dapat mempengaruhi

dukungan sosial keluarga (meningkat stressor psikososial) adalah masalah dengan

kelompok pendukung utama (primary support group), masalah yang berkaitan

dengan lingkungan sosial, masalah pendidikan (pendidikan rendah), masalah

pekerjaan, masalah perumahan, masalah ekonomi (penghasilan), masalah akses

pelayanan kesehatan (APA, 1994)

2.3 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan

Pasien Skizofrenia Paranoid

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

dan signifikan antara dukungan sosial keluarga terhadap frekuensi kekambuhan

pasien skizofrenia paranoid. Didapat nilai koefisien korelasi (ρ) = -0,388 dan nilai

signifikansi (P) = 0,028 dukungan sosial keluarga terhadap frekuensi kekambuhan

pasien skizofrenia paranoid dan tanda negatif koefisien korelasi menunjukkan

ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin

rendah frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid. hasil penelitian ini

(50)

frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid. Hal ini didukung oleh

Fortinash (2000), yang menyatakan bahwa pasien skizofrenia, khususnya dengan

paranoid bentuk komunikasi yang empati di antara anggota keluarga dan

dukungan pada setiap anggota keluarga akan membantu koping positif pada

pasien yang sakit dan menunjukkan efek positif pada kasus skizofrenia.

Simanjuntak (2008) menyatakan bahwa dukungan dari keluarga (primary support

group) dan pengurangan expressed emotion dalam lingkungan keluarga terhadap

pasien-pasien skizofrenia paranoid dapat menurunkan kekambuhan. Hal ini

didukung oleh hasil penelitian Sirait (2008), yang memperlihatkan bahwa

keluarga penderita skizofrenia yang mengalami kekambuhan mencari dukungan

sosial dengan kategori kurang yaitu sebesar 60% sedangkan keluarga penderita

skizofrenia yang tidak mengalami kekambuhan mencari dukungan sosial kategori

kurang dari 15%. Berdasarkan hasil studi ini, dapat disimpulkan bahwa kurangnya

dukungan sosial keluarga akan meningkatkan frekuensi kekambuhan pasien.

Interaksi antara keluarga dan pasien terhadap proses gejala dapat diketahui. Oleh

karena itu, keluarga terutama keluarga inti harus dapat memberikan support

kepada pasien skizofrenia paranoid dan dapat mengenal penyakit yang

dideritanya, serta menciptakan lingkungan psikis yang sehat di dalam keluarga.

Hal ini penting untuk dikembangkan untuk mengantisipasi rencana yang diambil

keluarga ketika anggota keluarga mengidentifikasi perubahan gejala dan

memahami keterkaitan stres dan kekambuhan. Ini juga dapat membantu keluarga

untuk mewaspadai bentuk aktivitas pasien untuk mendeteksi tanda awal

(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dengan uji statistik dan pembahasan dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

a. Gambaran frekuensi variabel dukungan sosial keluarga dan variabel

frekuensi kekambuhan dalam penelitian ini menunjukkan :

1) Berdasarkan kategori data terhadap dukungan sosial keluarga pada

pasien skizofrenia paranoid maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas

keluarga memberikan dukungan sosial yang baik yaitu sebesar 65,6%.

2) Berdasarkan kategori data terhadap frekuensi kekambuhan pasien

skizofrenia paranoid maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas pasien

skizofrenia paranoid mempunyai frekuensi kekambuhan yang rendah

yaitu sebesar 44,0%.

b. Gambaran hubungan variabel dukungan sosial keluarga dengan variabel

frekuensi kekambuhan dalam penelitian ini menunjukkan:

Ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga terhadap

frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid dengan nilai

signifikansi (P) = 0,028 dan nilai koefisien korelasi (ρ) = -0,38

(52)

2. Saran

2.1 Praktek Keperawatan

Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat perlu melibatkan peran

keluarga misalnya memberikan penyuluhan tentang penyakit skizofrenia

paranoid kepada keluarga, memberikan informasi tentang cara minum

obat kepada keluarga, merujuk keluarga membawa pasien skizofrenia

paranoid ke tempat pelayanan kesehatan apabila kambuh dan memberikan

pengertian kepada keluarga akan menerima pasien skizofrenia paranoid

selama di rumah.

2.2 Pendidikan Keperawatan

Dalam penelitian ini didapatkan data bahwa ada hubungan antara

dukungan sosial keluarga dalam merawat pasien di rumah dengan

frekuensi kekambuhan pasien skizofenia paranoid, sehingga menjadi

bahan masukan untuk perkuliahan agar mempersiapkan mahasiswa untuk

melibatkan anggota keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan.

2.3 Penelitian Selanjutnya

Diharapkan penelitian lebih lanjut tentang hubungan frekuensi

kekambuhan dengan faktor-faktor lain (koping keluarga, stressor

psikososial, ketidakpatuhan) dengan jumlah sampel yang representatif

sehingga didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi

kekambuhan agar program pengobatan dapat berjalan terintegrasi dan

(53)

2.4 Keluarga

Berdasarkan hasil di lapangan praktek sehari-hari banyak anggota

keluarga yang kurang membawa pasien kontrol ke rumah sakit. Oleh

karena itu diharapkan bagi keluarga agar memberikan perhatian, bantuan

dan penghargaan, memberi semangat sehingga proses kesembuhan dapat

berjalan lebih optimal. Selain itu, keluarga juga perlu mengetahui

informasi yang dibutuhkan tentang pasien skizofrenia paranoid sehingga

apabila kambuh segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan.

(54)

Andri, (2008). Kongres Nasional Skizofrenia V Closing The Treathment Gap for Schizophrenia.

APA. (1994) Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Fourth Edition. Washington DC : American Psychiatric Association

Arikunto, Suharsimi. (1999) Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Ayuso, Guiterrez. (1997) Factor Inluencing Relapse in The Long Term Course of Schizophrenia. Schizophrenia Research

Buchanan, R.W., & Carpenter, T.W. (2000). Schizophrenia: Introduction and overview. Kaplan & Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry (7th ed.). Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins, Inc

Carson, Ross. (1987) Factors influencing relapse in the long-term course of schizophrenia. Schizophrenia Research

Carson, V. Benner (2000).Mental Health Nursing :The Nurse Patient Journey Philadelphia :W.B. Saunders Company

Chandra. (2005) Kenali Gejala Dini Skizofrenia. Dibuka pada website

_______. (2006) Skizofrenia danPenyalahgunaan Napza.Dibuka pada website

Dahlan, M.S. (2008)Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan.Jakarta:Salemba Medika.

Daley, Dennis. (2001) Clinician’s Guide to Mental Illnes. Singapore : Mc. Graw Hill

Darsana, W. (2009). Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Angina Pectoris. Dibuka pada website

Demsey A.P & Demsey DA, (2002).Riset Keperawatan:Buku Ajar dan Latihan Edisi 4.Jakarta:EGC.

Erwin. (2002). Pengertian Skizofrenia. Dibuka pada websit dibuka pada tanggal 29 januari 2011

(55)

Fortinash, K. M., & Holoday-Worret, P.A. (2000). The schizophrenia. Psychiatric mental health nursing (2nd ed.). St. Louis: Mosby, Inc.

Hawari. (2001).Manajemen stress, cemas dan depresi .Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hooley, J. M., & Hiller, J. B. (2000). Expressed emotion and the pathogenesis of relapse in schizophrenia. Journal of Abnormal Psychology

Irmansyah. (2006) Faktor Genetika Pada Skizofrenia. Dibuka pada website

Isaacs, Ann. (2005).Keperawatan Jiwa & Psikiatri. Edisi 3 Jakarta:EGC

Jenkins, J., & Karno, M. (2003). An Attributional Analysis of Expressed Emotion in

Mexican-American Families With Schizophrenia.Journal of Abnormal Psychology

Kaplan, Harold. (1998) Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat Jakarta : Widya Medika

Keliat, Budi. (1996). Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC

Kuntjoro, H. (2002). Dukungan Sosial pada Lansia. Dibuka pada websit

Maramis, W. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9 Surabaya : Airlangga University Press

Nevid, Rathus Greene. (2003).Psikologi Abnormal.Jakarta:Erlangga

Niven, N. (2000). Psikologi Kesehatan:Pengantar untuk perawat dan Profesional kesehatan lain.Jakarta:EGC

Nolen, Hoeksema, S. (2004). Abnormal Pyschology (3rd ed.). New York, NY: McGraw-Hill.

Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 3 Jakarta:Rineka Cipta

Notosoedirdjo & Latipun. (2005).Kesehatan Mental, Konsep, dan Penerapan. Malang:UMM Press

Nurdiana. (2007). Korelasi Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keeperawatan Volume 3 Banjarmasin:Stikes Muhammadiyah

Nursalam.(2003).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Jakarta:Salemba Medika

(56)

Polit, D.F. & Hungler, B.P.(1999).Nursing Research:Principles and Methods (6 th ed). Philadelphia:Lippincott

Puspitasari, Esti. (2009).Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan Penderita Skizofrenia. Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rahmawati, N. (2009). Pengaruh Tingkat Depresi Pada Lansia di Desa Ngadirojo

Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Dibuka pada website

Saifullah. (2005) Penanganan Penderita Skizofrenia Secara Holistik di badan

Pelayanan Kesehatan Jiwa Nangroe Aceh Darussalam. Tesis Pascasarjana USU

Sena, E. (2003) Relapse in Patients With Schizophrenia: a comparison between risperidone and haloperidol.Rev Bras Psiquiatr

Setiadi.(2007).Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta :Graha Ilmu

Simanjuntak, Yusak. (2008). Faktor Risiko Terjadinya Relaps pada Pasien Skizofrenia Paranoid. Tesis Magister Kedokteran Klinik. Universitas Sumatera Utara

Sirait, Asima. (2008) Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps pada Skizofrenia Remisi Sempurna Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2006. Tesis Magister Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara

Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Transkultural. Jakarta: EGC

Sudjana.(2002).Metode Statistika.Bandung:Tarsito

Tomb, David.(2004).Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta : EGC

Videbeck, Sheila L. (2008) Buku Ajar Keperawatan Jiwa Jakarta : EGC

Vijay.(2005) Cara Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Gangguan Jiwa. Dibuka pada websit

(57)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Judul Penelitian : Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi

Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik

RS Jiwa Daerah Propsu Medan

Peneliti : Septian Mixrofa Sebayang

NIM : 071101019

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Jalur A Universitas

Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui

hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien

skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela dan tidak

ada paksaan dari pihak manapun. Apabila saudara bersedia menjadi responden

dalam penelitian ini maka saudara akan diberi formulir persetujuan menjadi

responden untuk ditandatangani sebagai lembar persetujuan.

Peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas dan data yang responden

berikan. Informasi yang responden berikan akan saya simpan sebaik mungkin dan

apabila dalam pemberian informasi ada yang kurang dimengerti maka responden

dapat menanyakannya kepada peneliti.

Terima kasih atas partisipasi saudara/i dalam penelitian ini.

Medan, Januari 2011

Peneliti Responden

(58)

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan

Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan

(Diisi oleh peneliti)

No. Responden :

Hari/Tanggal/Jam :

I. Kuesioner Data Demografi

Petunjuk Pengisian :

Bapak/Ibu/Saudara/I diharapkan :

3 Menjawab setiap pernyataan yang tersedia dengan memberikan tanda

checklist (√ ) pada tempat yang tersedia.

4 Semua pernyataan harus dijawab.

5 Tiap satu pernyataan ini diisi dengan satu jawaban.

6 Bila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada

peneliti.

1. Umur : Tahun

2. Jenis kelamin :

( ) Laki-laki ( ) Perempuan

3. Hubungan keluarga dengan pasien :

( ) Ayah ( ) Adik

( ) Ibu ( ) Lain-lain, Sebutkan….

( ) Kakak

4. Status :

( ) Menikah ( ) Belum Menikah ( ) Janda/Duda

5. Agama :

( ) Islam ( ) Buddha ( ) Protestan

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Umur Keluarga Pasien Skizofrenia Paranoid
Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Keluarga Pasien
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dukungan Sosial Keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepatuhan pengobatan dan koping keluarga terhadap pencegahan kekambuhan penderita skizofrenia paranoid di Rumah Sakit Jiwa

Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2015 ...67 Tabel 5.8 Hasil Analisis Hubungan Persepsi Keluarga tentang Skizofrenia dengan. Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia di Ruang IRD Rumah

Hasil penelitian lain juga yang dilakukan Wahyuningrum (2013), yang berjudul hubungan dukungan keluarga dengan durasi kekambuhan pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia yang Berobat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Medan , Program Studi S2

Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan klien skizofrenia di RSJD Dr.. Amino

Berdasarkan data yang diperoleh sesuai Tabel 3 yaitu hubungan faktor regimen terapi dengan kekambuhan pasien skizofrenia di Poliklinik Jiwa RSKD Provinsi Sulawesi Selatan

Pengaruh Kepatuhan Pengobatan, Koping Keluarga Internal dan Koping Keluarga Eksternal terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Skizofrenia Paranoid di Rumah sakit Jiwa

Tujuan : Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien Skizofrenia yang pernah dirawat inap di