• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN Gambaran Objek

3. Pengurangan Waktu Pemasangan (setup)

Dari hasil kuesioner, perusahaan menyatakan bahwa setup atau waktu pemasangan merupakan hal yang penting sebagai ukuran kinerja dalam mengevaluasi sistem produksi, karena berkaitan dengan waktu dan biaya.

Di dalam sistem JIT, waktu setup dapat dikurangi dengan mempertimbangkan rancangan alur produksi. Jika peralatan dan mesin dirancang untuk satu jenis produk, maka tidak diperlukan lagi setup yang berulang-ulang dan jumlah unit produksi dapat dipenuhi berapapun sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini yang diterapkan oleh PT X, walaupun layout pabrik pada PT X mesin-mesin ditempatkan secara departemen, namun tiap-tiap mesin sudah dirancang untuk satu jenis produk, sehingga tidak memerlukan perlakuan manual dalam mengubah ukuran.

Setiap mesin telah dirancang untuk sesuai dengan ukuran standar plastik yang berlaku maupun sesuai dengan keinginan pelanggan.

Oleh karena itu, karyawan tidak melakukan secara manual dalam mengubah setting mesin, namum otomatis dari mesinnya terkhusus pada mesin blowing, cutting, dan printing. Hal ini menyebabkan karyawan dapat bekerja dengan cepat tanpa memerlukan bantuan dari operator.

Selain itu, terdapat kebijakan perusahaan yang tertulis dalam rencana produksi mengenai setup mesin untuk memaksimalkan produksi dan mengurangi waktu setup (tidak ada mesin yang menunggu atau menganggur) dan biaya setup, yaitu:

1. Mesin Blowing, produksi dimulai dengan ukuran lebarnya sama atau urutan order dari ukuran terlebar sampai terkecil, atau ukuran tebalnya sama atau ukuran order dari ukuran tertebal sampai tertipis.

2. Mesin cutting, apabila order non-print, urutan dimana lebarnya sama, tetapi perbedaan tebal tidak lebih dari 10 mikron, atau apabila order print, urutan order berikutnya adalah order non-print dengan panjangnya sama dan perbedaan tebalnya tidak lebih dari 10 mikron.

3. Mesin printing, urutan berdasarkan lebarnya sama atau warna yang digunakan sama.

4. Total Pemeliharaan Produktif

Dalam laporan perbaikan mesin (lampiran 3) terlihat dalam perusahaan rutin melakukan pemeliharan dan melakukan pencegahan secara rutin. Hal ini juga terlihat dari kuesioner, perusahaan mementingkan adanya maintenance atau pemeliharan secara terus-menerus dan dipantau oleh operator.

Berdasarkan wawancara terhadap operator pabrik, perusahaan melakukan preventive maintenance yang dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan melalui tindakan pencegahan, seperti selalu memeriksa laporan kondisi mesin dari departemen teknik (PPIC), setiap melakukan proses produksi, hal ini terdapat dalam kebijakan perencanaan produksi. Selain program preventive maintenance, perusahaan juga mengutamakan kebersihan dalam pabrik. Karyawan dituntut untuk menjaga kebersihan tempat kerjanya, hal ini merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan, agar mesin dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan siap bekerja pada saat pesanan datang.

Pada kasus mesin-mesin yang mengalami kerusakan langsung diperbaiki, namun apabila terdapat mesin yang mengalami kerusakan berat, sehingga mengalami dampak lead time lebih dari 1 minggu, maka selama tenggang 1 minggu perusahaan tidak menerima pesanan dari pelanggan yang melebihi kapasitas mesin lain. Tindakan ini diambil, agar tidak menganggu pesanan lain dan tidak mengecewakan pelanggan apabila ternyata produk tidak dapat selesai tepat waktu.

5. Pekerja Multifungsi

Salah satu perbedaan antara sistem manufaktur tradisional dengan sistem JIT adalah terletak pada keahlian karyawan. Di dalam sistem JIT, karyawan dituntut untuk bisa melakukan pekerjaannya secara multifungsi. Sedangkan didalam sistem manufaktur tradisional, karyawan tidak memiliki keahlian secara multifungsi, yang memiliki keahlian adalah operator pabrik.

Berdasarkan wawancara terhadap karyawan produksi, sebagian besar karyawan dari PT X memiliki kemampuan ganda dan fleksibel sesuai dengan lini produksinya (mixing, blowing, cutting). Misalnya, pada departemen cutting yang sebagian besar merupakan karyawan perempuan yang memiliki keahlian memasang pisau mesin, mengatur setup mesin, memasang rol plasik, maupun memasang atau mengganti karet mesin tanpa bantuan dari operator yang merupakan standar keahlian yang harus dimiliki oleh karyawan pabrik PT X.

Pada umumnya, karyawan di PT X dapat mengoperasikan peralatan dan mesin dalam jalur produksinya, sehingga ketika ada karyawan lain yang absen bekerja, karyawan lain bisa menggantikannya. Namun, pada mesin mixing, hanya karyawan dari bagian operator yang dapat mengoperasikannya, karena pada bagian ini karyawan biasa tidak dapat sembarangan mencampur bahan baku seperti produk pada HDPE, sebab kalau terjadi kesalahan dalam

mencampur bahan, bahan baku tersebut tidak bisa dipakai untuk produksi yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan.

6. Beban Kerja yang Sama

Dalam JIT, aspek yang tercakup dalam beban kerja yang sama adalah waktu siklus dan frekuensi produksi. waktu siklus produksi pada perusahaan adalah sesuai dengan lamanya waktu yang diminta oleh pelanggan, sehingga perusahaan dapat memproduksi dengan membagi frekuensi yang sama tiap produksinya (pembebanan secara bertingkat). Perusahaan juga memastikan jeda antar proses adalah 1 hari. Dengan seperti ini produksi di perusahaan lebih sistematis.

Berdasarkan wawancara dengan operator, setiap mesin dalam pabrik PT X mempunyai beban kerja yang setara dengan jadwal produksi yang sama sesuai dengan kapasitas tiap mesin (mixing, blowing, cutting, printing). Perusahaan juga tidak menerima pemesanan disaat ada kerusakan berat pada mesin yang memerlukan waktu perbaikan hingga 1 minggu. Hal ini diterapkan agar tidak menganggu kelancaran produksi dan tidak adanya tumpah-tindih pada saat produksi dan pemesanan dari pelanggan dapat tepat waktu sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan.

7. Sistem Kanban

Kanban merupakan alat komunikasi dalam sistem produksi JIT, dalam bahasa Jepang Kanban ini berarti papan isyarat. Kanban digunakan sebagai alat kontrol produksi untuk mewujudkan sistem produksi secara JIT.

Penerbitan kanban di PT X merupakan sebuah sinyal bagi karyawan untuk melakukan proses produksi. Sistem kanban yang ada di perusahaan di perintah langsung oleh departemen FA (financial accounting), kemudian diterima oleh operator pabrik untuk

memproduksi produk, kemudian diberikan oleh karyawan di pos di tiap mesin. Kemudian karyawan yang menerima kanban melakukan produksi sesuai dengan jumlah dan jenis barang yang tertera pada kanban tersebut. Sistem kanban yang dipakai oleh perusahaan meliputi: kanban perintah produksi, kanban pengambilan bahan baku, dan kanban pengiriman barang.

Dalam wawancara dengan Direktur, sistem kanban yang ada di PT X akan di update dengan teknologi baru, dimana sistem ini bisa mendeteksi adanya indikasi produk cacat dalam proses produksi, sistem tersebut akan mengeluarkan sirine. Manfaatnya adalah karyawan maupun operator dapat membantu karyawan untuk menghentikan proses produksi tersebut agar tidak merugikan perusahaan.

8. Pembelian JIT

Faktor pendukung dalam terwujudnya implementasi JIT adalah program kemitraan. Berikut daftar pemasok yang terdapat dalam perusahaan yang bisa dilihat pada Tabel 3 dibawah ini:

Tabel 3 Daftar Pemasok

No Nama Pemasok Bahan Alamat 1. PT Akino Wahanamulia HD Asrene, PP Triline Jakarta Pusat

2. Iva Plast PCB (CPP) Jakarta Pusat

3. Bapak Joni PE Hitam, PE Noblen Bandar Lampung 4. PT Bukit Mega Masaabadi PP Polytam, HD

Titannex

Jakarta Pusat Sumber: PT X

Dalam program kemitraaan JIT, perusahaan mempunyai 4 pemasok yang 3 pemasok berada di luar Provinsi Lampung dan 1 pemasok (Bapak Joni) yang berada di Provinsi Lampung dan masih kerabat dengan pemilik perusahaan. Berdasarkan wawancara dengan

Direktur, perusahaan mengalami kesulitan dengan pemasok yang berada di luar Provinsi Lampung. Kesulitannya yang dihadapi oleh perusahaan antara lain:

1. Antrian di pelabuhan terutama seperti hari menjelang hari raya Idul Fitri, Natal, maupun Tahun Baru.

2. Akses transportasi menuju lokasi perusahaan, lokasi perusahaan berada dikawasan padat industri disertai jalan yang tidak rata dan bergelombang menyebabkan truk harus hati-hati melewati jalan tersebut.

3. Pemasok tersebut bukanlah pemasok tetap. Perusahaan hanya mempunyai kontrak jangka panjang dengan Bapak Joni yang telah bekerjasama selama 10 tahun. Hal ini dikarenakan pemasok yang ada di Provinsi Lampung, pemasok biji plastik di Lampung terbilang sedikit dan kualitasnya jauh dari yang diinginkan oleh perusahaan, hal ini menyebabkan perusahaan lebih mencari dan memilih pemasok di luar Provinsi Lampung.

Perusahaan juga sering mengganti pemasok dalam waktu 1-2 tahun. Hal ini dikarenakan perusahaan masih mencari pemasok yang dapat mendukung perusahaan untuk memenuhi salah satu syarat implementasi JIT, yaitu program kemitraan. Perusahaan mencari pemasok dengan kualitas bahan baku yang bagus dengan harga yang kompetitif, serta dapat datang tepat waktu. Sebagian besar pemasok tidak dapat menjamin bahwa bahan baku dapat datang tepat waktu selain perusahaan Bapak Joni. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak ada kontrak jangka panjang dengan pemasok. Oleh karena itu, di dalam tata letak (Gambar 3) perusahaan masih memiliki gudang.

Namun perusahaan berusaha untuk menekan persediaan hampir mendekati nol (zero inventory). Sedangkan untuk frekuensi pembelian bahan baku dikirim oleh pemasok satu bulan sekali sehingga dalam satu tahun terjadi 12 kali frekeunsi pengiriman barang pesanan.

9. Kontrol Kualitas

Di dalam perusahaan terdapat departemen PDC yang bertugas melakukan quality control dan product development. Kualitas bagi perusahaan merupakan yang paling diutamakan dan sangat penting, karena salah satu alasan perusahaan meninggalkan sistem manufaktur tradisional dan menerapkan sistem JIT adalah produk cacat. Oleh karena itu, perusahaan meminimalkan terjadinya produk cacat. Dalam kuesioner produk cacat dan rework atau pengerjaan kembali menjadi ukuran kinerja yang sangat penting bagi perusahaan.

Di dalam JIT memilik tiga prinsip utama dalam pengendalian kualitas, yaitu output yang bebas cacat, segala kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan tindakan pencegahan adalah lebih murah daripada pekerjaan mengulang (rework). Departemen PDC setiap bulan membuat laporan waste untuk memantau dan mendeteksi adanya produk cacat. Laporan waste dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini:

Gambar 7

Laporan waste bulanan

10. Kontrol Kualitas Berbasis Produk

Produk yang dikatakan berkualitas kalau produk dapat memenuhi dimensi kualitas. Dimana dimensi kualitas ada 8 dimensi sebagai berikut: (1) kinerja (performance) (2) estetika (3) kemudahan perawatan dan perbaikan (4) fitur (5) keandalan (6) Tahan lama (7) kualitas kesesuaian (8) kecocokan penggunaan. Dengan perusahaan mengimplemtasi JIT yang dimana berproduksi ketika ada order dari pelanggan. Perusahaan akan berfokus berproduksi sesuai dengan permintaan pelanggan, dan sejumlah permintaan pelanggan. Dari hasil kuesioner, perusahaan secara penuh memperhatikan kontrol kualitas produk.

Evaluasi dari analisis prinsip-prinsip implementasi JIT menggunakan teori dari White et al., (1999) dengan implementasi JIT yang telah dilakukan oleh PT X dapat dilihat dalam Tabel 4 dibawah ini:

Tabel 4

Evaluasi Implementasi JIT PT X No. Prinsip Implementasi JIT

White et al., (1999)

Implementasi JIT PT X

1. Fokus Pabrik Belum terimplementasi

2. Teknologi kelompok Belum terimplementasi 3. Pengurangan Waktu Pemasangan Implementasi secara penuh 4. Total Pemeliharaan Produktif Implementasi secara penuh 5. Pekerja Multifungsi Implementasi secara penuh 6. Beban kerja yang Sama Implementasi secara penuh 7. Sistem Kanban Implementasi secara penuh

8. Pembelian JIT Belum terimplementasi

9. Kontrol Kualitas Berbasis Proses Implementasi secara penuh 10. Kontrol Kualitas Berbasis Produk Implementasi secara penuh

Dapat disimpulkan bahwa terdapat 7 (tujuh) prinsip yang telah diimplementasikan oleh PT X, antara lain: pengurangan waktu pemasangan (set up), total pemeliharaan produktif, pekerja multifungsi, beban kerja yang sama, sistem kanban, kontrol kualitas berbasis proses,

dan kontrol kualitas berbasis produk. Sementara untuk sekarang yang belum diterapkan oleh PT X, yaitu: fokus pabrik, teknologi kelompok, dan pembelian JIT.

Menurut Galhenage (1997), hal yang terpenting dalam suksesnya implementasi JIT adalah adanya komitmen dari segala aspek perusahaan (manajemen puncak, karyawan, dan pemasok) tersebut untuk dapat mewujudkan implementasi JIT. Hal tersebut dapat terlihat bahwa PT X telah menerapkan 7 (tujuh) prinsip implementasi JIT. Perusahaan hanya berproduksi sesuai dengan permintaan pelanggan, dan sejumlah permintaan pelanggan. Sistem JIT juga memerlukan investasi yang besar mengingat PT X adalah perusahaan keluarga. Investasi yang telah dilakukan oleh PT X adalah pembelian mesin untuk penambahan kapasitas, pelatihan karyawan yang intensif, dan perencanaan re-layout pabrik.

Namun, perusahaan belum mengimplementasi JIT secara sempurna karena ada 3 (tiga) prinsip JIT, yaitu fokus pabrik, teknologi kelompok, dan pembelian JIT yang belum diimplementasikan oleh perusahaan. Prinsip JIT yang belum diimplementasikan oleh perusahaan harus menjadi fokus perusahaan untuk meneruskan usahanya agar implementasi JIT dapat terwujud.

Efisiensi Biaya Bahan Baku

PT X dalam proses menerapkan sistem JIT untuk meningkatkan efisiensi biaya bahan baku. Untuk mengetahui apakah dengan menerapkan sistem JIT perusahaan sudah efisien atau belum, maka dapat dihitung dengan membandingkan antara anggaran biaya bahan baku terhadap realisasinya.

Adapun data anggaran biaya bahan baku PT X pada tahun 2010-2015 dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini:

Tabel 5

Anggaran Biaya Bahan Baku Tahun 2010-2015 (dalam Rp)

Tahun PP PE HD PCB Total

Berdasarkan tabel tersebut bahwa bahan baku yang digunakan untuk kegiatan produksi kantung plastik yaitu PP, PE, HD dan PCB. Anggaran untuk setiap bahan baku berbeda-beda karena disesuaikan dengan prediksi jumlah bahan baku yang akan digunakan dan harga pada masing-masing bahan baku.

Untuk data realisasi biaya bahan baku PT X tahun 2010-2015 dapat dilihat pada tabel 6 dibawah berikut ini:

Tabel 6

Realiasi Biaya Bahan Baku Tahun 2010-2015 (dalam Rp)

Tahun PP PE HD PCB Total

Setelah diketahui anggaran dan realisasi selama tahun 2010-2015, maka langkah selanjutnya adalah menghitung efisiensi biaya bahan baku dengan membandingkan anggaran biaya bahan baku dan realisasi biaya bahan baku tahun 2010-2015. Berikut perhitungan rasio efisensi biaya bahan baku dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini:

Tabel 7

Rasio Efisiensi Biaya Bahan Baku Tahun 2010-2015 (dalam Rp) Tahun

Berdasarkan dari hasil perhitungan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa sebelum perusahaan menerapkan sistem JIT, efisiensi biaya bahan baku yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah sebesar 64%. Kemudian pada tahun 2011, efisiensi biaya bahan baku pada perusahaan sebesar 79%. Pada masa peralihan dari sistem manufaktur tradisional dan sistem JIT terlihat perbedaan efisiensi yang cukup besar yaitu sebesar 15% dari tahun 2010. Pada tahun 2012 efisiensi biaya bahan baku sebesar 76% mengalami penurunan sebesar 3% dari tahun 2011. Pada tahun 2013, efisiensi biaya bahan baku sebesar 76%

menunjukkan tidak ada peningkatan maupun penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014, efisiensi biaya bahan baku sebesar 80%, mengalami peningkatan sebesar 4%. Kemudian, pada tahun 2015 efisiensi biaya bahan baku sebesar 85%, mengalami peningkatan efisiensi sebesar 5%.

Sedangkan untuk rata-rata efisiensi biaya bahan baku setelah menerapkan sistem JIT (2011-2015) adalah sebesar 79%.

Permasalahan dan Solusi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat ditemukan permasalahan atau kendala-kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam implementasi JIT beserta dengan solusinya yang dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah berikut ini:

Tabel 8

Permasalahan dan Solusi

No. Permasalahan Solusi

1. Tidak adanya kontrak antara perusahaan dengan pemasok yang memiliki kriteria seperti tingkat loss bahan bakunya paling sedikit, pemasok yang memberikan harga yang paling kompetitif, pemasok yang bahan bakunya berkualitas baik, pemasok yang lokasinya tidak jauh dengan perusahaan.

2. Perusahaan dengan pemasok bisa terhubung dengan komputer. Manfaat dari EDI ini, pemasok dapat mengakses database PT X. Dengan mengetahui jadwal produksi PT X, pemasok dapat mengirimkan bahan baku ke pabrik dengan tepat waktu. Selain itu EDI tidak membutuhkan kertas atau menerbitkan faktur sehingga dapat menurunkan biaya pemesanan.

Tabel 8 terkadang tidak tepat waktu sampai di perusahaan.

1. Perusahaan harus memiliki re-order point yang diestimasikan lenih tinggi dari yang telah dianggarkan, terkhususnya untuk hari menjelang Hari raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru.

2. Membandingkan pesanan

Berdasarkan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat ditarik

Dokumen terkait