• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apabila seluruh kriteria dapat diperoleh hasilnya, maka kinerja perusahaan dapat dinilai berada dalam keadaan Normal (Sedang), seperti terlihat pada Gambar 46.

114

Gambar 46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan

Tahun 2004 merupakan tahun yang cukup sulit bagi perusahaan, karena pengaruh faktor eksternal. Pada bulan februari tahun 2004 terjadi perubahan manajemen perusahaan, sehingga perlu penyesuaian baru, akan tetapi sampai saat ini banyak terjadi perubahan, efisiensi di setiap bagian, memungkinkan perusahaan dapat berjalan dengan stabil. Faktor eksternal juga berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan, contohnya adalah bea masuk.

Penilaian kinerja ini berbeda dengan metode penilaian kinerja lain, seperti penilaian kinerja Manajemen Tradisional. Dalam manajemen tradisional, pengukuran kinerja dilakukan dengan menetapkan secara tegas tindakan tertentu yang diharapkan akan dilakukan oleh personel dan melakukan pengukuran kinerja untuk memastikan bahwa personel akan melaksanakan tindakan sebagaimana yang diharapkan (Yuwono et al. 2004). Penilaian didasarkan kepada target yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan kepada nilai ideal yang bukan hanya dapat diterima oleh intern perusahaan. Penilaian kinerja pada penelitian ini didasarkan kepada nilai ideal yang dapat diterima oleh semua perusahaan yang ingin bersaing pada produk sejenis.

Sistem penilaian kinerja yang banyak dipakai oleh perusahaan adalah pengukuran kinerja berbasis informasi keuangan. Pada sistem ini terdapat kendala, dimana keuangan sudah tidak bisa lagi memuaskan semua pihak (Yuwono et al. 2004). Akhirnya yang menjadi kambing hitam adalah sistem akuntansi. Posisinya makin tersudut, manakala ia diharapkan sebagai penghasil laporan keuangan yang mampu menengahi berbagai kepentingan. Penilaian akan lebih objektif, jika tidak hanya menyajikan satu aspek penilaian saja. Banyak analisa keuangan yang diambil pada sistem ini, antara lain Return On Investment, Return On Capital Employed, Economic Value Added, Residual Income, dan Return On Equity. Pada penelitian ini, ada satu kriteria penilaian kinerja yang diambil dari sistem ini, yaitu Return On Investment, sehingga dapat mewakili aspek keuangan.

Penilaian kinerja yang lain adalah Balanced Scorecard, yang muncul dalam era teknologi informasi, dimana dalam metode ini berupaya untuk memotivasi personel untuk mewujudkan visi dan strategi organisasi (Mulyadi et al. 1999). Pada Balanced Scorecard terdapat empat aspek yang diukur, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Tentu saja berbeda dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini yang menilai berdasarkan delapan aspek penilaian.

VI. PEMBAHASAN

A. Sistem Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja industri asam stearat, memiliki 11 item kriteria penilaian, dan ini adalah jumlah yang cukup banyak. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor pada setiap hasil penilaian kualitatif. Metode ini dipilih berdasarkan skala Bogardus, yaitu salah satu skala untuk mengukur jarak sosial yang dikembangkan oleh Emory S. Bogardus. Pada kasus ini setiap kriteria diberikan bobot yang besarnya tergantung kepada hasil penilaian pakar mengenai pengaruh setiap kriteria terhadap penilaian Proses. Pada skala penilaian si penilai memberi angka pada suatu kontinum di mana individu atau obyek akan ditempatkan, dan sebaiknya penilai hendaklah orang-orang yang mengetahui bidang yang dinilai (Nazir 1988).

Skor yang diperoleh untuk setiap kriteria akan dikalikan dengan bobot, dimana hasilnya akan diinterpretasikan kedalam interval penilaian yang telah ditentukan sebelumnya. Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur (Nazir 1988). Apabila diperoleh kesulitan dalam menentukan bobot, maka dipergunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Teknik ini dilakukan dengan cara manipulasi matriks. Matriks yang diperoleh digunakan untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen pada prosedur sebagai berikut (Marimin 2004). Nilai yang diperoleh pada teknik ini didapat berdasarkan jawaban kuesioner yang diisi oleh para pakar.

Hasil penilaian kinerja yang diperoleh, juga menggunakan if-then rules. Kaidah ini dipilih untuk mengantisipasi kondisi yang berada diluar alur interval, sehingga penilaian menjadi lebih sensitif, walaupun secara teknis membutuhkan proses yang lama, karena setiap kondisi yang mungkin terjadi, harus digambarkan satu persatu.

Sistem penilaian kinerja (measurement performance system) telah dikenal lama dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja pertama kali diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun 1919. Sistem

pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont. Pengukuran kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan penilaian kinerja keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on investment). Apabila dilakukan perbandingan dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini, skema Dupont hanya merupakan salah satu aspek yang dinilai, dari 8 aspek penilaian kinerja yang ada. Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat pada periode 1980-an sampai 1990-an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan munculnya berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi maupun kinerja proses. Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Self-assestment, Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC), Work-flow Based Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Kueng dan Krahn. 2004). Statistical Process Control merupakan salah satu metode untuk melakukan penilaian terhadap kapabilitas proses. Metode ini banyak dilakukan oleh banyak industri besar di Indonesia, seperti PT. Putera Raja Busana Mahameru (Texmaco Group) dan PT. Vengtay Indonesia (produsen Nike). Penilaian kinerja industri asam stearat ini, dapat dikembangkan pula untuk melakukan Statistical Process Control, dengan menambahkan database dan visualisasi grafik.

Sistem penilaian kinerja industri asam stearat memiliki konsep penilaian yang sama dengan Blanced Score Card, dimana setiap keriteria dihitung, lalu hasil yang diperoleh dibandingkan dengan interval penilaian yang telah ditentukan, sehingga berdasarkan interval tersebut, diperoleh penilaian secara kualitatif. Apabila terdapat beberapa kriteria penilaian, maka setiap kriteria tersebut diberikan bobot. Perbedaannya hanya terletak pada aspek yang dinilai, dimana pada BSC hanya menilai 4 aspek kinerja perusahaan (Kaplan 1993). Beberapa perusahaan besar seperti : Rockwater, Aple Computer, dan Advanced Micro Devices menerapkan metode tersebut, dan mengilustrasikan bagaimana scorecard mengkombinasikan pengukuran dan manajemen di beberapa perusahaan yang berbeda (Yuwono 2004). Berdasarkan aplikasi di perusahaan tersebut dapat disimpulkan bahwa BSC akan sukses ketika digunakan untuk mendorong proses perubahan (Kaplan 1993).

118

Sistem penilaian kinerja juga dapat dikembangkan kedalam bentuk Visual Plot, walaupun pada penilaian kinerja industri asam stearat ini tidak dilakukan. Visual Plot merupakan metode yang berhasil digunakan untuk membangun self-assessment yang lebih informatif, sehingga perusahaan mengetahui kelebihan dan kekurangannya (Lonnes & Logan 2004). Metode ini banyak digunakan oleh industri perkapalan di USA.

Dokumen terkait