• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian kinerja perusahaan yang sudah dilakukan, menghasilkan suatu rekomendasi bagi perkembangan perusahaan, antara lain :

1. Pada proses Hidrogenasi yang dinilai Kurang Baik, output seringkali tidak masuk spesifikasi yang ditentukan. Hal ini dapat terjadi jika bahan baku yang diolah banyak mengandung air, sehingga mempersulit kerja vakum dan mengakibatkan katalis terikat oleh air, yang berakibat pada bilangan iod yang sulit untuk diturunkan. Apabila keluaran proses tidak sesuai dengan spec yang ditetapkan, maka akan berdampak kepada proses berikutnya, yaitu proses Distilasi. Oleh sebab itu perusahaan harus melakukan pre-process inspection, sehingga dalam proses tidak mengalami kesulitan. Selain itu, Tekanan vakum pada proses Fraksinasi perlu dijaga.Vakum inilah yang terkadang menjadi masalah pada proses ini, sebab apabila tekanannya terlalu besar atau terlalu kecil, maka akan berdampak terhadap warna dan komposisi bahan yang diolah. 2. Penilaian terhadap proses Distilasi dinilai Kurang Baik, oleh sebab itu

perusahaan harus melakukan perawatan preventif kepada vakum dan Heat Exchanger, sehingga alat tersebut mampu mendinginkan bahan secara penuh, dan minyak tidak mudah teroksidasi . Kalau hal ini dapat dipelihara, maka Downgrade produk tidak akan terjadi, karena warna dapat dipertahankan sesuai dengan spec yang ditetapkan. Perawatan mandiri juga dapat diterapkan untuk stasiun ini. Perawatan mandiri adalah Kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri, disamping kegiatan yang dilaksanakan oleh bagian perawatan. Perawatan ini muncul dikarenakan budaya operator yang mengganggap kerusakan mesin merupakan tanggung jawab Departemen Perawatan, sehingga operator tidak memiliki tanggung jawab dalam mengoperasikan mesin. Apabila konsep ini dijalankan, maka operator akan berhati-hati dalam menggunakan mesin, karena apabila mesin tersebut mengalami kerusakan, akibatnya akan ditanggung oleh operator itu sendiri. Kegiatan yang biasanya dilaksanakan dalam Perawatan Mandiri, antara lain :

ƒ Pengecekan harian ƒ Pelumasan

ƒ Reparasi Sederhana

ƒ Pendektesian penyimpangan

Sasaran yang diharapkan dari perawatan mandiri, antara lain :

• Mengembangkan Operator yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam memelihara dan mendeteksi gejala sebelum terjadinya kerusakan • Menciptakan Tempat Kerja yang teratur, sehingga setiap penyimpangan

dari kondisi normal dapat dideteksi dengan cepat

3. Kinerja sosial perusahaan masih dinilai Kurang Baik. Corporate Social Responsibility (CSR) perlu ditingkatkan. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan, selain membangun sarana umum. Misalnya perusahaan berupaya untuk memberikan motivasi kepada karyawannya untuk turut bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. bukan hanya pada lingkungan masyarakat sekitar perusahaan saja, tetapi pada internal perusahaan pun, kepedulian sosial (CSR) tersebut harus diwujudkan. Misalnya bagaimana menciptakan suasana kerja yang sehat, aman dan penuh dengan kedamaian dan ketenangan. Dengan demikian, maka karyawan pun akan merasa tenang dan damai bekerja didalam perusahaan. Setiap perusahaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, sudah seharusnya memiliki kepedulian dan tanggung jawab sosial dengan lingkungan sekitarnya. CSR merupakan salah satu kegiatan yang dikembangkan oleh setiap perusahaan mengingat kemajuan dan perkembangan perusahaan tidak terlepas dari dukungan masyarakat sekitar. Melalui kegiatan CSR, perusahaan menunjukkan kepedulian dan komitmen moral terhadap kepentingan masyarakat, terlepas dari kalkulasi untung rugi bagi perusahaan. Kalau dirasa perlu, ada baiknya perusahaan membentuk divisi Environment, Health and Safety (EHS) dan divisi Community Development dan Divisi Corporate Public Relations dalam arti yang uas dan benar serta industrial Relations dan Employee Relations. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan CSR, berbagai macam kegiatan seperti lomba

136

balita Indonesia, beasiswa pendidikan, lomba pustaka anak Nusantara, serta mudik lebaran karyawan. Dengan CSR, diharapkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada perusahaan semakin tinggi, juga adanya saling pengertian dan saling menguntungkan diantara kedua pihak baik perusahaan maupun masyarakat. Bila CSR dilaksanakan dengan baik, akan berdampak positif terhadap keberlangsungan usaha. Selain itu, CSR pun dapat menjadi bagian dari pembangunan citra perusahaan. Di negara-negara maju, CSR merupakan salah satu prasyarat bagi sebuah perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Di Indonesia, belum sejauh itu, namun berbagai kejadian negatif yang menimpa berbagai perusahaan seharusnya menjadi pelajaran bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk segera menerapkan CSR. Saat ini masih banyak perusahaan yang melakukan CSR hanya sebagai ''pemadam kebakaran''. Begitu terjadi kasus keributan dengan masyarakat, buru-buru mereka melakukan penanangan, misalnya dengan memberikan bantuan dana kepada masyarakat sekitar. Program peredam gejolak atau pemadam kebakaran ini mempunyai banyak risiko negatif, seperti menciptakan ketergantungan, menciptakan psikologi ''tak pernah cukup', dan tidak mendidik. Selain itu, tidak terprogram, serta tidak akan berkelanjutan. Apa pun tujuan dan kebutuhannhya, perancangan dan perencanaan program CSR tetap memerlukan pemahaman yang benar atas kondisi dan perubahan masyarakat, serta tujuan yang ingin dicapai perusahaan melalui program tersebut. Salah pendekatan akan menyebabkan ketentraman dan keamanan terganggu dalam menjalankan usaha (http://phaproscomdev.tripod.com)

4. Penilaian kinerja lingkungan khususnya kebisingan, perusahaan memperoleh predikat ”Kurang Baik”. Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi kebisingan, melalui tahapan dasar dalam manajemen kebisingan. Tahap dasar dalam manajemen kebisingan industri adalah : (1) Ukuran jangka pendek, seperti : penggunaan pelindung telinga, (2) Ukuran jangka menengah, misal : mengubah posisi mesin yang terlalu bising, memberi pelindung suara pada mesin yang bising, memberi peringatan pada area yang

bising, dan menukar pekerja pada tempat yang bising ke tempat yang sunyi, (3) Ukuran jangka panjang, seperti : memberi pelindung pada mesin yang bising, mengganti mesin, mengubah roses, membangun pelindung gelombang suara, melaksanakan pengatusan prosedur penggunaan pelindung telinga, dan melakukan Audiometric Testing Program (Bridger 1995).

5. Perusahaan sebaiknya membidik negara-negara Uni-Eropa dalam melakukan ekspansi ekspornya. Dengan jumlah penduduk yang besar, Uni Eropa merupakan pasar yang potensial. Jumlah penduduknya berkisar 4,5 juta jiwa. Sedang kebutuhan akan asam lemak sebesar 3-4 kilogram perkapita. Dengan demikian kebutuhan minyak ini mencapai 1,5-1,6 juta ton pertahun (http://www.tempo.co.id). Asam lemak di Eropa banyak digunakan untuk deterjen dan sabun. Ekspor Indonesia pada tahun 2003 ke Uni-Eropa naru menjapai 50 ribu ton. Sementara itu seluruh kebutuhan Uni Eropa untuk Indonesia mencapai 200-300 ribu ton. Jumlah ini akan disebarkan ke beberapa negara Uni Eropa, seperti Spanyol, Jerman dan Belanda. Ini menunjukkan bahwa peluang pasar di Eropa masih terbuka luas, dan itu merupakan PR bagi para pengusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi dan ekspansi pasarnya.

138

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT SYSTEM)

Prinsip Dasar Sistem Penunjang Keputusan

Sistem menurut Gordon (1989) dipandang sebagai suatu agregasi aau kumpulan objek-objek yang terangkai dalam interaksi dan kesalingbergantungan yang teratur. Dilihat dari sudut pandang tujuan yang ingin dicapai, sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk tujuan yang sama. Turban (1990) dan Turban & Aronson (2001) menyebutkan bahwa konsep Sistem Penunjang Keputusan (SPK) muncul pertama kali pada awal tahun 1970-an oleh Scott-Morton. Mereka mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur.

Dari definisi tersebut, dapat diindikasikan empat karakteristik utama dari SPK, yaitu :

5. SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian.

6. SPK dirancang untuk membantu para manajer (pengambil keputusan) dalam proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (aau tidak terstruktur).

7. SPK lebih cenderung dipandang sebagai penunjng penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya.

8. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan.

Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik pokok yang melandasi teknik SPK adalah :

a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan. b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda.

c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang, antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen. d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan

kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak manajerial Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik

140

pengambilan keputusan seperti telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya, maka SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum SPK terdiri dari tiga komponen, yaitu :

4. Manajemen Data. Termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem menejemen basis data.

5. Manajemen Model. \yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisis.

6. Subsistem dialog. Yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan perintah-perintah dalam SPK.

Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan utnuk membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi struktural. SPK digunakan sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivias dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan.

Penggunaan SPK di perusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990), terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut :

5. Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil.

6. Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi baik di dalam maupun luar negeri.

7. Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis. 8. Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung dalam peningkatan

efisiensi dan keuntungan.

SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktivitas bisnis tapi juga pada program pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, lingkungan hidup dan sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin.

Konsep dan Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan

Konsep dan ranang bangun sistem penunjang keputusan terdiri dari tiga elemen utama, yaitu :

pengotimalan kriteria dalam merancang bangun sistem proses rancang bangun sistem secara total

Menurut Eriyatno (1998), proses rancang bangun sistem di atas berorientasi pada keputusan yang bersifat partisipatif. Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu sistem untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisiasi anggotanya. Kaitan dan struktur pendekatan sistem terhadap penunjang keputusan terlihat pada Gambar 8.1.

Selanjutnya, kriteria keputusan suatu sistem harus bersifat lengkap (mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan), operasional (dapat digunakan dalam praktek), tidak berlebihan (dapat menghindarkan perhitungan berulang) dan minimum (dengan tujuan agar lebih mudah meninjau secara komprehensif persoalan). Hal ini merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung peoses pengambilan keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural.

Landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama sistem penunjang keputusan, yaitu : (1) pengambil keputusan atau pengguna, (2) model, dan (3) data. Selanjutnya dijelaskan bahwa struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dala sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model (SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna. Hubungan antar komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.2.

Sistem manjemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi yang pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi yang ke-2 adalah menerima data dari basis data. Fungsi yang ke-3 adalah sebagai pengendali asis data. Sistem anajemen basis daa harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data.

Sistem manajemen basis model merupakan sistem perangkat lunak yang mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang format keluaran model (laporan-laporan), untuk memperbahrui dan merubah model, dan untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK.

Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sedangkan sistem pengolah problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem.

Aplikasi dari SPK baru dapat dikatakan berhasil atau bermanfaat jika terdapat kondisi sebagai berikut :

a. Eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit mendayagunakannya.

142

b. Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses pencapaian keputusan.

c. Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya.

d. Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan peilihan solusi.

Pada langkah awal aplikasi SPK perlu dilakukan analisis keputusan di mana pengambil keputusan mendefinisikan hal-hal yang penting untuk diputuskan. Untuk langkah lebih lanjutnya, diperlukan penelaahan persektif ditinjau dari lima sudut pandang, yaitu :

b. konsep ekonomi rasional

c. pandangan yang bedrorientasi pada proses pengambilan keputusan, tidak hanya pada hasilnya

d. pandangan prosedur organisatoris

e. pandangan politis yang ditekankan pada kebutuhan

f. pandangan individual yang tercermin pada sikap dan perilaku pengambil keputusan.

Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan tersebut terdiri dari tujuh tehapan, seperti dapat dilihat pada Gambar 8.3., yaitu :

1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan).

Pada tahap ini, analis mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari persoalan yang akan dipecahkan. Pelaksanaan tahap ini dapat meningkatkan kemungkinan suksesnya tahap implementasi. 2. Mendefinisikan persoalan.

Pada tahap ini, analis melakukan analisis terhadap persoalan yang akan dipecahkan dan menentukan ahli yang dapat membantu penyelesaian persoalan.

3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras.

Para analis biasanya merancang SPK dengan menggunakan paket perangkat luna dan perangkat keras yang sudah ada. Penentuan perangkat lunak dan perangkat keras merupakan persoalan yang saling

berhubungan, karena kemampuan setiap perangkat lunak berbeda dan mempengaruhi kebutuhan perangkat keras. 2 merepresentasikan persoalan, dapat diercaya, dan valid.

4. Menggunakan model.

Setelah tahap 1 sampai taha 5 dilaksanakan, maka aplikasi SPK siap digunakan oleh pengguna.

5. Memelihara sistem.

Tahap pemeliharaan sistem termasuk pemeliharaan perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan.

Mengevaluasi Sistem Pengukuran yang Ada

Tahap berikutnya adalah mengevaluasi sistem pengukurang yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam “Putting the BSC to work” (Harvard Business Review, Sept/Okt 1993), pada umumnya sebagian besar organisasi tidak memiliki satu set tolok ukur yang seimbang (balanced), mereka terlalu terfokus pada tolok ukur keuangan jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang seperti kepuasan pelanggan/pegawai maupun pertumbuhan.

Evaluasi sistem pengukuran organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan survei di bawah ini, yang mencakup evaluasi terhadap berbagai tolok ukur dan sistem pengukuran yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini. Dengan melengkapi berbagai instrumen yang didasarkan pada The Baldrige Criteria di bawah ini, akan terlihat karakteristik suatu sistem pengukuran yang efektif dan seberapa jauh organisasi atau perusahaan terlibat dalam standar dan praktik BSC yang ada.

The Baldrige Criteria selama lebih dari satu dekade telah digunakan oleh ribuan organisasi di Amerika agar berkompetisi dalam meningkakan kinerja organisasi. Berbagai jenis organisasi yang berbeda, besar atau kecil, perusahaan manufaktur atau jasa maupun yang hanya memiliki satu kantor atau tersebar di

144

seluruh dunia dapat menggunakan The Baldrige Criteria ini karena mencakup berbagai indikator kunci sebagai framework untuk menilai kinerja organisasi; pelanggan, produk dan jasa, operasional sumber daya manusia dan keuangan. Kriteria ini akan membantu perusahaan dalam menyelaraskan sumber daya yang ada, meningkatkan komunikasi, produktivitas dan efektivitas serta mencapai tujuan-tujuan strategis.

Statistik untuk Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Kalau dalam objek berwarna merah, sedangkan data yang terkumpul memberikan data berwarna utih maka hasil penelitian tidak valid. Selanjutnya hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Kalau dalam objek kemarin berwarna merah, maka sekarang dan besok tetap berwarna merah.

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Meteran yang valid dapat digunakan untuk mengukur panjang dengan teliti, karena meteran memang alat untuk mengukur panjang. Meteran tersebut menjadi tidak valid jika digunakan untuk mengukur berat. Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Alat ukur panjang dari karet adalah contoh instrumen yang tidak reliabel.

Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi, instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan menggunakan instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, otomatis hasil (data)

penelitian menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi objek yang diteliti, dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen. Oleh karena itu, peneliti harus mampu mengendalikan objek yang diteliti dan meningkatkan kemampuan dalam menggunakan instrumen untuk mengukur variabel yang diteliti.

Instrumen-instrumen dalam ilmu alam, misalnya meteran, termometer, timbangan, biasanya telah diakui validitas dan reliabilitasnya (kecuali instrumen yang sudah rusak dan palsu). Instrumen-instrumen itu dapat dipercaya validitas dan reliabilitasnya karena sebelum instrumen itu digunakan/dikeluarkan dari pabrik telah diuji validitas dan reliabilitasnya.

Instrumen-instrumen dalam ilmu sosial sudah ada yang baku (standar), karena telah teruji validitas dan reliabilitasnya, tetapi banyak juga yang belum baku bahkan belum ada. Untuk itu maka peneliti harus mampu menyusun sendiri instrumen pada setiap penelitian dan menguji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang tidak teruji validitas dan reliabilitasnya bila digunakan untuk penelitian akan menghasilkan data yang sulit dipercaya kebenarannya.

Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putus di bagian ujungnya, bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel) tetapi selalu tidak valid. Hal ini disebabkan karena instrumen (meteran) tersebut telah rusak. Penjual jamu berbicara di mana-mana kalau obatnya manjur (reliabel) tetapi selalu tidak valid, karena kenyataannya jamunya tidak manjur. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu, walaupun instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan.

Pada dasarnya terdaat dua macam instrumen, yaitu instrumen yang berbentuk test untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang non-test untuk mengukur sikap. Instrumen yang berupa test jawabannya adalah “salah atau benar”, sedangkan instrumen sikap jawabannya tidak ada yang “salah atau benar” tetapi bersifat “positif atau negatif”. Skema tentang instrumen yang baik dan cara pengujiannya ditunjukkan pada gambar 9.1.

146

Pada gambar 9.1 tersebut ditunjukkan bahwa instrumen yang baik (yang berupa test maupun non-test), harus valid dan reliabel. Instrumen yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen yang mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang akan diukur. Jadi kriterianya ada dalam instrumen itu. Sedangkan instrumen yang mempunyai validitas eksternal bila kriteria di dalam instrumen dari luar atau fakta-fakta empiris yang telah ada. Kalau validitas internal instrumen dikembangkan menurut teori yang relevan, maka validitas eksternal instrumen dikembangkan dari fakta empiris. Misalnya akan mengukur kinerja (performance) sekelompok pegawai, maka tolok ukur (kriteria) yang digunakan didasarkan pada para pegawai yang dipandang mempunyai kinerja tinggi. Sedangkan validitas internal dikembangkan dari teori-teori tentang kinerja. Untuk itu penyusun instrumen yang baik harus memperhatikan teori dan fakta di lapangan.

Penelitian yang mempunyai validitas internal, bila data yang dihasilkan merupakan fungsi dari rancangan dan instrumen yang digunakan. Instrumen tentang kepemimpinan akan menghasilkan data kepemimpinan, bukan motivasi. Penelitian yang mempunyai validitas eksternal bila, hasil penelitian dapat diterapkanpada sampel yang lain, atau hasil penelitian itu dapat digeralisasikan.

Validitas internal instrumen yang berupa test harus memenuhi construct validity (validitas konstruksi) dan content validity (validitas isi). Sedangkan untuk instrumen yang non-test yang digunakan untuk mengukur sikap, cukup memenuhi

Dokumen terkait