Anggota kelompok tani sebagai subjek yang menilai objek (pengurus
kelompok) dengan tugasnya sebagai fasilitator dalam pelaksanaan musyawarah
ini anggota kelompok tani diajak untuk melakukan penilaian terhadap peran
pengurus dalam melaksanakan musyawarah kelompok, ada 4 indikator yang
dijadikan tolak ukur untuk menentukan skala penilaian anggota kelompok
terhadap pengurusnya yang telah dijelaskan pada bab metode analisis data.
Berikut adalah tabel frekuensi jumlah anggota kelompok tani menurut
skala penilaian terhadap pelaksanaan musyawarah kelompok pada dua kelompok
sampel penelitian setelah dianalisis sesuai dengan komponen penilaian yang telah
dijelaskan di sub bab metode analisis data.
Tabel 17. Frekuensi jumlah anggota kelompok tani menurut skala penilaiannya terhadap pelaksanaan musyawarah kelompok
Sumber : Data diolah lampiran 3 dan 4
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dari 30 orang anggota kelompok
tani pada masing-masing sampel penelitian ternyata penilaiannya terhadap
musyawarah kelompok tani adalah sama secara keseluruhan. Anggota kelompok
tani daerah KTS menilai pelaksanaan musyawarah kelompok tani termasuk
kategori sedang, sementara daerah KTB menilai kurang baik. Sehingga dari
perolehan data di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang
menyatakan bahwa penilaian anggota kelompok tani terhadap peran pengurus
dalam pelaksanaan musyawarah adalah baik ditolak.
Penilaian KTS KTB
Frekuensi Skor Frekuensi Skor
Sangat Baik 2 (6,6%) 10 0 (0%) 0
Baik 7 (23,3%) 28 7 (23,3%) 28
Sedang 12 (40%) 36 10 (33,3%) 30
Kurang Baik 8 (6,6%) 16 10 (33,3%) 20
Sangat Tidak Baik 1 (3,3%) 1 3 (10%) 3
Jumlah 30 (100%) 91 30(100%) 79
Rata-rata 3,03 2,63
Penilaian Sedang Kurang
Adanya perbedaan kriteria skala pada dua sampel yaitu daerah KTS dan
daerah KTB secara skoring masih belum dapat menunjukan perbedaan tersebut
signifikan atau tidak. Gejala di lapangan menjawab bahwa secara umum anggota
daerah KTS menilai baik beberapa komponen pelaksanaan musyawarah karena
mereka menganggap musyawarah kelompok cukup penting untuk menjalin
hubungan yang baik antara sesama anggota dan anggota dengan pengurus.
Adanya anggapan baik akan pentingnya musyawarah ini disebabkan para anggota
kelompok tani di daerah KTS sadar akan keterikatannya dalam kelompok. Salah
satu hal utama yang paling mendukung adalah giatnya peran pengurus dalam
kelompok tani di daerah KTS dalam mengurusi kegiatan kelompok, beserta peran
penyuluh pertanian dalam mengintensifkan kelompok tani.
Petani anggota daerah KTB menjawab beberapa komponen peran
pengurus dalam pelaksanaan musyawarah yaitu kemampuan pengurus dalam
meningkatkan partisipasi anggota dan komitmen pengurus dalam melaksanakan
hasil musyawarah dinilai tidak terlalu baik. Ternyata observasi di lapangan
membuktikan bahwa pengurus kelompok tani daerah KTB tidak terlalu aktif
dalam menggerakan anggota kelompok. Hal ini diakui pengurus karena kurangnya
keterikatan dalam kelompok yang hanya terdiri dari 20-30 orang anggota
menyebabkan pengurus tidak terlalu intensif dan fokus dalam mengadakan
musyawarah atau pertemuan kelompok.
Untuk keterangan lebih jelas mengenai tolak ukur penilaian dalam
penelitian ini, berikut pemaparan tentang 4 komponen peran pengurus dalam
Tabel 18. Frekuensi anggota kelompok tani menurut jawaban tolak ukur pelaksanaan musyawarah kelompok pada dua sampel penilitian.
Tolak ukur penilaian Perbedaan KTS (N=30) KTB (N=30) TOTAL (N=60) 1. Intensitas Pelaksanaan Musyawarah Positif N (%) Negatif N (%) 10 (33.3%) 20 (66,7%) 15 (50%) 15(50%) 25 (41,7%) 35 (58,3%) 2. Waktu Musyawarah Positif N (%) Negatif N (%) 17(56,7%) 13(43,3%) 15(50%) 15(50%) 32(53,3%) 28(46,7%) 3. Meningkatkan Partisipasif anggota Positif N (%) Negatif N (%) 15(50) 15(50) 22(73,3) 8 (26,7) 23(38,3%) 37(61,6%) 4. Komitmen melaksanakan hasil musyawarah Positif N (%) Negatif N (%) 19(63,3) 11(26,7) 12(63,3) 18 (60) 31(51,6%) 29(48,3%) Sumber : data diolah pada lampiran 7 dan 8
1. Intensitas pelaksanaaan musyawarah
Dalam Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani
seyogiyanya pengurus melakukan musyawarah rutin minimal 1 bulan sekali,
namun pada prakteknya hal tersebut sulit untuk dilaksanakan. Fakta di lapangan
menunjukan bahwa keterikatan petani dalam sebuah kelompok tani belum begitu
erat hal ini dikarenakan tujuan petani bergabung dalam kelompok tani adalah
cenderung untuk memupuk kepentingan ekonomi dari pada memupuk
kepentingan sosial. Fakta ini juga diperjelas oleh pengurus kelompok tani dalam
masalah-masalah yang dihadapi oleh pengurus dalam menjalankan tugasnya.
Sehingga secara standar pengurus di dua daerah penelitian hanya melakukan
musyawarah 2-3 kali pertahun.
Pada anggota daerah KTS menilai bahwa intensitas pelaksanaan
besarnya persentase jawaban negatif terhadap komponen ini. Umumnya anggota
menyatakan bahwa intensitas pelaksanaan musyawarah harus lebih dari 2-3 kali
setahun agar rasa kebersamaan para anggota dapat dijalin dengan baik dan
harmonis.
Namun anggota daerah KTB menilai intensitas tersebut sudah cukup
sesuai untuk kelompoknya anggapan ini muncul akibat sedikitnya kegiatan
kelompok sehingga kurang membutuhkan banyak pertemuan.
2. Waktu Pelaksanaan Musyawarah
Pemilihan waktu oleh pengurus dalam melaksanakan musyawarah yang
dilakukan oleh pengurus dinilai tidak terlalu berbeda oleh dua kelompok sampel
dimana jawaban dari responden disesuaikan dengan waktu yang dianggapnya
sesuai dengan waktu senggangnya. Umumnya waktu untuk pertemuan
musyawarah adalah siang atau sore hari pada saat awal musim tanam atau
sebelum turun sawah.
3. Kemampuan meningkatkan partisipatif anggota
Pengurus pada dua kelompok umumnya menyatakan hal yang cukup
berbeda dalam menilai kemampuan pengurus meningkatkan partisipatif anggota,
dimana pada daerah KTS cenderung menilai pengurus baik dalam meningkatkan
partisipasi anggota musyawarah dimana pengurus menyerahkan sepenuhnya
pendapat dan saran dari anggota hingga akhirnya dikumulasikan dan diambil
keputusan yang paling tepat. Derajat pengalaman dan sosok karismatik pemimpin
musyawarah juga dinilai baik oleh anggota. Berbeda dengan daearah KTS,
partisipasi dalam musyawarah, hal ini dapat terjadi karena di mata anggota
musyawarah yang berlangsung tidak begitu formal.
4. Komitmen dalam melaksanakan hasil musyawarah
Petani anggota daerah KTS umumnya menilai baik komitmen pengurus
dalam melaksanakan dan menggerakkan anggota dalam hasil musyawarah.
Pengurus dinilai mampu menjaga komitmennya dalam setiap keputusan yang
telah diambil bersama. Sedangkan pengurus pada daerah KTB dinilai agak kurang
cekatan dalam melaksanakan dan menggerakan anggota dalam melaksanakan
hasil musyawarah.