• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

ASSEMBLY PROCESS CHART

3.5. Penilaian Beban Kerja Fisik

Menurut Astrand dan Rodhal, bahwa penilaian beban kerja dapat dilakukan denga dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.

1. Metode Penilaian Langsung

Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan melalui asupan oksigen selama bekerja. Smakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlikan untuk dikonsumsi. Metode pengukuran asupan oksigen terlihat lebih akurat, namun kenyataannya hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang mahal. Kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi suhu tubuh dan denyut jantung menurut Christensen dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kategori Kerja Berdasarkan Metabolisme,Respirsasi,Suhu Tubuh dan denyut jantung.

Kategori beban kerja Konsumsi oksigen (1/min) Ventilasi paru (1/min) Suhu Rektal (C) Denyut jantung (denyut/min) - Ringan - Sedang - Berat - Sangat berat

- sangat berat sekali

0,5-1,0 1,0-1,5 1,5-2,0 2,0-2,5 2.5-4,0 11-20 20-31 31-43 43-56 60-100 37,5 37,5-38,0 38,0-38,5 38,5-39,0 >39 75-100 100-125 125-150 130-175 >175

2. Metode Penilaian Tidak Langsung

Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telenetri dengan menggunakan rangsangan electro cardia graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat

dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:

60 10 ) / ( x an penghitung Waktu Denyut menit Denyut nadi Denyut =

Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga tidak diperlukan peraltan yang mahal serta hasilnya pun cukup reliable dan tidak

menganggu ataupun menyakiti orang yang diperiksa. Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yaitu:

1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai.

2. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja 3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan denyut nadi kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting didalam peningkatan cardiat output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum oleh Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (2004:101) didefinisikan sebagai Heart Rate Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

100 max Re % x DNI DN DNI DNK verse HR − − =

Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah:

(220 – umur) untuk laki-laki dan (200 – umur) untuk perempuan

Grandjean (1993) juga menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak

cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah KJ yang di konsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan meningkatkan deyut nadi. Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indek beban kerja. Astrand & Rodhal (1977); Rodhal (1989) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungan linier yabg tinggi dan asupan oksigen pada waktu kerja. Dan salah satu yang

sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan mersakan denyutan pada arteri radialis di pergelangan tangan.

Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefenisikan oleh Grandjean (1993).

1). Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai 2). Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja

3). Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh rodhal (1989) didefenisikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam persentase yang dapat dihitung dengan

menggunaksn rumus sebagai berikut.

100 ker Re % x istirahat nadi Deyut maksimum nadi Denyut istirahat nadi Denyut ja nadi Denyut serve HR − − =

Lebih lanjut, Manuaba & Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimun karena beban kardiovaskuler (cardivasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut.

istirahat nadi Denyut maksimum nadi Denyut istirahat nadi Denyut ja nadi Denyut x CVL −− =100 ( ker ) %

Di mana denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita.

Dari hasil penghitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut.

< 30% = Tidak terjadi kelelahan 30 s.d. < 60% = Diperlukan perbaikan 60 s.d. < 80% = Kerja dalam waktu singkat 80 s.d. < 100% = Diperlukan tindakan segera > 100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas

Selain cara tersebut diatas cardiovascular strain dapat diestimasi menggunakan denyut nadi pemulihan atau dikenal dengan metode Brouha. Keuntungan metode ini adalah sama skali tidak mengganggu atau menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik menit pertama, kedua dan ketiga (P1, P2, P3). Rerata dari ketiga nilai tersebut dihubungkan dengan total cadiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jika P1 – P3 > 10 atau P1, P2, P3 seluruhnya <90, nadi pemulihan normal 2. Jika rerata P1 yang tercatat < 110 atau P1 - P3 > 10, maka beban kerja

tidak berlebihan

3. Jika P1 – P3 < 10 dan jika P3 > 90, perlu redesain pekerjaan

Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada keterganungan pekerjaan, tingkat kebugaran dan pemaparan lingkungan panas. Jika pemulihan nadi tidak segera tercapai maka diperlukan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat berupa

variabel tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas task (tugas), organisasi kerja dan lingkungan kerja yang menyebabkan beban kerja tambahan.

Salah satu proses yang paling penting dalam badan manusia ialah berubahnya energi kimia dari makanan menjadi panas dan tenaga mekanik. Makanan dipecah di dalam usus menjadi senyawa kimia sederhana sehingga dapat diserap oleh dinding alat pencerna sampai ke aliran darah. Bagian besar dari pecahan makanan lalu diangkut ke hati untuk disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen, dan jika dibutuhkan lalu dilepaskan ke dalam aliran darah sebagian besar dalam bentuk senyawa gula, yang mana dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Segenap perubahan yang menyangkut bahan makanan itu disebut ” metabolisme ”. Oleh proses metabolik itulah energi dihasilkan dan dipakai untuk

kerja mekanis melalui sarana kimiawi di dalam otot. Sedangkan yang dimaksud metabolisme basal adalah konsumsi energi secara konstan pada saat istirahat dengan perut dalam keadaan kosong, yang mana tergantung pada ukuran berat badan dan jenis kelamin.

Total metabolisme tubuh secara langsung dapat diukur melalui konsumsi oksigen dengan persamaan sebagai berikut: (Konz, 1996 : 50)

Tot Met = 60 Energy x Ox Uptk ... (2.5)

Dimana:

Tot Met = Total Metabolism (total metabolisme)

Energy = Konsumsi energi (Kkal/menit)

Ox Uptk = Oxygen Uptake (konsumsi oksigen) (Liter/menit)

3.5.1. Pemulihan Energi Saat Istirahat

Irama antara konsumsi energi dan pembayaran kembalinya, atau pergantian antara bekerja dan pemulihannya berlaku sama bagi semua fungsi tubuh. Ia diperlukan bagi keseluruhan orang maupun jantung atau otot. Waktu istirahat merupakan kebutuhan Fisiologis yang tidak dapat ditawar demi untuk mempertahankan kapasitas kerja. Waktu istirahat dibutuhkan tidak hanya bagi kerja fisik, tetapi juga oleh jabatan yang menimbulkan tegangan mental dan saraf. Istirahat juga dibutuhkan untuk mempertahankan ketangkasan digital, ketajaman

indera serta ketekunan konsentrasi mental. Menurut Suma’mur (1982) bahwa bekerja adalah anabolisme yakni mengurangi atau menggunakan bagian-bagian yang telah dibangun sebelumnya. Dalam keadaan demikian, sistem syaraf utama yang berfungsi adalah komponen simpatis. Maka pada kondisi seperti itu, aktivitas tidak dapat dilakukan terus-menerus, melainkan harus diselingi istirahat untuk memberi kesempatan tubuh melakukan pemulihan. Pada saat istirahat tersebut, maka tubuh mempunyai kesempatan membangun kembali tenaga yang telah digunakan (katabolisme).

Grandjean (1993) menjelaskan bahwa setiap fungsi tubuh manusia dapat dilihat sebagai keseimbangan ritmis antara kebutuhan energi (kerja) dengan penggantian kembali sejumlah energi yang telah digunakan (istirahat). Kedua proses tersebut merupakan bagian integral dari kerja otot, kerja jantung dan keseluruhan fungsi biologis tubuh. Dengan demikian jelas bahwa untuk memelihara performansi dan efisiensi kerja, waktu istirahat harus diberikan secukupnya, baik antara waktu kerja maupun di luar jam kerja (istirahat pada malam hari).

3.5.2. Periode Istirahat

Dalam buku Sastrowinoto (1985), menyebutkan bahwa dengan studi kerja kita mengetahui bahwa orang yang bekerja diselipi oleh istirahat dengan berbagai jalan. Ada 4 tipe istirahat yang dapat dibedakan :

a. Spontan

Istirahat spontan jelas merupakan istirahat yang diselipkan oleh pekerja sendiri untuk mengaso. Meski tidak akan memakan waktu lama meskipun sering dilakukan, terutama pada pekerjaan yang berat.

b. Tersembunyi

Ialah melakukan pekerjaan yang tidak perlu bagi tugas yang sedang Ia tangani. Banyak juga tempat-tempat yang memungkinkan waktu mengaso jenis itu, misalnya membersihkan komponen mesin, membenahi bangku kerja, duduk yang enak dan lain-lain.

c. Kondisi pekerja

Istirahat kondisi kerja terdiri atas segala tipe waktu tunggu, tergantung pada pengaturan pekerja atau gerakan dari mesin. Seringkali waktu tunggu semacam itu terjadi ketika operasi mesin telah selesai, perkakas harus didinginkan, menanti datangnya komponen, atau operasi perawatan mesin. d. Telah ditentukan

Istirahat telah ditentukan dibuat berdasarkan studi kerja. Kalau ditentukan banyaknya waktu istirahat pendek yang diselipkan selama bekerja, maka ternyata bahwa mengaso tersembunyi dan mengaso spontan akan berkurang jumlahnya.

3.5.3. Pengaruh Waktu Kerja dan Waktu Istirahat.

Pengaturan waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas,

dingin, bising dan berdebu. Namun demikian secara umum, di Indonesia telah ditentukan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat. Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan, kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan (8 jam per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktuwaktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum dimaksudkan untuk:

1. Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja.

2. Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran. 3. Memberikan kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial.

3.5.4. Penentuan Waktu Istirahat Dengan Menggunakan Pendekatan Fisiologis

Dalam penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi kuadratis sebagai berikut:

E = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733 x 10-4 X2 Dimana:

E = Energi (Kkal/menit)

Setelah melakukan penghitungan diatas, kita dapat menghitung konsumsi energi dengan menggunakan persamaan :

K= Et -Ei Dimana:

K = Konsumsi energi (kilokalori/menit)

Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori/menit) Ei = Pengeluaran energi pada waktu sebelum bekerja

Selanjutnya konsumsi energi dikonversikan kedalam kebutuhan waktu istirahat dengan menggunakan persamaan Murrel (Pullat, 1992) sbb:

Rt = 0 untuK<S 60 2 / ) . ( 1 / x BM S K xT S K Rt = untuk S<K<2S 1,11 . ) . ( x BM K S K T Rt = untuk K>2S Dimana : Rt = waktu istirahat

K = energi yang dikeluarkan selama bekerja

S = standar energi yang dikeluarkan (pria = 5 kkal/mnt, wanita = 4 kkal/mnt) BM = Metabolisme basal (pria = 1.7 Kkal/mnt, wanita = 1.4 Kkal/mnt)

T = lamanya bekerja (menit)

Dokumen terkait