• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Status Gizi Balita

2.2.3. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Menurut Hartriyanti dan Triyanti (2007), penilaian status gizi bertujuan untuk: 1. Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status gizi; 2. Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari masing-masing

3. Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan, dan implementasi untuk penilaian status gizi.

Penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Tetapi dalam penilaian ini menggunakan penilaian antopometri.

1. Antropometri a. Pengertian

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001). b. Penggunaan

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, Bakri, dan Fajar 2001).

Macam-macam pengukuran antropometri yang bisa digunakan untuk melihat pertumbuhan adalah sebagai berikut (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

a. Berat Badan (BB)

BB mencerminkan jumlah protein, lemak, air, dan massa mineral tulang. Untuk menilai status gizi biasanya BB dihubungkan dengan pengukuran lain, seperti umur dan tinggi badan (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Jika seorang anak diukur BB secara periodik, misalnya setiap tiga bulan sekali, maka diperoleh suatu gambaran atau pola pertumbuhan anak tersebut (Santoso dan Ranti, 1999).

b. Tinggi Badan (TB)

Penilaian status gizi pada umunya hanya mengukur total tinggi (atau panjang) yang diukur secara rutin. TB yang dihubungkan dengan umur dapat digunakan sebagai indikator status gizi masa lalu (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

c. Panjang Badan (PB)

Dilakukan pada balita yang berumur kurang dari dua tahun atau kurang dari tiga tahun yang sukar untuk berdiri pada waktu pengumpulan data TB (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

d. Lingkar Kepala

Pengukuran lingkar kepala biasa digunakan pada kedokteran anak yang digunakan untuk mendeteksi kelainan seperti hydrocephalus (ukuran kepala besar) atau microcephaly (ukuran kepala kecil). Untuk melihat pertumbuhan kepala balita dapat digunakan grafik Nellhaus (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

e. Lingkar Dada

Pertumbuhan lingkar dada pesat sampai anak berumur 3 tahun sehingga biasa digunakan pada anak berusia 2 – 3 tahun (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

f. Lingkar Lengan Atas (LILA)

Biasa digunakan pada anak balita serta wanita usia subur. Pengukuran LILA dipilih karena pengukuran relatif mudah, cepat, harga alat murah, tidak memerlukan data umur untuk balita yang kadang kala susah mendapatkan data umur yang tepat (Hartriyanti dan Triyanti, 2007). g. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran TB dan BB yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak

disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

c. Indeks Antropometri

1) Berat badan menurut umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

2) Tinggi badan menurut umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

3) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

4) Lingkar Lengan Atas terhadap Umur (LILA/U)

Indeks antropometri ini dapat mengidentifikasikan KEP (kekurangan energi dan protein) pada balita, tidak memerlukan data umur yang kadang sulit, dapat digunakan pada saat darurat, membutuhkan alat ukur yang murah dan pengukuran cepat (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Dari berbagai jenis-jenis indeks tersebut, untuk

menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para Ahli Gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu, persen terhadap median, persentil dan standar deviasi unit.

i). Persen Terhadap Median

Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan persentil 50.

Tabel 2.2. Klasifikasi Status Gizi Menggunakan Persen Terhadap Median

Status Gizi Indeks

BB/U TB/U BB/TB

Gizi Baik >80% >90% >90% Gizi Sedang 71 – 80% 81 – 90% 81 – 90% Gizi Kurang 61 – 70% 71 – 80% 71 – 80% Gizi Buruk ≤ 60 % ≤ 70 % ≤ 70 %

Sumber : Yayah K. Husaini, Antropometri Sebagai Indeks gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika, No.8 Th.XXIII, 1997 dalam (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

ii). Persentil

Para pakar merasa kurang puas dengan menggunakan persen terhadap median, akhirnya mereka memilih cara persentil. Persentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada di atasnya dan setengahnya berada di bawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

iii). Standar Deviasi Unit (SD)

Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

Rumus perhitungan Z – Skor :

Z – Skor = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan

Tabel 2.3. Klasifikasi Status Gizi Menggunakan Z – Skor

Status Gizi Indeks BB/U, TB/U, BB/TB

Gizi Lebih ≥ + 2 SD

Gizi Baik ≥ - 2 SD dan < + 2 SD Gizi Kurang ≥ - 3 SD dan < - 2 SD Gizi Buruk < - 3 SD

Sumber : Soekirman, 1999/2000 dalam Munawaroh, 2006.

Pengukuran antropometri yang digunakan menurut WHO-NCHS (Indrawani, 2007):

1) BB/U:

a. Gizi lebih > 2.0 SD baku WHO-NCHS

c. Gizi kurang <-2.0 SD

d. Gizi buruk <-3.0 SD

2) TB/U:

a. Normal > -2.0 SD baku WHO-NCHS

b. Pendek (Stunted) < -2.0 SD 3) BB/TB:

a. Gemuk >2.0 SD baku WHO-NCHS

b. Normal -2.0 SD s.d. +2.0 SD c. Kurus/Wasted <-2.0 SD

d. Sangat kurus < 3.0 SD 2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelialtissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan secara fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

3. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

4. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

1. Survei Konsumsi Pangan.

Survei konsumsi pangan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

2. Statistik Vital.

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2001).

3. Faktor Ekologi.

Bengoa dalam Supariasa, Bakri, dan Fajar (2001), mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

Dokumen terkait