• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

DATA DAN ANALISA DATA III.1. Deskripsi Sampel

III. 7 Peningkatan Kesejahteraan Petani

Salah satu target utama dari pembangunan pertanian adalah upaya peningkatan kesejahteraan petani. Unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat Kesejahteraan petani adalah tingkat pendapatan petani. Walaupun demikian tidak selalu upaya peningkatan pendapatan petani secara otomatis diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani, karena kesejahteraan petani juga tergantung pada

nilai pengeluaran yang harus dibelanjakan keluarga petani serta faktor-faktor non-finansial seperti faktor sosial budaya.

Walaupun demikian, sisi pendapatan petani merupakan sisi yang terkait secara langsung dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, dalam kerangka peningkatan kesejahteraan petani, prioritas utama Kementerian Pertanian adalah upaya meningkatkan pendapatan petani. Saat ini rata-rata pendapatan per kapita pertanian hanya sekitar Rp 4,69 juta per tahun. Pada tahun 2014 Kementerian Pertanian mentargetkan pendapatan per kapita tersebut dapat meningkat menjadi Rp 7.93 juta per tahun. Hal ini berarti setiap tahun harus diupayakan kenaikan pendapatan 11,1 persen per tahun. Sebagai gambaran umum pendapatan petani, dapat pula dilihat dari PDB Pertanian per rumah tangga petani. PDB Pertanian dalam arti sempit (di luar kehutanan dan perikanan) tahun 2008 adalah Rp 21,6 juta/rumah tangga/tahun. Untuk tahun 2009 (s/d triwulan III) adalah Rp 19,8 juta/rumah. Data RTP (Rumah Tangga Pertanian) menggunakan data hasil sensus pertanian 2003. Sementara itu secara nasional, PDB total per rumah tangga nasional tahun 2008 sebesar Rp 93,6 juta/rumah tangga dan tahun 2009 s/d triwulan III sebesar Rp 78,1 juta/rumah tangga. Hal ini mencerminkan betapa kecilnya pendapatan rumah tangga sektor pertanian dibandingkan non pertanian.

Nilai pendapatan petani dapat bersumber dari usaha pertanian dan usaha nonpertanian. Nilai pendapatan yang bersumber dari usaha pertanian akan diperoleh dari selisih nilai penjualan komoditas usahatani yang dihasilkan dengan biaya usahatani yang dikeluarkan. Nilai penjualan hasil usahatani akan ditentukan oleh volume produksi yang dihasilkan serta harga jual. Makin besar volume produksi yang dihasilkan makin besar pula volume fisik yang dapat dijual.

Sementara itu, walaupun komoditas pertanian berhasil ditingkatkan produksinya, hal tersebut hanya akan secara nyata meningkatkan nilai penjualan manakala harga jual paling tidak konstan atau lebih baik lagi kalau juga meningkat. Oleh karena itu hal fundamental yang perlu diupayakan dalam rangka peningkatan nilai jual ini adalah mempertahankan agar harga jual tidak mengalami penurunan.

Agar harga jual tidak mengalami pernurunan, maka yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian antara lain:

(1) Meningkatkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), khususnya komoditas padi, agar petani mendapat jaminan kepastian harga jual padi yang mereka hasilkan;

(2) Mengembangkan kelembagaan sistem tunda jual yang memungkinkan petani mendapatkan harga jual produk pertanian yang wajar;

(3) Melakukan proteksi terhadap serbuan impor hasil-hasil pertanian, baik melalui instrumen tarif dan non tarif. Hal ini sangat dibutuhkan untuk melindungi kejatuhan harga pertanian akibat perdagangan internasional yang tidak adil (unfair market);

(4) Mendorong Pemerintah Daerah untuk menciptakan captive market bagi produk pertanian melalui sistem kontrak yang tidak merugikan petani; serta (5) Mengembangkan kelembagaan lumbung pangan yang bisa menjadi alat

pelindung bagi petani dari kejatuhan harga akibat tidak memiliki gudang penyimpanan.

Upaya mengatasi kejatuhan harga jual baru merupakan satu sisi yang dapat dilakukan Kementerian Pertanian untuk mengupayakan peningkatan pendapatan petani. Upaya dari sisi lain adalah menekan biaya produksi pertanian agar margin

keuntungan petani dapat meningkat. Rencana aksi yang akan ditempuh Kementerian Pertanian untuk menekan biaya produksi pertanian (selain upaya peningkatan produktivitas pertanian) adalah:

(1) Pemberian subsidi input, khususnya pupuk dan benih/bibit;

(2) Melakukan upaya koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memungkinkan diberikannya keringanan pajak terhadap barang-barang modal atau sarana yang digunakan untuk berusahatani;

(3) Mengupayakan pemberian skim subsidi bunga kredit dan penjaminan untuk investasi dan modal kerja usahatani; dan

(4) Memberikan bantuan sosial terhadap petani yang mengalami bencana alam atau gangguan produksi lainnya agar biaya usahatani yang mereka keluarkan tidak menjadi terlalu besar.

Selain berbagai upaya yang berhubungan secara langsung dengan nilai input dan output pertanian, pendapatan petani juga masih memungkinkan untuk ditingkatkan melalui: (1) Pengembangan infrastruktur oleh Pemerintah yang dilakukan secara padat karya dengan melibatkan petani yang menjadi sasaran kegiatan;(2) Mengembangkanberbagai aktivitas off-farm yang mampu membangkitkan penghasilan bagi petani dengan basis kegiatan yang terkait usahatani, seperti wisata agro, industri rumah tangga berbahan baku hasil pertanian dan industri rumah tangga yang dapat menghasilkan peralatan pertanian sederhana; (3) Mengupayakan insentif bagi tumbuhnya industri hulu dan hilir pertanian; (4) Mengupayakan adanya payung hukum bagi bertumbuhnya Lembaga Pembiayaan Pertanian yang tersedia di perdesaan.

BAB IV PENUTUP IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dari bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan. Kesimpulan ni bertujuan untuk menjawab seberapa efektikah konsep politik SBY-Bodieono (dalam hal ini mengenai subsidi pupuk) yang diterapkan di Desa Pagar Jati Kabupaten Deli Serdang. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai beikut:

1. Pengetahauan masyarakat mengenai pengadaan pupuk bersubsidi ternyata masih sangat minim. Masyarakat hanya mengetahui sebatas adanya pupuk yang dijual setelah mendapatkan subsidi dari pemeritah. Namun umumnya masyarakat tidak mengetahui secara mendetail mengenai ketetapan/undang-undang yang mengaturnya dan mengenai penjelasan terperinci mengenai kebijakan pupuk bersubidi tersebut.

2. Konsep politik pemerintahan SBY/boediono yang dalam hal ini kebijakan mengenai subsidi pupuk ternyata dalam prosesnya tidak berjalan dengan baik. Masyarakat umumnya adanya penyelewengan dalam peditribusian pupuk bersubsidi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan tidak sedikitinya masyarakat yang pernah melihat/mengetahi adanya pupuk bersubsidi yang dijual di pasaran. Hal ini jelas sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa alokasi pupuk bersubsidi yang di distribusikan kepada petani masih sangat minim. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan pekerjaannya para petani membutuhkan pupuk yang relatif banyak sehingga dapat menunjang hasil produksi yang lebih baik. Dengan

demikian kebijakan mengenai subsidi pupuk tersebut kurang memperhatikan akan kebuthan petani yang cukup tinggi. Sehingga jumlah pupuk bersubsidi yang dialokasikan tidak sebanding dengan kebutuhan para petani.

4. Kebijakan pupuk bersubidi yang diterapkan juga masih jauh dari kata tepat sasaran. Hal ini dapat dilihat dengan tidak meratanya pendistribusian pupuk dikalangan para petani. Ini menunjukan bahwa kebijakan pupuk bersubsidi ini belum mampu menjawab permasalahan petani mengenai pengadaan pupuk dikarenakan pendistribusian pupuk yang tidak merata sehingga menyebabkan ada sebagian petani yang hanya mendapatkan pupuk bersubsidi dalam jumlah yang relatif kecil.

5. Kebijakan pemerintahan SBY/Boediono mengenai kebijakan pupuk bersubsidi tersebut dinilai belum efektif dalam penerapnya dikalangan petani. Ini disebabkan karena kebijakan tersebut belum dapat menjawab secara umum mengenai masalah petani dalam hal pengadaan pupuk. Masih banyak permasalahan mengenai pendistribusian pupuk yang menyebabakan petani tidak mendapatkan efek maksimal dari kebijakan yang diambil pemerintah tersebut.

IV.2 Saran

Dari kesimpulan-kesimpulan diatas, dapat dilihat bahwa konsep politik pemerintahan SBY/Boediono yang dalam hal ini adalah kebijakan mengenai subsidi pupuk belum berjalan efektif dalam hal penerapannya/implementasinya. Sehingga unuk itu penulis mempunyai beberapa saran untuk dapat membuat kebijakan yang di

terapkan pemerintah dapat berjalan dengan baik/efektif. Adapun yang menjadi saran dari penulis adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan pemerintah SBY/Boediono mengenai kebijakan pupuk bersubsidi seharusnya terlebih dahulu ditinjau dari tingkat kebutuhan petani akan pupuk. Sehingga alokasi pupuk bersubsidi dapat didistribusikan secara merata tanpa terdapat adanya perbedaan yang mencolok mengenai jatah pupuk bersubsidi diantara para petani.

2. Pemerintah melalui dinas penyuluha pertanian seharusnya mlakukan sosialisasi yang efektif dalam hal penginformasian mengenai kebijakan pupuk bersubsidi tersebut. Sehingga para petani secara baik memahami kebijakan pupuk bersubsidi yang di terapkan oleh pemerintah tersebut.

3. Pemerintah seharusnya melakukan pengawasan yang ketat atas implementasi kebijakan mengenai pupuk bersubsidi tersebut. Ini diperlukan supaya kebijakan pupuk bersubsidi ini dapat tersalurkan secara efekti dan menghindari adanya penyelewengan yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Dengan demikian pendistribusian pupuk bersubsidi tersebut dapat sampai ke tangan petani sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dokumen terkait