• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan keterampilan reading siswa

Selanjutnya dari sisi meningkatkan keterampilan reading, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan 3C’s yang dikombinasikan dengan Peer Tutoring menunjukkan, bahwa guru dan siswa berkolaborasi dalam mensukseskan tujuan pembelajaran (meningkatkan keterampilan reading). Kegiatan diawali pembimbingan para tutor oleh guru, mereka dibimbing tidak hanya tentang

content tapi juga dibekali teknik-teknik dan strategi mengajarkannya pada saat tutorial berlangsung (seperti disarankan oleh Muntasir dalam Anggorowati, 2011: 105). Bahkan di sana terjadi kedekatan emosional antara guru dan siswa saat pembimbingan, karena pembimbingan berlangsung di luar jam pelajaran bahkan di rumah guru.

Setelah itu barulah kegiatan dilanjutkan di kelas, setiap tutor membimbing

tutee yang berada dalam kelompok tutorialnya masing-masing. Pada saat tutorial para tutor semakin ditantang untuk menguasai materi, karena harus menjelaskannya lagi kepada tutee, di sinilah seorang tutor belajar ganda atau seperti istilah Smith (2014) Two-Way Street, juga seperti pepatah tua mengatakan

more and more to get more.” Hal inilah yang menjadikan pembelajaran semakin dinamis, termasuk peningkatan keterampilan pada sisi tutor dan juga tutee. Karena semangat tutor ikut mempengaruhi semangat tutee dalam belajarnya.

Kelebihan Peer Tutoring yang terakhir,“Academic Achievement” juga bisa dibuktikan di sini. Hasil evaluasi siklus ketiga yang ditunjukkan pada tabel 15 membuktikan hal itu. Artinya terjadi pemerataan kemampuan setelah diterapkannya pendekatan 3C’s yang dikombinasikan dengan Peer Tutoring. Yakni di akhir siklus rata-rata nilai siswa mencapai 70,2. Jika dibandingkan dengan pencapaian rata-rata pada awal siklus pertama hanya 55,6, maka telah terjadi peningkatan 14,6. Begitu pula ketuntasan klasikal, di mana pada siklus pertama diperoleh ketuntasan klasikal hanya 33,3% kemudian di akhir siklus ketiga mencapai 65%, maka terjadi peningkatan 31,7%.

Hasil nyata di atas merupakan buah dari keterlaksanaan 6 (enam) tahap pembelajaran model Peer Tutoring yang dikemukakan Scruggs, et.al. (2010: 2).

Namun demikian ketuntasan klasikal yang ditargetkan 85% terpaksa tidak bisa dicapai. Hasil refleksi menunjukkan bahwa penerapan tutorial secara head to head

atau satu tutor membimbing seorang tutee baru berjalan satu kali tatap muka saja. Kemudian 3 orang tutor baru belum menguasai materi secara maksimal, sehingga masih butuh waktu lebih untuk dibimbing dan memiliki pengalaman membimbing berulang-ulang kali sampai terbiasa.

Muncul pertanyaan, jika demikian mengapa pada siklus 3 hanya dilakukan satu tindakan saja? Jawabannya adalah karena hari efektif tatap muka tidak memungkinkan untuk dilaksanakan dua kali tindakan, karena sudah masuk jadwal ujian semester.

Melengkapi pembahasan di atas, peneliti berkepentingan menyajikan data hasil analisis butir soal untuk mengetahui secara lebih terperinci, jenis keterampilan apa saja yang telah siswa pelajari dari siklus satu ke siklus berikutnya dan bagaimana peningkatan hasilnya. Jenis-jenis keterampilan reading comprehension siswa tersebut antara lain: menentukan informasi umum, informasi rinci, menemukan makna tersirat, menjelaskan alasan/argument, menjelaskan saran/rekomendasi, serta membuat kesimpulan sederhana dalam bahasa Inggris.

Perincian prosentase peningkatan keterampilan reading 20 siswa secara individual dan klasikal dalam menjawab 12 jenis pertanyaan-pertanyaan reading comprehension dari teks spoof dan teks hortatory exposition dari siklus satu ke siklus berikutnya dapat dilihat pada lampiran 6b. Dimana perincian tersebut merupakan rekapitulasi persiklus dari prosentase keterjawaban soal secara individu (lihat contohnya pada lampiran 6a). Kemudian pada halaman berikut ditampilkan pula grafik peningkatan keterampilan reading siswa tersebut berdasarkan 12 jenis keterampilan yang diujikan.

Grafik 1. Peningkatan keterampilan reading siswa dari siklus 1 ke siklus 2 dan 3 berdasarkan 12 jenis keterampilan (soal) yang diujikan.

44 69 56 72 72 33 28 54 50 50 35 61 45 58 58 28 93 51 85 60 35 68 85 70 53 74 85 69 70 70

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

Sumber : Diolah dari hasil analisis butir soal evaluasi pada akhir siklus 1, 2, dan 3.

Grafik 1 di atas sangat kontras memperlihatkan perbandingan hasil (peningkatan dan penurunan) keterampilan reading siswa dari satu siklus ke siklus berikutnya. Adapun beberapa bagian yang kosong menunjukkan bahwa pada siklus tersebut jenis soal itu tidak muncul karena mengikuti jenis teks, seperti ’menemukan tindakan tokoh’ hanya bisa diujikan pada siklus 1 saja sesuai teks

spoof yang dibahas, dan sebaliknya ’menulis kesimpulan’ dan ’defenisi’ tidak diujikan pada siklus 1 karena jenis teks spoof menghendaki siswa dapat menemukan twist bukan kesimpulan dan tidak pula defenisi. Dan twist sendiri ditanyakan dalam bentuk menemukan informasi tersirat yang ternyata hasilnya

secara klasikal hanya 28%. Kemudian dua jenis soal lainnya yaitu, menentukan ’sinonim’ kata pada siklus 3 dan ’true/false’ pada siklus 2 merupakan kelalaian peneliti sendiri yang tidak mengujikannya.

Ada tiga hal penting lagi yang perlu dideskripsikan di sini: pertama, 2 (dua) jenis soal mengalami penurunan hasil secara klasikalnya, yaitu ’menentukan informasi umum,’ dan ’defenisi;’ kedua, 4 (empat) jenis soal fluktuatif (turun dari siklus 1 kemudian naik lagi ke siklus 3) yakni ’menentukan informasi rinci,’ ’... refers to ... (pronoun),’ dan ’menjelaskan saran’; ketiga 5 (lima) jenis soal meningkat dari siklus 1 ke siklus 2 dan 3, yakni ’sinonim,’ ’informasi tersirat,’ ’true/false,’ ’argumentasi,’ dan ’kesimpulan.’ Sedangkan 1 statis yakni ’tindakan tokoh,’ karena hanya muncul di siklus 1 saja. Deskripsi ini menunjukkan bahwa secara umum terjadi peningkatan keterampilan reading siswa pada akhir siklus.

Lebih jauh peneliti kemukakan pada tabel 18 berikut ini hasil analisis rasio (perbandingan) jumlah soal yang diujikan pada akhir siklus 1, 2, dan 3.

Tabel 18. Rasio (perbandingan) jumlah soal yang diujikan pada akhir siklus 1, 2, dan 3.

No. Jenis Soal 1Jumlah Soal/Siklus2 3 Total Ket. 1 Menentukan Informasi Umum:

Topik/Judul 1 2 1 4

2 Menentukan Informasi Rinci: Pelaku/Tokoh dalam Cerita; Waktu;

Tempat; jumlah; lainnya (statement) 5 13 5 23 3 Menemukan alasan atas pertanyaan

"Why" dan sejenisnya 2 2 1 5

4 Menemukan apa tindakan / perbuatan tokoh, jawaban atas pertanyaan "What (action)" dan "How (manner)"

3 - - 3

5 Menentukan pronoun:

… refers to … 2 3 1 6

6 Menentukan sinonim / antonym kata

tertentu 3 2 - 5

7 Menemukan Informasi Tersirat 1 2 2 5

8 Menentukan pertanyaan True/False 5 - 10 15

9 Menyebutkan Defenisi - 2 2 4

10 Menjelaskan Alasan/ Argumen 3 2 1 6

11 Menjelaskan Saran / Rekomendasi 1 1 1 3

12 Menulis Kesimpulan berbahasa Inggris - 1 1 2

Jumlah 25 30 25 80

Tabel di atas memperlihatkan bahwa distribusi soal belum menjadi fokus perhatian guru. Soal tentang menentukan informasi rinci dan true/false mendapat

porsi yang gemuk (banyak), sedangkan soal yang lain kekurusan (sedikit). Dari sisi jumlah soal pada setiap sikluspun tidak konsisten. Hal ini disebabkan karena dalam membuat soal guru lalai membuat kisi-kisi soal terlebih dahulu. Kelemahan ini menjadi PR besar guru pada saat hendak memberikan evaluasi berikutnya, supaya kualitas soal lebih valid dan reliable.

Jika diperhatikan kembali 12 (dua belas) jenis soal pada tabel 18 di atas jelas bahwa ada yang kurang jika diperhadapkan dengan 7 (tujuh) tahapan dalam memahami teks yang dikemukakan Dallmann, et.al. (1982: 161-163), yaitu

finding the main idea (menemukan ide pokok paragraph) tidak ada. Hal ini memang sejak awal sengaja belum menjadi bagian dari tujuan pembelajaran, karena tiga alasan pokok, yaitu pertama, teks spoof dan hortatory exposition bagi siswa kelas XI Ilmu Alam termasuk pada kategori difficulty of material

khususnya di twist dan argument; kedua, kemampuan siswa sendiri yang masih pada tataran emphasis on word recognition.dan ketiga adalah rate of reading

mereka juga tergolong rendah. Dimana tiga hal yang dikemukakan ini merupakan faktor-faktor yang turut mempengaruhi efektifitas pemahaman siswa terhadap suatu teks bacaan (Dallmann, et.al., 1982: 165-167). Tetapi 6 konsep penting yang perlu diperhatikan siswa bila ingin memahami wacana yang dikemukakan oleh Anderson dalam Nurhaeda (2010: 11) seluruhnya telah diramu menjadi soal dalam setiap evaluasi, utamanya “use the five WH plus one H question in all reading”

sesuai jenis teks spoof yang dipelajari di siklus pertama.

Masalah ide pokok paragraf itu sendiri akan menjadi fokus pembelajaran selanjutnya. Dalam hal ini peneliti berkesimpulan, bahwa motivasi belajar bahasa inggris siswa yang sudah baik, termasuk juga kondisi kelas yang jauh lebih kondusif dibandingkan sebelumnya, akan mendukung suksesnya pembelajaran tentang bagaimana menentukan ide pokok suatu paragraf nanti. Tentu tidak hanya itu, keterampilan lainnya juga akan bersama-sama menjadi fokus pembelajaran selanjutnya, seperti keterampilan menemukan makna tersirat, synonym, alasan

(why), topik utama, pronoun, dan pengembangan kosa kata (knowing the meaning of the words).

Kemudian apa yang dikatkan Broderick (1994: 1) tentang keseringan membaca (rate of reading) seorang siswa akan menajamkan keterampilan reading

mereka tentu menjadi PR guru. Sehingga apakah berbentuk penelitian atau bukan, keterampilan yang sudah dicapai oleh siswa harus diupayakan meningkat seterusnya, apalagi hasil saat ini baru mencapai 65% ketuntasan klasikal, masih tersisa 20% lagi untuk mencapai 85% yang ditargetkan. Bahkan bila perlu lebih dari itu. Dengan harapan siswa akan lebih siap menghadapi Ujian Nasional pada waktunya nanti.

Dokumen terkait