• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN DOMESTIK DAN

6.3. Dampak Perubahan Faktor Eksternal terhadap Penawaran dan

6.3.2. Peningkatan Harga Minyak Mentah Dunia

Dampak peningkatan harga minyak mentah dunia sebesar 10 persen terhadap permintaan dan penawaran minyak sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 39. Peningkatan harga minyak mentah dunia sebesar 10 persen menyebabkan harga ekspor minyak sawit Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0.176 persen, sehingga menyebabkan ekspor minyak sawit meningkat sebesar 0.016 persen. Hal ini terjadi karena pada saat harga minyak mentah dunia mengalami peningkatan maka permintaan terhadap minyak sawit untuk industri biodiesel juga semakin meningkat. Keadaan tersebut merupakan insentif bagi para pengusaha eksportir minyak sawit untuk meningkatkan volume ekspornya.

Peningkatan harga ekspor minyak sawit sebesar 0.176 persen menyebabkan harga minyak sawit domestik mengalami peningkatan sebesar 0.06 persen sehingga produksi minyak sawit domestik meningkat sebesar 0.016 persen.

Tabel 39. Dampak Peningkatan Harga Minyak Mentah Dunia sebesar 10 persen terhadap Penawaran dan Permintaan Minyak Sawit di Indonesia, Tahun 2003-2007

No. Variabel Endogen Nilai

Dasar

Perubahan (%)

1 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di Sumatera 1336.9 0.0075 2 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di Kalimantan 247.3 0.0000 3 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Besar Negara di Sumatera 473.8 0.0211 4 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Besar Negara di Kalimantan 54.6863 0.0011 5 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Besar Swasta di Sumatera 1550.6 0.0064 6 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Besar Swasta di Kalimantan 445.7 0.0000 7 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Rakyat di Sumatera 3.0039 0.0100 8 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Rakyat di Kalimantan 2.2989 0.0087 9 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Besar Negara di Sumatera 3.7331 0.0134 10 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Besar Negara di Kalimantan 3.2087 0.0249 11 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Besar Swasta di Sumatera 3.5997 0.0083 12 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Besar Swasta di Kalimantan 3.1909 0.0094 13 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Rakyat di Sumatera 4028.1 0.0174 14 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Rakyat di Kalimantan 571.1 0.0175 15 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Besar Negara di Sumatera 1771.8 0.0169 16 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Besar Negara di Kalimantan 176.9 0.0000 17 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Besar Swasta di Sumatera 5601.2 0.0125 18 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Besar Swasta di Kalimantan 1451.4 0.0207

19 Produksi Minyak Sawit Indonesia 14128.2 0.0156

20 Produksi Minyak Goreng Sawit Indonesia 4231.8 -0.0473

21 Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Minyak Goreng 3275.2 -0.0275

22 Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Lain 359.9 0.7502

23 Permintaan Minyak Sawit Domestik 3635.1 0.0495

24 Permintaan Minyak Goreng Sawit Domestik 1028.6 -0.0097

25 Penawaran Minyak Sawit Domestik 8776.1 0.0080

26 Penawaran Minyak Goreng Sawit Domestik 2676.8 -0.0635

27 Harga Minyak Sawit Domestik 3344.5 0.0598

28 Harga Ekspor Minyak Sawit Indonesia 397.9 0.1759

29 Harga Minyak Sawit Dunia 466.2 0.0000

30 Harga Minyak Goreng Sawit Domestik 3788.1 0.0026

31 Harga Ekspor Minyak Goreng Sawit Indonesia 397.3 0.0000

32 Ekspor Minyak Sawit Indonesia 9119.8 0.0164

33 Ekspor Minyak Sawit Malaysia 13138 0.0000

34 Ekspor Minyak Sawit Dunia 25678.6 0.0058

35 Ekspor Minyak Goreng Sawit Indonesia 1555.1 -0.0257

36 Impor Minyak Sawit Cina 4488.9 0.0022

37 Impor Minyak Sawit India 3825 0.0000

38 Impor Minyak Sawit Pakistan 1483.3 0.0000

39 Impor Minyak Sawit Dunia 26320.8 0.0004

Kemudian dapat diketahui bahwa penawaran minyak goreng sawit juga mengalami penurunan (0.064 persen) yang lebih besar daripada penurunan permintaan minyak goreng sawit (0.01 persen) sehingga menyebabkan harga minyak goreng sawit domestik naik sebesar 0.003 persen.

Selanjutnya, karena peningkatan harga minyak sawit domestik lebih besar dari peningkatan harga minyak goreng sawit domestik maka produksi minyak goreng sawit mengalami penurunan sebesar 0.047 persen. Penurunan produksi minyak goreng sawit tersebut mendorong penurunan ekspor minyak goreng sawit sebesar 0.026 persen.

Adapun permintaan minyak sawit domestik mengalami peningkatan sebesar 0.05 persen sebagai akibat naiknya permintaan minyak sawit oleh industri lain (walaupun permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng sawit menurun, yang dikarenakan peningkatan permintaan minyak sawit oleh industri lain yang lebih besar daripada penurunan permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng).

Selanjutnya penawaran minyak sawit domestik mengalami peningkatan sebesar 0.008 persen. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai dasar dari produksi minyak sawit dibandingkan ekspor minyak sawit Indonesia dan selisih perubahan yang terjadi pada produksi minyak sawit serta ekspor minyak sawit Indonesia tidak besar, sehingga peningkatan produksi minyak sawit menjadi lebih besar daripada peningkatan ekspor minyak sawit Indonesia. Kemudian permintaan atas minyak goreng sawit domestik mengalami penurunan sebesar 0.01 persen sebagai akibat naiknya harga minyak goreng sawit domestik.

6.4. Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Pelaku Industri Minyak Sawit Indonesia, Tahun 2003-2007

Tabel 40 berikut merupakan kompilasi dari dampak kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal terhadap penerimaan devisa dan kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia tahun 2003-2007. Adapun kebijakan domestik merupakan peningkatan pajak ekspor minyak sawit sebesar 50 persen, penurunan suku bunga BI sebesar 20 persen, peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 25 persen, sedangkan perubahan faktor eksternal merupakan peningkatan harga minyak sawit dunia 25 persen dan peningkatan harga minyak mentah dunia 10 persen.

Tabel 40. Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal terhadap Kesejahteraan Pelaku Industri Minyak Sawit Indonesia, Tahun 2003-2007 (Rp Milyar) Skenario Simulasi Perub. SP Minyak Sawit Perub. SK Minyak Sawit Perub. SP Minyak Goreng Perub. SK Minyak Goreng Perub. TR Pajak Perub. Net Welfare Perub. TR Devisa Perub. Net Surplus IMG 1 -46.62 12.00 -0.85 0.21 470.58 435.32 -268.71 11.15 2 77.74 -20.02 0.42 -0.10 0.74 58.78 15.39 -19.59 3 -739.01 191.07 -9.36 2.26 -2.44 -557.48 -40.07 181.71 4 1 001.43 -255.99 7.58 -1.85 241.63 992.81 5 870.88 -248.41 5 28.26 -7.27 0.42 -0.10 1.87 23.18 44.68 -6.85 Keterangan : Perub : perubahan SP : surplus produsen SK : surplus konsumen TR : penerimaan pemerintah IMG : industri minyak goreng

1. Peningkatan pajak ekspor minyak sawit sebesar 50 persen 2. Penurunan suku bunga Bank Indonesia sebesar 20 persen

3. Peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 25 persen 4. Peningkatan harga minyak sawit dunia 25 persen

5. Peningkatan harga minyak mentah dunia 10 persen Sumber : Data diolah (2010)

Bila dianalisis dari dampaknya terhadap surplus produsen minyak sawit maka perubahan yang menyebabkan peningkatan surplus produsen minyak sawit

paling besar (Rp 1 001.43 milyar) adalah jika harga minyak sawit dunia meningkat sebesar 25 persen. Hal ini disebabkan kenaikan harga minyak sawit dunia sebesar 25 persen menyebabkan kenaikan harga minyak sawit domestik yang paling besar yaitu sebesar 2.114 persen (Tabel 38). Sebaliknya peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 25 persen memberikan dampak penurunan surplus produsen minyak sawit paling besar (Rp 739.01 milyar) karena harga minyak sawit domestik mengalami penurunan paling besar yaitu sebesar 1.567 persen (Tabel 37 dan 40).

Berdasarkan Tabel 40 juga dapat diketahui bahwa perubahan yang menyebabkan surplus konsumen minyak sawit mengalami peningkatan paling besar (Rp 191.07 milyar) adalah peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 25 persen. Hal ini sejalan dengan besarnya penurunan harga minyak sawit domestik akibat peningkatan penawaran minyak sawit domestik (harga minyak sawit domestik mengalami penurunan paling besar yaitu sebesar 1.567 persen, Tabel 37). Sebaliknya peningkatan harga minyak sawit dunia sebesar 25 persen menyebabkan penurunan surplus konsumen minyak sawit paling besar (Rp 255.99 milyar).

Peningkatan surplus produsen minyak goreng sawit paling besar (Rp 7.58 milyar) terjadi bila terdapat peningkatan harga minyak sawit dunia sebesar 25 persen. Hal tersebut terjadi karena ketika harga minyak sawit dunia meningkat maka harga minyak goreng sawit mengalami peningkatan yang paling besar (0.048 persen, Tabel 38). Sebaliknya peningkatan penawaran minyak sawit domestik sebesar 25 persen memberikan dampak penurunan surplus produsen

minyak goreng sawit paling besar (Rp 9.36 milyar) karena harga minyak goreng sawit mengalami penurunan paling besar yaitu sebesar 0.058 persen (Tabel 37).

Sama halnya dengan dampak yang terjadi pada konsumen minyak sawit, surplus konsumen minyak goreng sawit mengalami peningkatan paling besar (Rp 2.26 milyar) pada saat terjadi peningkatan penawaran minyak sawit domestik (harga minyak goreng sawit mengalami penurunan paling besar yaitu sebesar 0.058 persen, Tabel 37). Kemudian penurunan surplus konsumen minyak goreng sawit yang paling besar (Rp 1.85 milyar) adalah ketika terjadi peningkatan harga minyak sawit dunia (harga minyak goreng sawit mengalami peningkatan yang paling besar yaitu 0.048 persen, Tabel 38).

Berdasarkan Tabel 40 juga dapat dilihat peningkatan net surplus pada industri minyak goreng sawit yang terbesar (Rp 181.71 milyar) adalah ketika terjadi peningkatan penawaran minyak sawit domestik. Hal ini dikarenakan penurunan harga minyak sawit (pasar input) sebesar 1.567 persen lebih besar daripada penurunan harga minyak goreng sawit (pasar output) sebesar 0.058 persen, sehingga industri minyak goreng sawit memperoleh kenaikan net surplus yang lebih besar (peningkatan surplus konsumen minyak sawit lebih besar daripada penurunan surplus produsen minyak goreng sawit). Sebaliknya, penurunan net surplus pada industri minyak goreng sawit yang terbesar (Rp 248.41 milyar) adalah ketika terjadi peningkatan harga minyak sawit dunia

(peningkatan harga minyak sawit di pasar input sebesar 2.114 persen lebih besar daripada peningkatan harga minyak goreng sawit di pasar output sebesar 0.048 persen, Tabel 38).

Peningkatan penerimaan pemerintah dari pajak ekspor minyak sawit terbesar adalah ketika terjadi peningkatan pajak ekspor minyak sawit sebesar 50 persen (Rp 470.58 milyar). Adapun perubahan yang menyebabkan penurunan penerimaan pemerintah dari pajak ekspor minyak sawit paling besar (Rp 2.44 milyar) adalah ketika terjadi peningkatan penawaran minyak sawit domestik. Hal ini sejalan dengan turunnya volume ekspor minyak sawit paling besar ketika terjadi peningkatan penawaran minyak sawit domestik (0.351 persen, Tabel 37).

Adapun kebijakan domestik yang dapat menyebabkan peningkatan kesejahteraan netto (net welfare) yang paling besar (Rp 435.32 milyar) adalah dengan peningkatan pajak ekspor minyak sawit. Hal ini menunjukkan bahwa seharusnya penerimaan pajak yang diperoleh dari pengusaha eksportir minyak sawit digunakan oleh pemerintah untuk mengembangkan industri hilir minyak sawit agar kesejahteraan netto tersebut dapat dirasakan secara nyata oleh produsen dan pengusaha minyak sawit.

Kenaikan penerimaan devisa yang paling besar (Rp 5 870.88 milyar) adalah ketika terjadi peningkatan harga minyak sawit dunia. Hal ini sejalan dengan tingginya arus ekspor minyak sawit saat harga minyak sawit dunia meningkat (peningkatan ekspor minyak sawit Indonesia sebesar 0.684 persen, Tabel 38). Adapun penurunan penerimaan devisa yang paling besar (Rp 268.71 milyar) adalah saat pajak ekspor minyak sawit ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan pajak ekspor minyak sawit merupakan disinsentif bagi penerimaan devisa dari ekspor minyak sawit. Namun hal ini merupakan kebijakan yang tetap harus dijalankan sebagai upaya menghambat arus ekspor minyak sawit yang terlalu besar sehingga pasokan minyak sawit untuk industri hilir domestik

mengalami kekurangan. Selain itu seharusnya pemerintah menggunakan pajak ekspor tersebut untuk pengembangan industri hilir, sehingga yang lebih banyak diekspor adalah produk turunan minyak sawit yang memiliki nilai tambah lebih besar.

6.5. Ringkasan Hasil

1. Peningkatan pajak ekspor minyak sawit menyebabkan penawaran dan harga minyak sawit domestik mengalami penurunan, sedangkan permintaan minyak sawit domestik mengalami peningkatan.

2. Penurunan suku bunga Bank Indonesia menyebabkan penawaran, permintaan, dan harga minyak sawit domestik mengalami peningkatan.

3. Peningkatan penawaran minyak sawit domestik menyebabkan harga minyak sawit domestik mengalami penurunan, sedangkan permintaan minyak sawit domestik mengalami peningkatan. Peningkatan permintaan minyak sawit domestik disebabkan karena dampak naiknya permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng sawit maupun permintaan minyak sawit oleh industri lain (harga minyak sawit sebagai input yang menjadi lebih murah mendorong industri hilir domestik meminta minyak sawit lebih banyak untuk meningkatkan kapasitas produksinya).

4. Perubahan faktor eksternal berupa kenaikan harga minyak sawit dunia menyebabkan harga dan penawaran minyak sawit domestik mengalami peningkatan, sedangkan permintaan minyak sawit domestik mengalami penurunan.

5. Adapun perubahan faktor eksternal berupa kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan harga dan penawaran minyak sawit domestik mengalami

peningkatan (peningkatan harga dan penawaran minyak sawit domestik tersebut lebih rendah daripada jika terjadi kenaikan harga minyak sawit dunia). Begitu pula permintaan minyak sawit domestik juga mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena peningkatan permintaan minyak sawit oleh industri lain (biodiesel) lebih besar daripada penurunan permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng sehingga resultantenya peningkatan pada permintaan minyak sawit domestik.

6. Penerimaan devisa yang paling besar adalah ketika terjadi peningkatan harga minyak sawit dunia. Hal ini sejalan dengan tingginya arus ekspor minyak sawit saat harga minyak sawit dunia meningkat. Adapun penerimaan devisa yang paling rendah adalah saat pajak ekspor minyak sawit ditingkatkan.

7. Kebijakan domestik yang menyebabkan peningkatan kesejahteraan netto yang paling besar adalah dengan peningkatan pajak ekspor minyak sawit, sedangkan peningkatan penawaran minyak sawit domestik menyebabkan penurunan kesejahteraan netto paling besar.

VII. RAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN DOMESTIK

Dokumen terkait