• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMANFAATAN PLC SEBAGAI PERALATAN OTOMATISASI

4.5 Perancangan Program PLC untuk Sistem yang Kompleks

4.5.2 Penjelasan Umum Sistem

Sebelum kita bisa menentukan jumlah input dan output pada suatu sistem AMF, hal paling esensial yang perlu dipahami adalah gambaran umum sistem AMF yang akan dirancang. Untuk itu pada bagian berikut ini akan dijelaskan mengenai sistem AMF secara umum.

AMF senantiasa memantau kondisi beberapa parameter yang berasal dari: (i) incoming PLN; (ii) incoming genset; (iii) supervisi dari mesin diesel, berupa start failure, low oil pressure (LOP), high water temperature (HWT), overspeed, dsb; AMF harus bisa membedakan dua kondisi utama pada catu daya PLN, yaitu keadaan normal (catu daya PLN tersedia) dan keadaan gangguan (catu daya PLN tidak

AMF

Mesin Diesel Generator PLN Accu C h a rg e r RCP RCP CP CG Beban LOP HWT OS Fuse Fuse

tersedia). Kedua kondisi ini bisa dipantau dengan menggunakan suatu piranti yang dikenal dengan Relay Control Phase (RCP). RCP senantiasa memantau nilai tegangan 3 phasa dari catu daya PLN. Jika RCP mendeteksi adanya gangguan pada salah satu phasa ataupun semua phasa pada catu daya PLN maka, suatu digital output akan berubah status. Digital output ini bisa dimanfaatkan sebagai digital input untuk PLC. Hal yang serupa juga berlaku untuk kondisi utama pada catu daya genset. Selain itu, pada suatu genset, juga dikenal istilah supervisi. Jadi selain penggunaan RCP pada incoming genset, sensor bantu lainnya untuk mendeteksi beberapa parameter penting dari suatu genset juga dibutuhkan. Beberapa parameter genset, seperti suhu air, tekanan oli, dan bahkan kecepatan putaran mesin perlu senantiasa dipantau. Supervisi genset dimulai setelah waktu supervisi genset tercapai. Sebelum waktu supervisi tercapai, keadaan-keadaan yang tidak normal mengenai genset belum bisa dikategorikan sebagai kondisi gangguan.

Proses menjalankan suatu genset perlu dilaksanakan secara bertahap. Pada saat awal menjalankan genset, pada umumnya terdapat mekanisme preglow dalam jangka waktu tertentu, yang bertujuan menghasilkan temperatur panas tertentu untuk mempermudah proses penyalaan mesin diesel. Setelah itu proses dilanjutkan dengan menghubungkan koil Run. Pada saat yang bersamaan koil Start atau yang sering juga dikenal dengan istilah Crank juga disambungkan selama jangka waktu tertentu. Jika proses menjalankan genset berhasil (ditandai dengan berputarnya mesin diesel), maka koil Run tetap tersambung selama mesin beroperasi sementara itu koil Start harus dilepaskan. Sementara itu proses untuk menghentikan genset dapat dilakukan dengan menyambungkan solenoid stop selama jangka waktu tertentu.

4.5.3 Penentuan Jumlah Input dan Output

Dari gambaran umum sistem AMF yang ingin dirancang, dan dengan memahami sistem kerja suatu AMF maka langkah berikutnya adalah merumuskan daftar input dan output yang dibutuhkan untuk sistem AMF dengan jelas. Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 menunjukkan daftar untuk input dan output sistem AMF, secara berturut.

Tabel 4.10 Daftar input untuk sistem AMF

Input Keterangan

Simbol Umum Alamat

I1 %I0.0 Auto Selector Switch

I2 %I0.1 LOP Sensor

I3 %I0.2 HWT Sensor

I4 %I0.3 Overspeed Sensor

I5 %I0.4 Engine Run Sensor

I6 %I0.5 Digital Output RCP PLN

I7 %I0.6 Digital Output RCP Genset

I8 %I0.7 Reset

Tabel 4.11 Daftar output untuk sistem AMF

Output Keterangan

Simbol Umum Alamat

Q1 %Q0.0 Coil (Magnetic Contactor PLN)

Q2 %Q0.1 Coil (Magnetic ContactorGenset)

Q3 %Q0.2 Coil Preglow Q4 %Q0.3 Coil Run Q5 %Q0.4 Coil Start Q6 %Q0.5 Starting Alarm Q7 %Q0.6 Supervision Alarm Q8 %Q0.7 Solenoid Stop

4.5.4 Penentuan Jumlah Timer dan Counter

Pada sistem AMF yang ditinjau, terdapat penggunaan sejumlah timer untuk berbagai keperluan kendali otomatik yang berkaitan dengan penundaan pengeksekusian suatu proses. Tabel 4.10 menunjukkan daftar timer yang dibutuhkan untuk mendapatkan suatu sistem AMF yang handal.

Tabel 4.12 Timer untuk aplikasi AMF

Timer Preset Value

(s)

Keterangan Simbol Umum Alamat

T1 %TM1 10 Delay Start Genset

T2 %TM2 10 Preglow Duration

T3 %TM3 5 Start Duration

T4 %TM4 30 Genset Supervision Time

T5 %TM5 5 Start Transition

T6 %TM6 30 PLN Restore Time

T7 %TM7 120 Genset Recooling Time

T8 %TM8 10 Time Required to Stop

T9 %TM9 900 Genset Min.Operation Time

T10 %TM10 10 Supervision Alarm Duration

T11 %TM11 10 Genset Fail Sensing Time

T12 %TM12 518400 Genset Time to Excercise

T13 %TM13 10 Starting Alarm Duration

Selain penggunaan timer, di dalam sistem ini juga terdapat keperluan untuk menggunakan counter. Counter dibutuhkan untuk menghitung jumlah proses starting yang gagal. Jika kegagalan starting mencapai suatu preset value, maka suatu mekanisme penonaktifan genset perlu dilakukan sehingga genset bisa diperiksa. Jika genset sudah dipeiksa dan dinyatakan layak operasi kembali maka tombol “Reset” perlu dipicu terlebih dahulu supaya sistem AMF bisa berfungsi normal kembali.

4.5.5 Penegasan Proses menjadi Deskripsi Langkah Proses

Setelah informasi I/O dan elemen lainnya seperti timer dan counter diketahui dengan jelas, langkah selanjutnya adalah membuat deskripsi langkah proses yang detail dari gambaran umum sistem. Berikut adalah deskripsi langkah proses sistem:

1.Jika Selector Switch diaktifkan pada “AUTO” maka sistem AMF akan diaktifkan; Jika catu daya PLN dalam kondisi baik (dapat diketahui dari RCP yang dipasang pada incoming PLN), maka Q1 akan disambungkan, sehingga beban mendapat catu daya dari PLN;

2.Jika catu daya PLN mengalami gangguan, maka T1 akan mulai menghitung. Jika preset value T1 tercapai dan catu daya PLN masih dalam status gangguan, maka mekanisme pengaktifan genset akan dimulai dengan meyambungkan Q3 selama preset value T2; Namun bila sebelum preset value T2 tercapai dan catu daya PLN dalam status baik, maka proses pengaktifan genset segera dihentikan, beban kembali dicatu dengan catu daya PLN;

3.Setelah proses preglow selesai, genset akan distart dengan cara menyambungkan Q4 dan Q5 selama preset value T3. Namun bila sebelum preset value T3 tercapai dan catu daya PLN dalam status baik, maka proses startinggenset segera dihentikan, beban kembali dicatu dengan catu daya PLN; 4.Jika proses starting generator berhasil (ditandai dengan aktifnya I5) maka

proses starting segera dihentikan dan T4 akan diaktifkan. Dalam selang waktu tersebut, I2, I3, I4, dan I7 harus menunjukkan kondisi baik, sehingga segera setelah preset value T4 sampai, Q2 bisa disambungkan sehingga beban

mendapat catu daya dari genset. Namun jika setelah preset value T4 tercapai, dan salah satu dari keempat sensor (I2, I3, I4, maupun I7) menunjukkan adanya gangguan, maka Q7 akan diaktifkan selama preset value T10. Setelah itu genset akan dimatikan dengan cara menyambungkan Q7 selama preset value T8;

5.Jika proses starting genset yang pertama kali gagal maka setelah preset value T5 tercapai, proses startinggenset kembali dilaksanakan. Jumlah starting yang diperbolehkan ditentukan oleh C1. Jika starting sudah berlangsung selama sekian kali dan mencapai preset value C1 maka Q6 akan diaktifkan selama preset value T13. Setelah itu I8 harus dipicu sehingga sistem AMF bisa berfungsi normal kembali;

6.Jika dalam kondisi beban sedang dicatu oleh catu daya genset, catu daya PLN kembali dinyatakan baik, maka T6 dan T7 akan diaktifkan secara bersamaan. Setelah preset value T6 tercapai maka Q1 akan disambungkan kembali dan Q2 dilepas. Ini berarti beban kembali mendapatkan catu daya dari PLN. Meskipun beban sudah dicatu oleh PLN, genset masih tetap running selama sisa preset value T7. Setelah tercapai maka genset akan dimatikan dengan cara menyambungkan Q8 selama preset value T8;

7.Jika dalam kondisi “AUTO”, genset tidak pernah aktif selama 6 hari lamanya, maka genset akan diaktifkan (untuk keperluan engine exercising). Namun pengaktifan hanya bisa terjadi di antara jam 08:00 sampai 18:00 WIB.

Penyempurnaan terhadap deskripsi langkah proses akan langsung diperbaharui pada perancangan SFC.

4.5.6 Perancangan SFC

Dengan mengacu pada deskripsi langkah proses yang ada, kita sudah bisa merancang SFC yang sesuai. Gambar B.3 yang terdapat pada LAMPIRAN B menunjukkan SFC untuk sistem yang ditinjau.

4.5.7 Konversi SFC menjadi Diagram Tangga Logika dan Pengujiannya

Dokumen terkait