• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Analisis Sturktural Roman

2. Penokohan

Dalam sebuah karya fiktif roman, tokoh merupakan ‘bintang’ dalam tersajinya sebuah cerita. Apa yang dia lakukan, apa yang dia pikirkan, apa yang dia rasakan, apa yang dia inginkan menjadi hal-hal yang di antaranya membuat pembaca penasaran. Kreativitas pengarang dalam menciptakan tokoh serta jati diri yang mendukungnya, akan menjadi daya tarik tersendiri bagi cerita tersebut.

Sebuah cerita tidak akan berjalan tanpa adanya tokoh yang menggerakan cerita tersebut, seperti pernyataan Peyroutet (2002:14) bahwa “Sans les personnages, un récit est impossible et le lacis de leurs fonctions et de leurs relations constitue une part majeure de l’intrigue”, maksudnya adalah sebuah cerita tidak mungkin berjalan tanpa adanya tokoh, begitu juga dengan fungsi dan hubungannya yang merupakan bagian penting dari alur.

Fungsi tokoh dalam sebuah cerita sangat penting, karena munculnya tokoh akan menimbulkan pergesekan konflik sehingga terbentuklah sebuah cerita. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Reuter (1991:50) sebagai berikut:

”Les personnages ont un rôle essentiel dans l’organisatiom des histoires. Ils déterminent les actions, les subissent, les relient et leur donnent sens. D’une certaine façon, toute histoire est histoire des personnages.”

“Penokohan memiliki peran yang penting dalam pengorganisasian sebuah cerita. Dia menentukan perilaku, tindakan, ikatan dan memberikannya sebuah rasa. Dalam beberapa fungsi, seluruh cerita merupakan cerita tentang tokoh dan penokohan di dalamnya.”

Tokoh yang menggerakan cerita, menimbulkan adanya pergesekan konflik dengan tokoh lain, melakukan penyelesaian terhadap konflik

tersebut hingga mengakhiri cerita tidak hanya berbentuk manusia saja. Dalam beberapa jenis cerita, tokoh manusia bisa berinteraksi dengan makhluk hidup lainnya seperti hewan dan tumbuhan, atau bahkan benda mati atau entitas yang dipersonfikasikan dalam cerita tersebut. Seperti ungkapan Schmitt dan Viala (1982:69) berikut ini :

“Les participants de l’action sont ordinaierement les personnages du récit. Il s’agit très souvent d’humains; mais une chose, un animal ou une entité (la Justice, la Mort, etc.) peuvent être personnifiés et considérés alors comme des personnages.”

Tokoh dalam sebuah cerita pada dasarnya merupakan pemegang peran. Dia biasanya berwujud manusia, namun sebuah benda, hewan atau entitas seperti keadilan, kematian dan lain sebagainya, yang dapat diumpamakan dan dianggap sebagai tokoh.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan dapat digambarkan menjadi berbagai bentuk oleh pengarang sesuai dengankebutuhan cerita yang akan disampaikan. Tidak hanya manusia, benda mati dan entitas juga bisa menjadi tokoh dalam sebuah cerita selama mereka dipersonifikasikan selayaknya manusia dan menjalankan sebuah aksi, sehingga cerita yang tersaji dapat bergerak dan berkembang. Selain itu, biasanya pengarang menggambarkan sesuatu yang melekat pada diri tokoh, baik yang terlihat maupun tidak terlihat.

Selanjutnya, Schmitt dan Viala mengungkapkan bahwa, “Un personnage est toujours une collection de traits : physiques, moraux, sociaux. La combinasion de ces traits et la manière de les présenter, constituent le « potrait » du personnage”, maksudnya adalah gambaran tokoh terdiri dari gambaran fisik, moral dan sosial. Kombinasi dari ke tiga hak tersebut lalu membentuk potret tokoh.

Pengarang bebas berkreasi dalam membuat gambaran tokoh agar cerita yang tersaji menarik minat pembaca. Senada dengan hal tersebut, Peyroutet (2002:18) menyebutkan bahwa “L’ordre de la description est libre mais il faut insister sur le visage, les yeux, les mimiques, les gestes, le costume, les traits marquants du caractère”. Pendapat tersebut menekankan bahwa pengarang memiliki kebebasan untuk menggambar tokoh, tetapi pengarang juga perlu memberi satu ciri khas tokoh seperti wajah, mata, mimik, gestur dan kostum yang akan memberikan karakter pada tokoh tersebut.

Dalam menggambarkan tokoh terdapat dua metode yang digunakan yaitu metode langsung atau méthode directe dan metode tidak langsung atau méthode indirecte (Peyroutet, 2002:14). Metode langsung digunakan pengarang untuk menggambarkan secara langsung sikap, tindakan, pakaian atau karakter tokoh dalam cerita tersebut. Sedangkan metode tidak langsung digunakan oleh pengarang untuk menggambarkan tokoh dengan konotasi-konotasi tertentu, penilaian pembaca terhadap tokoh dapat dilihat dari gerakan, cara tokoh berekspresi dan nama tokoh tersebut.

Selain itu, Phillipe Hamon (via Reuter, 1991:52) juga membedakan dan mengklasifikasikan tokoh dalam beberapa tingkatan berdasarkan ‘siapa mereka’ dan ‘apa yang mereka lakukan’ dalam 6 parameter, yaitu :

a. La qualification différentielle; melihat kuantitas dari kualifikasi atribut setiap tokoh yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

b. La distribution différentielle; memperhatikan kuantitas kemunculan tokoh pada sebuah cerita, apakah ia muncul dalam waktu yang lama atau muncul di peristiwa-peristiwa penting.

c. L’autonomie différentielle;;berdasarkan model tokoh yang diciptakan oleh penulis, jika ia tokoh penting, ia bisa muncul sendiri atau dengan tokoh lain.

d. La fonctionalité différentielle memperhitungkan beberapa kombinasi pemunculan tokoh utama dan tokoh lainnya (baik antagonis maupun protagonis).

e. La pré-designation conventionnelle;berfungsinya karakter pembeda mengacu pada beberapa peran dalam setiap adegan atau tindakan. f. Le commentaire explicite; ada dalam setiap roman/novel, muncul

karena karakter atau watak tokoh dari berbagai pandangan pembaca. Sementara itu, berdasarkan peran, tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama (personnages principaux) dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang dimunculkan terus menerus dalam sebuah cerita serta menimbulkan adanya pergesekan atau konflik. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang sifatnya mendukung tokoh utama dan ditampilkan sedikit dalam cerita. Tokoh tambahan biasanya muncul untuk mempertajam dan menonjolkan peranan dan perwatakan tokoh utama, serta memperjelas tema pokok yang akan disampaikan.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokoh dalam sebuah cerita hanya fiktif atau imajinasi, namun gambaran

kepribadian serta fisiknya dapat diketahui melalui tingkah laku tokoh tersebut, keterangan dari tokoh lain, keadaan psikologis maupun latar sosial masyarakatnya. Selain itu, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita memunculkan konflik karena hadirnya tokoh, sehingga sebuah cerita tidak mungkin berjalan tanpa tokoh-tokoh yang menggerakan dan menghidupkan cerita.

Dokumen terkait