BAB II LANDASAN TEORI
B. Pentingnya Kualitas Produk dan Perbaikan Kualitas
Kualitas produk didefinisikan sebagai sifat-sifat yang mencirikan ketepatan produk tersebut untuk digunakan. Dengan demikian apakah sebuah produk dianggap bermutu atau tidak tergantung pada apakah produk itu menjalankan fungsinya sebagaimana yang dimaksudkan atau tidak.
Beberapa unsur kualitas produk diantaranya (Mizuno, 1994; 6): 1. Harga yang wajar
Sebuah produk tidak perlu secara mutlak mutunya terbaik, yang terpenting adalah bahwa produk tersebut memenuhi tuntutan konsumen agar dapat dimanfaatkan. Selain itu juga harus memperhatikan harga yang wajar, itulah sebabnya tidak artinya mengejar mutu produk tanpa memperhatikan harga.
2. Ekonomi
Konsumen mencari sifat ekonomis dari suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan seperti kebutuhan rusak sekecil mungkin, kebutuhan energi sekecil mungkin dan penggunaan yang luas.
3. Awet
Pemakai mengharapakan agar produk itu terbuat dari bahan yang awet dan tahan terhadap perubahan drastis sepanjang waktu.
4. Aman
Sebuah produk diharapakan aman digunakan dan tidak membahayakan kehidupan.
5. Mudah Digunakan
Konsumen berharap dapat menggunakan produk dengan segera, terus-menerus dan tanpa kesulitan, untuk itu umumnya sebuah produk dirancang untuk rata-rata konsumen pada umumnya tanpa memerlukan pelatihan khusus terlebih dahulu untuk menggunakannya.
6. Mudah dibuat
Hal ini berkaitan dengan biaya produksi. Produk tadi harus terbuat dari bahan-bahan yang mudah diperoleh, mudah disimpan dan pemanufakturannya harus memerlukan proses dan ketrampilan sesedikit mungkin.
7. Mudah dibuang
Pada masyarakat sekarang yang sangat padat populasinya, sebuah produk yang tidak dapat digunakan bisa dibuang begitu saja disembarang tempat. Biaya pembuangan (daur ulang) merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam menciptakan sebuah produk.
Selain unsur-unsur kualitas yang diungkapkan oleh Mizuno di atas, masih terdapat beberapa kriteria dimana produk atau jasa yang berkualitas
adalah yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan dalam delapan dimensi berikut (Hansen dan Mowen, 2005; 5-6):
1. Kinerja
Kinerja mengacu pada konsistensi dan seberapa baik fungsi-fungsi sebuah produk.
2. Estetika
Estetika berhubungan dengan penampilan wujud produk serta penampilan fasilitas, peralatan, pegawai dan materi komunikasi yang berkaitan dengan jasa.
3. Kemudahan perawatan dan perbaikan
Kemudahan perawatan dan perbaiakan berhubungan dengan tingkat kemudahan merawat dan memperbaiki produk.
4. Fitur
Fitur adalah karateristik produk yang berbeda dari produk-produk sejenis yang fungsinya sama.
5. Keandalan
Keandalan adalah probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsi seperti yang dimaksudkan dalam jangka waktu tertentu.
6. Tahan lama
Tahan lama didefinisikan sebagai jangka waktu produk dapat berfungsi. 7. Kualitas kesesuaian
Kualitas kesesuaian adalah ukuran mengenai apakah sebuah produk telah memenuhi spesifikasinya atau tidak.
8. Kecocokan penggunaan
Kecocokan penggunaan adalah kecocokan dari sebuah produk menjalankan fungsi-fungsi sebagaimana yang diiklankan.
C. Biaya Kualitas
Biaya Kualitas adalah biaya-biaya yang timbul karena mungkin atau telah terdapat produk yang buruk kualitasnya. Jadi biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan pecegahan kerusakan (Fandy dan Diana 2003; 34). Dari definisi tersebut mengimplikasikan bahwa biaya kualitas berhubungan dengan dua kegiatan utama yaitu kegiatan pengendalian dan kegiatan karena kegagalan. Kegiatan pengendalian dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah atau mendeteksi kualitas yang buruk, sedangkan kegiatan karena kegagalan dilakukan oleh perusahaan atau oleh pelanggannya untuk merespon kualitas yang buruk.
Elemen-elemen Biaya Kualitas
Terdapat 4 macam yang menjadi elemen biaya kualitas yaitu (Fandy dan Diana, 2003; 34-49):
1. Biaya Pengendalian, yang termasuk didalamnya adalah;
a) Biaya Pencegahan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mencegah kerusakan pada produk yang dihasilkan.
Biaya yang termasuk dalam kelompok ini adalah: 1) Biaya Teknik dan Perencanaan Kualitas
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan patokan rencana kualitas produk yang dihasilkan, rencana tentang kehandalan, rencana pemeriksaan, dan rencana khusus dari jaminan kualitas.
2) Biaya Tinjauan Produk Baru
Biaya yang dikeluarkan untuk penyiapan usulan tawaran, penilaian rancangan baru dari segi kualitas, dan aktivitas-aktivitas kualitas lainnya selama tahap pengembangan dan pra produksi dari rancangan produk baru.
3) Biaya Rancangan Proses atau Produk
Biaya yang dikeluarkan pada waktu perancangan produk atau pemilihan proses produksi yang dimaksudkan untuk meningkatkan keseluruhan kualitas produk tersebut.
4) Biaya Pengendalian Proses
Biaya yang dikeluarkan untuk teknik pengendalian proses, seperti grafik pengendalian yang memantau proses pembuatan dalam usaha mencapai kualitas produksi yang dikehendaki.
5) Biaya Pelatihan
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan, penyiapan, pelaksanaan, dan pemeliharaan program latihan formal masalah kualitas.
6) Biaya Audit Kualitas
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan terhadap rencana kualitas keseluruhan.
b) Biaya Penilaian adalah biaya yang dikeluarkan untuk menentukan apakah produk dan jasa telah sesuai dengan persyaratan kualitas atau kebutuhan pelanggan. Biaya penilaian ini meliputi:
1) Biaya Pemeriksaan dan Pengujian Bahan Baku yang Dibeli
Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memeriksa dan menguji kesesuaian bahan baku yang dibeli dengan kualifikasi yang tercantum dalam pesanan.
2) Biaya Pemeriksaan dan Pengujian Produk
Biaya ini meliputi biaya yang dikeluarkan untuk meneliti kesesuaian hasil produksi dengan standar perusahaan, termasuk meneliti pengepakan dan pengiriman.
3) Biaya Pemeriksaan Kualitas Produk
Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan pemeriksaan kualitas produk dalam proses maupun produk jadi.
4) Biaya Evaluasi Persediaan
Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk menguji produk di gudang, dengan tujuan untuk mendeteksi terjadinya penurunan kualitas produk.
2. Biaya Kegagalan, yang termasuk didalamnya adalah;
a) Biaya Kegagalan Internal adalah biaya yang terjadi karena ada ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang
atau jasa tersebut dikirim ke pihak luar atau pelanggan. Pengukuran biaya kegagalan internal dilakukan dengan menghitung kerusakan produk sebelum meninggalkan pabrik, yang termasuk dalam biaya ini yaitu:
1) Biaya Sisa Bahan
Biaya ini adalah kerugian yang ditimbulkan karena adanya sisa bahan baku yang tidak terpakai dalam upaya memenuhi tingkat kualitas yang dikehendaki.
2) Biaya Pengerjaan Ulang
Biaya ini meliputi biaya ekstra yang dikeluarkan untuk melakukan proses pengerjaan ulang agar dapat memenuhi standar kualitas yang disyaratkan.
3) Biaya untuk Memperoleh Material
Biaya ini meliputi biaya-biaya tambahan yang timbul karena adanya aktivitas menangani penolakan dan pengaduan terhadap bahan baku yang telah dibeli.
4) Factory Contact Engineering
Biaya ini merupakan biaya yang berhubungan dengan waktu yang digunakan oleh para ahli produk atau produksi yang terlibat dalam masalah-masalah produksi yang menyangkut kualitas.
b) Biaya Kegagalan Eksternal adalah biaya yang dikeluarkan karena produk dan jasa yang dihasilkan gagal memenuhi persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirim ke
pelanggan. Biaya ini merupakan yang paling buruk karena dapat mengakibatkan reputasi perusahaan buruk, kehilangan pelanggan dan penurunan pangsa pasar, yang termasuk dalam biaya ini adalah:
1) Biaya penanganan keluhan selama masa garansi
Biaya ini meliputi semua biaya yang ditimbulkan karena adanya keluhan-keluhan tertentu, sehingga diperlukan pemeriksaan, reparasi, dan penggantian atau penukaran produk.
2) Biaya penanganan keluhan di luar masa garansi
Biaya ini merupakan biaya-biaya yang berkaitan dengan keluhan-keluhan yang timbul setelah berlalunya masa garansi.
3) Pelayanan (servis) produk
Biaya ini adalah keseluruhan servis produk yang diakibatkan oleh usaha untuk memperbaiki ketidaksempurnaan atau untuk pengujian khusus, atau untuk memperbaiki cacat yang bukan disebabkan oleh adanya keluhan pelanggan.
4) Product liability
Biaya ini merupakan biaya yang timbul sehubungan dengan jaminan atau pertanggungjawaban atau kegagalan memenuhi standar kualitas.
5) Biaya penarikan kembali produk
Biaya ini timbul karena adanya penarikan kembali suatu produk atau komponen produk tertentu.
Dalam sub bab ini perlu dibahas mengenai: 1. Pemilihan Standar Kualitas
Dalam pemilihan standar kualitas dapat digunakan dua pendekatan yaitu: (a) pendekatan tradisional dan (b) pendekatan kerusakan nol.
a) Pendekatan Tradisional
Merupakan standar mutu yang sederhana yang mengijinkan kemungkinan terjadinya sejumlah tertentu produk rusak yang akan diproduksi dan dijual.
b) Pendekatan Kerusakan nol
Merupakan standar kerja yang mengharuskan produk dan jasa yang diproduksi dan dijual sesuai dengan persyaratan-persyaratan. Standar ini lebih masuk akal ditentukan untuk menghasilkan produk sesuai dengan yang diinginkan. Standar ini sering disebut dengan kerusakan nol (Supriyono, 1992; 394-396).
a) Kuantifikasi Standar Mutu
Kualitas produk dapat diukur dari biayanya. Perusahaan menginginkan agar biaya kualitas turun, namun mencapai kualitas yang lebih tinggi, setidak-tidaknya sampai titik tertentu (Supriyono, 1992; 398-399). Menurut pakar kualitas, suatu perusahaan dengan program pengelolaan kualitas yang berjalan baik, biaya kualitasnya tidak lebih besar dari 2,5% dari penjualan. Standar 2,5% tersebut mencakup biaya kualitas total. Biaya untuk setiap kelompok atau elemen secara individual, misalnya biaya pelatihan mutu atau inspeksi bahan, lebih kecil dari jumlah
tersebut. Agar standar mutu dapat digunakan dengan baik perlu dipahami tentang:
a) Perilaku Biaya Kualitas
Agar standar biaya kualitas tidak lebih dari 2,5% dari penjualan, perusahaan harus dapat mengidentifikasi perilaku setiap elemen biaya kualitas secara individual. Jika untuk mempertahankan standar kerusakan nol dibutuhkan rasio biaya kualitas variabel sebesar 1,5% dari penjualan, maka untuk memenuhi tujuan biaya kualitas maksimal sebesar 2,5% dari penjualan, besarnya biaya kualitas tetap maksimal sebesar 1% dari penjualan.
Biaya kualitas tetap dievaluasi dengan membandingkan biaya sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan. Penjualan yang dianggarkan belum tentu sama dengan penjualan sesungguhnya, sehingga persentase sesungguhnya dapat lebih besar atau lebih kecil daripada persentase yang dianggarkan, bahkan jika biaya tetap yang sesungguhnya tepat sama besarnya dengan biaya yang dianggarkan. Sebaliknya biaya kualitas variabel dapat dibandingkan dengan menggunakan persentase penjualan atau jumlah rupiah biaya atau kedua-duanya.
b) Standar Fisik
Untuk para manajer lini dan karyawan pengoperasian, ukuran fisik kualitas misalnya; jumlah unit rusak, persentase kegagalan eksternal, kegagalan pengiriman, kesalahan pemenuhan kontrak, dan
ukuran-ukuran fisik mutu lainnya mungkin lebih bermanfaat. Untuk ukuran-ukuran fisik, standar kualitasnya adalah kerusakan nol atau kesalahan nol. Tujuan ukuran-ukuran ini adalah agar setiap orang mengerjakan dengan benar sejak pertama kali.
c) Penggunaan Standar Interim
Bagi sebagian besar perusahaan, standar kerusakan nol merupakan tujuan jangka panjang. Kemampuan untuk mencapai standar ini sangat dipengaruhi oleh kualitas para pemasoknya. Pengembangan hubungan erat dan kerjasama yang baik dengan pemasok memerlukan waktu lama, mungkin bertahun-tahun. Hal ini sama dengan menyadarkan semua orang dalam perusahaan itu sendiri agar mengerti pentingnya penyempurnaan kualitas dan memberikan kepercayaan kepada mereka untuk melaksanakan program penyempurnaan kualitas dapat memerlukan waktu bertahun-tahun. Maka dari itu standar penyempurnaan per tahun harus dikembangkan sehingga para manajer dapat menggunakan laporan-laporan kinerja untuk menilai kemajuan yang dibuat berdasar interim. Standar kualitas interim menunjukkan sasaran kualitas untuk tahun yang bersangkutan.
D. Pelaporan Biaya Kualitas
Sistem pelaporan biaya kualitas memiliki arti penting bagi perusahaan yang menaruh perhatian serius terhadap perbaikan dan pengendalian biaya kualitas. Pencatatan secara rinci biaya kualitas aktual berdasarkan kategorinya
dapat memberikan dua masukan pandangan penting (Hansen dan Mowen, 2005; 12):
1. Catatan tersebut mengungkapkan besarnya biaya kualitas dalam setiap kategori yang memungkinkan para manajer menilai dampak keuangannya. 2. Catatan tersebut menunjukkan distribusi biaya kualitas menurut kategori, yang memungkinkan para manajer menilai kepentingan relatif dari masing-masing kategori.
Laporan biaya kualitas dibuat sedemikian rupa oleh perusahaan sehingga memudahkan manajer untuk memahami laporan biaya kualitas tersebut.
Tabel 2.1: Contoh Laporan Biaya Kualitas
PT ”X” Laporan Biaya Kualitas
Kelompok Biaya Kualitas Tahun Biaya Kualitas % Total Biaya
Kualitas
% Total penjualan 1. Biaya Pencegahan:
a. Biaya Perancangan kualitas b. Biaya Pelatihan kualitas c. Biaya Perencanaan Kualitas d. Biaya Pengendalian Proses e. Biaya Audit Kualitas
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... Jumlah XX % % 2. Biaya Penilaian:
a. Biaya Inspeksi bahan baku b. Biaya Pemeriksaan dan
pengujian produk
c. Biaya pemeriksaan kualitas produk
d. Biaya evaluasi persediaan
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... Jumlah XX % %
a. Biaya sisa bahan b. Biaya pengerjaan ulang c. Biaya inspeksi kembali d. Biaya pengujian kembali e. Biaya perubahan rancangan
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... Jumlah XX % %
4. Biaya Kegagalan eksternal a. Biaya kehilangan penjualan b. Biaya garansi dan jaminan c. Biaya penggantian produk d. Biaya keluhan pelanggan e. Biaya perbaikan produk f. Biaya penarikan kembali
produk ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... Jumlah XX % %
Sumber: Hansen & Mowen, 2005; 12
E. Jenis-jenis Laporan Kinerja Kualitas
Laporan kinerja kualitas harus mengukur realisasi kemajuan atau perkembangan program penyempurnaan kualitas dalam suatu organisasi. Empat jenis laporan yang dapat digunakan untuk melaporkan program penyempurnaan kualitas adalah sebagai berikut (Supriyono, 1992; 402-405): 1. Laporan standar interim. Laporan ini untuk menunjukan kemajuan yang
berhubungan dengan sasaran atau standar periode sekarang.
2. Laporan trend satu periode. Laporan ini untuk menunjukkan kemajuan yang berhubungan dengan kinerja kualitas tahun terakhir.
3. Laporan trend periode ganda. Laporan ini digunakan untuk menunjukkan sejak awal mulai program penyempurnaan kualitas.
4. Laporan jangka panjang. Laporan ini untuk menunjukkan kemajuan yang berhubungan dengan sasaran atau standar jangka panjang
Untuk jenis-jenis laporan kinerja kualitas ini penulis memilih laporan trend periode ganda untuk mengukur kemajuan program peningkatan kualitas yang dilakukan oleh PG. Madukismo selama periode 2006-2009. Laporan ini biasanya disajikan menggunakan sebuah grafik dimana sumbu vertikal menggambarkan biaya kualitas dalam persentase yang dihitung dari penjualan sesungguhnya, sedangkan sumbu horizontal menunjukkan tahun-tahun penerapan program kualitas. Dengan laporan ini diharapkan manajemen memperoleh informasi trend menyeluruh mengenai peningkatan kualitas yang dilakukan.