• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis Buku: Dr Bernhard Limbong, S.Sos, SH, MH.

Dalam dokumen Buletin Tata Ruang dan Pertanahan. Edisi (Halaman 30-32)

Kondisi ini menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran nilai tanah. Makna filosofis dan sosiologis tanah semakin dikerdilkan, dimana saat ini masyarakat cenderung melihat tanah sebagai komoditas. Apabila telah dilihat sebagai sebuah komoditas, maka selanjutnya praktik-praktik spekulasi tanah menjadi tidak dapat dibendung. Pemerintah dalam hal ini perlu mengupayakan untuk

menyeimbangkan kebutuhan dan ketersediaan tanah. Fungsi dan tugas ini adalah perwujudan dari hak menguasai Negara yaitu mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan kekayaan alam, termasuk tanah untuk berbagai kepentingan. Untuk mewujudkan hak penggunaan kekayaan alam ini, perlu mekanisme yang menetapkan proses penyediaan tanah yang bersifat jangka panjang. Salah satu solusinya adalah pembentukan bank tanah. Landasan hukum pembentukan bank tanah adalah UUD 1945 (Pasal 33) dan UUPA Tahun 1960 (Pasal 2 ayat 2) yang menjamin terwujudnya kemakmuran rakyat dari sumber-sumber kekayaan alam, termasuk di dalamnya adalah tanah.

Konsep dan Urgensi Bank Tanah

Bank tanah adalah salah satu sarana manajemen sumber daya yang penting untuk meningkatkan produktivitas pemanfaatan tanah. Konsep bank tanah telah diterapkan berpuluh-puluh tahun silam di beberapa Negara khususnya di daratan Eropa dan Amerika. Metode yang diusung dalam bank tanah ini adalah control pasar dan stabilisasi pasar tanah lokal. Sebagai sarana manajemen tanah, bank tanah memiliki tujuan: (1) membentuk pertumbuhan regional dan masyarakat; (2) menata perkembangan kota; (3) menangkap peningkatan nilai tanah; (4) meningkatkan pengelolaan dan pengendalian pasar tanah, utamanya untuk mengurangi spekulasi tanah; (5) menyediakan tanah untuk keperluan publik; (6) memastikan pasokan tanah yang cukup untuk kebutuhan investasi swasta; (7) melindungi kualitas tanah dan menjaga kualitas lingkungan; (8) menurunkan biaya perbaikan yang harus ditanggung oleh masyarakat; (9) menurunkan biaya pelayanan publik; dan (10) mengatur hubungan antar pemilik tanah.

Dampak pembentukan bank tanah adalah: (1)tersedianya tanah untuk berbagai keperluan pembangunan di masa depan; (2) efisiensi APBN/APBD; (3) mengurangi konflik dalam proses pembebasan tanah, dan(4) mengurangi dampak buruk liberalisasi tanah, termasuk membatasi ruang gerak para spekulan dan mafia tanah.

Tersedianya tanah untuk berbagai keperluan pembangunan. Bank tanah dapat menyediakan tanah yang dapat digunakan pemerintah sewaktu-waktu. Pemerintah harus memiliki stok tanah yang banyak

untuk kemudahan pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang pada masa mendatang.

Efisiensi APBN. Setiaptahundanadari APBN/APBD selalu dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur maupun fasilitas umum dengan jumlah alokasi yang cenderung naik setiap tahunnya. Penyebab utama kenaikan adalah harga tanah yang terus meningkat, sehingga ganti rugi dan biaya relokasi penduduk semakin tinggi. Bank Tanah memungkinkan pemerintah mendapatkan tanah dengan yang mendekati NJOP setelah identifikasi jumlah dan lokasi tanah ditetapkan dalam RTRW. Mengurangi konflik dalam proses pembebasan lahan. Konflik pembebasan tanah sering terjadi karena pemegang hak atas tanah umumnya menolak menyerahkan tanah untuk kegiatan pembangunan, terutama terkait tarik ulur dalam penentuan nilai ganti rugi. Keberadaan bank tanah dapat mengintervensi permasalahan tersebut, karena lahan dibebaskan sebelum adanya kebutuhan pembangunan, sehingga diperkirakan masyarakat tidak akan berpolemik mengenai tarik ulur harga.

Dalam pelaksanaannya, bank tanah dapat dijalankan oleh lembaga publik dan organisasi swasta atau kombinasi dari keduanya. Bank Tanah Publik adalah bank tanah yang penyelenggaraannya melibatkan lembaga-lembaga publik yang independen dengan tugas yang murni bersifat layanan publik. Bank tanah publik kemudian dapat dibedakan menjadi bank tanah umum dan bank tanah khusus . Bank tanah umum melayani perolehan tanah yang belum dikembangkan dan terlantar, memegang tanah dan membagi tanah untuk semua jenis penggunaan lahan. Bank tanah ini bertujuan untuk mengontrol pola pertumbuhan kota dan mengatur harga tanah. Bank tanah khusus lebih focus dengan area fungsional tertentu, misalnya untuk kegiatan pembaruan perkotaan, penyediaan perumahan kelas berpendapatan rendah, maupun penyediaan fasilitas umum.

Bank Tanah Swasta adalah bank tanah yang dimiliki dan dilakukan oleh individu, kelompok, koperasi, perusahaan dan atau kelompok usaha milik swasta untuk berbagai kegiatan investasi yang berorientasi profit. Berbeda dengan bank tanah publik, mekanisme perolehan tanah bank tanah swasta dilakukan dengan sistem jual beli atau tukar guling di pasar tanah umum. Dalam tataran implementasi, sudah relatif banyak perusahaan swasta yang menjalankan bank tanah di Indonesia. Beberapa perusahaan tersebut terutama bergerak di bidang properti, pengembang kawasan bisnis, pusat perdagangan, kawasan industri, dan investasi perkebunan. Secara umum, jenis bank tanah swasta dibagi menjadi bank tanah untuk: (1) investasi; (2) pengembang;

Salah satu permasalahan rumit di Bidang Pertanahan di Indonesia adalah penyediaan tanah untuk kebutuhan pembangunan, terutama di perkotaan. Kelangkaan ini menyebabkan harga tanah di perkotaan terus naik dan taksiran harga tanah berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tidak berlaku. Yang berlaku adalah harga pasar yang dihasilkan dari persaingan tidak sempurna, sehingga pembebasan tanah untuk pembangunan memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk pembayaran ganti rugi. Kendala besar bagi pembangunan fasilitas publik perkotaan.

dan (3) kawasan industri. Bank tanah untuk investasi diproyeksikan untuk meraih keuntungan dari kenaikan nilai tanah. Usaha membeli atau menghimpun tanah bertujuan untuk pemasaran kembali tanpa pengolahan untuk meningkatkan nilai tanah. Bank tanah untuk pengembang digunakan untuk mengubah fungsi suatu daerah atau kawasan. Fungsi baru tersebut meliputi real estate, ruang terbuka hijau, dan kawasan rekreasi.

Kategori bank tanah semacam ini paling banyak dilakukan oleh investor swasta serta pada pelaksanaannya menyangkut praktik spekulasi. Bank tanah untuk kawasan industri naiknya kebutuhan lahan kawasan industri tersebut mendorong pembentukan bank tanah kawasan industri di Indonesia. Untuk bank tanah swasta ini, pemerintah tetap menjalankan peran menyediakan kebijakan yang menunjang, menjamin kepastian hukum dan administrasi pertanahan, menciptakan iklim usaha, menetapkan RTRW serta menyediakan infrastruktur .

Bank tanah campuran dijalankan bersama-sama oleh pemerintah dan swasta. Kombinasi kelembagaan ini dilakukan terutama untuk menyiasati keterbatasan pembiayaan karena akuisisi lahan biasanya membutuhkan dana besar dan berkelanjutan. Pada implementasinya, kepemilikan bank tanah campuran harus didominasi oleh pihak pemerintah sehingga dapat tetap berorientasi pada layanan publik.

Secara umum dalam mengelola tanah, bank tanah melakukan tiga tahapan kegiatan, meliputi: (1) penyediaan; (2) pematangan; dan (3) pendistribusian. Untuk penyediaan tanah, pemerintah dapat menerapkan mekanisme pengadaan tanah, memanfaatkan tanah terlantar , tanah aset pemerintah, mengambil tanah kelebihan berdasarkan ketentuan pembatasan luas maksimum kepemilikan, memanfaatkan tanah hasil sitaan, tanah dengan kepemilikan secara absentee , tanah yang sudah habis masa pakai/sewa , tanah hibah masyarakat, serta program konsolidasi tanah.Untuk pematangan tanah, bank tanah dapat menyiapkan sarana prasarana atau fasilitas pendukung dengan mengacu pada RTRW yang telah ditetapkan. Pendistribusian tanah dilaksana-kan untuk mewujudkan RTRW, termasuk di dalamnya untuk pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum, pengembangan kota dan permukiman murah.

Matriks sumber-sumber tanah untuk Bank Tanah

Manajemen yang dibutuhkan dalam pengelolaan bank tanah adalah: (1) hukum, termasuk di dalamnya aspek keperdataan tanah; (2) tata ruang yang menetapkan alokasi ruang jangka panjang; dan (3) pajak, terutama yang mengelola pajak bumi dan bangunan. Fungsi manajamen ini akan mengatur pula sumber-sumber pembiayaan bank tanah seperti: (1) APBN/APBD; (2) lembaga non pemerintah (BUMN/BUMD, swasta, LSM/yayasan); (3) lembaga keuangan nasional (bank, koperasi); (4) lembaga keuangan internasional; (5) lembaga donor internasional; (6) lembaga kerjasama bilateral. Pada implementasinya di negara lain, bank tanah juga dapat mengambil keuntungan untuk mencapai keseimbangan fiscal operasionalnya. Hanya saja keuntungan tersebut harus sangat dibatasi jangan sampai mengutamakan profit mengingat bank tanah pada dasarnya lebih berorientasi pada kepentingan umum.

Untuk mensukseskan pelaksanaan bank tanah, pemerintah dituntut untuk dapat memperkuat peran tata ruang sebagai ujung tombak pembangunan wilayah sesuai amanat. Seiring dengan itu, pemerintah juga harus memperkuat lembaga pertanahan dan membenahi mutu administrasi pertanahan nasional, khususnya terkait dengan pendaftaran tanah dan sertipikas itanah. Selain tata ruang yang jelas, bank tanah tentu membutuhkan kepastian bukti kepemlikan atau penguasaan atas tanah. Lembaga pertanahan yang kuat dan berwibawa didukung penegakan hukum yang tegas dan konsisten pada akhirnya akan mencegah tumpang tindih kepemilikan/penguasaan tanah. [rn/ih/hi/gn/dc]

Sumber Tanah

Tanah Terlantar Tanah Aset Pemerintah Tanah Erfacht Tanah Absentee Tanah Fasos/Fasum Tanah Aset BUMN/BUMD Tanah Sitaan No. 1 2 3 4 5 6 7 Jenis Hak

HGU, HGB, Tanah Ulayat HGB

HGU Hak Milik HPL Pengembang HGU, HGB

Aset BPPN, Sitaan Bank, Putusan Pengadilan

Mekanisme Perobahan

Akuisisi/jual beli Akuisisi/jual beli, tukar guling Akuisisi/jual beli, tukar guling Akuisisi/jual beli, hibah Hibah

Akuisisi/ tukar guling Pencabutan Hak, Pembelian pd KPKNL

Gambar 1Pencadangan Tanah oleh Pihak Swasta di Kawasan Setiabudi, Jakarta

1 Flechner, L.H. Land Banking in the Control of Urban Development of Urban Development. Praeger Publishers, New York, 1974, hal 7.

2 Penyediaan tanah untuk kawasan industri oleh pemerintah saat ini sekitar enam persen berbanding 94 persen yang disediakan oleh swasta.

3 Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui reforma agraria dan program strategis negara serta untuk cadangan negara lainnya.

4 Tanah absentee adalah tanah pertanian yang dimiliki oleh perorangan atau keluarga yang berdomisili di luar kecamatan tanah tersebut berada. UUPA tidak mengizinkan pemilikan tanah secara absentee. Dalam waktu enam bulan tanah tersebut harus dikembalikan kepada orang yang berdomisili di kecamatan tanah tersebut berada. 5 Tanah bekas erfacht verponding (tanah bekas perkebunan) dapat saja dialihkan untuk kepemilikan pribadi tergantung kebijakan pemerintah daerah. Tanah bekas erfacht secara hukum menjadi tanah negara sejak tahun 1980 atau 20 tahun setelah UUPA diterbitkan tahun 1960. Dengan telah menjadi tanah negara, kebijakan peruntukan berikutnya tergantung dari kebijakan pemerintah sebagai pihak yang mengurus negara.

Saat ini masih terdapat beberapa provinsi dan kab/kota yang belum menetapkan Perda RTRWnya. Status penyelesaian Perda RTRW Provinsi dan RTRW Kab/Kota dapat dilihat pada Gambar 1.

Salah satu kendala dalam proses penyelesaian RTRW adalah belum selesainya penetapan kawasan hutan untuk beberapa provinsi. Kawasan hutan yang masih dalam proses pembahasan tersebut biasanya berupa sebagian kecil area dari seluruh area rencana pola pemanfaatan ruang yang akan ditetapkan. Untuk mengatasi kendala tersebut, penetapan RTRW tetap dapat dilakukan, sedangkan kawasan hutan dan non-hutan yang diusulkan untuk diubah peruntukan dan fungsinya ditetapkan sebagai holding zone. Inpres ini menjadi salah satu instrumen dalam upaya percepatan yang dilakukan. Presiden menginstruksikan seluruh kementerian dan/lembaga terkait untuk mengambil langkah sesuai tupoksi masing-masing melakukan percepatan penyelesaian penyusunan

perda. Dan juga memberikan instruksi khusus yang ditujukan pada kementerian/lembaga tertentu (lihat Gambar 2) [gp].

Dalam dokumen Buletin Tata Ruang dan Pertanahan. Edisi (Halaman 30-32)

Dokumen terkait