• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT,

2.2. Penumpang

2.2.1. Pengertian penumpang.

Dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dimaksud penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan dengan mengikatkan diri setelah membayar uang atau tiket angkutan umum sebagai kontra prestasi dalam perjanjian pengangkutan. Dengan demikian maka seseorang telah sah sebagai penumpang angkutan umum.

Berdasarkan pengertian tersebut, penumpang angkutan umum dapat di maknai seseorang (individu) dan/atau satu (kelompok) yang menggunakan alat transportasi umum untuk suatu perjalanan tertentu yang didasari atas suatu

2

perjanjian sebelumnya, dimana pihak pengangkut berkewajiban untuk mengangkut penumpang tersebut dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan selamat, sedangkan penumpang berkewajiban untuk membayar sejumlah uang sebagai imbalan atas jasa pengangkutan tersebut.

2.2.2. Kedudukan hukum penumpang.

Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus sudah dewasa atau mampu membuat perjanjian dalam Pasal 1320 angka 1 dan 2 KUHPerdata.

Penumpang dalam hal ini dapat diartikan sebagai konsumen, karena penumpang tersebut adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan jasa angkutan untuk tujuan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri bukan untuk tujuan komersil.3

Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen”

sebagai definisi yuridis formal ditentukan pada UUPK. UUPK Pasal 1 angka 2 menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lainnya dan tidak diperdagangkan.

Merujuk pada uraian di atas bahwa penumpang dikatakan sebagai konsumen dimana dalam hal ini terdapat unsur-unsur dari konsumen yaitu:

3

A.Z. Nasution, 2001, Hukum Pelindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Mediam, Jakarta, h. 3.

a. setiap orang, subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai jasa dan/atau barang,4

b. pemakai, sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 angka 2 UUPK, kata

“pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate

consumer), Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam

rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan jasa dan/atau barang yang dipakai tidak serta-merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh jasa dan/atau barang itu. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract),5 c. jasa dan/atau barang, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang

berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen, sementara itu UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen,6

4

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, h. 4. 5

Ibid, h. 27. 6

d. yang tersedia dalam masyarakat, jasa dan/atau barang yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran, merujuk pada Pasal 9 ayat (1) huruf e UUPK,7

e. bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lainnya, transaksi konsumen ditunjukkan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditunjukkan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi jasa dan/atau barang itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lainnya,

f. jasa dan/atau barang itu tidak untuk diperdagangkan, pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir.8 2.2.3. Hak dan kewajiban penumpang.

Penumpang sebagai konsumen atas jasa juga memiliki hak, seperti yang terdapat dalam Pasal 4 UUPK, antara lain :

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diperjanjikan.

7

Ibid.

8

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Kewajiban dari penumpang menurut Pasal 5 UUPK, antara lain :

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa. Tujuan adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa. Itikad baik sangat diperlukan ketika konsumen akan bertransaksi;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Konsumen perlu membayar barang atau jasa yang telah dibeli. Tentunya dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2.3. Kecelakaan

2.3.1. Pengertian kecelakaan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang diakibatkan oleh kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 Pasal 93 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, kecelakaan adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Korban kecelakaan dimaksud dalam hal ini adalah terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu korban mati, korban luka berat, dan korban luka ringan.

Dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara pengertian kecelakaan adalah peristiwa pengoperasian pesawat udara yang mengakibatkan kerusakan berat pada peralatan atau fasilitas yang digunakan dan/atau korban jiwa atau luka serius.

2.3.2. Faktor penyebab terjadinya kecelakaan.

Sebab-sebab dari peristiwa lalu lintas jalan, baik yang mengenai pelanggaran, maupun kecelakaan dapat disebabkan oleh keadaan udara dan cuaca, keadaan jalan, pengemudi, orang berjalan kaki, penumpang, keadaan

kendaraan, jalan trem atau kereta api, benda-benda lain yang merintangi lalu lintas, karena hewan dan lain-lain.9

Kecelakaan-kecelakaan pada transportasi telah banyak yang terjadi. Misalnya saja pada transportasi laut, kecelakaan yang terjadi biasanya adalah tenggelam akibat kelebihan muatan, terbakar atau meledak, ataupun tenggelam akibat dari faktor alam. Tetapi berdasarkan data dari Mahkamah Pelayaran faktor kesalahan manusia adalah penyebab utama dari kecelakaan transportasi laut yang ada. Sebanyak 88% kejadian disebabkan oleh human error dari orang-orang yang ada dalam sistem transportasi laut. Dan hanya beberapa saja yang disebabkan oleh faktor alam atau cuaca.

Human Error yang terjadi pada kecelakaan transportasi laut dapat

disebabkan oleh berbagai faktor pada sistem transportasi laut yang ada. Misalkan kurangnya kepahaman para awak kapal akan rambu-rambu yang ada pada rute perjalanan, kelalaian petugas pelabuhan dalam melakukan pengawasan terhadap kapal-kapal yang berlayar. Ataupun kelalaian awak kapal dalam melakukan

maintenance terhadap mesin- mesin yang ada pada kapal. Berikut adalah beberapa

human error yang terjadi pada kecelakaan transportasi laut :

1. jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan kapasitas

Dalam kasus kecelakaan transportasi laut sebagian besar kecelakaan yang terjadi adalah akibat dari jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan kapasitas dari kapal yang berlayar. Hal ini selain disebabkan kelalaian dari nahkoda kapal kadang kala juga disebabkan kelalaian dari pengawasan pelabuhan ketika kapal

9

akan diberangkatkan. Hal ini juga disebabkan para pegawai yang di pelabuhan masih menganggap remeh akan standarisasi yang telah ditetapkan.

2. faktor teknis

Faktor lain yang terjadi biasanya sebagai penyebab dari kecelakaan transportasi laut adalah faktor teknis. Faktor teknis ini banyak hal yang bisa menjadi penyebabnya. Seperti desain kapal yang tidak sesuai dengan standarisasi yang telah ditetapkan. Ada pula maintenance yang dilakukan oleh para awak kapal yang masih tidak terjadwal dilakukan. Sehingga ketika kapal berlayar terjadi panas mesin yang menyebabkan mesin panas. Ataupun faktor teknis ketika membawa barang- barang yang berbahaya. Karena tidak adanya kesadaran untuk menjaga kapal dari awak kapal menyebabkan kapal meledak dan terbakar.10

10 Achmad andi rasyid Siregar, 2012, “Penyebab-penyebab Kecelakaan Pada Transportasi Laut di Indonesia, URL : https://aplikasiergonomi.wordpress.com/2012/06/09/penyebab-penyebab-kecelakaan-pada-transportasi-laut-id-indonesia/. Diakses tanggal 20 Januari 2016

Dokumen terkait