• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buruk Rupa Sinetron Remaja

B. Tragedi Nasional dan Konflik Internal

3) Penumpasan PKI Madiun

Pada tanggal 19 September 1949 sekitar dua ratus kader PKI ditangkap di Yogyakarta. Bung Karno kemudian berpidato untuk mengecam pem- berontakan Musso. Beliau meminta kepada rakyat agar bergabung dengan- nya dan Bung Hatta. Penumpasan kemudian dilakukan pemerintah

dengan Gerakan Operasi Militer I.

Penumpasan dilakukan oleh TNI

dari Divisi Siliwangi. Sumber:▲▲▲▲▲Gambar 6.15www.kitlv.nl

Dalam waktu dua minggu, Kota Madiun berhasil direbut kembali dari tangan PKI. Aidit dan Lukman melarikan diri ke Vietnam dan Cina. Musso akhirnya tewas tertembak tanggal 31 Oktober 1948. Amir Sjarifuddin dan sekitar tiga ratus pendukungnya ditangkap oleh Divisi Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948. Penangkapan kader-kader PKI pun dilakukan pemerintah.

Pemberontakan PKI Madiun di bawah Musso pun gagal. Keinginan untuk mendirikan negara Republik Soviet Indonesia bisa dipadamkan oleh persatuan TNI dan rakyat. Namun, ideologi komunisme yang dibawa PKI masih laten di Indonesia.

b. Pemberontakan APRA

Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) terjadi di Bandung tanggal 23 Januari 1950. Pemberontakan ini dipimpin oleh Raymond Westerling dengan delapan ratus serdadu. Latar belakang pemberontakan ini adalah keinginan Belanda untuk mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia dan mempertahankan serdadu Belanda dalam sistem federal.

Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950 gerombolan APRA menyerang anggota Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS/TNI). Bahkan, Markas Staf Divisi Siliwangi berhasil mereka rebut. Letnan Kolonel Lembong dan lima belas pasukannya tewas setelah diserang 150 gerombolan APRA.

Akibat pemberontakan APRA ini sekitar 79 tentara APRIS tewas. Pe- merintahan Hatta mengadakan pe- rundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda dan mengirimkan pasukan ke Bandung. Akhirnya, Komandan Tentara Belanda Mayor Jenderal Engels men- desak Westerling agar pergi. Gerombolan APRA pun berhasil dilumpuhkan oleh APRIS dengan dibantu rakyat.

c. Pemberontakan Andi Azis

Andi Azis adalah perwira KNIL di Makassar. Saat terjadi rasionalisasi tentara, ia bergabung dengan APRIS di Indonesia bagian timur di bawah Letkol Ahmad Junus Mokoginta. Namun, ia bersama kelompoknya menolak pengiriman pasukan oleh TNI

Sumber:30 Tahun Indonesia Merdeka ▲ ▲ ▲ ▲ ▲Gambar 6.16 Korban APRA.

ke Makassar saat terjadi pergolakan anti-federal. Kapten Andi Azis kemudian membentuk ”Pasukan Bebas” dan gerombolannya melakukan pem- berontakan. Makassar berhasil mereka kuasai karena terbatasnya pasukan APRIS.

Bantuan APRIS kemudian datang dengan dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang dan Mayor H.V. Worang. Pertempuran pecah antara tentara KNIL dan APRIS/TNI tanggal 15 Mei 1950. Perundingan kemudian diadakan antara APRIS (Kolonel A.H. Nasution) dan KNIL (Kolonel Pereira). Hasil perundingan adalah akan dilakukan penjagaan bersama oleh Polisi Militer dari kedua belah pihak. Pertempuran pecah kembali setelah perwira APRIS Letnan Jan Ekel ditembak KNIL tanggal 5 Agustus 1950. Tentara KNIL terkepung dan menyerah. Mereka akhirnya mau berunding tanggal 8 Agustus 1950. Indonesia diwakili A.E. Kawilarang dan Belanda diwakili Mayjen Scheffelaar. KNIL akhirnya meninggalkan Makassar.

d. Pemberontakan RMS

Republik Maluku Selatan (RMS) didirikan oleh Christian Robert Soumokil. Dia adalah bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT) semasa RIS. Latar belakang pemberontakan RMS adalah ketidaksenangannya untuk kembali ke negara kesatuan sesuai keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB).

Untuk memperjuangkan misinya, Soumokil mengintimidasi, meneror, dan membunuh lawan-lawan politiknya. Misalnya terhadap Kepala Daerah Maluku Selatan J. Manuhutu. Teror dilakukan oleh bekas pasukan Westerling yang berjumlah dua ratus KNIL. Ketua Persatuan Pemuda Indonesia Maluku Wim Reawaru tewas terbunuh.

Pemerintah menerapkan dua cara untuk menghadapi pemberontakan ini. Cara diplomasi ditempuh dengan me- ngirimkan dr. Leimena, tetapi ditolak Soumokil. Selanjutnya, digelar Gerakan Operasi Militer III. Operasi ini dipimpin oleh Kolonel Kawilarang. Pasukan dibagi menjadi tiga, yaitu Grup I dipimpin Mayor Achmad Wiranatakusumah, Grup II dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi, dan Grup III dipimpin Mayor Surjo

Sumber:Agresi Militer Belanda ▲

▲ ▲ ▲

▲Gambar 6.17

Kolonel A.E. Kawilarang

Sumber:www.kitlv.nl ▲

▲▲

▲▲Gambar 6.18 Pasukan KNIL Ambon.

Subandrio. RMS dengan mudah dipadamkan, tetapi Letkol Slamet Riyadi tewas tertembak dalam sebuah kontak senjata di depan benteng Nieuw Victoria.

3. Peristiwa DI/TII

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) resmi berdiri tanggal 7 Agustus 1949. Namun, akar sejarahnya telah ada sejak zaman Jepang, saat muncul keinginan untuk membentuk negara berdasarkan Islam. Dewan Imamah (Penasihat) DI/TII adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo.

a. DI/TII Jawa Barat

DI/TII sempat menguasai Jawa Barat setelah Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah akibat Perjanjian Renville. Namun, Kartosuwirjo bersama empat ribu tentaranya tetap bertahan. Beliau bahkan mengobarkan perang suci melawan Belanda. Pada tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata antara DI/TII dengan TNI.

Gerakan DI/TII sulit dipadamkan karena mereka menyatu dengan penduduk. Selain itu, gerombolan DI/TII sangat paham dengan kondisi alam daerah Jawa Barat. Mereka tidak segan untuk mengadakan ”teror” terhadap rakyat dan ke- pentingan pemerintah daerah.

Ajakan damai pernah dilontarkan Moh. Natsir sebagai wakil pemerintah. Namun, belum bisa meluluhkan perjuangan Kartosuwirjo. Wilayah Jawa Barat hampir seluruhnya berada di bawah pengaruh Darul Islam. Gerakan DI/TII mampu bertahan selama 13 tahun. Gerakan DI/TII baru berakhir setelah Kartosuwirjo tertangkap pada bulan Juni 1962. Pasukan Kujang II/328 Siliwangi dipimpin Letda Suhanda, menangkapnya di Gunung Rakutak, Kecamatan Pacet Majalaya, Kabupaten Bandung.

b. DI/TII Jawa Tengah

Perjuangan DI/TII memperoleh dukungan dari Jawa Tengah. Tokoh utamanya adalah Amir Fatah. Beliau sebelumnya adalah pejuang dan komandan laskar Hizbullah. Selanjutnya ia berhasil mempengaruhi laskar Hizbullah yang mau bergabung dengan TNI di Tegal. Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri dan bergabung DI/TII Kartosuwirjo tanggal 23 Agustus 1949. Mereka menciptakan pemerintahan tandingan di daerahnya.

Gerakan yang sama muncul di Kebumen. Pemimpinnya adalah Mohammad Mahfu’dh Abdulrachman atau yang dikenal dengan Kiai Sumolangu. Gerakannya juga merupakan penerus

Sumber:30 Tahun Indonesia Merdeka ▲ ▲ ▲ ▲ ▲Gambar 6.19 S.M. Kartosuwirjo

DI/TII Kartosuwirjo dengan basis di Brebes dan Tegal. Gerakan ini kuat setelah Batalion 423 dan 426 bergabung dengan mereka. Pembelotan ini merupakan pukulan bagi TNI saat itu.

Pemerintah kemudian membentuk pasukan Banteng Raiders untuk menghadapi gerakan tersebut. Dengan pasukan ini, pemerintah menggelar operasi Gerakan Banteng Negara. Sisa- sisa gerakan DI/TII di Jawa Tengah kemudian berhasil dipatahkan oleh pemerintah melalui Operasi Guntur.

c. DI/TII Sulawesi Selatan

Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Beliau sebelumnya adalah pejuang bersama-sama Andi Mattalatta dan Saleh Lahade. Mereka membentuk Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS). Ide itu disetujui Panglima Besar Jenderal Sudirman tanggal 16 April 1946. Setibanya di Sulawesi Selatan, Kahar membentuk Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).

Namun, Kahar menolak ketika pemerintah hendak mengada- kan perampingan organisasi ketentaraan. Kahar ingin membentuk Brigade Hasanuddin dan menolak bergabung dengan APRIS. Dengan pasukan dan peralatan, Kahar lari ke hutan pada bulan Agustus 1951. Mereka memproklamasikan diri sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwirjo. Bahkan, mereka sering meneror rakyat dan tentara APRIS. Gerakan ini baru bisa dipadamkan bulan Februari 1965. Lamanya penanggulangan gerakan ini disebabkan mereka sangat menguasai medan.

d. DI/TII Aceh

Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh oleh Daud Beureuh. Latar belakang gerakan ini terjadi saat Indonesia kembali ke negara kesatuan pada tahun 1950. Beureuh tidak puas dengan status Aceh yang hanya menjadi satu keresidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Hal ini dianggap mengurangi kekuasaannya. Beliau kemudian mengeluarkan maklumat tanggal 21 September 1953. Isinya adalah Aceh merupakan bagian dari DI/TII Kartosuwirjo.

Gerakan Beureuh sulit dipatahkan karena menyatu dengan rakyat dan memahami kondisi wilayah Aceh. Beureuh berhasil mempengaruhi rakyat Aceh. Selain menyadarkan rakyat agar percaya kepada pemerintah, TNI juga melakukan

Sumber:Sabili ▲ ▲ ▲ ▲ ▲Gambar 6.20 Daud Beureuh

operasi militer. Pangdam I Kolonel Jasin berinisiatif mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh tanggal 17–28 Desember 1962. Daud Beureuh pun kembali ke tengah-tengah masyarakat. Itulah beberapa peristiwa yang sempat mengganggu jalannya pemerintahan hingga tahun 1960-an. Ada beragam latar belakang yang menyebabkan meletusnya peristiwa tersebut. Pemerintah melakukan perundingan dan operasi militer untuk menghadapinya. Sebagian besar perlawanan dan permasalahan bisa teratasi meskipun ketidakpuasan terhadap pemerintah masih muncul.

4. Keadaan Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya Pra