• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penurunan oksigen selama pemeliharaan ikan dan konsumsi oksigen Hubungan konsentrasi oksigen dan waktu aerasi pada percobaan pertama

OKSIGEN TERLARUT MELALUI AERASI PADA SKALA LABORATORIUM

3.2 Bahan dan Metode

3.3.1 Penurunan oksigen selama pemeliharaan ikan dan konsumsi oksigen Hubungan konsentrasi oksigen dan waktu aerasi pada percobaan pertama

adalah y = -0,3741x + 6,0751 dengan R2= 0,9919 dan percobaan kedua adalah y = -0,3619x + 5,8866 dengan R2 = 0,9978 (Gambar 7). Ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang sangat erat antara waktu dan oksigen terlarut yang dimanfaatkan untuk konsumsi ikan yang ditunjukkan dengan nilai R mendekati 1. Pada percobaan pertama, konsentrasi oksigen menurun mencapai 2,91 mg/L setelah 8 jam pemeriharaan ikan dan menjadi 1,37 mg/L setelah pemeliharaan ikan selama 13 jam. Pada percobaan kedua, konsentrasi oksigen mencapai hipoksia setelah 9 jam pemeliharaan yaitu 2,66 mg/L dan menjadi 1,93 mg/L setelah 11 jam pemeliharaan ikan. Oksigen terlarut menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Pada percobaan pertama, penurunan oksigen berkisar 0,18-0,69 mg/L O2/jam atau rata-rata

0,35 mg/L O2/jam dan selama 13 jam pemeliharaan oksigen turun sebanyak 4,57

mg/L O2. Pada percobaan kedua penurunan oksigen berkisar 0,21-0,51 mg/LO2/jam

atau rata-rata 0,36 mg/L O2/jam. Pemeliharaan ikan selama 11 jam menyebabkan

oksigen turun sebanyak 3,93 mg/L. Adanya penurunan oksigen akibat dimanfaatkan oleh ikan dalam proses respirasi untuk menghasilkan energi. Apabila konsentrasi oksigen rendah atau kekurangan oksigen maka dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh ikan, pertumbuhan dan reproduksi, ketahanan hidup, pola makan, serta kesehatan ikan terutama ikan budidaya (Kremer 1987; Endo et al. 2008). Ikan biasanya akan mengambil oksigen atmosfer apabila oksigen perairan mengalami penurunan sehingga ikan akan lebih banyak di permukaan perairan (Kremer 1987).

Gambar 7. Grafik penurunan oksigen selama pemeliharaan ikan

Besarnya oksigen awal sebelum dilakukan pemeliharaan ikan adalah lebih besar dari 5 mg/L yang artinya bahwa besarnya oksigen terlarut memenuhi standar untuk kehidupan ikan seperti pendapat Toufeek and Korium (2009) yaitu antara 5-6 mg/L. Besarnya konsumsi oksigen tiap jam berbeda tergantung kondisi ikan yang

dipelihara. Konsumsi oksigen yang berubah-ubah diduga juga karena adanya penggantian ikan yang mati dengan ikan yang segar sehingga kemampuan mengambil oksigen dari lingkungan dapat meningkat. Biomassa ikan juga mempengaruhi besarnya konsumsi oksigen artinya biomassa yang tinggi cenderung membutuhkan oksigen yang lebih banyak (Budiardi et al. 2005).

Pada percobaan pertama, konsumsi oksigen ikan nila berkisar 45,47–174,32 mgO2/kg ikan/jam dengan rata-rata 92,64±42,66 mg O2/kg ikan/jam dan total

konsumsi oksigen selama 13 jam adalah 1146,22 mg O2. Pada percobaan kedua,

konsumsi oksigen ikan nila berkisar 53,48-133,04 mg O2/kg ikan/jam dengan rata-

rata 93,88±26,18 mg O2/kg ikan/jam dan total konsumsi oksigen selama 11 jam

pemeliharaan adalah 1032,64 mg O2. Hasil percobaan 1 dan 2 tidak terlalu jauh

berbeda (Gambar 8). Menurut Beveridge (2004), konsumsi oksigen untuk ikan nila berukuran 50 gr berkisar 0,16-0,4 g O2/kg ikan/jam. Konsumsi oksigen oleh ikan nila

yang berukuran besar (100-200 gr) lebih rendah dibandingkan yang berukuran lebih kecil (50 gr). Organisme yang berbobot lebih besar mempunyai konsumsi oksigen yang lebih sedikit, karena organisme yang lebih kecil mempunyai laju metabolisme tubuh yang lebih besar sehingga membutuhkan oksigen lebih banyak (Vernberg dan Vernberg (1972) dan Spotte (1970) dalam Budiardi et al. 2005). Hasil pengamatan konsumsi oksigen untuk ikan bawal air tawar, nilem dan tawes berturut-turut 373,96 mg O2/kg/jam; 277,82 mg O2/kg/jam dan 243,54 mg O2/kg/jam (Rostim 2001).

Gambar 8. Grafik komsumsi oksigen oleh ikan 3.3.2 Peningkatan oksigen saat aerasi

Setelah kondisi oksigen turun dan mencapai kondisi hipoksia (< 3 mg/L) maka dapat dilakukan aerasi seperti pendapat Jensen et al. (1989) yang menyatakan apabila perairan untuk budidaya ikan mempunyai konsentrasi oksigen telah mencapai 3 mg/L atau di bawahnya maka disarankan untuk melakukan aerasi. Pada percobaan pertama, konsentrasi oksigen sebelum diaerasi adalah 2,05 mg/L yang juga merupakan hasil dari penambahan air sebanyak 39,57 L. Konsentrasi oksigen sebelum diambil ikan ataupun dibersihkan kotorannya merupakan titik akhir pengamatan konsumsi oksigen yaitu sebesar 1,37 mg/L. Artinya penambahan air

20

sebanyak 39,57 L menyebabkan peningkatan oksigen sebesar 0,68 mg/L atau setara dengan 26,91 mg oksigen. Pada percobaan kedua, konsentrasi oksigen sebelum diaerasi adalah 1,93 mg/L.

Menurut Triyatmo et al. (1996) menyatakan bahwa aerasi dapat meningkatkan oksigen terlarut lebih besar daripada tanpa aerasi. Hasil pengamatan konsentrasi oksigen selama proses aerasi menunjukkan adanya peningkatan oksigen secara nyata. Terdapat hubungan positif yang erat antara waktu aerasi dengan konsentrasi oksigen. Hubungan waktu aerasi dan konsentrasi oksigen pada percobaan pertama adalah Y = 0,908x+2,832 dengan R2 = 0,8197 dan pada percobaan kedua adalah Y = 0,7915x+2,413 dengan R2 = 0,9031 (Gambar 9). Setiap kali waktu aerasi

bertambah maka meningkat pula konsentrasi oksigen terlarut di perairan. Soewondo and Yulianto (2008) menyebutkan bahwa konsentrasi oksigen yang dilakukan aerasi secara terus menerus selama empat jam cenderung stabil yaitu 5 mg/L sedangkan konsentrasi oksigen yang aerasinya dihentikan selama empat jam cenderung menurun karena tidak ada suplai oksigen yang cukup. Berdasarkan persamaan regresi di atas, maka waktu untuk meningkatkan oksigen menjadi 3 mg/L pada percobaan pertama tanpa ikan uji adalah 11 menit sementara percobaan kedua dengan ikan uji adalah 45 menit. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan oksigen lebih cepat pada kondisi aerasi tanpa ikan uji (percobaan 1) daripada dengan ikan uji (percobaan 2). Hal tersebut diduga karena oksigen hasil aerasi tanpa ikan uji hanya digunakan untuk mendekomposisi bahan organik yang tersisa sementara oksigen hasil aerasi dengan ikan uji dimanfaatkan untuk respirasi ikan dan dekomposisi bahan organik yang berasal dari feses ikan seperti pendapat Oliveira and Franca (1998) bahwa aplikasi aerasi pada kolam budidaya maka oksigen akan dikonsumsi oleh ikan. Konsumsi oksigen oleh ikan ini lebih cepat daripada penyerapan oksigen di permukaan air (Oliveira and Franca 1998).

Gambar 9. Peningkatan oksigen selama proses aerasi

Percobaan pertama, kondisi hipoksia adalah 2,05 mg/L dan setelah diaerasi selama 4 jam menjadi 5,89 mg/L sehingga terjadi penambahan oksigen sebesar 3,84 mg/L atau setara dengan 921,6 mg oksigen. Pada percobaan kedua, kondisi hipoksia dengan konsentrasi oksigen sebesar 1,93 mg/L dan diaerasi selama 4 jam

meningkat menjadi 5,18 mg/L sehingga terjadi penambahan oksigen sebanyak 3,25 mg/L atau setara dengan 780 mg oksigen. Berdasarkan persamaan gas ideal maka dalam satu tabung kompresor 24 L mengandung 51,38 g oksigen.

3.4 Simpulan

Ikan membutuhkan oksigen untuk proses respirasinya sehingga terjadi penurunan oksigen selama pemeliharaan ikan. Semakin lama waktu memelihara ikan maka oksigennya semakin menurun. Rata-rata penurunan oksigen selama pemeliharaan ikan nila adalah 0,35-0,36 mg/L O2/jam. Konsumsi oksigen

berfluktuasi tergantung kondisi ikan. Rata-rata konsumsi oksigen ikan nila selama pemeliharaan ikan adalah 92,64-93,88 mg O2/kg ikan/jam. Aerasi selama 4 jam dapat

meningkatkan oksigen terlarut sebesar 3,84 mg/L untuk tanki tanpa ikan dan 3,25 mg/L untuk tanki dengan pemeliharaan ikan.

4

PENGARUH AERASI INJEKSI UDARA TERHADAP

Dokumen terkait