• Tidak ada hasil yang ditemukan

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

Menurut Firmansyah (2014) dalam jurnal penelitian yang berjudul “ Determinant Of Non Performing Loan: The Case Of Islamic Bank In Indonesia”. Penelitian ini menganalisis hipotesis faktor yang mengakibatkan pembiayaan bermasalah dengan menggunakan Populasi seluruh BPRS yang ada di Indonesia pada tahun 2010-2012, dengan periode 3 tahun dan memperoleh 36 observasi. Dengan variabel makro ekonomi yaitu GDP, inflasi dan likuiditas.

Dari uji hipotesis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa GDP dengan nilai signifikasi yaitu 0,033 dan koefisien negatif maka disimpulkan GDP berpengaruh negatif terhadap pembiayaan bermasalah. Inflasi dengan nilai signifikansi sebesar 0,020 dan koefisien negatif, maka dapat disimpulkan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap pembiayaan bermasalah. Dan likuiditas mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,002 dengan koefisien positif. Maka likuiditas berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah. Hal ini berarti semakin likuid keuangan BPRS maka semakin banyak dana yang disalurkan. Semakin banyak dana yang disalurkan oleh BPRS maka akan mempunyai resiko tinggi terhadap pembiayaan bermasalah. Dalam mengatasi ini strategi khusus yang digunakan BPRS untuk menangani resiko pembiayaan bermasalah dengan cara menganalisis penyaluran pembiayaan dari segi sudut pandang likuiditas.

Menurut Listianti, Dzulkirom dan Topowijono (2015) dari Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya dalam jurnal Penelitian yang berjudul “ Upaya Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Pada Lembaga Keuangan Syariah”. KJKS BMT Mandiri Sejahtera Karangcangkring Gresik Jawa Timur memilki tingkat koliktibilitas diantaranya Lancar, Kurang Lancar, diragukan dan macet. Kolektabilitas Lancar pada tahun 2011 adalah 6.598.899.714, 2012 adalah 12.603.277.122, dan tahun 2013 adalah 18.586.584.531 sedangkan NPF yang terdiri dari kurang lancar, diragukan, dan macet terdapat total tahun 2011 sebesar 6.761.909.374, 2012 sebesar 13.046.860.728 dan tahun 2013 sebesar 19.284.308.246 hal ini dapat disimpulkan bahwa NPF mengalami kenaikan. Apabila dibiarkan terus menerus tentunya akan lebih banyak pembiayaan bermasalah yang akan terjadi di BMT Mandiri Sejahtera Karangcangkring Gresik Jawa Timur. Untuk menangani pembiayaan bermasalah ini BMT Mandiri Sejahtera menggunakan strategi yang terdiri

1. Teguran

Teguran ini dilakukan pada saat nasabah masuk dalam kategori diragukan, pihak BMT mengirim surat teguran pada nasabah untuk segera melakukan pembayaran.

2. Rescheduling (penjadwalan ulang)

Anggota diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu pembiayaan maupun jangka waktu angsuran dengan porsi nasabah mengalami kategori macet dan masih terdapat

12 tunggakan setelah jatuh tempo pembayaraan serta usaha yang dijalankan oleh nasabah masih memungkinkan untuk memenuhi kewajiban dalam pembayaran pembiayaan.

3. Restructuring

Pihak BMT memberikan tambahan pembiayaan untuk memperbaiki usahanya ketika nasabah mengalami bencana alam dan nasabah membutuhkan biaya untuk menghidupkan usahanya.

Zulfa (2014) dari STAIN Kudus dalam jurnal penelitian yang berjudul “Analisis Tentang Manajemen Risiko Dalam Operasional

Pembiayaan Murabahah Di BMT Amanah”. Penelitian ini

mengungkapkan bahwa tingkat risiko pada pembiayaan murabahah di BMT Amanah Kudus yang masuk kategori pembiayaan macet 42,59% atau sebesar 169.711.853 dari total pembiayaan per tangggal 31 Desember 2013 sebesar 398.380.790. hal yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah diatas karena faktor dari angggota itu sendiri. Dalam hal ini tidak semua anggota memilki i‟tikad baik pada saat mengajukan pembiayaan. I‟tikad baik inilah yang memang sulit untuk diketahui dan dianalisis oleh pihak BMT, karena hal ini menyangkut soal moral maupun akhlak dari angggota. Bisa saja angggota saat mengajukan pembiayaan menutup-nutupi masalah keuangan atau anggota data keuangan palsu. Untuk menangani hal ini strategi yang dilakukan dalam menangani

pembiayaan bermasalah pihak BMT melakukan penataan ulang dalam manajemen resiko. Langkah manajemen resiko ini terdiri dari :

1. Pengiriman surat peringatan atau teguran, pihak BMT Silaturahim ke rumah atau tempat usaha anggota untuk menanyakan mengapa mengalami pembiayaan mcet.

2. Pinjaman bermasalah harus diselesaikan agar kecurigan yang lebih besar dapat dihindari dengan cara berikut : Rescheduling,

Reconditioning, Restructuring, dan Penyiataan Jaminan.

3. Manajemen Risiko yang terakhir dilakukan dengan cara mengambil jalur hukum.

Menurut Amnawaty dan Liana (2014) dari Fakultas Hukum Unila dalam jurnal penelitian yang berjudul “ Aspek Hukum Penyelesaian Pembiayaan Al-Murabahah (Jual Beli) Bermasalah (Studi Pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Bandar Lampung)”. Diperoleh data bulan mei 2003 sampai bulan mei 2004, PT Bank Syariah Mandiri Cabang Bandar Lampung telah menyalurkan pembiayaan al-Murabahah kepada 108 nasabah debitur dari 207 jumlah total nasabah debitur. Dari 108 debitur pembiayaan al-Murabahah terdapat 1 pembiayaan bermasalah. Ini berarti terdapat 0,93% dari keseluruhan pembiayaan al-Murabahah yang disalurkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Muzakir, dapat diketahui bahwa faktor penyebab pembiayaan al-Murabahah adalah faktor internal nasabah debitur yang memiliki i‟tikad kurang baik dalam hal pembayaraan angsuraan pembiayaan.

14

Nasabah dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban

mengembalikan pinjaman sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Dalam hal ini PT BSM Cabang Bandar Lampung menggunakan strategi dalam penanganan pembiayaan bermasalah dengan cara melakukan penagihan insentif dengan mengedepankan musyawarah mufakat dan penjadualan kembali (rescheduling) dalam pelaksanaannya. Dengan cara ini dapat menyadarkan nasabah yang lalai dalam pembayaran pembiayaan untuk segera melunasi pembiayaan.

Menurut Usanti (2008) dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga dalam judul penelitian “Pengelolaan Risiko Pembiayaan di Bank Syariah “. Dalam pemberian pembiayaan Bank Syariah sudah menerapkan prinsip 5C. Tetapi dalam kenyataannnya bank syariah tetap dihadapkan kepada risiko-risiko pembiayaan bermasalah. Hal ini tentunya akan memberikan dampak kesehatan bank syariah, yang pada akhirnya tidak menutup kemungkinan bank syariah akan kesulitan dalam likuiditas. Maka strategi yang digunakan bank syariah dalam menangani pembiayaan bermasalah strategi adalah mengedepankan Manajemen Risiko untuk mengukur, mengidentifikasi, mamantau dan mengendalikan resiko.

Beda penelitian dengan yang sebelumnya bahwa penelitian ini penulis mengfokuskan pada cara yang digunakan untuk mengatasi Pembiayaan Bermasalah pada BMT Ramadana Salatiga. Upaya yang digunakan adalah pemantauan dan kerjasama, Eksekusi jaminan, dan pengahapus bukuan. Serta lokasi untuk Penelitian yaitu BMT Ramadana

Salatiga. Sedangkan penelitian Firmansyah (2014) yaitu Strategi khusus yang digunakan untuk mengatasi pembiayaan bermasalah yang berada di BPRS di Indonesia yaitu lebih menganalisis penyaluran dan fokus dari segi likuiditas. Dan tempat penelitiannnya di BPRS seluruh Indonesia.

Beda penelitian kedua, peneliti Menurut Listianti, Dzulkirom dan Topowijono (2015) dalam mengatasi pembiayaan bermasalah startegi yang digunakan adalah teguran kepada nasabah dalam kategori diragukan, penjadwalan ulang, dan restructing. Dan lokasi penelitian berada di KJKS BMT Mandiri Sejahtera Karangcangkring Gresik Jawa Timur.

Beda penelitian ketiga, peneliti Zulfa (2014) dalam mengatasi pembiayaan strategi yang digunakan adalah pengiriman surat peringatan

sekaligus silaturahmi kerumah/ tempat usaha kenapa macet,

(Rescheduling, reconditioning, restructing, dan penyitaan jaminan) dan manajemen resiko dengan jalur hukum. Lokasi penelitian berada BMT Amanah Kudus.

Beda penelitian keempat, peneliti Menurut Amnawaty dan Liana (2014) dalam mengatasi pembiayaan bermaslah, strategi yang digunakan adalah dengan cara melakukan penagihan insentif dengan mengedepankan musyawarah mufakat dan penjadualan kembali (rescheduling) dalam pelaksanaannya. Dengan cara ini dapat menyadarkan nasabah yang lalai dalam pembayaran pembiayaan untuk segera melunasi pembiayaan. Lokasi Penelitian adalah PT BSM Cabang Bandar Lampung. Beda penelitian kelima, peneliti Menurut Usanti (2008) dalam mengatasi

16 pembiayaan bermaslah, strategi yang digunakan adalah mengedepankan Manajemen Risiko untuk mengukur, mengidentifikasi, mamantau dan mengendalikan resiko. Lokasi penelitian adalah Bank Syariah.

Secara keseluruhan, beda penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah terletak pada upaya yang digunakan untuk mengatasi pembiayaan bermasalah dan lokasi tempat penelitian.

B. Kajiaan Teoritik

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan menurut UU No. 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2004: 102).

2. Tujuan Pembiayaan

Tujuan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesepakatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai islam. Menurut Kasmir (2012: 100) tujuan pembiayaan adalah sebagai berikut:

a. Mencari Keuntungan

Segala kegiatan usaha tentunya mengaharapkan suatu nilai tambahan atau menghasilkan laba yang diinginkan. Sedangkan dari pihak BMT sendiri memperoleh dalam bentuk bagi haasil.

b. Membantu Usaha Nasabah

Dari kegiatan yang dikucurkan lembaga keuangan diharapkan dapat meningkatkan usaha dan pendapatan masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini pihak lembaga keuangan dapat menjadi sarana bagi para nasabah untuk mendapatkan modal yang diinginkan.

c. Membantu Pemerintah

Kegiatan kredit dapat berdampak berkembangnnya

pembangunan diberbagai sector, terutama sector usaha yang nyata. Hal ini dapat membantu masyarakat dalam hal penerimaan pajak, memperluas lapangan kerja, meningkatkan jumlah barang dan jasa. Sehingga dengan ini pemerintah akan mendapatkan devisi yang semakin menguatkan suatu negara itu sendiri.

3. Jenis- jenis Pembiayaan

a. Pembiayaan dengan sistem bagi hasil a) Mudharabah

Al-mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan Hdalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian

18 itu bukan akibat kelalaian pengelola dana. Jika kerugian diakibatkan kecurangan pengelola dana maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Antonio, 2001: 95).

b) Musyarakah

Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai kesepakatan (Asiyah, 2014: 197).

b. Pembiayaan dengan Sistem Sewa

a) Ijarah

Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.

b) Ijarah muntahia bit tamlik

Transaksi yang di sebat Ijarah muntahia bit tamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa ( Antonio, 2001: 117-118).

c. Pembiayaan dengan Sistem Jual Beli a) Murabahah

Murabahah adalah jual beli barang pada harga semula dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Suatu perjanjian yang disepakati antara bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaaan untuk kebutuhan nasabah.

b) Bai’t Bitsaman Ajil

Bai‟t Bitsaman Ajil adalah pembiayaan dengan system jual beli yang dilakukan secara angsuran terhadap pembeli suatu barang. Jumlah kewajiban yang harus dibayar oleh pengguna jasa sejumlah harga barang dan mark-up yang telah disepakati. c) Salam

Salam merupakan akad pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di awal. Pembiayaan dengan prinsip salam berarti bank memberikan pembiayaan dengan pemesanan baraang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka kepada nasaabah ( Asiyah, 2014: 223-228).

d) Istishna

Transaksi Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu

20 berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta system pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui di cicil, atau di tangguhkan sampai waktu pada masa yang akan dating (Antonio, 2001: 113).

d. Pembiayaan dengan Sistem Jasa

1) Qardh

Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan harta tanpa mengharapkan imbalan.

2) Ar Rahn

Ar Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai (Antonio, 2001: 128-131).

4. Unsur-unsur Pembiayaan

Menurut Kasmir (2001:74) adapun unsur-unsur pembiayaan yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas pembiayaan adalah sebagai berikut :

a. Kepercayaan

yaitu suatu keyakinan pemberi kredit/pembiayaan (bank) bahwa pembiayaan yang diberikan bank berupa uang, barang atau jasa akan benar benar. diterima kembali di masa tertentu di masa datang.

b. Kesepakatan

antara si pemberi dengan penerima pembiayaan harus ada kesepakatan. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing.

c. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati

d. Resiko

faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah tidak senagaja Semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin besar resiko tidak tertagih,demikian pula sebaliknya.

22

e. Balas Jasa

atas kredit pada bank konvensional dalam bentuk bunga, biaya provisi dan komisi serta biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank syariah atas pembiayaan yang diberikan balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.

5. Prosedur Pengajuan Pembiayaan

Menurut Kasmir (2008: 101), secara umum dapat dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan hukum sebgai berikut:

a. Pengajuan berkas-berkas

Pemohon kredit mengajukan permohonan yang dituangkan dalam suatu proposal dengan melampirkan berkas-berkas.

Pengajuan proposal kredit berisi antara lain sebgai berikut: 1) Latar belakang perusahaan

Latar belakang ini berisi riwayat hidup singkat perusahaan, jenis bidang usaha, jenis bidang usaha, identitas perusahaan, nama pengurus berikut pengetahuan dan pendidikannya, perkembangan perusahaan serta relasinya dengan pihak-pihak pemerintah dan swasta.

2) Maksud dan Tujuan

Pembiayaan yang diajukan apakah untuk memperbesar omset penjualan atau meningkatkan kapasitas produksi,

atau mendirikan pabrik baru (perluasan) serta tujuan lainnya.

3) Besar kredit dan jangka waktu

Dalam hal ini pemohon menentukan besarnya jumlah kredit yang diperoleh dan jangka waktu kreditnya.

4) Cara pemohon mengembalikan kredit

Penjelasan secara rinci cara nasabah dalam

mengembalikan pinjamannya apakah hasil penjualan atau cara-cara lainnya.

5) Jaminan Kredit

Merupakan jaminan untuk menutupi segala resikoterhadap kemungkinan macetnya suatu kredit baik yang ada unsur kesengajaan atau tidak.

b. Penyelidikan berkas pinjaman

Tujuannya untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan nasabah sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak bank belum lengkap, maka nasabah diminta untuk melengkapi.

c. Wawancara 1

Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam, untuk meyakinkan apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti yang dinginkan bank.

24

d. On the Spot

Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan.

e. Wawancara II

Merupakan perbaikan berkas, jika ada kekurangan-kekurangan padaa saat setelah dilakukan on the spot di lapangan. Cataatan yang ada pada pemohonan dan pada saat wawancara I dicocokan dengan saat on the spot.

f. Keputusan Kredit

Menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya, biasanya keputusan kredit mencangkup:

1) Jumlah usaha yang diterima 2) Jangka waktu kredit

3) Biaya-biaya yang harus dibayar. g. Penandatanganan akad kredit

Merupakan kelanjutan keputusan kredit, maka sebelum melakukan pencaairan kredit dicairkan maka terlebih dulu calon nasabah menandatangani akad kredit. Mengikat jaminan dengan hipotek dan surat perjanjian atau pernyataaan yang dianggap perlu. Penandaatangan di laksanakan antar bank dengan debitur secara langsung atau melalui notaris.

f. Realisasi kredit

Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan.

g. Penyaluran/ penarikan dana

Pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagaai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit meliputi sekaligus atau bertahap. 6. Prinsip-prinsip Penilaian Pembiayaan

Dalam melakukan penelitian permohonan pembiayaan tentunya bagian mareketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di Lembaga Keuangan prinsip penilaian dikenal dengan 5C dan 7P.

a. Character

Character adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur. Tujuannnya adalah untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan pembiayaaan benar-benar dapat dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik sifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti : cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan sosial standingnya. Charaacter merupakan ukuran untuk menilai “kemauan” nasabah membayar kreditnya. Orang yang memilki

26 karakter baik akan berusaha untuk membayar kreditnya dengan berbagai cara.

b. Capacity (Capabality)

Capacity Untuk mengetahui kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannnya mencari laba. Sehinggga

pada akhirnya akan terlihat kemampuannnya dalam

mengembalikan kredit yang disalurrkan. Semakin banyak sumber pendapatan seseorang maka semakin besar kemempuannnya untuk membayar kredit.

c. Capital

Capital adalah Bank biasannya tidak akan bersedia untuk membiayai usaha 100%. Artinya setiap nasabah yang mengajukan permohonan kredit harus pula menyediakan dana dari sumber lainya atau modal sendiri dengan kata lain Capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimilki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.

d. Collateral

Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannnya, sehinggga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

Fungsi jaminan adalah sebagai pelindung bank dari resiko kerugian.

e. Condition

Condition Dalam menilai kredit hendaknya dinilai suatu kondisi ekonomi sekarang dan untuk masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing. Dalam kondisi perekonomian yang kurang

stabil sebaiknya pemberian kredit untuk sektor tertentu jangan diberikan terlebih dahulu dan kalau jadi diberikan sebaiknya juga melihat prospek usaha tersebut dimasa yang akan datang. (Kasmir, 2004:91-92).

Kemudian penilaiankredit dengan metode analisis 7P adalah sebgai berikut:

a. Personality

Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah laku sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencangkup sikap emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

b. Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabaah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyaitas serta karakternya.

28

c. Purpose

Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang dinginkan nasabah.

d. Prospect

Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah.

e. Payment

Ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik. Maka jika salah satu usahnya merugi, maka akan ditutupi oleh sector lainnya.

f. Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.

g. Protection

Bertujuan untuk bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa

jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi (Kasmir, 2012: 96-97).

7. Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah adalah sebagai penyalur dana yang dilakukan lembaga syariah yang dalam pelaksanaan pembayaran oleh nasabah terjadi seperti pembiayaan yang tidak lancar, pembiayaan yang debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan, serta pembiayaan tersebut tidak menepati jadwal angsuran hingga memberikan dampak negatif Listanti, dkk (2015: 5).

Pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi pembiayaaan dimana terdapat suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang berakibat terjadi kelambatan dalam membayar, atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan terjadinya kerugian koperasi (SOP BMT Ramadana).

8. Metode Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah

Dalam hal pembiayaan bermasalah ataupun macet pihak bank perlu melakukan pembiayaan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian.

Penyelamatan terhadap pembiayaan bermasalah dilakukan dengan cara antara lain :

a. Rescheduling

Adalah suatu tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang jangka waktu angsuran. Dalam hal ini debitur

30 diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit, pembayaran kredit, misalnya :

1) Perpanjang jangka waktu kredit dari 6 bulan menjadi 1 tahun sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannnya.

2) Memperpanjang angsuran

hampir sama dengan jangka waktu kredit. Dalam hal ini

jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang

pembayaraannya misalnya, dari 36 kali menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.

b. Reconditioning

Reconditioning maksudnya adalah bank mengubah

berbagai persyaratan yang ada seperti:

1) Penundaan pembayaran bagi hasil sampai waktu

tetentu, hanya bagi hasil yang dapat ditunda pembayaranya sedangkan pokok pinjaman tetep dibayar

seperti biasa. Penurunan jumlah bagi hasil,

dimaksudkan agar lebih meringankan beban nasaabah. 2) Pembebasan bagi hasil

Dierikan pada nasabah dengan pertimbangan, nasabah sudah tidak akan mampu lagi membayar kredit.

c. Restructuring

yaitu dengan menambah jumlah kredit jika memang nasabah butuh modal tambahan dengan memperhitungkan karakter nasabah dan prospek usaha nasabah ke depan, jika memang menguntungkan kenapa tidak.

d. Kombinasi, merupakan kombinasi dari ketiga jenis yang di atas.

e. Penyitaan Jaminan, Penyitaan jaminan merupakan jalan

Dokumen terkait