• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Saran- saran DAFTAR PUSTAKA

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Telaah Pustaka

Menurut Innayah dalam tugas akhirnya yang berjudul mekanisme pembiayaan “Kredit Pembiayaan Rumah Syariah (KPRS) non subsidi” pada Bank BTN Kantor Cabang Solo. Pembiayaan KPRS digolongkan menjadi dua yaitu pembiayaan KPRS perorangan, yang dimaksud dengan pembiayaan KPRS perorangan adalah pembiayaan atas kepemilikan rumah yang dilakukan nasabah secara perorangan atau individu baik yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap. Dalam pembiayaan ini dapat dilakukan secara cicilan atau angsuran pembiayaan KPRS. Kolektif adalah pembiayaan atas kepemilikan rumah yang dilakukan nasabah secara kolektif dari suatu perusahaan atau instansi. Pembiayaan ini terdiri dari beberapa orang pemohon yang memiliki kesamaan obyek pembiayaan (Innayah: 2007: 6).

Menjelaskan tentang bagaimana pola pembiayaan koperasi, usaha kecil dan menengah di Bank Muamalat Indonesia. Pola pembiayaan ini meliputi jual beli dan pola bagi hasil. Dalam buku ini dijelaskan juga mengenai upaya- upaya dalam mengantisipasi hambatan pola pembiayaan syariah kepada koperasi, usaha kecil dan menengah (Arifin: 2000: 7).

Mengenai prosedur operasional tentang penyaluran dana yang meliputi pembiayaan baru, perpanjangan pembiayaan, serta pelunasan pembiayaan (Muhammad: 2002: 84)

Dijelaskan bahwa dari banyaknya produk pembiayaan bank syariah, tiga produk pembiayaan utama yang mendominasi portofolio pembiayaan bank syariah adalah pembiayaan modal kerja, pembiayan investasi dan pembiayaan barang dan properti. Akad- akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut sangat bervariasi dari pola bagi hasil, pola jual beli dan pola sewa (Ascarya: 2006: 8).

Menjelaskan bahwa dalam melakukan pemberian pembiayaan kepada nasabah harus benar- benar selektif terhadap proposal pembiayaan yang masuk. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kredit macet. Beberapa aspek yang mendasari bank syariah juga memperhatikan prinsip 5C, yaitu character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), condition (kondisi), collateral (jaminan) (Jannah: 2006: 46). B. Kerangka Teoritik

1.

Pengertian Pembiayaan

Pengertian kredit menurut Undang- Undang perbankan No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaaan uang atau tabungan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Dalam bahasa latin kredit juga disebut “credere’ yang artinya percaya. Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai jangka waktunya. Oleh karena itu, untuk menyakinkan bank bahwa si nasabah benar- benar dapat dipercaya, maka sebelum kredit diberikan terlebih dahulu bank melakukan analisa kredit. Analisa kredit mencakup latar belakang nasabah atau perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor- faktor lainnya.

Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan bank syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan bank syariah dari masyarakat yang surplus dana (Muhammad: 2001: 10).

Dari pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur

dengan uang. Contoh berbentuk tagihan (kredit barang), misalnya bank membiayai kredit untuk pembelian rumah. Kredit ini berarti nasabah tidak memperoleh uang tetapi rumah, karena bank membayar langsung ke developer dan nasabah hanya membayar cicilan rumah tersebut setiap bulan. Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditur). Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing- masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sangsi apabila si debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.

Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan, bagi bank berdasarkan prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan atau bagi hasil.

Pada pembiayaan hunian syariah di BMI Capem Salatiga diberikan kepada nasabah yang berpenghasilan tetap atau tidak tetap. Dalam pemberian pembiayaan hunian syariah di BMI Salatiga perlu adanya ketentuan penilaian terhadap calon konsumen atau pemohon dan

ketentuan pembiayaan untuk menghindari adanya permasalahan yang tidak diinginkan.

a. ketentuan untuk penilaian calon konsumen adalah sebagai berikut:

1) Penilaian calon konsumen akan dilaksanakan secara selektif sesuai dengan kemampuan dan kemauan calon nasabah dengan prioritas pada calon nasabah dengan status karyawan tetap.

2) Penilaian perusahaan tempatnya bekerja akan dilaksanakan agar dapat menjamin kelanjutan pembayaran angsuran, maka calon nasabah yang diprioritaskan pada perusahaan yang bonafit dan memberikan dukungan bagi program pengadaan perumahan bagi karyawannya. Hal ini akan ditindak lanjuti dalam bentuk perjanjian kerja sama BMI dengan perusahaan atau instansi.

3) Untuk menjamin kelancaran proses pembayaran, pembiayaan ini dikhususkan bagi calon nasabah yang bersedia melakukan pembayaran, pembayaran yang dilakukan secara kolektif atau sistem potong gaji. Serta adanya dukungan kesediaan dari instansi atau perusahaan tempat bekerja.

4) Segala kelengkapan data yang diperlukan dalam proses analisa calon nasabah segera dipenuhi pada kesempatan pertama.

5) Bahwa BMI hanya memberikan pembiayaan hunian syariah pada calon nasabah yang dapat memenuhi ketentuan bank yang berlaku.

b. Ketentuan pembiayaan

1) Tujuan penggunaan pembiayaan ini adalah untuk pembelian properti baru dan second (indent) dan properti baru dan seond (non indent)

2) Akad pembiayaan pada saat rumah layak huni (selesai dibangun) dan dilengkapi dengan fasilitas yang berfungsi dengan baik

3) Nasabah pembiayaan dicover dengan asuransi jiwa dan asuransi kebakaran.

4) Agunan diikat dengan penandatanganan kuasa hak tanggung (SKMHT) atau akta pemberian hak tanggungan (APHT).

5) Plafon angsuran 40% dari gaji. Artinya nasabah hanya membayar angsuran maksimal 40% dari gaji.

6) Jangka waktu. Pembelian property maksimum jangka waktu pembiayaan 15 tahun.

7) Realisasi pembiayaan. Realisasi pembiayaan dilakukan secara langsung dengan melakukan pemindahbukuan atau transfer kerekening developer/penjual dengan sebelumnya masuk kerekening nasabah terlebih dahulu (sebagai bukti hukum positif bahwa nasabah berhutang).

8) Sebelum ditransfer ke penjual atau developer, rekening wajib di hold sebesar pembiayaan yang diberikan.

9) Pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran pembiayaan pertama kali dilakukan pada bulan berikutnya (sebulan) sejak tanggal pencairan pembiayaan melalui rekening nasabah di Bank.

Pelaksanaan pemberian pembiayaan hunian syariah di BMI Capem Salatiga untuk perorangan dilakukan dengan menggunakan skim murabahah yaitu dengan menggunakan akad perjanjian jual beli. Dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli untuk pembelian rumah secara angsuran.

Dalam akad jual beli tersebut, bank mendapatkan keuntungan dari margin yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara bank dengan nasabah. Margin keuntungan ini bersifat tetap dan berlaku sejak awal akad pembiayaan.

2.

Unsur- Unsur Pembiayaan.

Dalam kata kredit mengandung berbagai maksud. Atau dengan kata lain dalam kata kredit terkandung unsur- unsur yang direkatkan

menjadi satu. Sehingga jika kita bicara kredit maka termasuk membicarakan unsur- unsur yang terkandung di dalamnya.

Adapun unsur- unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut :

a. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, barang atau jasa) benar- benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. Kepercayaan diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu kredit berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum kredit dikucurkan harus dilakukan penelitian dan penyelidikan lebih dulu secara mendalam tentang kondisi suatu nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi pemohon kredit sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan iktikat baik nasabah terhadap bank.

b. Kesepakatan

Disamping unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam satu perjanjian dimana masing- masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing- masing. Kesepakatan ini kemudian

dituangkan dalam akad kredit dan di tandatangani oleh kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan.

c. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengambilan kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa dibentuk jangka pendek (di bawah 1 tahun), jangka menengah (1 sampai 3 tahun) atau jangka panjang (di atas 3 tahun). Jangka waktu merupakan batas waktu pengambilan angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.

d. Resiko

Akibat adanya tenggang waktu, maka pengambilan kredit akan memungkinksn suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar resikonya, demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang di sengaja oleh nasabah, maupun resiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kredit yang di perolehnya.

e. Balas jasa

Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Di samping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prisip syariah balas jasanya ditentukan sebagai bagi hasil.

3.

Tujuan dan Fungsi Pembiayaaan

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai yang tentunya tergantung dari tujuan bank itu sendiri. Tujuan pemberian kredit juga tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan. Dalam prakteknya pemberian suatu kredit sebagai berikut:

a. Mencari keuntungan

Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan tersebut diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank, disamping itu keuntungan juga dapat membesarkan usaha bank. Bagi bank yang terus menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan terlikuidir (dibubarkan). Oleh

karena itu sangat penting bagi bank untuk memperbesar keuntungannya mengingat biaya operasinal bank juga relative cukup besar.

b. Membantu usaha nasabah

Tujuan selanjutnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi atupun modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. Dalam hal ini baik bank maupun nasabah sama- sama diuntungkan. c. Membantu pemerintah

Tujuan lainya adalah membantu pemerintah dalam berbagai bidang. Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya kucuran dana dalam rangka meningkatkan pembangunan diberbagai sektor riil.

4.

Jenis- jenis Kredit

a. Dilihat dari segi akad

1) Pembiayaan Mudharabah

Merupakan akad kerjasama yang dilakukan antara dua orang atau lebih, dimana pihak pertama sebagai penyedia seluruh dana dan pihak lainya sebagai pengelolanya.

2) Pembiayaan Musyarakah

Merupakan akad usaha yang dilaksanakan antara dua atau lebih, dimana masing- masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kontribusi dana yang diberikan.

3) Pembiayaan Murabahah

Merupakan akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak bank dan nasabah. Pada murabahah penjual (bank) menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli (nasabah) kemudian bank mempersyaratkan keuntungan dalam jumlah tertentu.

4) Pembiayaan al Qardul- Hasan

Merupakan pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata dimana si peminjam tidak dituntut mengembalikan apapun keculi modal pinjaman (Kasmir: 2008: 101-112).

5.

Cara- cara Perhitungan Bunga Kredit

Melihat cara- cara kredit yang dibebankan bank kepada nasabahnya, cara perhitungan bunga kredit dapat dibedakan atas cara perhitungan sebagai berikut:

Adalah bahwa pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman akan semakin menurun dari bulan ke bulan sesuai dengan menurunnya pokok pinjama sebagai akibat adanya pembayaran cicilan pokok pinjaman.

b. Flat Rate

Pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman akan tetap dari satu periode ke periode lainnya walaupun pokok pinjaman menurun sebagai akibat adanya pembayaran cicilan pokok pinjaman.

c. Floating Rate

Cara penentuan bunga yang besarnya tidak ditetapkan untuk suatu jangka waktu, namun diambangkan sesuai dengan perkembangan tingkat bunga yang ada di pasar uang (Thomas Suyatno, dkk: 1995: 106-107).

6.

Prinsip- prinsip Pemberian Kredit atau Pembiayaan

Kelayakan pembiayaan merupakan fokus dan hal terpenting di dalam pengembalian keputusan pembiayaan karena sangat menentukan kualitas pembiayaan serta kelancaran.

Guna menilai layak tidaknya usulan pembiayaan, pada umumnya digunakan filosofi tiga pilar dan 5C’ principles.

a. Filosofi tiga pilar kelayakan usaha nasabah meliputi: 1) Kredibilitas Manajemen:

a) Kejujuran iktikad baik Key person dari nasabah atau character.

b) Kemanpuan mengelola usaha key person atau capability.

2) Kemampuan membayar kembali pembiayaan (repayment capacity):

a) Kemampuan usaha nasabah Untuk menghasilkan laba dari produk dan jasa yang dijalankan oleh nasabah.

b) Manajemen arus kas usaha nasabah dimasa lalu (historical cash flow), termasuk peroyeksi arus kas (projected cash flow) dimasa mendatang merupakan ukuran utama kemampuan nasabah dalam membayar kembali pembiayaan.

3) Jaminan yang diserahkan:

a) Harga jual kembali agunan.

b) Kemudahan dokumen menjual agunan. c) Kelengkapan dan keabsahan agunan b. Prinsip Analisa 5 C’s

1) Character

Penilaian karakter nasabah adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana itikad nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) dan untuk mengetahui

moral, watak maupun sifat- sifat pribadi yang positif dan kooperatif termasuk di dalamnya ketaatan terhadap ketentuan syarat bagi yang muslim. Karakter merupakan factor yang dominan dan penting sebab walaupun nasabah cukup mampu untuk menyelesaikan hutangnya, tetapi kalau tidak mempunyai iktikad baik tentu akan membawa berbagai kesulitan bagi bank dikemudian hari. Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah tersebut, dapat di tempuh melalui upaya antara lain :

a) Meneliti riwayat hidup calon nasabah. b) Verifikasi data dengan melakukan interview.

c) Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya.

d) Bank Indonesia cheking dan meminta dan meminta informasi antar bank.

e) Mencari informasi atau trade checking kepada asosiasi- asosiasi usaha di mana calon nasabah berada.

f) Mencari informasi tentang gaya hidup dan hobi calon nasabah.

2) Capacity

Yaitu kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha guna memperoleh laba yang diharapkan sehingga

dapat mengembalikan pengembalikan pembiayaan yang diterima.

Pengukuran capacity dilakukan melalui berbagai pendekatan berikut ini :

a) Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukan perkembangan dari waktu ke waktu (minimal 2 tahun terakhir).

b) Pendekatan profesi, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus. Hal ini sangat penting untuk perusahaan- perusahaan yang menghendaki keahlian tekhnologi tinggi atau perusahaan yang melakukan profesionalisme tinggi.

c) Pendekatan Yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon nasabah mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan perjanjian pembiayaan dengan bank.

d) Pendekatan manajerial, yaitu sejauh mana track record kemampuan dan keterampilan nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.

e) Pendekatan teknis, Yaitu menilai sejauh mana kemampuan nasabah mengelola faktor- faktor produksi

seperti tenaga kerja, administrasi keuangan, industrial relation sampai pada kemampuan merebut pasar. 3) Capital

Adalah menilai jumlah modal sendiri yang di investasikan nasabah dalam usahanya termasuk kemampuan untuk menambah modal apabila di perlukan sejalan dengan perkembangan usahanya.

4) Condition

Yaitu kondisi usaha nasabah yang di pengaruhi oleh situasi sosial dan ekonomi. Conditon dipengaruhi beberapa factor antara lain :

a) Peraturan- peraturan pemerintah.

b) Situasi, politik, dan perekonomian dunia.

c) Kondisi ekonomi yang mempengaruhi pemasaran, produksi, dan keuangan.

5) Collateral

Adalah aset atau barang- barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan atau jaminan terhadap pembiayaan yang diterimanya. Collateral tersebut dinilai untuk mengetahui sejauhmana resiko kewajiban financial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap jaminan meliputi jenis, lokasi, bukti kepemilikan, dan status hukumnya.

Terhadap jaminan harus dilakukan investigasi secara teliti dan akurat serta harus ada laporan secara lengkap dari bagian legal. Yakni menyangkut nilai taksasi dan likuidasi, kondisi, letak jaminan serta kepemilikan status jaminan tidak dalam sengketa.

Penilian terhadap collateral dapat ditinjau dari dua segi sebagai berikut:

a) Segi ekonomis, yaitu nilai ekonomis dari barang yang digunakan.

b) Segi yuridis, yaitu apakah jaminan tersebut memenuhi syarat syarat yuridis untuk dipakai sebagai jaminan. (BMI: 2009: 122).

Menurut pendapat Kasmir, selain 5 C di atas, harus ada penilaian kredit dengan analisa 7 P sebagai berikut :

1. Personality

Menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalu.

2. Party

Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.

3. Perpose

Mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.

4. Prospect

Menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospect atau tidak.

5. Payment

Ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.

6. Profitability

Menganalisa bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

7. Protection

Bertujuan menjaga agar usaha dan jaminan ini mendapatkan perlindungan.

7.

Jaminan kredit

Dalam praktiknya yang dapat dijadikan jaminan kredit oleh calon debitur oleh debitur adalah sebagai berikut:

a. Jaminan dengan barang- barang seperti: 1) Tanah

2) Bangunan

3) Kendaraan bermotor 4) Mesin- mesin/ peralatan 5) Barang dagangan

6) Tanaman/ kebun/ sawah berharga 7) Barang- barang berharga lainya b. Jaminan surat berharga

1) Sertifikat Saham 2) Sertifikat Obligasi 3) Sertifikat Tanah 4) Sertifikat deposito 5) Wesel

6) Dan surat berharga lainya c. Jaminan orang atau perusahaan

Yaitu jaminan yang diberikan oleh seseorang atau perusahaan kepada bank terhadap fasilitas kredit yang diberikan. Apabila kredit tersebut macet atau perusahaan yang memberikan jaminan itulah yang diminta pertanggungjawabanya atau menanggung resikonya.

d. Jaminan asuransi

Yaitu bank menjaminkan kredit tersebut kepada pihak asuransi, terutama terhadap fisik obyek kredit, seperti kendaraan, gedung dan lainya. Jadi apabila terjadi kehilangan atau kebakaran, maka pihak asuransilah yang akan menanggung kerugian tersebut. (Kasmir: 2003: 81).

C. Prosedur Realisasi Pembiayaan Hunian Syariah 1. Pengertian Prosedur

Berdasarkan kamus Internasional prosedur (procedure) diartikan sebagai cara kerja atau jalan perkara (Osman Raliby: 1982: 422). Sedangkan dalam buku lain dijelaska bahwa pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan atau pekerjaan. Biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi secara berulang- ulang (Mulyadi: 2001: 5). Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prosedur merupakan tatacara dalam melakukan transaksi secara berurutan dari awal hingga akhir berdasarkan ketentuan- ketentuan yang berlaku.

2. Pengertian Realisasi

Realisasi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan sesuatu hingga menjadi kenyataan (Poerwadarminta: 1982: 808). Sedangkan berdasarkan kamus internasional pengertian realisasi (realization) adalah perwujudan atau pengadaan (Raliby: 1982: 437) Dari pengertian- pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa realisasi adalah perwujudan atau terlaksananya sesuatu hingga menjadi kenyataan dari berbagai prosedur yang telah ditempuh.

Pembiayaan hunian syariah adalah pembiayaan kepemilikan rumah syariah yang diterbitkan oleh BMI dalam rangka memfasilitasi kepemilikan atau pembelian rumah yang dibangun oleh pengembang atau developer. Pembiayaan hunian syariah ini menggunakan akad murabahah (bai’) yang diperuntukan bagi pemohon atau calon nasabah yang memenuhi persyaratan dengan tujuan untuk membeli rumah beserta tanahnya untuk dimiliki dan dipergunakan sendiri.

Dalam pembiayaan hunian syariah ini (murabahah) mencakup beberapa poin, antara lain:

a. Konsep

Pelaksanaan akad pembiayaan dapat dilakukan apabila pemohon sudah menyampaikan surat pernyataan dan kuasa yang disetujui dan telah ditandatangani oleh yang bersangkutan. Konsep dalam akad ini adalah murabahah, yang dapat diaplikasikan untuk pembelian properti baru dan second (non indent) dan properti baru dan second (indent).

Berdasarkan akad jual beli diatas, untuk konsep pembelian properti baru dan second (non indent), bank dapat membeli properti langsung kepada developer dengan langsung mentransfer uang pembelian properti kepada penjual/developer. Apabila dalam kondisi tertentu bank dapat mewakilkan (wakalah) pembelian properti tersebut kepada nasabah dengan uang pembelian properti ditransferkan kepada rekening nasabah kemudian ditransferkan

kepada penjual atau developer. Dalam hal ini bank mewakalahkan kepada nasabah, maka akad wakalah dilakukan pada saat penyerahan uang dari pihak bank kepada nasabah. Setelah properti diserah terimakan maka kemudian nasabah membayar angsuran cicilan murabahah kepada bank sesuai dengan jangka waktu dan besarnya angsuran yang disepakati.

Untuk konsep pembelian properti baru dan second (indent) dari developer, bank hanya membiayai properti yang dibangun oleh developer yang telah terikat kerja sama dengan bank. Akad murabahah digunakan untuk pembelian material bangunan. Untuk pembelian material bangunan, nasabah sebelumnya berjanji untuk membeli kepada bank terhadap rincian material barang yang akan dibeli. Bank segera melakukan konfirmasi kepada supplier terhadap rincian material yang akan dibeli. Suplier mengirimkan konfirmasi atas ketersediaan terhadap rincian barang. Setelah menerima konfirmasi, bank membuat purchase order dengan cash

Dokumen terkait