• Tidak ada hasil yang ditemukan

15

BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Naratif

Teori ini dikembangkan oleh Walter Fisher. Walter Fisher yang lebih suka menyebut teori ini sebagai paradigma naratif. Teori ini mengemukakan keyakinan bahwa manusia adalah seseorang pencerita dan bahwa pertimbangan akal ini, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita. Akar pemikiran Fisher berupaya menggambarkan dan menjelaskan komunikasi sebagai storytelling. Dalam pandangannya, Storytelling bukanlah aktivitas sesaat, melainkan proses yang terus-menerus di mana kita merasakan dunia dan berkomunikasi satu sama lainnya.1

Manusia lebih mudah terbujuk oleh sebuah cerita yang bagus dari pada argument yang baik. Mengkonsepkan bahwa manusia adalah pencerita dan manusia mengalami kehidupan dalam suatu bentuk narasi. Fisher mendefenisikan narasi sebagai tindakan simbolik (kata - kata) dan atau tindakan yang memiliki rangkaian serta makna bagi siapapun yang hidup, mencipta atau memberi interpretasi (Fisher, 1987:58). Ini merupakan cara pandang yang sangat luas dalam melihat narasi. Oleh karena itu, hampir sulit untuk tidak mengidentifikasi komunikasi sebagai narasi.2

Logika narasi lebih dipilih dibandingkan logika tradisional yang digunakan dalam argumentasi. Logika narasi (logika dari pemikiran yang luas), menyatakan bahwa orang menilai kredibilitas pembicara melalui apakah ceritanya runtut (mempunyai koherensi) dan terdengar benar

1

West, Richard dan Turner, Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi,

(Jakarta: Salemba Humanika), Edisi 3, 2008, h. 44.

2

16

(mempunyai ketepatan). Paradigma atau naratif memungkinkan sebuah penilaian demokratis terhadap pembicara karena tidak ada seorang pun yang harus dilatih secara khusus agar mampu menarik kesimpulan berdasarkan konsep koherensi dan kebenaran.3

1. Asumsi Dasar Teori Naratif:

Ada lima asumsi dasar teori naratif, antara lain:4

a. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencerita. Fisher (1987) mengatakan bahwa manusia merupakan homo narrans sebagai metafora untuk menjelaskan kemanusiaan. Cerita merupakan hal mendasar dalam hidup yang mempengaruhi, menggerakkan, dan membentuk dasar keyakinan dan tindakan kita. Dalam berkomunikasi dengan dengan pihak lain, manusia juga memposisikan dirinya sebagai pencerita tersebut. Fisher memunculkan asumsi demikian karena berdasar pengamatannya naratif bersifat universal, ditemukan dalam semua budaya dan periode waktu. Dalam hal ini Elkins (dalam Turner, 2008) mengatakan bahwa manusia pada dasarnya menggunakan cerita dalam semua aspek kehidupan keseharian kita, untuk menghabiskan waktu, menyampaikan informasi, untuk menempatkan diri di sebuah tempat, keluarga, dan komunitas. b. Keputusan mengenai harga dari sebuah cerita didasarkan pada

“pertimbangan sehat” (good reasons). Yang dimaksud pertimbangan yang sehat adalah individu membuat keputusan mengenai cerita mana yang akan diterima dan mana yang ditolak berdasarkan apa yang masuk akal bagi dirinya. Asumsi ini memberitahu kepada kita bahwa tidak semua

3

West, Richard dan Turner, Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h.

46.

4

17

cerita itu sama atau sebanding dalam hal efektivitasnya, sebaliknya faktor dalam pemilihan cerita dibuat berdasarkan alasan-alasan yang bersifat personal dibanding daripada berdasarkan pemikiran yang logis. Semua orang mempunyai kapasitas untuk menjadi rasional dalam paradigma naratif. Karena ukuran rasionalitas dalam paradigma naratif berbeda dengan ukuran rasionalitas tradisional yang mendasarkan pada logika formal. Setiap orang mengambil keputusan-keputusan hidup menganggap cara berfikirnya logis dan rasional menurut ukuran personal orang bersangkutan.

c. Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya dan karakter. Asumsi ini memperjelas bahwa ukuran rasionalitas manusia itu tidak sama satu sama lain. Masing-masing orang mempunyai ukuran dan jenis rasionalitasnya sendiri. Munculnya rasionalitas tertentu pada seseorang tergantung konteks di mana mereka terikat.

d. Rasionalitas didasarkan pada penilaian orang mengenai konsistensi dan kebenaran sebuah cerita. Orang akan mempercayai sebuah cerita selama cerita tersebut terlihat konsisten secara internal dan dapat dipercaya. Yang perlu digarisbawahi di sini bahwa rasionalitas yang dimaksud dalam paradigma naratif ini berbeda dengan rasionalitas tradisional. Sebuah cerita dikatakan runtut ketika pencerita tidak meninggalkan detail-detail yang penting atau mengkontradiksi elemen-eleman dalam cerita dengan cara apapun.

e. Kita mengalami dunia sebagai dunia yang diisi dengan cerita dan kita harus memilih dari cerita yang ada. Kita mengalami dunia sebagai dunia

18

yang diisi dengan cerita, dan kita harus memilih dari cerita yang ada, dan ketika kita memilih cerita-cerita tersebut, kita akan mengalami kehidupan secara berbeda, juga memungkinkan untuk menciptakan ulang kehidupan kita.5

2. Konsep Dasar Teori Naratif

Beberapa konsep kunci yang membentuk inti dari kerangka pendekatan naratif, yaitu:6

a. Konsep narasi. Dalam perspektif Fisher narasi lebih dari sekedar cerita yang memiliki plot dengan awal, pertengahan dan akhir. Melainkan, mencakup deskripsi verbal atau nonverbal apapun dengan urutan kejadian yang oleh pendengar diberi makna. Hal ini tentunya Fisher menunjuk bahwa Semua komunikasi adalah narrative (cerita). Dia beragumen bahwa narrative bukanlah gender tertentu tetapi lebih kepada cara dari pengaruh sosial.

b. Rasionalitas Naratif. Standar untuk menilai cerita mana yang dipercayai dan mana yang diabaikan. Karena kehidupan kita dialami dalam naratif, kita membutuhkan metode untuk menilai cerita mana yang kita percayai dan mana yang tidak kita perhatikan. Fisher manyatakan bahwa tidak semua cerita sama atau tidak semua cerita memiliki power yang sama untuk bisa dipercayai. Fisher mengidentifikasi dua hal prinsip dalam rasionalitas naratif, yakni koherensi (coherence) dan kebenaran (fidelity). c. Koherensi, adalah konsistensi internal dari sebuah naratif. Prinsip

rasionalitas naratif yang menilai konsistensi internal dari sebuah cerita.

5

West, Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h. 50.

6

19

Prinsip koherensi merupakan standar yang penting dalam menilai rasionalitas naratif, yang pada akhirnya akan menentukan apakah seseorang menerima naratif tertentu atau menolaknya. Koherensi sering kali diukur oleh elemen-elemen organisasional dan struktural dari sebuah naratif. Sehingga koherensi didasarkan pada tiga tipe konsistensi yang spesifik, yaitu:

1) Koherensi struktural, berpijak pada tingkatan di mana elemen-elemen dari sebuah cerita mengalir dengan lancar. Suatu jenis koherensi yang merujuk pada aliran cerita. Ketika cerita membingungkan, ketika satu bagian tidak tersambung dengan bagian berikutnya, atau ketika alurnya tidak jelas, maka cerita itu kekurangan koherensi struktural.

2) Koherensi material, merujuk pada tingkat kongruensi antara satu cerita dengan cerita lainnya yang sepertinya berkaitan dengan cerita tersebut. jenis koherensi yang merujuk pada kongruensi antara satu cerita dan cerita lainnya yang berkaitan. Jika semua cerita kecuali satu menyatakan masalah bahwa seorang teman telah memberikan informasi yang keliru sehingga menimbulkan situasi yang memalukan bagi yang seorang lagi, anda cenderung tidak akan memercayai satu cerita yang berbeda sendiri tersebut. Anda akan percaya bahwa cerita yang berbeda ini kekurangan koherensi material.

3) Koherensi karakterologis, merujuk pada dapat dipercaya karakter-karakter di dalam sebuah cerita. Jenis koherensi yang merujuk pada dapat dipercayainya karakter-karakter di dalam cerita.7

7

20

d. Logika dan Good Reasons (Logika dengan pertimbangan yang sehat), adalah seperangkat nilai untuk menerima suatu cerita sebagi benar dan berharga untuk diterima: memberikan suatu metode untuk menilai kebenaran. Prinsip rasionalitas naratif yang menilai kredibilitas dari sebuah cerita. Fisher menyatakan bahwa ketika elemen-elemen sebuah cerita “merepresentasikan pernyataan-pernyataan akurat mengenai realitas sosial”, elemen tersebut memiliki kebenaran. Fisher menyatakan bahwa ketika naratif memiliki kebenaran, kebenaran adalah reliabilitas dari sebuah cerita. Naratif itu menyusun suatu pertimbangan yang sehat bagi seseorang untuk memegang keyakinan tertentu atau untuk mengambil tindakan, atau berarti bahwa pertimbangan yang sehat manapun setara dengan yang lainnya: ini berarti bahwa apapun yang mendorong orang untuk percaya sebuah naratif tergantung pada nilai atau konsepsi yang baik.8

Logika dari good reason berhubungan dengan ide Fisher akan ketepatan adalah metode utama yang ia kemukakan untuk menilai ketepatan naratif: logika pertimbangan yang sehat. Karena itu, logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari cerita. Logika dari pertimbangan yang sehat, seperangkat nilai untuk menerima suatu cerita sebagai benar dan berharga untuk diterima: memberikan suatu metode untuk menilai kebenaran.9

Seperti yang diprediksikan oleh paradigma naratif, logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari

8

Ibid., h. 52.

21

cerita. Cerita yang dikisahkan dengan baik terdiri atas rasionalitas naratif (memenuhi kriteria koherensi dan kebenaran) akan lebih menggugah bagi pembaca dibandingkan dengan kesaksian dari para ahli yang menyangkal akurasi faktual di dalam naratif itu.

B. Pengertian Analisis Isi

Analisis isi merupakan teknik penelitian untuk memperoleh gambaran isi pesan komunikasi massa yang dilakukan secara objektif, sitematik dan relevan secara sosiologis, uraian analisisnya boleh saja menggunakan tata cara pengukuran kuatitatif atau kualitatif atau bahkan keduanya sekaligus.10

Klaus Krippendorf mendefinisikan analisis isi sebagai teknik penelitian yang dimanfaatin untuk menarik kesimpulan yang reflisikatif (yang dapat ditiru) dan shohih dari data atas dasar konteksnya11.

Analisis isi (Content Analysis) adalah tekhnik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh ini, makna komunikasi menjadi amat dominan dalam setiap peristiwa komunikasi.

Analisis isi dapat juga dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi seperti: surat kabar, buku, puisi, lagu, cerita, lukisan, pidato, surat, peraturan, undang-undang, musik dan lain-lain.

10

Zulkarnaen Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1993), h.36.

11

Klaus Krippendorf,Analisis Isi Pengantar Teori Dan Metodelogi,PT.Remaja Graffindo

22

Berikut ini adalah tahapan-tahapan penulisan dalam menganalisa data: 1) Melakukan kategorisasi terhadap novel..

2) Memasukan data ke dalam lembar koding sesuai dengan ketegori yang telah ditentukan

3) Menentukan koder untuk mengisi lembar koding

4) Kemudian melakukan penghitungan,mendeskripsikan data yang telah diperoleh berdasarkan tema yang ditentukan dan kemudian, ditarik kesimpulan mengenai tema yang paling banyak muncul.

C. Pesan Dakwah

1. Pengertian dakwah

Secara etimologi dakwah berasal dari bahasa Arab “ da’ wah” yang berarti Seruan, ajakan dan panggilan. Dengan demikian secara etimologi dakwah merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.12

Pengertian dakwah secara terminologi menurut beberapa ahli yang diantaranya adalah H. M Arifin mengatakan dakwah adalah kegiatan menyeru, baik dalam bentuk lisan dan tulisan, maupun tingkah laku dan lain sebagainya yang dilakukan secara individual atau kelompok. Supaya timbul dalam dirinya suatu pengetahuan kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama, sebagai pesan yang disampaikan kepada mereka tanpa unsur paksaan.13

12

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama 1997),cet-2,h.31

13

23

Secara umum definisi dakwah yang dikemukakan para ahli menunjuk pada kegiatan yang bertujuan perubahan positif dalam diri manusia. Perubahan positif ini diwujudkan dengan peningkatan iman, mengingat sasaran dakwah adalah iman. Dakwah sering dipahami sebagai upaya untuk memberikan solusi islam terhadap berbagai masalah dalam kehidupan. Untuk itu dakwah harus dikemas dengan cara yang menarik dan tampil secara aktual, faktual dan konstektual. Aktual berarti dapat memecahkan masalah-masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual berarti konkret dan nyata, sedangkan konstektual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat.14

Dakwah mengharapkan komunikannya bersikap dan berbuat sesuai dengan isi pesan yang disampaikan oleh komunikatornya. Dakwah merupakan komunikasi yang khas dengan cara pendekatan persuasif.

Maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan dakwah merupakan kegiatan menyeru atau mengajak orang lain baik secara individu ataupun kelompok, agar menjalankan syariat islam sebaik mungkin tentunya sesuai dengan pedoman Al-Qur‟an dan hadist dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang berharga baik di dunia maupun di akhirat.

2. Pengertian Pesan Dakwah

Pesan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti suruhan, perintah, nasihat, harus disampaikan kepada orang lain.15 Dalam bahasa Inggris kata pesan adalah message yang memiliki arti pesan, warta, dan

14

Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), cet.

Ke-1, h. 33 15

Wjs. Purwa Darminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : BalaiPustaka, 2005),

24

perintah suci. Ini diartikan bahwa pesan adalah perintah suci, dimana terkandung nilai-nilai kebaikan.

Menurut H.A.W. Widjaja mengartikan pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator.16 Penyampaian pesan dapat dilakukan melalui lisan, tatap muka, langsung atau menggunakan media tulisan.Isi pesan dapat berupa anjuran atau masukan. Onong Uchjana mengartikan pesan sebagai seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.17 Pesan adalah informasi yang akan dikirim kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal, pesan secara verbal dapat secara tertulis seperti buku. Beberapa bentuk pesan.

Pesan dalam Islam ialah nasehat, permintaan, amanah yang harus disampaikan kepada orang lain. sedangkan pesan dakwah adalah semua pernyataan yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah baik secara tertulis maupun bentuk pesan-pesan (risalah).18

Pesan dakwah menurut Mustofa Bisri mengandung pengertian segala pernyataan yang berupa seperangkat lambang yang bermakna yang disampaikan untuk mengajak manusia agar mengikuti ajaran Islam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.19

Dalam buku Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Wardi Bachtiar menjelaskan bahwa pesan dakwah tidak lain adalah Al-Islam yang bersumber

16

H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta : BumiAksara,

1997), cet.Ke-3, h.14 17

Onong Uhjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya,1997),cet. Ke-2, h. 43 18

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), cet. ke-1.

hal 43. 19

25

dari Al-qur‟an dan Hadist sebagai sumber utama yang meliputi Aqidah, Syari‟ah dan Akhlak dengan berbagai sumber ilmu yang diperoleh darinya.20

Adapun pesan dakwah secara garis besar dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Tentang Aqidah

Secara etimologi, aqidah berasal dari kata Al-Aqdu yang berarti ikatan, kepastian, penetapan, pengukuhan dengan kuat, juga berarti yakin dan mantap. Sedangkan secara terminologi, terdapat dua pengertian, yaitu pengertian secara umum dan pengertia secara khusus. Secara umum, aqidah yaitu “pemahaman yang benar seperti keimanan dan ketauhidan kepada Allah, iman kepada Malaikat, Rasul, Kitab-kitab Allah, Hari Akhir, serta Qada dan Qadar. Secara khusus akidah bersifat keyakinan bathiniyah yang mencakup ruku iman tapi pembahasannya tidak hanya tertuju pada masalah yang wajib diimani tetapi juga masalah-masalah yang dilarang oleh Islam”.21

a. Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.

20

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu,

1997), cet. Ke-1, hal.33-34 21

26

b. Iman Kepada Malaikat

Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah.

c. Iman Kepada Kitab

Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah.

d. Iman Kepada Rasul

Rasul dan nabi sama-sama mendapatkan wahyu, tetapi sering kali seorang Nabi diutus Allah kepada kaum yang memang sudah beriman sehingga perannya hanya menjalankan syari‟ah yang sudah ada itu dan tidak membawa ajaran yang baru. Seperti para Nabi yang pernah Allah utus kepada Bani Israil setelah ditinggalkan Nabi Musa, mereka bertugas mengajarkan dan mengamalkan Taurat, tidak membawa ajaran yang baru/bukan dari Taurat.

27

e. Iman Kepada Hari Akhir

Beriman kepada Hari Akhir artinya meyakini dengan teguh apa yang diberitakan oleh Allah dalam kitab-Nya dan apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya terkait dengan peristiwa yang terjadi sesudah mati, mulai fitnah kubur, azab dan nikmat kubur dan seterusnya sampai surga dan neraka.

f. Iman Kepada Qada dan Qadar

Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. 2. Tentang Akhlak

Secara etimologi akhlak berarti budi pekerti, peringai, prilaku, atau tabiat. Secara umum ada beberapa definisi tentang akhlak: Menurut Ibrahim Anis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah perbuatan-perbuatan, baik ataupun buruknya tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.22

Akhlak adalah kekuatan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan menyatu, membentuk suatu

22

Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Taklim (Bandung: Mizan,

28

kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia sebagai firtah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.

Pada dasarnya akhlak itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Akhlak yang baik atau terpuji (Al-Akhlaqul Mahmudah) yaitu, perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya.

b. Akhlak yang buruk atau tercela (Al-Akhlaqul Madzmumah) yaitu, perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhuk lainnya.23 3. Tentang Syariah

Syariah secara bahasa berarti jalan keluarnya air minum, secara istilah syariah adalah segala sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya, termasuk peraturan-peraturan dan hukum segala hal yang telah ditetapkan oleh Allah. Syariah sangat erat hubungannya denga akidah, kalau akidah adalah iman atau keyakinan maka syariah adalah hal yang perlu dilakukan sesudah keimanan, yakni amal shaleh atau perbuatan sehari-hari sesuai dengan syariat Islam, seperangkat aturan yang mengatur kehidupan manusia dari segala aspek.

3. Unsur-Unsur Dakwah

Unsur-unsur dakwah adalah faktor atau muatan-muatan yang mendukung aktivitas dakwah itu sendiri, artinya satu kesatuan yang saling

23

29

mendukung dan mempengaruhi antara unsur satu dengan yang lainya, antara lain :

a. Subjek Dakwah

Yang dimaksud dengan subjek dakwah adalah da‟i. Da‟i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan atau pun perbuatan baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga. Da‟i sering disebut kebanyakan orang dengan mubaligh (orang yang meyampaikan ajaran Islam).

b. Objek Dakwah

Mad‟u atau (objek dakwah) adalah isim maf‟ul dari kata da‟a berarti orang yang diajak, atau yang dikenakan perbuatan dakwah mad‟u adalah objek sekaligus subjek dakwah. Mad‟u yaitu orang-orang yang menjadi sasaran dakwah atau penerima dakwah, baik sebagai individu maupun kelompok, baik yang beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.24

c. Materi dakwah

Materi dakwah atau disebut juga dengan isi pesan dakwah yaitu segala sesuatu yang disampaikan oleh da‟I kepada mad‟u yang sesuai dengan Al -Qur‟an dan hadist.

Secara global pada dasarnya materi dakwah Islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:

24

30

1. Masalah Keimanan (Aqidah), adalah “pokok kepercayaan dalam agama Islam. Dalam Islam aqidah merupakan I‟tiqad bathiniyyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun Iman”

2. Masalah KeIslaman (Syariah), adalah “seluruh hukum dan perundang-undangan yang terdapat dalam Islam, baik yang berhubungan manusia dengan Tuhan, maupun antar manusia itu sendiri.”

3. Masalah Budi Pekerti (Akhlaqul Karimah), adalah “dalam aktivitas dakwah merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang.”25

d. Metode Dakwah

Secara etimologi, metode berasal dari bahasa Yunani, motodos yang artinya cara atau jalan. Jadi metode dakwah adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.26

Menurut H. Toto Tasmara, metode dakwah adalah cara-cara tertentu

Dokumen terkait