• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab ini, peneliti akan menguraikan tentang kesimpulan makna ghibah dalam film pendek Tilik dan juga saran untuk peneliti.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Semiotika

1. Analisis Semiotika (Semiotical Analysis)

Semiotika merupakan studi ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda-tanda, seperti tanda-tanda dalam kehidupan sehari-hari. Secara etimologis, Semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.

Secara terminologis, semiotika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (sign). Suatu tanda menandakan dirinya sendiri dan makna (meaning) yaitu berhubungan antara suatu objek atau ide suatu tanda. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang sangat luas, berurusan dengan simbol, bahasa, wacana dan bentu-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun.1

Preminger mengemukakan tentang batasan yang lebih jelas, dikatan bahwa semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini

1

menganggap baha fenomena-fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-atuaran, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.2

Semiotika sebagai model dari ilmu pengetahuan sosial yang memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan tanda. Oleh karena itu, semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Tanda adalah basis dari komunikasi. Manusia dengan perantara tanda-tanda bisa melakukan komunikasi dengan sesamanya.

2. Semiotika Rolland Barthes

Dalam istilah Barthes, ia menggunakan ”orders of

signification”. First order sginification adalah denotasi,

sedangkan konotasi adalah second order of signification. Melalui model ini, Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itulah yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna yang paling nyata dari tanda (sign).3

2

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 96

3 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi,(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 21

Gambar 2.1

Sumber: https://www.harjasaputra.com/teori/pengertian-dan-metode-semiotika/

Dari peta Barthes diatas dapat kita lihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, tanda denotatif (3) adalah penanda konotatif (4) lalu digabungkan dengan petanda konotatif (5) yang menghasilkan tanda konotatif (6). Dengan demikian, hal tersebut merupakan unsur materil. Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan yang melandasi keberadaannya. Dan ini merupakan pengetahuan yang sangat penting bagi penyempurnaan semiologi saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.4

Dalam penelitian ini, menggunakan teori Semiotika dari Rolland Barthes. Yang terdiri dari dua sistem pemaknaan, yaitu denotasi dan konotasi. Detonasi adalah makna sebenarnya, sedangkan konotasi makna ganda yang lahir dari personal dan kultural.

4

Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dipahami sebagai makna harfiah atau makna yang sebenarnya. Bahkan kadang di rancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap.5

Sedangkan konotasi adalah istilah yang digunakan oleh Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca atau penonton serta nilai-nilai kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan oleh tanda terhadap suatu objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya.6

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. Dengan kata lain, pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos (myth) merupakan rujukan bersifat kultural (bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang. Kata mitos berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti “kata” atau “ujaran”.7

Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas dan gejala alam.

5

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 69

6 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 70

7 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori

Dengan kata lain, mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan makna tertentu dengan berpijak pada nilai-nilai sejarah dan budaya yang ada di masyarakat.8

Semiotika dalam perfilman digunakan untuk mengkaji tanda dalam suatu konteks skenario, gambar, teks, dan adegan di film menjadi sesuatu yang dapat dimaknai. Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal ini obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda yang digunakan dalm film tersebut.

8

B. Tinjauan Tentang Ghibah

1. Pengertian Ghibah

Ghibah atau yang biasa kita sebut dengan bergosip atau bergunjing, adalah satu aktivitas yang saat ini lumrah dilakukan oleh banyak orang. Kebiasaan ini sudah menjadi suatu hal yang sangat melekat bagi sebagian banyak orang, lebih khususnya di Indonesia.

Secara etimologi, ghibah berasal dari kata ghaabaha yaghiibu ghaiban yang berarti ghaib, tidak hadir.9 Asal kata ini memberikan pemahaman unsur “ketidakhadiran seseorang” dalam ghibah yakni orang yang menjadi objek pembicaraan.

Yusuf Al Qardhawi mendefinisikan ghibah sebagai suatu keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedang mereka itu tidak ada dihadapannya.10

Kata ghibah dalam bahasa Indonesia mengandung arti sebagai umpatan, yang diartikan sebagai perkataan yang memburuk-burukan atau menjelek-jelekkan orang.11

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ghibah diartikan sebagai membicarakan aib atau keburukan orang lain. Dari segi bahasa, ghibah artinya membicarakan mengenail hal negatif atau positif tentang orang lain yang kehadirannya tidak ada diantara yang berbicara. Dari segi istilah, ghibah berarti pembicaraan antar

9

Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1998), hal. 304 10

Yusuf al Qardhawi, Al Halal a al Haram Fi al Islam (Kairo: Maktabah abbah, 1993), hal. 305

11

W.J.S. Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), ha. 1336

sesama muslim tentang muslim lainnya dalam hal yang bersifat kejelekan, keburukan atau yang tidak disukai.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :

اَنَثَّد َح اوُلاَق ٍر ْجُح ،ُنْبا َو ،ُةَبْيَتُق َو ، َبوُّيَأ ُنْب ىَي ْحَي اَنَثَّدَح

َّنَأ ،َة َرْي َرُھ يِبَأ ْنَع ،ِهيِبَأ ْنَع ،ِءَلاَعْلا ِنَع ،ُليِعاَمْسِإ

َلاَق ملسو هيلع = ىلص ِ َّ= َلوُس َر

"

ُةَبيِغْلا اَم َنوُر ْدَتَأ

."

ُلوُس َر َو ُ َّ= اوُلاَق

ُمَلْعَأ ُه

.

َلاَق

"

ُه َرْكَي اَمِب َكاَخَأ َكُرْكِذ

"

َلاَق ُلوُقَأ اَم يِخَأ يِف َناَك ْنِإ َتْيَأَرَفَأ َليِق

"

ِهيِف َناَك ْنِإ

ْدَقَف ِهيِف ْنُكَي ْمَل ْنِإ َو ُهَتْبَتْغا ِدَقَف ُلوُقَت اَم

هَّتَھَب

Artinya :

‘Tahukah kalian, apakah itu ghibah? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku? Rasulullah SAW menjawab, jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak

terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mendustakannya.” (H. R. Muslim)12

Berdasarkan hadist diatas, ghibah diartikan menyatakan tentang sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim disaat ia tidak berada ditempat dan apa yang dibicarakan memang ada pada orang tersebut, tetapi ia tidak suka hal yang tersebut dibicarakan. Jika apa yang dibicarakan tidak ada pada dirinya, maka hal tersebut bisa dikatakan sebagai fitnah. Namun jika kita membicarakan orang lain didepannya langsung itu berarti disebut dengan namimah. Namimah ada perbuatan mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan pihak lain.

Setelah memahami hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa ghibah yaitu menyebutkan sesuatu yang sebenarnya tentang seseorang, baik tentang agamanya, akhlaknya, ataupun tentang yang lainnya, disaat orang tersebut tidak hadir ditempat tersebut atau tidak mendengarnya secara langsung, dan jika ia tau ia tidak menyukainya.

Sebagaimana Imam Al-Qurthubi ungkapkan dalam kitab Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an, bahwasanya ghibah itu sebanding dengan dosa zina, pembunuhan, dan dosa besar lainnya. Sedangkan menurut Hasan Al Bashri, perbuatan bergunjing lebih cepat merusak agama dibandingkan dengan penyakit yang menggerogoti tubuh.13

12

Muslim, Shahih Muslim (Beirut: Dar-al Kitab Araby, 2004), h. 128

13

Al-Qurthubi, “al Jami al Ahkam il Qur’an Juz XVI” (Beirut: Darul al Ilmiyah, 1993), h. 219

Ghibah sendiri membahayakan baik bagi orang yang dibicarakan, diri sendiri, bahkan masyarakat. Ghibah bisa memicu terjadinya pertikaian dan perpecahan, amal ibadah ditolak oleh Allah SWT, bahkan bisa mendapat murka Allah SWT.

Ghibah adalah perkara yang diharamkan sebagaimana firman Allah SWT :

ﱠنِإ ﱢنﱠظلا َنِم اًريِثَك اوُبِنَتْجا اوُنَمآ َنيِذﱠلا اَھﱡيَأ اَي

ْمُكُضْعَب ْبَتْغَي َلاَو اوُسﱠسَجَت َلاَو ۖ ٌمْثِإ ﱢنﱠظلا َضْعَب

اًتْيَم ِهيِخَأ َمْحَل َلُكْأَي ْنَأ ْمُكُدَحَأ ﱡبِحُيَأ ۚ اًضْعَب

ٌميِحَر ٌباﱠوَت َ ﱠﷲ ﱠنِإ ۚ َ ﱠﷲ اوُقﱠتاَو ۚ ُهوُمُتْھِرَكَف

Artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik. Bertakwalah kalian pada Allah,

sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)14

Sebagaimana yang telah dijelaskan, haram hukumnya dan

mendapatkan dosa besar bagi orang yang gemar bergunjing tentang hidup orang lain. Dan larangannya pun sudah tertulis pula

14

dalam dalil yang sudah Allah SWT jelaskan dan peringkatkan dalam Al-Quran, agar manusia tidak berlarut dalam dosa besar tersebut.

Hukum ghibah adalah haram, namun dihalalkan atau dibolehkan pada kasus tertentu sebagai pengecualian. Muhammad bin ‘Alan dalam kitab Dalil Dalil al-Falihin, Syarah kitab Hadits Riyadhush Shalihin, menyebutkan ada enam macam ghibah yang dibolehkan karena tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan kecuali dengan ghibah tersebut. Keenam hal tersebut adalah sebagai berikut :15

1. At-Tazhallum (Terzalimi) yaitu seseorang yang dizalimi oleh orang lain boleh menceritakan atau memberitahukan kezaliman orang yang menzaliminya kepada penguasa.

2. Taghyir al-Munkar (Membasmi Kemungkaran) yaitu untuk mencegah dan menghentikan terjadinya kemungkaran dan kemaksiatan, maka seseorang boleh menceritkan (melaporkan keburukan yang dilakukan orang lain kepada pihak berajib agar dapat dicegah. Misal kita memberitahu orangtua dari teman kita baha anaknya telah berbuat yang tidak baik, lalu kita meminta tolong kepada orangtuanya untuk memperingkatkan anaknya agar tidak melakukan perbuatan tersebut.

3. Al-Istifa’ (Minta Nasihat) yaitu untuk memperoleh dalam menghadapi suatu masalah, maka seseorang diperbolehkan

15

Muhammad bin ‘Alan “Dalil Dalil al-Falihin, Syarah kitab Hadits Riyadhush Shalihin” bab 256

ghibah (menceritakan aib orang lain kepada orang yang dipandang mampu memberikan solusi).

4. Tahdzir al-Muslimin min al-Syarr (Menyelamatkan orang lain) dari kemungkinan tertipu atau terjerumus kedalam kejahatan. Misal ada teman kita yang ingin menikah dengan seorang laki-laki yang dikenalnya, dan boleh kita mengatakan “tidak baik kamu menikah denganya” atau menjelaskan secara jelas mengenai keburukan calon suaminya tersebut.

5. Al-Mujahir bifisqih (Orang yang secara terang-terangan menampakkan keburukan dirinya). Misal orang-orang yang minum kahmr secara terang-terangan, boleh kita menyebutkan perbuatannya itu kepada orang lain.

6. Al-Ta’rif (Identifikasi diri) yaitu seseorang yang sudah populer dengan suatu sebutan karena cacat pada dirinya, maka tidak ada jaln lain untuk mengidentifikasi kecuali ghibah. Misal kita mempunyai teman yang dikenal dengan nama “si buta” “si tuli” atau sebagainya, maka kita boleh menyebut nama-nama itu dengan niat untuk memperkenalkan bukan untuk menjelek-jelekkan.

C. Tinjauan Tentang Film

1. Film

Film yang sering kita dengar sebagai movie, gambar hidup, film teater atau foto bergerak, merupakan serangkaian gambar diam yang ketika ditampilkan pada layar akan menciptakan ilustrasi gambar bergerak karena efek dari fenomena sinematographi. Ilusi optik ini memaksa penonton untuk melihat gerakan berkelanjutan antar objek yang

berbeda secara cepat dan berturut-turut.16 Dalam proses pembuatan film menggabungkan seni dan industri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Pertama, film merupakan selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop). Yang kedua, film di artika sebagai lakon (cerita) gambar hidup.

Film merupakan alat komunikasi massa yang muncul pada akhir abad ke-19. Film adalah alat komunikasi yang truang lingkungnya tidak terbatas dimana didalamnya menjadi ruang ekspersi yang bebas dalam sebuah pembelajaran massa.

Film sebagai salah satu bentuk karya seni, sangat banyak sekali maksud dan tujuan yang terkandung dalam proses pembuatannya. Hal ini dipengaruhi juga oleh pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat film tersebut. Meskipun cara pendekatanya berbeda-beda, tetapi setiap film mempunyai satu sasaran yang sama yaitu menarik perhatian khalayak terhadap masalah-masalah yang terkandung dalam film tersebut.

Karena film merupakan transformasi dari kehidupan manusia, dimana nilai yang ada di dalam masyarakat seringkali dijadikan bahan utama dalam pembuatan film. Seiring dengan bertambahnya seniman film, kini bnyak film

16 Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, “Film”,

https://id.wikipedia.org/wiki/Film , diakses pada tanggal 25 Desembehttps://id.wikipedia.org/wiki/Film 2020 pukul 21.21

yang menjadi suatu narasi dan kekuatan besar dalm membentuk klise massa. film juga dapat digunakan sebagai sarana propaganda yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk menarik perhatian masyarakat dan membangun emosi ketika dipertontonkan. Seperti tentang kekerasan, anti sosial, mempengaruhi atau memprovokasi orang lain, dan sebagainya. Kecemasan ini muncul berasal dari keyakinan kalau isi pesan mempunyai efek moral, psikologis dan masalah sosial yang merugikan.

Misi perfilman nasional Indonesia menurut Effendy dalam bukunya, mengemukakan bhaa selain sebagai media hiburan, film juga dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character

building. Fungsi edukasi dapat dicapai apabila memproduksi

film-film dokumenter dan film yag diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.17

Film dibentuk oleh dua unsur pembentuk yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain untuk membuat sebuah film. Masing-masing unsur tidak dapat membuat film jika berdiri sendiri-sendiri. Karena bisa dikatakan jika unusr naratif adalah bahan atau materi yang akan diolah, dan unsur sinematik adalah cara dan gaya untuk mengolahnya.18

17 Effendi dan Erdianto, Komunikasi Massa, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004), hal.1360

18

Film dapat dipecah menjadi beberapa unsur, yaitu shot, adegan dan sekuen. Pemahaman tentang shot, adegan dan sekuan akan menjadi sangat berguna untuk membagi urutan-urutan (segmentasi) plot sebuah film secara sistematik. Segmentasi plot akan banyak membantu kita untuk melihat perkembangan plot sebuah film secara menyeluruh dari awal sampai akhir.19

Mise-en-scene: adalah segala hal yang terletak didepan

kamera yang akan diambil gambarnya dalam proses produksi film, berasal dari bahasa Prancis yang memiliki arti “putting in

the scene”. Hampir dari semua gmabar yang kita lihat adalah

bagian dari mise-en-scene. Mise-en-scene memiliki empat aspek utama yaitu setting atau latar, kostum, make up, lighting atau pencahayaan, serta pemain dan pergerakannya.

2. Jenis-Jenis Film

Menurut Effendy, terdapat beberapa ajenis film berdasarkan sifanya, yaitu sebagai berikut:

a. Film Cerita (Story Film)

Adalah film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di bioskop dengan para bintang filmnya. Biasanya film ini berdurasi panjang minimal 1 jam. Sebagai cerita, film ini harus bisa menyentuh perasaan manusia atau membangun emosi manusia. Film bersifat audio visual, yang mana dapat disajikan kepada public dalam bentuk gambar yang bisa dilihat dan suara yang bisa didengar. b. Film Pendek

19

Film pendek merupakan sebuah karya yang juga berbetuk audio visual yang mana biasanya berdurasi kurang dari 60 menit. Film pendek merupakan salah satu bentuk film yang paling simple dan paling kompleks. Secara teknik, film pendek adalah film yang mmepunyai durasi kurang dari 50 menit.

Mengenai cara bertuturnya, film pendek memberikan kebebasan bagi para pembuat film dan penontonnya, sehingga bentuknya menjadi sangat variasi. Film pendek juga bisa berdurasi 60 detik, yang terpenting adalah ide pemanfaatan media komunikasinya dapat berlangsung secara efektif.

Pada hakikatnya film pendek bukan merupakan reduksi dari film dengan cerita yang panjang. Tapi film pendek mempunyai karakteristik atau ciri tersenidri yang membedakan dengan film cerita panjang. Bukan karena pemaknaan yang sempit atau pembuatannya yang lebih mudah dan juga anggaran yang minim, tapi karena film pendek memberikan ruang gerak ekspresi yang lebih leluasa atau lebih bebas untuk para pemainnya.

c. Film Berita

Film ini biasanya berisi tentang fakta atau peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan harus mengandung nilai berita (newsvalue).

Dengan adanya TV yang mempunyai sifat audio visual seperti film, maka berita yang difilkan bisa di tayangkan di TV agar bisa ditonton oleh publik.

Adalah film yang mendokumentasikan kenyataan, sesuatu yang nyata atau film yang menyajikan hasil rekaman realitas dari peristiwa. Titik terberat dari film dokumenter adalah mengenai fakta atau peristiwa yang terjadi. Seringkali film dokumenter berkisar pada hal-hal yang merupakan perpaduan manusia dan alam.

e. Film Kartun

Kartun adalah gambar atau animasi dengan tampilan yang lucu yang mempresentasikan suatu kejadian.20 Titik berat dalam proses pembuatan kartun adalah pada seni lukisnya. Ditemukannya sinematografi telah menimbulkan gagasan kepada para pelukis untuk menghidupkan lukisannya. Lukisan-lukisan yang hidup inilah yang dapat menimbulkan kesan lucu dan menarik, karena dapat memainkan peranan yang mungkin diperankan oleh manusia.

Tokoh dalam kartun pun bisa dibuat ajaib, atau seolah bisa terbang, menghilang, menjadi besar dan bisa mengecil secara tiba-tiba. Biasanya kartun banyak disenangi oleh-oleh anak.

20 Wikipedia, Kartun, https://id.wikipedia.org/wiki/Kartun diakses pada 10 Februari 2021, pukul 19:33

3. Teknik Pengambilan Gambar

Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam mengambil gambar dalam kaidah jurnalistik televisi menurut Baskin, yaitu :21

a. Camera Angle yaitu sudut pengambilan gambar dimana

posisi kamera pada saat pengambilan gambar. Masing-masing angle mempunyai makna tertentu. Camera angle terbagi menjadi lima bagian sudut pengambilan gambar, yaitu sebagai berikut :

1) Bird Eye View, yaitu teknik pengambilan gambar yang

dilakukan oleh juru kamera dengan posisi kamera berada diatas ketinggian objek yang direkam. Tujuannya adalah untuk memperlihatkan objek-objek yang lemah dan seakan tak berdaya.

2) High Angle, yaitu pengambilan gambar dari atas objek.

Selama kamera diatas objek maka hal ini sudah dianggap high angle. Kesan yang dtimbulkan dari pengambilan gambar menggunakan high angle yaitu kesan ‘lemah’. ‘tak berdaya’, ‘kesendirian’ dan kesan lain yang mengandung konotasi ‘dilemahkan’.

3) Low Angle, yaitu teknik sudut pengambilan gambar

dari arah bawah objek. Teknik ini meggambarkan kesan seseorang yang berwibawa atau berkuasa. Seseorang yang ditampilkan dengan sudut pengambilan gambar ini akan mempunyai kesan yang dominan.

21 Askurifai Baskin, Jurnalistik Telvisi: Teori dan Praktik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), h. 120-137

4) Eye Level, adalah teknik pengambilan gambar dimana

posisi kamera sejajar dengan objek. Hasil dari teknik ini yaitu memperlihatkan tangkapan pandangan mata seseorang yang berdiri sejajar atau untuk seseorang yang mempunyai ukuran tubuh yang sama dengan objek. Dan teknik ini bisa dikatakan tidak mengandung kesan tertentu.

5) Frog Eye, yaitu teknik pengambilan gambar yang

dilakukan dengan ketinggian kamera sejajar dengan dasar atau alas kedudukan objek. Teknik ini menghasilkan kesan yang dramatis, gunanya yaitu untuk memperlihatkan suatu pemandangan yang aneh, ganjil bahkan mengerikan dan penuh misteri.

b. Frame Size (ukuran gambar), yaitu ukuran shot untuk

memperlihatkan situasi objek yang bersangkutan. Terdapat dua belas bagian dalam frame size, yaitu sebagai berikut : 1) Close-up, yaitu teknik pengambilan gambar dengan

jarak dari batas kepala hingga bagian bawah leher. Fungsi dari pengambilan gambar menggunakan teknik ini yaitu untuk memberi gambaran objek secara jelas.

2) Medium close-up (MCU), yaitu teknik pengambilan

gambar dengan jarak dari batas kepala hingga bagian atas dada. Teknik ini memiliki fungsi untuk menegaskan profil seseorang.

3) Big Close-Up (BCU), pengambilan gambar dengan

berfungsi untuk menonjolkan objek sehingga menimbulkan kesan atau ekspresi tertentu.

4) Extreme Close-up (ECU), pengambilan gambar yang

ukurannya dari jarak yang sangat dekat sekali. Fungsinya untuk menunjukkan detail suatu objek. 5) Mid Shot, pengambilan gambar dengan jarak dari atas

kepala hingga perut bagian bawah. Fungsinya untuk memperlihatkan seseorang dengan sosoknya.

6) Knee Shot, yaitu pengambilan gambar dari batas kepala

hingga lutut. Fungsinya untuk memperlihatkan sosok objek.

7) Full Shot, pengambilan gambar dari batas kepala

hingga kaki. Fungsinya untuk memperlihatkan objek dengan lingkan sekitarnya.

8) Long Shot, pengambilan gambar secara keseluruhan

objek penuh dengan latar belakangnya. Fungsinya untuk memperlihatkan objek dengan latar belakangnya. 9) One Shot, teknik pengambilan gambar dengan satu

Dokumen terkait