• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan dan Saran

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Fashion Style

Fashion style dimulai dari tahun 1920. Tahun 1920 merupakan abad baru ketika dunia fashion kembali dengan pandangan berbeda. Inovasi terbaru muncul dari designer dunia. Seperti Coco Chanel yang menyuguhkan potongan warna, serta gaya yang mementingkan karakter seorang putri. Dari sinilah dunia fashion style mulai berkibar. Memasuki tahun 1930-an, perkembangan fashion sedikit agak lambat, hingga akhirnya memasuki perang dunia kedua (1940-1946), dari yang tadinya hanya bersifat fungsional, sebuah pakaian juga mempunyai sisi estetika atau sisi cantik.4

Fashion berasal dari bahasa inggris yang artinya cara, kebiasaan atau mode. Perkembangan fashion tidak lepas dari pengaruh informasi, karena informasi merupakan sarana seseorang untuk bisa mengetahui lebih jelas tentang fashion.5

Tuntutan kebutuhan gaya hidup semakin berkembang, turut berdampak pada berlangsungnya modernisasi fashion dari waktu ke waktu. Pakaian sendiri tak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Studi tentang fashion, pakaian, atau busana pun sudah banyak dilakukan dari berbagai perspektif. Pakaian tak hanya berfungsi secara ragawi belaka, misal melindungi dan menjaga kesehatan tubuh, atau sekedar untuk tampil menarik dan keren, tapi juga punya fungsi lain diluar urusan raga.

4

http://mycc.forumotiion.com browsing pada tanggal 12 Juli 2012 Pukul 22.13 WIB

5

http://adhe-fashion.blogspot.com Browsing Pada Tanggal 13 Juli 2012 Pukul 01.14

Fashion dipandang sebagai sinonim dengan kata “cara” atau “perilaku”.

Polhemus dan procter menunjukan bahwa dalam masyarakat kontemporer Barat,

istilah ‘fashion’ kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah ‘dandanan’, ‘gaya’, dan ‘busana’ (Polhemus dan Procter. 1978:9).6

Semua fashion dan pakaian adalah untuk mendekorasi atau mempercantik tubuh. Seperti dinyatakan Wilson, fashion secara umum diasosiasikan dengan

“Wanita”, memang benar wanita atau feminin, dipresentasikan dalam masyarakat

kontemporer sebagai makhluk yang dekat dengan seni kosmetika, diasosiasikan dengan tampilan luar dan sangat mempedulikan, bila tak terus menerus terobsesi, dengan penampilan.7

Bisa dinyatakan fashion menjadi argument yang paling jelas dan tampaknya menjadi niscaya dan tidak bisa dihindari lagi, pada organisasi sosial dan ekonomi yang ada di dunia. Ini akan benar-benar menjadi prestasi untuk mengklaim bahwa satu hal yang tak terhindarkan, sesuatu yang muncul mengikuti realitas sosio ekonomi. Dalam pandangan Simmel, Flugel, serta Polhemus dan Procter, fashion adalah suatu produk masyarakat dengan lebih dari satu kelas di dalamnya dan tempat terjadinya gerak diatas antara kelas-kelas baik yang mungkin maupun yang didambakan.8 Wilson menunjukkan, “fashion adalah

wajah seni yang mengalami degradasi atau tak bisa diterima” (Wilson,1990:209).

Fashion, pakaian dan busana memunculkan sistem penandaan (signifikansi) yang menjadi tempat pembentukan dan pengkomunikasian tatanan sosial. Fashion,

6

Barnard Malcolm. Fashion sebagai komunikasi cara mengkomunikasikan identitas sosial seksualitas, kelas dan gender. (Yogyakarta & Bandung: jalasutra. 1996), h. 12-33

7

Barnard Malcolm, Fashion Sebagai Komunikasi (Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender), (Yogyakarta&Bandung: Jalasutra, 1996) h, 12-13

8

Barnard Malcolm. Fashion sebagai komunikasi cara mengkomunikasikan identitas sosial seksualitas, kelas dan gender. (Yogyakarta & Bandung: jalasutra. 1996). h. 26

pakaian dan busana dapat bekerja dengan berbagai cara yang berbeda, namun memiliki kesamaan bahwa beberapa diantaranya merupakan tempat tatanan sosial. Fashion, pakaian dan busana dapat dianggap sebagai salah satu makna yang digunakan oleh sekelompok sosial dalam mengkomunikasikan identitas mereka.9

B. Pakaian Menurut Islam

Pada agama manapun, di era modern ini, selalu ditemukan ajaran untuk berpakaian sopan di depan umum, setidaknya menurut pandangan secara universal bahwa manusia itu harus menutupi bagian-bagian tubuh yang tidak seharusnya diperlihatkan di depan umum. Islam memberikan rambu-rambu yang jelas dalam masalah pakaian wanita agar tetap ada keseimbangan antara estetika dengan syariah. Adapun seruan Allah dan Rasaul-Nya tertuang dalam nash-nash berikut ini (ketika wanita ada dalam kehidupan umum). QS. Al-Ahzab: 59, perintah untuk mengenakan jilbab:

Artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ketubuh

mereka. Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(QS. Al-ahzab/33:59)

9

Barnard Malcolm. Fashion sebagai komunikasi cara mengkomunikasikan identitas sosial seksualitas, kelas dan gender. (Yogyakarta & Bandung: jalasutra. 1996). h. 104

Sedangkan menurut kitab suci Al-Quran Surat Al-A’raf 25-26 terdapat tiga macam pakaian yang sesuai dengan kaidah ajaran islam,10 yaitu :

1. Pakaian yuwaari sauatikum : pakaian sekedar menutup bagian-bagian yang malu bila dilihat atau terlihat orang lain (aurat)

2. Pakaian riisyan : pakaian yang merupakan hiasan yang layak bagi manusia, lebih dari pada sekedar menyembunyikan aurat saja.

3. Pakaian libaasut-taqwa : pakaian yang merupakan ketaqwaan yang menyelamatkan diri, menyegarkan jiwa, membangkitkan budi pekerti dan akhlak yang mulia. Jenis pakaian ini merupakan yang terpenting karena member jaminan keselamatan diri, dunia dan akhirat, menjamin kebahagian rumah tangga, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat dan negara.

Kata “aurat” sendiri dalam Islam memiliki dua arti:

1. Bagian tubuh manusia yang malu bila dilihat orang lain

2. Kelemahan, tidak mempunyai kemampuan bertahan atau membela diri bila diserang.

Sikap sopan santun dan cara berbusana yang elegan dan karismatik sangat identik dengan gaya dan penampilan orang-orang terpelajar dan terhormat. Dikatakan identik, karena umumnya memang demikian, meskipun antara pakaian

luar dan “pakaian” dalam yang melekat pada diri seseorang belum tentu matching atau selaras.

Betapa banyak kita melihat orang-orang dengan pakaian rapi, sopan, berwibawa, dan terhormat, akan tetapi hati serta perilakunya sungguh tidak

10

K. H. E Abdurahman, Risalah wanita (Bandung: sinar baru Algesindo, 2002), hlm 152

terhormat. Misalnya saja adalah para koruptor. Juga para muslimah yang sudah menjilbabkan tubuhnya, tapi belum menjilbabkan hatinya.

Hipokritas seperti inilah yang harus dihindarkan menurut ajaran etika berbusana dalam islam. Pakaian bukan hanya untuk menghiasi diri dan berfungsi secara ragawi, tapi juga harus berfungsi sebagai simbol moral yang muncul dari kepribadian yang mulia.

Berhijab atau berjilbab sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan oleh Islam dengan acuan kriteria-kriteria tertentu. Begitu juga berpakaian yang sopan, elegan, dan karismatik. Islam menganggap penting semua itu. Namun, kesemuanya harus dilandasi oleh kepribadian yang memang mulia, sopan, elegan, dan karismatik.

Mungkin inilah yang dimaksudkan dengan “pakaian ketakwaan” yang dipandang

jauh lebih penting dan merupakan pakaian terbaik.

Untuk membumikan substansi ajaran ini di tanah Jawa, Walisanga menghadirkan ular-ular atau pesan-pesan moral dan falsafah hidup berbunyi: Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Raga Saka Busana. Artinya, harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan sebaiknya seseorang dapat menempatkan diri sesuai dengan busananya (situasinya).

Ditinjau dari perspektif ilmu psikologi, antara busana dan si pemakai busana sedikit atau banyak memang punya hubungan saling mempengaruhi. Meski tidak selamanya merupakan kaitan sebab-akibat, namun tak jarang pula terjadi hubungan sebab-akibat di antara perilaku atau kepribadian seseorang dan busana yang dikenakannya.

Artinya, busana bisa berdampak terhadap kepribadian. Dan begitu pula sebaliknya, kepribadiaan dapat memberikan akibat tertentu terhadap cara 17

berbusana seseorang. Berangkat dari kenyataan inilah Islam mengajarkan tata cara dan etika berpakaian yang khas Islam. Ini sepenuhnya dimaksudkan sebagai sarana pembentukan karakter dan kepribadian muslim yang utuh, selaras, dan harmonis antara realitas lahir dan batinnya. Jadi, pertentangan antara simbol dan esensi berpakaian inilah yang ingin dihapuskan oleh Islam melalui ajaran etikanya tentang pakaian dan cara berpakaian.

Beberapa karakter dan kepribadian muslim yang harus dibangun, juga diaplikasikan di dalam penampilan dan gaya berpakaian, yaitu kepribadian yang penuh cinta, kasih sayang dan kelembutan (rahmat).

Kesederhanaan dalam arti tidak berlebih-lebihan dalam segala hal (i’tidal), tidak silau harta (zuhd), selalu menjaga kehormatan dan kesucian diri (‘iffah), gigih (shabr), tegas (hazm), tangkas dan energik (hayawiyyah), bijaksana dan arif (hikmah), memegang amanah dan janji (mu’taman), tegak lurus dalam kebenaran dan kebaikan sesuai ajaran Allah (qunut), serta profesional dan pandai menyesuaikan diri dengan waktu dan tempat yang dihadapi (itqan al-‘amal).11

Inilah contoh-contoh kepribadian yang mesti dikembangkan dalam diri seoarang muslimah. Termasuk juga perlu diekspresikan dalam penampilan dan gaya busananya. Mungkin inilah terjemahan aplikatif dari konsepsi Alquran yang menyebutkan bahwa Pakaian Ketakwaan adalah Yang Terbaik. Dengan cara ini pula, falsafah Jawa yang berbunyi Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Raga Saka Busana, mesti dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Agama Islam tidak menentukan bagaimana cara dan bentuk pakaian. Hal tersebut diserahkan kepada lingkungan, bangsa dan keadaan iklim setempat.

11

Dikutip oleh Majalah Noor edisi November 2011

Agama Islam hanya memberikan batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggar yang merupakan wadah penciptaanNya. Agama Islam tidak menghalangi daya cipta, cita rasa, corak, bentuk dan potongan yang terbaru atau terbagus, namun Islam hanya meminta agar pakaian itu selaras dan menjaga keluhuran budi dan akhlak, kekayaan dan kekuatan batin, penyelamatan jasmani dan rohani dari kejahatan dan kerendahan budi manusia.12

C. Fashion Sebagai Budaya Massa dan Simbol Gaya Hidup

Fashion adalah alat komunikasi non verbal yang menunjukan status, gender, kelas, kedudukan baik secara individu maupun kelompok. Fashion juga dapat berperan sebagai sistem tanda dan barometer perubahan budaya.13

Menurut The World Book Encyclopedia (1993), istilah ‘fashion’ biasa digunakan untuk menggambarkan gaya berpakaian. Dalam perkembangan model mobil, furnitur, rumah berbagai produk kontemporer (populer) lainnya dapat digolongkan sebagai fashion.Secara garis besar, terdapat 3 alasan mengapa kebanyakan orang mengikuti fashion; pertama, karena mereka ingin diidentifikasikan sebagai kelompok tertentu.Kedua, diakui dan diterima oleh orang atau kelompok tertentu dan ketiga, membuat diri terlihat lebih atraktif.Fashion dapat berubah dari waktu-waktu dapat disebabkan oleh situasi politik dan sosial yang terjadi dan kemajuan teknologi, khususnya teknologi mesin. Tren fashion terbaru dapat diadopsi dari gaya tokoh-tokoh terkenal seperti artis film.14 Menurut Desmond Morris (1997), sekurangnya ada 3 fungsi mendasar pakaian yang dikenakan manusia, yakni

“memberikan kenyamanan, sopan santun, dan pamer (display). Semua pakaian

12

Dikutip oleh Majalah Noor edisi November 2011. Hlm 171

13

http://www.fashion-era.com/sociology_semiotics.htm#What%20Is%20 Fashion? Di browsing pada tanggal 27 Maret 2012 pukul 15.15 WIB

14Laure “. Bahr da Ber ard Joh so , Colliers’ Di tio ary.Volu e 7 Ne York: P. F

Collier Inc 1993, hlm.31-32

dengan segala modelnya, seperti yang dikemukakan Thorsten Veblen dalam buku Theory of the Leisure Class adalah simbolik: bahan, potongan dan hiasannya antara lain ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan mengenai kehangatan, kenyamanan, dan kepraktisannya.15

Fashion dibedakan atas haute couture fashion dan ready to wear fashion. Haute couture adalah sebuah frase dalam bahasa perancis yang berarti high fashion atau adibusana. Kata “haute” sendiri memiliki arti elegan atau tinggi, sedangkan “couture” berarti pembuatan pakaian. Haute couture dibuat secara manual oleh tenaga manusia (handmade) mulai dari pembuatan pola, pemotongan hingga penjahitan bahan sehingga tercipta sebuah busana yang sempurna dan tinggi nilai artistiknya. Haute couture tidak diproduksi secara massal, namun berdasarkan pemesanan tiap individu atau klien yang menginginkan sebuah baju atau gaun yang merupakan rancangan orisinil dan tidak dimiliki atau sama dengan yang dikenakan oleh orang lain (eksklusif). Proses pembuatan dan eksklusivitas inilah yang menyebabkan harga sebuah rancangan haute couture atau adibusana sangat mahal. Dalam membuat sebuah adibusana, setidaknya seorang desainer dan pekerja garmen atau rumah mode membutuhkan waktu 100 hingga 150 jam untuk membuat sebuah pakaian, bahkan 1000 jam untuk membuat detil atau menghias sebuah rancangan gaun malam (evening dress).16

Selain dirancang untuk memenuhi pesanan klien, haute couture juga diciptakan untuk promosi designer sekaligus memberikan inspirasi dengan menomorduakan profit. Desainer haute couture meminjamkan rancangan mereka

15 Alex sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya,2003), hlm.170

16

http://www.fashion-era.com/haute_couture.htm browsing pada tanggal 29 Maret 2012 pukul 22.03 WIB

kepada actor atau aktris film (yang biasanya dikenakan pada saat menghadiri malam penghargaan seperti academy awards) dan first lady (istri kepala negara).

Berbeda dengan haute-couture (adibusana), ready to wear fashion diciptakan sebagai komoditi massal. Pergeseran fungsi dasar pakaian sebagai penutup atau pelindung tubuh menjadi komoditi massal terjadi pada era abad ke 20, dimana terjadi perkembangan teknologi dan komunikasi. Fashion mulai diproduksi dalam jumlah besar dan ditujukan untuk populasi yang besar pula. Kemajuan teknologi bahan tekstil juga merupakan faktor penting yang menjadikan pakaian dapat diproduksi secara cepat dengan biaya murah.17 Mode pakaian negara barat mulai diadopsi oleh negara-negara lain melalui periklanan, media massa dan sistem pemasaran modern.18

Fashion dijadikan sebagai komoditi yang terjangkau dari segi harga dan ketersediaannya.Industry garmen dan department store (pusat perbelanjaan) membeli rancangan orisinil dari rumah mode desainer dan memproduksinya ke dalam bentuk atau versi ready to wear.19

Fashion juga merupakan simbol gaya hidup (Lifestyle), dimana gaya hidup sendiri adalah istilah menyeluruh yang meliputi cita rasa seseorang didalam fashion, mobil, hiburan, dan rekreasi, bacaan dan hal-hal yang lain. Gaya menunjukan pakaian, dan gaya hidup digunakan untuk menggambarkan

17

The New Encyclopedia Britannica, Volume 4 ( London: Encyclopedia Britannica Inc,2003), hlm.222

18

The New Encyclopedia Britannica, Volume 4 ( London: Encyclopedia Britannica Inc,2003), hlm.499

19Negara ya g aktif e produksi pakaia ersi ready to ear e asuki era terse ut

adalah Amerika. Produk fashion A erika dia ggap se agai mass fashion kare a diproduksi

secara massal. Sementara Paris yang diklaim sebagai kota mode dunia merupakan penghasil

high fashion atau haute-couture adi usa a . Le ih la jut lihat Laure “. Bahr da Ber ard

Johnston Collier Encyclopedia, Volume 9 (New York: P.F Collier Inc, 1993) hlm. 602-603

bagaimana seseorang berpakaian. Gaya hidup sering dihubungkan dengan kelas sosial ekonomi dan menunjukan citra seseorang.20

Pakaian merupakan “bahasa diam” (silent language) yang berkomunikasi melalui pemakaian simbol-simbol verbal. Goffman menyebut simbol-simbol

semacam itu sebagai ‘sign-vehicles’ atau ‘cues’ yang menyeleksi status yang akan

diterapkan kepada seseorang dan menyatakan tentang cara-cara orang lain memerlukan mereka. Status memang kadang tidak bisa dielakkan dalam pola pergaulan.Apalagi bagi orang-orang penting yang selalu disorot masyarakat. Kelas sosial dan status sosial akan bermain bersamaan. Antara kelas sosial dengan status sosial seolah saling melengkapi.Beberapa merek pun muncul menjadi

“bahasa” untuk mengatakan status sosial yang meningkat.21

D. Pengertian Rubrik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rubrik adalah kepala karangan (ruangan dalam surat kabar, majalah dan sebagainya.22

Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendi, rubrik adalah ruangan pada halaman surat kabar, majalah, surat kabar atau media cetak lainnya, mengenai aspek atau kegiatan dalam kehidupan masyarakat; misalnya rubrik wanita, rubrik olah raga, rubrik surat pembaca dan lain sebagainya.23

20

Arthur Asa Berger, Media Analysis Technique. Second Edition (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2000) hlm. 112

21

Arthur Asa Berger, Media Analysis Technique. Second Edition (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2000), hlm. 171-172

22

Anton, Meoliono (et, al). Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka.1998), h.756

23

Onong, Uchjana Effendi. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. H. 149-150

Menurut Komaruddin, rubrik adalah kepala ruangan, bab atau pasal. Di dalam surat kabar atau majalah, rubrik sering diartikan sebagai “ruangan”,

misalnya rubrik Tinjauan luar negeri rubrik ekonomi, rubrik olah raga dan rubrik kewanitaan.24 Dalam Ensiklopedi Indonesia, rubrik adalah petunjuk-petunjuk resmi yang mengatur tata laksana upaca liturigi, disisipkan dalam buku-buku liturigi dulu dicetak dengan tinta merah.25

Dalam rubrik tren fashion atau diperlihatkan gaya, aksesoris, dan pakaian busana muslim wanita yang semakin modern. tidak hanya itu, tren fashion akan dibahas dan selalu dihubungkan dengan ayat yang ada dalam Al-qur’an atau

dengan hadits.

Tanpa adanya rubrik, maka sebuah majalah tidak akan tersusun dengan baik bahkan sangat menyulitkan semua pihak baik dari redaksi maupun pembaca.

E. Pengertian Analisis

Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. Sedangkan dalam kegiatan laboratorium, kata analisa atau analisis dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan di laboratorium untuk memeriksa kandungan suatu zat dalam cuplikan.26

Setelah melihat penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan arti dari analisis itu sendiri. Analisis menurut penulis adalah sebuah kajian atau tahapan untuk melakukan penelaahan atau pemeriksaan untuk mendapatkan pengertian

24 Komaruddin Hidayat. Kamus Istilah Skripsi dan Tesis. (Bandung: Angkasa. 1985), h. 74

25

Hasan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 1991), h. 295

26

http://id. Wikipedia. Org/wiki/analisis. Diakses pada tanggal 5 Juli 2012. Pukul 15.10

serta makna keseluruhan dari penyelidikan terhadap suatu peristiwa yang ingin diketahui kebenarannya.

Istilah wacana sekarang ini dipakai sebagai terjemahan dari perkataan bahasa Inggris discourse, kata discourse inipun berasal dari bahasa latin discursus, dis: dari. Dalam arah yang berbeda dan currere:lari, sehingga berarti kian kemari.27 Dalam salah satu kamus bahasa Inggris terkemuka disebutkan bahwa wacana adalah komunikasi buah pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan, konvensasi atau percakapan. 28

Wacana dapat berarti rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat tersebut. Wacana merupakan kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tertulis.29

Wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi ini dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.30

Wacana sering dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan lain sebagainya. Arti dari wacana itu sendiri tergantung pada pemakaian atau konteks disiplin ilmu

27

Berger, Tafsir sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, h.30

28

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001) h.70

29 Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001), hlm,2.

30

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001) hlm, 10.

tersebut, sehingga banyak ahli yang mendefenisikan dan memberi batasan yang berbeda. Di dalam kamus pun, akan mempunyai pengertian yang berbeda.

Perbedaan dari pengertian wacana dalam berbagai ilmu dapat digambarkan sebagai berikut: Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik, wacana merupakan unit bahasa yang lebih besar dari pada kalimat. Analisis wacana dalam studi linguistik ini merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut. Analisia wacana dalam lapangan psikologis sosial, diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud disini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktek dari pemakainya. Dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktek pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggarapan suatu obyek, dan melalui bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dianggap dalam analisis wacana.31

Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga makna dari istilah wacana. Pertama, percakapan, ucapan, dan tutur. Kedua, keseluruhan tutur atau cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar, terlengkap yang realisasinya pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku, dan artikel.32

31 Alex Sobur,Analisis Teks Media, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2001),hlm 3.

32

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, Edisi Ke-3 2002), h.1709

Dalam upaya menganalisis unit bahasa yang lebih besar dari kalimat, analisis wacana tidak lepas dari pemakaian kaidah berbagai cabang ilmu bahasa seperti halnya semantik, sintaksis, morfologi dan fonologi.

Analisis wacana terutama menyerap sumbangan dari studi linguistik yaitu studi untuk menganalisis bahasa seperti pada aspek leksikal, gramatikal, sintaksis, semantik dan lain sebagainya. Hanya berbeda dalam analisis linguistik, analisis wacana tidak berhenti pada aspek tekstual, tetapi juga konteks dan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks wacana (merujuk pada pemakaian bahasa tertulis atau ucapan).

Tidak hanya dari aspek kebahasaannya saja tetapi juga bagaimana bahasa itu diproduksi dan ideologi dibaliknya. Bahasa semacam ini berarti meletakkan bahasa sebagai bentuk praktek sosial. Bahasa adalah suatu bentuk tindakan, cara bertindak tertentu dalam hubungannya dengan realitas sosial.

F. Analisis Wacana Model Teun A Van Dijk 1. Teks

Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Kalau digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut:33

33

Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta:LKiS, 2001), hal 227

Tabel I Struktur Teks Struktur Makro

Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang di angkat dari sudut teks

Superstruktur

Kerangka suatu teks, seperti bagaimana pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan

Struktur Mikro

Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks

2. Kognisi Sosial

Dokumen terkait