• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi mengenai kesimpulan yang merupakan ringkasan dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya. Selain itu juga saran bagi perusahaan maupun pembaca mengenai adanya kekurangan dari penelitian ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26

2.1.1 Definisi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26

Menurut Diana (2009), PPh pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang akan dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak Luar Negeri.

Menurut Resmi (2012), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari asas sumber yang dianut dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. Berdasarkan asas sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang atau badan di luar Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia. Bentuk pemajakkannya adalah dengan sistem witholding tax yang bersifat final yang diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984.

Dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984, terdapat empat jenis PPh Pasal 26 yaitu PPh Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), Pasal 26 ayat (2a) dan Pasal 26 ayat (4). Masing-masing jenis PPh Pasal 26 ini memiliki ruang lingkupnya sendiri. PPh Pasal 26 ayat (1) adalah PPh Pasal 26 pada umumnya yaitu pemotongan PPh terhadap Wajib Pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Bentuk penghasilan yang dipotong pada umumnya sama

dengan objek pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Bedanya, penerima penghasilan PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri.

2.1.2 Objek PPh Pasal 26

Menurut Diana (2009) penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, berupa:

a. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur, yaitu penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.

b. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur, yaitu penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya, jasa produksi atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

c. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

d. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang

pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.

e. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah dibayarkan secara bulanan. f. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa fee, honorarium, komisi dan

imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan.

g. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dengan nama dan dalam bentuk,dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

h. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

- Bukan wajib pajak

- Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau - Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma

penghitungan khusus

Penghitungan PPh pasal 26 atas penghasilan yang berupa penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun tersebut didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan.

2.1.3 Subjek Pajak Luar Negeri

Menurut Diana (2009), subjek pajak orang pribadi luar negeri adalah orang pribadi yang tidak tinggal di Indonesia selama tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia atau yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia. Subjek pajak orang pribadi luar negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui maupun tanpa melalui BUT. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tetapi berada di Indonesia selama tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan disebut subjek pajak luar negeri.

Subjek pajak orang pribadi luar negeri hanya dikenakan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, baik melalui BUT maupun tanpa melalui BUT di Indonesia (source principle).

2.1.4 Pemotong PPh pasal 26

Menurut Diana (2009) Pemotong PPh Pasal 26 yang selanjutnya disingkat Pemotong Pajak adalah:

a. Pemberi kerja, yang terdiri dari orang pribadi ataupun badan yang merupakan induk,cabang, perwakilan atau unit perusahaan, yang membayar atau terutang gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau

bukan pegawai. Pengertian pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidak dikecualikan dari kewajiban memotong pajak. Sedangkan yang dimaksud dengan bukan pegawai adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja.

b. Bendahara pemerintah (termasuk bendahara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri) yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

c. Dana pensiun atau badan lain (misalnya badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja) yang membayarkan uang pensiun, tunjangan hari tua, dan tabungan hari tua, dan pembayaran sejenisnya dengan nama apapun.

d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:

- Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negei, termasuk jasa tenaga ahli misalnya dokter, pengacara dan akuntan yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.

- Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.

- Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan magang.

e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, dan penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri dengan berkenaan dengan suatu kegiatan.

2.1.5 Tarif dan dasar pengenaan

Menurut Diana (2009), tarif pajak yang berlaku menurut ketentuan dalam PPh pasal 26 adalah 20% dan bersifat final diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku antara Indonesia dengan negara domisili subjek pajak luar negeri.

Tarif pajak sebesar 20% yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak luar negeri tersebut tidak bersifat final jika orang pribadi sebagai wajib pajak luar negeri tersebut berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri.Selain itu pengurangan PTKP tidak berlaku terhadap wajib pajak luar negeri.

Menurut Suhartono (2007), Pengenaan PPh Pasal 26 juga tergantung kepada perjanjian perpajakan (P3B) dengan negara lain. Biasanya dalam P3B ditentukan tarif yang lebih rendah untuk pemotongan PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti dan/atau penghasilan lainnya. Apabila ada P3B, maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan P3B bukan ketentuan domestik berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia.

2.1.6 Sifat Pemotongan atau Pemungutan PPh Pasal 26

Menurut Suhartono (2007), pada prinsipnya pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak Luar negeri adalah bersifat final, namun atas penghasilan berikut ini pemotongan pajaknya tidak bersifat final, sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan yang dimaksud adalah:

a. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.

b. Penghasilan berupa dividen, bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya; penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri; penghasilan

kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut. c. Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status

menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

2.1.7 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26

Menurut Resmi (2012), penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan:

a. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunag termasuk premium, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalti, sewa, dan penghasilan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun; pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

b. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia

c. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 (Resmi, 2012) adalah:

a. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. b. Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan

Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.

c. Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.

d. Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. Namun apabila bentuk usaha tetap tersebut meminta perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, pemotongan PPh Pasal 26 didasarkan pada penghitungan sementara, terutang dan harus dibayar lunas pada saat surat permohonan perpanjangan disampaikan, akan tetapi tidak melampaui tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir.

2.1.8 Pencatatan Akuntansi Pajak Penghasilan Withholding Tax

Menurut Muljono (2004), bagi karyawan yang dipotong PPh pasal 26, hal itu diakui sebagai piutang PPh pasal 26 dan sekaligus pelunasan, tetapi bagi perusahaan akan diakui sebagai utang PPh pasal 26. Dengan demikian oleh perusahaan, atas

pembayaran gaji kepada karyawan yang terdapat pemotongan PPh pasal 26, akan dilakukan jurnal sebagai berikut:

Beban gaji xxx

Utang PPh 26 karyawan xxx

Kas xxx

2.2 Surat Pemberitahuan

2.2.1 Penjelasan Surat Pemberitahuan (SPT)

Menurut Muljono (2008), surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek dan/ atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1 angka 11 UU KUP). Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.2.2 Fungsi SPT

Menurut Muljono (2008), Fungsi SPT adalah sebagai sarana yang dipergunakan oleh Wajib Pajak, bagi PKP maupun bagi pemungutan atau pemotongan pajak untuk: a. Fungsi SPT bagi wajib pajak penghasilan yaitu:

- Sarana melaporkan dan mempertanggungkan jawaban penghitungan pajak yang sebenarnya terutang.

- Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

- Melakukan pembayaran dan pemotongan atau pemungutan pribadi atau badan lain dari satu masa paja, sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

b. Fungsi SPT bagi pengusaha Kena Pajak yaitu:

- Sarana melaporkan dan mempertanggungkan jawaban penghitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang.

- Melaporkan perkreditan pajak masukan terhadap pajak pengeluaran.

- Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Fungsi SPT bagi pemungutan atau pemotongan pajak yaitu:

- Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungkan jawaban pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

2.2.3 Lampiran Surat Pemberitahuan (SPT)

SPT ( Surat Pemberitahuan) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak atau harta dan kewajiban. Berikut adalah lampiran SPT:

a. Pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan oleh wajib pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan penghitungan rugi laba serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitungkan besarnya penghasilan kena pajak.

b. Bagi wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan, dalam SPT-nya harus dilampiri atau dilengkapi penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.

2.2.4 Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) 2.2.4.1 SPT Masa

Menurut Muljono (2008), masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan Undang-Undang ini. Lamanya masa pajak adalah 1 bulan kalender atau paling lama 3 bulan kalender. Jenis pajak yang harus dilaporkan melalui SPT masa antara lain PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 24, PPh Pasal 4(2). Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lambat 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak. Yang harus dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 adalah:

a. SSP sebagai bukti pelunasan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang harus disetor.

b. Surat Kuasa Khusus dalam hal SPT Masa ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, atau Surat Keterangan Kematian dari instansi yang berwenang dalam hal Wajib Pajak orang pribadi telah meninggal dunia dan SPT Masa ditandatangani oleh ahli waris.

c. Daftar bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26.

d. Bukti pemotongan PPh pasal 21 dan Pasal 26 selain bagi karyawan atau pegawai tetap.

Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau suatu masa pajak ditetapkan tidak melewati 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau masa pajak berakhir.

2.2.4.2 SPT Tahunan

Menurut Muljono (2008), tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender (Pasal 1 huruf 8 UU KUP). Bagian Tahunan Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 Tahun Pajak (Pasal 1 huruf 9 UU KUP). Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak (Pasal 1 huruf 9 UU KUP). Jenis pajak yang harus dilaporkan melalui SPT Tahunan antara lain adalah PPh Pasal 21, PPh Badan, PPh Badan US$, PPh Orang Pribadi, PPh Orang Pribadi Karyawan.

Batas waktu penyampaian SPT Tahunan WP orang pribadi paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak. Bagi yang tahun pajaknya menggunakan tahun kalender, maka 3 bulan tersebut sama dengan akhir bulan Maret tahun kalender berikutnya. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas paling lambat sebelum SPT Tahunan PPh itu disampaikan.

Ragam Surat Pemberitahuan Tahunan menurut Diana (2009) yang saat ini dipakai untuk administrasi perpajakan sebagai berikut:

a. 1770 (Surat Pemberitahuan yang digunakan untuk melaporkan besarnya pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak oleh wajib pajak orang pribadi yang mendapat penghasilan dari pekerjaan bebas).

b. 1770S (Surat Pemberitahuan yang digunakan untuk melaporkan besarnya pajak penghasilan yang terutang dalam suatu Tahun Pajak oleh wajib pajak orang pribadi yang mendapat penghasilan hanya dari satu pemberi kerja).

c. 1770SS (Surat Pemberitahuan yang digunakan untuk melaporkan besarnya pajak penghasilan yang terutang dalam suatu Tahun Pajak oleh wajib pajak orang pribadi yang mendapat penghasilan hanya dari satu pemberi kerja, dan maksimum penghasilan adalah 60 juta rupiah setahun).

d. 1721 (Surat Pemberitahuan yang digunakan untuk melaporkan besarnya pajak penghasilan pasal 21 dan atau pasal 26 yang telah dipotong oleh pemotong Pajak PPh pasal 21 dan atau PPh pasal 26).

e. 1771 (Surat Pemberitahuan yang digunakan untuk melaporkan besarnya pajak penghasilan yang terutang dalam suatu Tahun Pajak oleh wajib pajak badan).

2.2.5 Surat Setoran Pajak

Menurut Muljono (2008), Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (Pasal 1 angka 14 UU KUP).

SSP dapat berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, dengan memberikan cap register. Tempat pembayaran dan penyetoran pajak adalah bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jendral Pajak, kantor pos dan giro.

Pembayaran masa untuk PPh Pasal 26 selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pembayaran kekurangan pajak terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar selambat-lambatnya 25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir sebelum SPT itu disampaikan ke kantor pelayanan pajak, berakhir sebelum SPT itu disampaikan ke kantor pelayanan pajak, SKP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayarkan bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan surat-surat tersebut.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM

PERUSAHAAN

3.1 Metodologi Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti tentang perhitungan, penyetoran, pelaporan dan pencatatan akuntansi pajak penghasilan pasal 26 pada PT Profab Indonesia.

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2009). Teknik ini dilakukan dengan mengamati secara langsung ke departemen payroll dan keuangan.

b. Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Riduwan, 2009). Pada penelitian ini penulis memperoleh informasi dari bagian Payroll. Berikut adalah daftar pertanyaan yang ditanyakan penulis kepada salah satu karyawan bagian

1. Berapa tarif pajak yang dipakai PT Profab Indonesia dalam menghitung pajak yang dikenakan kepada tenaga kerja asing?

2. Bagaimana perlakuan perpajakan untuk tenaga kerja asing di PT Profab Indonesia?

3. Kapan PT Profab Indonesia menyampaikan SPT Masa?

c. Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian (Riduwan, 2009). Penulis melakukan pengambilan data teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa dokumen seperti bukti potong, SPT Masa dan SSP.

3.1.3 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat induktif yaitu berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dari hasil penelitian terlebih dahulu kemudian dikembangkan menjadi suatu hipotesis atau teori. Penelitian ini menggunakan data gaji.

Pengolahan data untuk menghitung jumlah pajak yang terhitung adalah menggunakan alat bantu perangkat lunak dari komputer yaitu Microsoft Office Excel

2007. Data yang telah dihitung selanjutnya akan dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan ESPT Masa PPh 21/26.

3.2 Gambaran Umum Perusahaan 3.2.1 Sejarah Perusahaan

PT Profab Indonesia merupakan suatu perusahaan yang secara khusus bergerak dalam bidang manufaktur, yang memproduksi Pressure Vessel, Pipa Minyak, dan struktur alat-alat berat dalam industri minyak dan gas. Produk yang dihasilkan perusahaan memiliki kualitas baik, hal ini karena dalam menjalankan proses fabrikasi perusahaan memiliki kualitas baik, hal ini karena dalam menjalankan proses fabrikasi perusahaan memiliki standar yang tinggi. Standar yang digunakan antara lain:

a. ASME VIII Div. 1,2 and 3 (U, U2, R, PP, S Stamp) b. AS 1210

c. ANSI B31.3/B31.4/B31.8 d. API 661/API 1104/API RP2A e. AWS D1.1

PT Profab Indonesia telah beroperasi sejak tanggal 28 Juli 1998. Perusahaan ini terletak di Jalan Bawal Kavling V Batu Merah sekitar 15 km dari Singapura. Perusahaan memiliki kantor pusat di Singapura yang menangani semua kegiatan komersil.

PT Profab Indonesia memanfaatkan peralatan terbaru dan tenaga kerja yang telah dilatih untuk memastikan suatu proyek dari klien dikerjakan dengan baik dan tepat pada waktunya. Pabrik yang telah ada dibuat dengan tujuan untuk menyiapkan ruangan fabrikasi yang paling efisien sehingga dapat meminimalkan biaya pemeliharaan dan meningkatkan produktivitas. PT Profab Indonesia dapat menangani pembuatan alat berat hingga 2000 ton dan dapat dikirim langsung melalui pelabuhan.

Dokumen terkait