• Tidak ada hasil yang ditemukan

8

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan Kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam sasaran strategis. Dalam rencana kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan tahun 2015, sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan target masing-masing indikator untuk mencapai sasaran strategis organisasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan melaksanakan program pembinaan upaya kesehatan.

Sasaran strategis dan sasaran program/kegiatan yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 tahun sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.

Tabel 1. Sasaran Program Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015-2019 No Sasaran

Program Indikator Kinerja

Target 2015 2016 2017 2018 2019 1 Meningkatnya akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas bagi masyarakat 1 Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi 350 700 1.400 2.800 5.600 2 Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional 94 190 287 384 481

9

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja yang diwujudkan dalam penetapan kinerja merupakan dokumen pernyataan kinerja atau kesepakatan kinerja atau perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menyusun perjanjian kinerja tahun 2015 mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019. Target kinerja ini menjadi komitmen bagi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan untuk mencapainya dalam tahun 2015.

Tabel 2. Perjanjian Kinerja yang Berisi Sasaran Program, Indikator Kinerja dan Target Tahun 2015 Ditjen Bina Upaya Kesehatan

No Sasaran Program Indikator Kinerja

Target 2015

1. Meningkatnya akses

pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas bagi

masyarakat

1. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

350

2. Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional

10

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI

Pengukuran kinerja dilakukan untuk tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan Desember 2015.

Tahun 2015 adalah tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator program dalam Rencana Strategis, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut dapat diperoleh informasi pencapaian indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program di masa yang akan datang, agar setiap program yang direncanakan ke depan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna.

Sasaran Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan adalah sebagai berikut:

.

Indikator pencapaian sasaran tahun 2015 dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

MENINGKATNYA AKSES PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN YANG BERKUALITAS BAGI MASYARAKAT

11

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

2. Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional.

Di bawah ini akan disampaikan pencapaian program dan kegiatan Ditjen Bina Upaya Kesehatan tahun 2015, yaitu:

1. PRESTASI DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

a. Rumah Sakit Terakreditasi Internasional

Dalam rangka menghadapi persaingan perdagangan bebas dunia terutama di ASEAN, maka perlu meningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar kelas dunia (internasional). Kementerian Kesehatan berupaya untuk mewujudkan hal tersebut yaitu dengan adanya fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang tersertifikasi akreditasi internasional oleh lembaga independent dalam hal ini Joint Commision International (JCI).

Sampai dengan tahun 2015 terdapat 20 rumah sakit yang telah tersertifikasi akreditasi dari JCI, yaitu

1) RSUP Cipto Mangunkusumo 2) RSUP Sanglah

3) RSUP Fatmawati 4) RSUP dr Wahidin S 5) RSUP dr Sardjito

6) RSPAD Gatot Soebroto 7) RSUP dr Kariadi

8) RS Siloam LV

9) RS Mata JEC Kedoya 10) RS Awal Bros BEkasi 11) RS Awal bros Tangerang 12) RS Awal Bros Pekanbaru 13) RS Awal bros Batam 14) RS Premier Surabaya 15) RS Premier Jatinegara

12

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (FKTP) Berprestasi

Penganugerahan FKTP berprestasi dilaksanakan dengan tujuan

memberikan reward bagi keberhasilan fasilitas pelayanan kesehatan primer dalam menjalankan program.

Kegiatan penganugerahan FKTP berprestasi dilaksanakan pada tanggal 27 November 2015. Adapun penilaian berdasarkan kategori :

1) Puskesmas Kawasan Terpencil dan Sangat Terpencil Juara I: Puskesmas Siberut Kab Mentawai Sumbar Juara II: Puskesmas Mahalona Kab. Luwu Timur Sulsel Juara III: Puskesmas Kahala, Kab Kutai Kartanegara Kaltim. 2) Puskesmas Kawasan Pedesaan

Juara I: Puskesmas Nusa Penida I, Kab Klungkung Bali Juara II: Puskesmas Sukamaju Kab. Luwu Utara, Sulsel Juara III: Puskesmas Air Amo Kab Sijunjung Sumbar. 3) Puskesmas Kawasan Perkotaan

Juara I: Puskesmas Mantrijeron Kota Yogyakarta Juara II: Puskesmas Malili Kab Luwu Timur Sulsel

Juara III: Puskesmas Cempaka Putih Kota Banjarmasin Kalsel. 4) Klinik Pratama

Juara I: Klinik Nurjaya Kab Badung Bali Juara II: Klinik Fathir Kab Pinrang Sulsel Juara III: Nayaka Husada Kota Mataram, NTB. 16) RS Premier Bintaro

17) RS Pondok Indah Puri Indah 18) RS Santosa Bandung

19) RS Eka Hospital Pekanbaru 20) RS Eka Hospital BSD.

13

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Gambar 3. Penganugerahan FKTP Berprestasi di Jakarta

c. Dukungan terhadap Sail Tomini

Acara Sail Tomini 2015 merupakan rangkaian Indonesia Sail yang ketujuh, dan puncak acaranya berpusat di Parigi Mountong, Sulawesi Tengah yang dilaksanakan pada 19 September 2015. Dukungan terhadap Sail Tomini dilaksanakan dalam rangka terbentuknya sistem koordinasi pelayanan gawat darurat terutama di Kabupaten Parigi Moutong dan Boalemo.

Gambar 4. Pembukaan Sail Tomini dan Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Terutama Gawat Darurat

d. Sistem Informasi, Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi (SIPERMON) Dalam rangka menerapkan reward and punishment dalam siklus penganggaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan telah melaksanakan SIPERMON. SIPERMON adalah integrasi antara sistem informasi, perencanaan, monitoring dan evaluasi, dimana masing-masing sistem tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Alur kerja adalah setiap satker sebelum menyampaikan usulan perencanaan tahun berikutnya berkewajiban menyampaikan update data RS Online, melaporkan capaian

14

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

kegiatan Kantor Daerah dan DAK (Dana Alokasi Khusus), updating data ASPAK (Aplikasi Sarana, Prasarana dan Alat Kesehatan) dan updating data usulan hibah BMN (Barang Milik Negara). Apabila satker tidak menyampaikan data tersebut di atas, maka tidak bisa mengusulkan perencanaan tahun berikutnya melalui e-planning.

Gambar 5. Aplikasi SIPERMON Ditjen Bina Upaya Kesehatan

e. Penerapan Transparasi Informasi Melalui Penyediaan Data Secara Online

1) SIRANAP (Sistem Informasi Rawat Inap)

Adanya keluhan masyarakat tentang kesulitan mendapatkan informasi ketersediaan tempat tidur di rumah sakit direspon Ditjen Bina Upaya Kesehatan dengan membangun sistem informasi rawat inap di Indonesia. Sistem ini memberikan informasi ketersediaan jumlah dan jenis tempat tidur di rumah sakit yang dapat diakses secara online melalui situs sirs.buk.kemkes.go.id/si-ranap/ atau aplikasi yang diunduh melalui smartphone berbasis android. Sampai dengan akhir tahun 2015

15

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

terdapat 17 RS UPT Vertikal yang telah menyediakan data tempat tidur melalui aplikasi SIRANAP, yaitu: RSU Cipto Mangunkusumo, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RS Kanker Dharmais, RSJPD Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RSPI Prof. Sulianti Saroso, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP Dr. Sardjito, RSU Kariadi, RSU Dr. Wahidin Sudirohusodo, RS Mata Cicendo, RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat, RS Paru H.A. Rotinsulu, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, RSUP Sanglah, dan RSU Prof. Dr. R.D. Kandou.

Gambar 6. Aplikasi SIRANAP Ditjen Bina Upaya Kesehatan

2) SIMPADU (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu)

Citra pelayanan publik di sejumlah lembaga pemerintahan yang terkesan lambat dan berbelit-belit menjadi perhatian khusus dalam program percepatan reformasi birokrasi. Oleh karenanya, tuntutan pelayanan publik yang cepat dan inovatif terus diupayakan sebagai salah satu dari sembilan program percepatan reformasi birokrasi.

Dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, Ditjen Bina Upaya Kesehatan telah mengembangkan Sistem Informasi Pelayanan Terpadu (Simpadu). Simpadu merupakan aplikasi berbasis web yang digunakan di Loket 8 Unit Layanan Terpadu (ULT) Kementerian Kesehatan RI.

16

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Pada 4 Mei 2015 Loket 8 Ditjen Ditjen Bina Upaya Kesehatan membuka layanan untuk pengurusan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) jabatan fungsional kesehatan Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Inovasi yang berupa aplikasi SIMPADU BUK yang dapat di akses di www.simpadubuk.net. Aplikasi ini memudahkan pemohon/pelanggan dalam melakukan tracking berkas sehingga kepegurusan DUPAK dapat lebih cepat, tepat, mudah, dan transparan.

Gambar 7. Aplikasi SIMPADU Ditjen Bina Upaya Kesehatan

2. PENCAPAIAN INDIKATOR SASARAN DITJEN BINA UPAYA KESEHATAN

Indikator kinerja program Ditjen Bina Upaya Kesehatan merupakan indikator outcome. Dalam upaya mendapatkan capaian indikator outcome tersebut diperlukan proses-proses strategis yang yang dapat diukur melalui indikator kinerja kegiatan di masing-masing eselon II Kantor Pusat Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Pada LAKIP Ditjen Bina Upaya Kesehatan ini hanya memaparkan pencapaian indikator kinerja program Ditjen Bina Upaya Kesehatan sesuai dengan perjanjian kinerja. Adapun pencapaian indikator kinerja kegiatan dapat dilihat di masing-masing LAKIP eselon II Kantor Pusat Ditjen Bina Upaya Kesehatan

17

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan pada tahun 2015 telah melaksanakan program dan kegiatan untuk mencapain indikator kinerja program. Uraian pencapaian kinerja dari masing-masing indikator adalah sebagai berikut:

a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

1) Sasaran strategis

Meningkatnya akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas bagi masyarakat.

2) Definisi Operasional

Yang dimaksud kecamatan yang memiliki satu Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi yaitu kecamatan yang memiliki minimal satu Puskesmas yang telah memiliki sertifikat akreditasi yang dikeluarkan oleh Lembaga independen penyelenggara akreditasi atau Komisi Akreditasi FKTP sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3) Cara Perhitungan

Cara perhitungan adalah dengan menjumlah seluruh kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang terakreditasi pada tahun berjalan. Sedangkan cara mengukur adalah dengan dibuktikan adanya sertifikat akreditasi nasional untuk Puskesamas yang dikeluar oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Akreditasi Puskesmas, Klinik, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar akreditasi.

18

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

4) Pencapaian Kinerja

Tabel 3. Pencapaian Puskesmas yang Tersertifikasi Akreditasi

Indikator Target 2015 Realisasi 2015 Persentase Capaian Target 2019 Jumlah kecamatan

yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

350 93 26,57% 5.600

Jika dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan, maka realisasi tahun 2015 mencapai 93 kecamatan (26,57%) dari 350 kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi. Dari 93 kecamatan tersebut jumlah Puskesmas yang sudah terakreditasi sebanyak 100 Puskesmas tersertifikasi akreditasi (sumber data dari laporan Komisi Akreditasi per 31 Desember 2015). Apabila capaian tersebut dibandingkan dengan target akhir tahun Rencana Strategis (5.600 kecamatan), maka masih diperlukan upaya percepatan pencapaian indikator tersebut. Akreditasi Puskesmas merupakan kegiatan yang baru dilaksanakan mulai tahun 2015, sehingga tidak ada pencapaian pada tahun-tahun sebelumnya.

Kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian indikator program ini adalah: a) Penyusunan regulasi dengan diterbitkannya Permenkes No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.

b) Pertemuan sosialisasi dan advokasi kebijakan akreditasi Puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter dan tempat praktik mandiri dokter gigi pada pertemuan rutin Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar.

19

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Gambar 8. Workshop Teknis Akreditasi FKTP yang Diselenggarakan pada tanggal 11-13 Mei 2015 di Jakarta

c) Peningkatan sarana dan prasarana Puskesmas melalui alokasi Dana Tugas Pembantuan.

d) Operasional Komisi Akreditasi FKTP yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan Kepmenkes No. HK.02.02/059/2015. Komisi Akreditasi FKTP memiliki tugas sebagai pelaksana survei dan penetapan status akreditasi.

e) Pelatihan untuk surveior dan tim TOT tim pendamping tingkat propinsi melalui DIPA Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar.

Gambar 9. Pelatihan Surveior Akreditasi FKTP yang Diselenggarakan pada tgl 31 Agustus sd 10 September 2015 di Yogyakarta

20

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

f) Pelatihan pendamping kabupaten/kota pada 14 propinsi melalui dana dekonsentrasi. Ke empat belas provinsi tersebut adalah Aceh, Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, dan NTB.

Gambar 10. Pelatihan TOT Pendamping Akreditasi FKTP yang Diselenggarakan pada tgl 5-19 April 2015

di Bapelkes Semarang

g) Penyusunan NSPK terkait akreditasi FKTP.

Berdasar kegiatan tersebut di atas maka, sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 didapatkan hasil sebagai berikut:

a) Kab/Kota yang telah memiliki tim pendamping sebanyak 224 kab/kota. Pendampingan pra akreditasi pada Puskesmas yang akan diusulkan akan diakreditasi dilakukan oleh tim pendamping dari Dinas Kesehatan Kab/Kota yang telah dilatih. Dalam pendampingan Puskesmas, tim pendamping akan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :

 Melaksanakan lokakarya di Puskesmas

 Pelatihan pemahaman standar dan instrumen akreditasi

Puskesmas dan persiapan asesmen.

 Penyiapan dokumen akreditasi Puskesmas.  Implementasi dokumen akreditasi Puskesmas.

21

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

 Pemilaian pra sertifikasi/ pra akreditasi sebagai dasar menilai kesiapan Puskesmas apakah layak untuk diusulkan disurvei oleh surveyor.

 Pengajuan permohonan untuk disurvei oleh dinas kesehatan kabupaten/kota melalui dinas kesehatan provinsi.

Pada tahun 2015 telah dialokasikan pelatihan pendamping akreditasi FKTP melalui Dana Dekon bagi 14 provinsi. Selain melalui pembiayaan Dana Dekon, pelaksanaan pelatihan pendamping akreditasi FKTP bagi dinkes kab/kota juga melalui pembiayaan APBD II. Jumlah kab/kota yang telah memiliki tim pendamping akreditasi FKTP sebanyak 224 kab/kota.

b) Puskesmas yang sudah mengajukan untuk disurvei sebanyak 223 Puskesmas yang berasal dari 11 propinsi .

Sesuai dengan Permenkes No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, selama lembaga independen penyelenggara akreditasi belum terbentuk, pelaksanaan survey dan penetapan status akreditasi menjadi tanggung jawab Komisi Akreditasi FKTP. Berdasarkan laporan Komisi, hingga 31 Desember 2015 tercatat Puskesmas yang mengajukan untuk disurvei sebanyak 223 Puskesmas.

c) Puskesmas yang sudah disurvey sebanyak 126 Puskesmas

Survei dilakukan oleh tim surveior yang telah dilatih. Survei dilakukan setelah ada permohonan survei yang disampaikan kepada Komisi Akreditasi FKTP. Komisi Akreditasi FKTP akan menugaskan tim surveior untuk melakukan survei. Survei dilakukan selama 3 (tiga) hari efektif. Tim survei akan menyampaikan hasil survei ke Komisi Akreditasi FKTP untuk ditetapkan hasil survei.Berdasarkan laporan Komisi, hingga 31 Desember 2015 dari 223 usulan survey yang masuk, Puskesmas yang sudah disurvei sebanyak 126 Puskesmas

22

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

d) Puskesmas yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi

Berdasarkan laporan Komisi Akreditasi FKTP, hingga 31 Desember 2015 Puskesmas yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi sebanyak 100 Puskesmas yang terdapat di 93 kecamatan.

5) Permasalahan

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian indikator adalah:

a) Faktor Dana:

 Tidak cairnya dana refokusing APBN tahun 2015 mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya pelatihan pendamping dan surveior bagi 10 provinsi yang sudah mengusulkan akreditasi di tahun 2015

 Tidak ada dana untuk pelaksanaan pendampingan dan survei di kabupaten/kota karena keterbatasan APBD maupun proses revisi anggaran, sehingga banyak kabupaten/kota yang sudah mengusulkan di dalam roadmap tetapi tidak menindaklanjuti dengan pengusulan survei.

b) Faktor Waktu

 Pencairan dana dekon 04 (BUK) ke beberapa provinsi baru terlaksana pertengahan tahun 2015 sehingga mempengaruhi pelaksanaan pelatihan tim pendamping kab/kota, sebagai akibatnya waktu untuk pendampingan ke Puskesmas terbatas sehingga belum siap untuk disurvei

 DIPA dana tugas pembantuan tahun 2015 untuk Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar terbit pada tanggal 30 Oktober 2015, sehingga dinas kesehatan kab/kota yang mengalokasikan dana untuk pembangunan fisik tidak dilaksanakan karena waktu pelaksanaan sangat singkat.

 Pengiriman berkas pengajuan survei oleh provinsi sebagian besar pada bulan November 2015.

23

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

c) Faktor SDM

 Masih kurangnya jumlah tim pendamping di beberapa

kabupaten/kota

 Masih kurangnya jumlah tim surveior di provinsi

 Tenaga kesehatan di Puskesmas belum semuanya memahami konsep akreditasi.

d) Faktor Sarana

 Komisi Akreditasi FKTP yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan belum mempunyai ruangan tersendiri sehingga belum dapat bekerja secara optimal

 Mekanisme pengajuan berkas kelengkapan survei masih manual lewat surat belum berbasis web.

6) Usulan Pemecahan Masalah a) Dana :

 Penganggaran dana pelatihan TOT pendamping dan pelatihan surveior melalui APBN 2016

 Penganggaran dana survei dan pendampingan melalui DAK non fisik 2016

 Integrasi menu DAK non fisik ke e planning. b) Waktu :

 Alokasi dana dekon 2016 menu akreditasi untuk provinsi yang mengusulkan.

 Pembahasan dukungan anggaran ke daerah baik DAK,

dekonsentrasi maupun tugas pembantuan perlu

memperhitungkan waktu pelaksanaan kegiatan.

 Bersurat ke provinsi mengenai batas waktu pengiriman berkas survei yang akan dilaksanakan tahun 2016.

24

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

c) SDM :

 Peningkatan kompetensi SDM (pendamping dan surveior) melalui pelatihan

 Seleksi calon surveior baru

 Sosialisasi ke lintas program dan lintas sektor. d) Sarana :

 Pengusulan ruangan untuk KAFKTP ke Biro Umum

 Penganggaran kegiatan pembuatan sistem informasi akreditasi untuk mempermudah pelaksanaan dan pengorganisasian survei akreditasi FKTP.

7) Realisasi Anggaran

Tabel 4. Alokasi dan Realisasi Anggaran Kegiatan yang Mendukung Pencapaian Indikator Puskesmas Tersertifikasi Akreditasi

No Kewenangan Alokasi Realisasi %

1 Kantor Pusat 79.096.952.000 15.487.602.168 19,6 2 Dekonsentrasi 45.346.331.000 34.285.582.824 75,6 3 Tugas Pembantuan 679.500.104.000 490.862.180.234 72,2 803.943.387.000 540.635.365.226 67,2 Pada tahun 2015 alokasi anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp. 803.943.387.000,- dengan realisasi 67,2% (Rp.540.635.365.234,-). Anggaran dialokasi berdasarkan kewenangan yaitu: kantor pusat, dana dekonsentrasi, dan dana tugas pembantuan.

b. Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional.

1) Sasaran strategis

Meningkatnya akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas bagi masyarakat.

25

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

2) Definisi Operasional

RSUD adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh daerah (kabupaten, kota atau propinsi).

Yang dimaksud kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional yaitu kabupaten/kota yang memiliki minimal satu RSUD yang telah memiliki sertifikat akreditasi yang dikeluarkan oleh Lembaga independen penyelenggara akreditasi atau Komisi Akreditasi Rumah Sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3) Cara Perhitungan

Cara perhitungan adalah dengan menjumlahkan kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional. Sedangkan cara pengukuran hasil adalah dengan dibuktikan adanya sertifikat akreditasi rumah sakit dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

4) Pencapaian Kinerja

Tabel 5. Pencapaian RSUD yang Tersertifikasi Akreditasi Nasional Indikator Target 2015 Realisasi 2015 Pencapaian 2015 Target 2019 Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi

akreditasi nasional

94 50 53,19% 481

Pada tahun 2015, pencapaian indikator sebanyak 50 kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional (53,19%). Dari 50 RSUD yang terakreditasi pada 50 kab/kota tersebut,

26

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

terdapat 22 RSUD yang menginginkan peningkatan status kelulusan akreditasi. Data capaian berasal dari laporan Komisi Akreditasi Rumah Sakit per 31 Desember 2015. Base line data capaian pada tahun 2014 sebanyak terdapat 10 kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional. Dan jika dibandingkan target akhir jangka menengah (481 kab/kota), maka perlu upaya yang keras untuk mencapainya.

Pada tahun 2015 terdapat 271 rumah sakit yang sudah terakreditasi nasional (versi 2012) yang terdiri dari 25 RS Pemeintah Pusat, 55 RS daerah, 18 RS Kementerian Lainnya, 5 RS BUMN, dan 168 RS swasta.

Kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian indikator program ini adalah: a) Penyusunan regulasi berupa draft petunjuk teknis standar akreditasi

rumah sakit

b) Peningkatan sarana dan prasarana RSUD melalui dana tugas pembantuan dan dana alokasi khusus yang berupa pemenuhan standar ruangan dan alat di IGD, ICU, ruang operasi, TT kelas III, IPAL, dan ambulance.

c) Melakukan bimbingan teknis pra akreditasi nasional kepada rumah sakit rujukan regional dan rumah sakit kabupaten/kota bersama dengan tim dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit atau tim pendamping yang terlatih.

27

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

d) Melakukan peningkatan kapasitas pendamping akreditasi rumah sakit sebanyak 2 tahap dan dilaksanakan di Jakarta. Pendamping dipilih dari RS vertikal yang sudah terakreditasi internasional maupun terakreditasi nasional paripurna (RS Sanglah, RS Sardjito, RS Kariadi, RS Fatmawati, RS Moh. Hoesin, RS Adam Malik, RS Othopedi Surakarta) dan RSPAD Gatot Subroto. Jumlah total pendamping saat ini sebanyak 76 orang.

Gambar 12. Peningkatan Kapasitas Pendamping Akreditasi di Rumah Sakit

e) Melakukan koordinasi dengan KARS mulai dari penyusunan road map pelaksanaan akreditasi

f) Melakukan evaluasi penilaian akreditasi yang dilakukan oleh KARS. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 78 rumah sakit yang telah terakreditasi pada tahun 2014.

Dari hasil kegiatan tersebut di atas maka, sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 didapatkan hasil adalah:

a) Rumah sakit yang telah mendapatkan pendampingan/visitasi dari

Dokumen terkait